(Alamku Papua, Edisi Februari 2008)
Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka harus diakui bahwa kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk ikut mengusahakan sumber daya hutan, khususnya kayu patut mendapat dukungan dari semua pihak. Apapun bentuknya, maka kelembagaan seperti kopermas merupakan lembaga ekonomi rakyat yang dapat membantu masyarakat agar terlibat secara langsung dalam pengusahaan sumber daya alamnya.
Kalaupun masih ada kelemahan-kelemahan yang dimilik dalam implementasi di masa lalu, tetapi ketika ada kemauan untuk “learning by experience” sebelumnya, maka banyak hal yang dapat kita peroleh untuk membangun lembaga ekonomi rakyat yang berbentuk mirip seperti kopermas atau bahkan berbeda, tetapi kita semua sepakat bahwa lembaga ekonomi rakyat merupakan satu kebutuhan yang harus dikembang di tengah-tengah masyarakat.
Untuk itu kedepan, bila kita ingin memajukan ekonomi rakyat, maka yang perlu dilakukan antara lain ; melakukan identifikasi dan pemetaan ruang kelola rakyat atau klein yang hidup di dalam dan sekitar hutan; setelah itu secara bersama-sama dengan masyarakat adat melakukan perencanaan pengelolaan sumber daya hutan (kayu dan non kayu); menyusun strategi pendampingan dan implementasinya; mempersiapkan tenaga-tenaga teknis pendamping; pemerintah daerah berkewajiban memproteknis keberadaan masyarakat dalam pengusahaan hutan (kayu & non-kayu) melalui kebijakan pemerintah daerah yang meliputi harga, informasi, kemudahan mengakses modal dan kewajiban untuk memproduksi kayu menjadi bahan setengah jadi atau jadi baru dapat dijual; bentuk kelembagaan ekonomi rakyat yang akan dikembangkan harus didasarkan pada tipe kepemimpin dari suku-suku yang ada dan terbatas dalam satu kelompok marga/klein. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecemburuan diantara suku-suku yang ada dalam satu rumpun wilayah adat.
Untuk tetap menjamin agar “Kopermas”, tahap kedua tidak dimanfaatkan oleh “masyarakat adat berdasi”, maka setiap masyarakat adat yang mengajukan ijin prinsip adalah mereka yang memiliki hak adat atas areal yang akan diusahakan yang dibuktikan dengan peta kepemilikan wilayah adat/ruang kelola dan harus mendapatkan persetujuan dari anggota marganya.
Hal ini diharapkan dapat meminimalisir keterlibatan “masyarakat adat berdasi” dalam pengusahaan hutan oleh masyarakat adat di masa depan. Sehingga hasilnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat adat yang memiliki hak adat atas wilayah hutan. Bukan sebaliknya mereka hanya diberikan imbalan konpensasi yang nilainya jauh dari apa yang diperoleh oleh para mitranya atau “masyarakat adat berdasi”.
Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa masyarakat adat selalu menanggung resiko dari kerusakan hutan, sedangkan manfaat ekonomi lebih dinikmati oleh mereka-mereka yang tidak memiliki hubungan emosional dengan alam yang dirusak atau dengan kata lain tidak memiliki hak atas wilayah hutan yang dikelola.(red.)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP