Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

28 February 2009

Manokwari : Eksploitasi Batubara Terkendala Jalan

(www.cenderawasihpos.com, 27-02-2009)
MANOKWARI-Gubernur Papua Barat, Bram Atururi berharap agar perusahaan batubara PT Horna Inti Mandiri segera beroperasi guna mengatasi ketersediaan sumber energi. ''Beberapa waktu lalu pimpinan Horna Inti Mandiri telah menghadap saya terkait dengan ekploitasi batubara di Horna,''tandas gubernur.

Ketika bertemu dengan direktur dan komisaris PT HIM tersebut, gubernur menanyakan kendala-kendala yang mengakibatkan terhambatnya produksi.Terungkap jika masalah pembukaan jalan dari pelabuhan menuju lokasi produksi masih terkendala pada izin pembukaan lahan.

Untuk membuat jalan,PT HIM terlebih dahulu mengantongi izin prinsip dari Departemen Kehutanan. Diperkirakan untuk menuju lokasi tambang harus dibuat jalan sejauh 10 Km''Tidak bisa buka sembarangan hutan,harus ada ijin prinsip atau ijin pakai hutan,'' ujarnya.

Dikatakan Gubernur,wilayah Papua Barat memiliki potensi kekayaan alam hasil bumi seperti batubara,minyak dan gas,nikel dan emas. Teluk Bintuni juga memiliki kandungan batu bara, lahan sebesar 30.000 ha untuk lokasi tambang sedangkan lapangan tambang sebesar 60.000 ha di kampung Horna,Bintuni.

PT HIM sudah 4 tahun mempersiapkan diri untuk memanfaatkan tambang batubara. Telah dilakukan survei dengan mengambil contoh atau bulk sample. Presiden Direktur PT HIM, Djani Sutedja mengatakan mengeksplotasi tambang batubara di Kampung Horna direncanakan pada Mei-Juni 2009 mendatang. ''Kita mau bikin jalan dari lokasi tambang ke pelabuhan,ini perlu izin.

Sekarang kami tinggal tunggu izin itu. Kalau tidak ada halangan sekitar Juni-Juli tahun ini kita sudah mulai pengapalan pertama,'' tandasnya kepada Manokwari Pos baru-baru ini.

Cadangan batubara yang akan dikelola PT HIM cukup besar diperkirakan mencapai 5 juta metrik ton dan mampu bertahan puluhan tahun. Tahap pertama dibuka seluas 400 hektar. Akan dibagi dalam 4 blok. Batubara dari Horna ini, PT HIM lanjut Sutedja,pasar utamanya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeriakan serta sebagaian di ekspor.(lm)

Jayapura : Penyusunan RTRW Diharapkan Perhatikan Kelestarian Alam

(www.cenderawasihpos.com, 27-02-2009)
JAYAPURA- Gubernur Papua Barnabas Suebu, SH mengharapkan, konsep tata ruang wilayah suatu daerah mutlak memperhatikan kondisi ekonomi, sosial budaya, politik dan kelestarian lingkungan alam setempat.

Hal ini penting agar perencanaan tata ruang dalam rangka pembangunan ekonomi itu itu tidak terjadinya benturan dengan pemilik hak ulayat atau masyarakat adat.

Hal itu diungkapkan gubernur dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten I Bidang Aparatur dan Pemerintahan Setda Papua Drs. Eliezer Renmaur pada pembukaan acara Lokakarya Reviuw dan Pembelajaran Action Plan Visi Transfly Dalam Konsep Penataan Ruang Kabupaten di Swissbel Hotel Jayapura, Kamis (26/2) kemarin.

Dikatakan, persiapan penyusunan tata ruang wilayah (RTW) harus dikembangkan dengan memperhatikan berbagai aspek kehidupan, sehingga rencana tersebut nantinya akan dihasilkan setiap pemerintah daerah (Pemda) dalam bentuk dokumen milik publik.

"Saya sangat mendukung kegiatan ini karena memiliki nilai strategis karena memperkenalkan konsep visi Transfly yang selama ini telah diterapkan di Kabupaten Merauke karena sangat sinergis dengan pola ruang masyarakat adat dan keanekaragaman hayati," ujarnya.

Menurutnya, konsep ini merupakan suatu pendekatan penataan ruang terpadu yang berbasis ekosistem, serta mengakomodasi kepentingan pembangunan sosial, ekonomi, budaya dan pelestaria SDA melalui pelibatan para pemangku kepentingan termasuk didalamnya masyarakat adat pemilik ulayat.

Sesuai amanat UU nomor 26 Tahun 2007 tentang tata ruang, maka untuk menjawab ancaman terhadap lingkungan dan pemetaan keanekaragaman hayati dalam penyusunan pola dan struktur ruang, maka langkah-langkah pragmatis systematic dalam mencari solusi di Provinsi Papu, adalah segera menyelesaikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan RTRW yang telah dibuat itu segera diupayakan untuk memiliki legalitas hukum yang tetap.

Sementara itu, Direktur Program Konservasi Hutan WWF-Indonesia Dian Ahmad Kosasih menyatakan, berkaitan dengan rencana penyusunan RTRW Provinsi Papua, maka akan sangat bagus jika penyusunan RTRW itu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati dapat setara dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi.

Sebab kata dia, modal dasar untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan di Papua sangat ditentukan oleh pola penataan ruangnya. Karena itu diharapkan, melalui kegiatan ini dapat menghasilkan sumbangan dalam perencanaan tata ruang di Provinsi Papua. (mud)

27 February 2009

Jayapura : Hanya 10 Perkebunan Mampu Bertahan di Papua

(www.papuapos.com, 26-02-2009)
JAYAPURA (PAPOS)- Provinsi Papua memiliki areal pertanian termasuk komoditi perkebunan yang cukup luas dan potensial. Kurang lebih 5,4 juta Ha lahan yang bisa digunakan, namun hingga saat ini tersebut baru sekitar 3 persen yaitu 205.248 Ha yang sudah dikelola yang terdiri dari perkebunan rakyat 152.677 Ha dan Perkebunan Besar 52.571 Ha (25,61). Hingga saat ini ada sekitar 89 Ijin Usahaan Perkebunan (IUP) yang telah diterbitkan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi Papua untuk Papua, namun hanya ada 10 perusahaan Perkebunan Besar Swasta dan Negara PBSN) yang mampu aktif.

Hal itu dikatakan, Gubernur Papua, Barnabas Suebu, SH melalui Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua, Drs. Elieser Renmaur pada rapat kerja evaluasi kinerja perusahaan perkebunan se-Provinsi Papua, Rabu (25/2) kemarin di Swiss Bellhotel.

Dikatakan, jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan dan Undang-undang Perkebunan Nomor 18 tahun 2004. Jika sampai 2 tahun tidak ada aktivitas di lapangan, maka ijin usaha perkebunan (IUP) tersebut akan dicabut kembali.

Khusus perusahaan perkebunan yang telah memiliki izin tetapi sampai saat ini belum beroperasi, meskipun pemerintah sudah memberi kesempatan pada satu tahun terakhir ini, maka dengan sangat terpaksa izinnya akan dicabut dan areal atau lokasi yang telah ditetapkan akan dicabut dan akan ditawarkan kepada investor yang lebih bersungguh-sungguh untuk berinvestasi di Papua.

“Oleh karena itu, peluang dalam dunia investasi khususnya, pada subsektor perkebunan masih terbuka lebar bagi investor yang ingin turut andil dalam percepatan pembangunan ekonomi di tanah Papua,” ujar Gubernur.

Khusus komiditi perkebunan yang cocok di Papua secara agroklimat ialah, perkebunan Kelapa Sawit, Kakao, Kopi, Pala, Jambu Mete, Kelapa, Vanili dan Jarak Pagar.

Oleh karena itu, guna terwujudnya sistem usaha perkebunan berkelanjutan, pemerintah berusaha untuk memfasilitasi dunia usaha dibidang perkebunan dengan melakukan strategi yang lebih terjamin dan pasti dengan mensyaratkan “setiap investor yang akan berinvestasi di Papua”, terlebih dahulu melakukan presentase yang semata-mata bertujuan untuk mengetahui secara pasti keinginan dan harapan investor tersebut.

Sementara itu, kebijakan pemerintah daerah terkait dengan pembangunan perkebunan besar dan lainnya, menginginkan suatu pendekatan kerjasama yang berkelanjutan antara investor, pemerintah dan masyarakat. Pemerintah mengharapkan adanya kerjasama dalam bentuk penyertaan modal atau saham mulai dari kebun hingga pengelola pabrik. (islami)

26 February 2009

Jayapura : Sinode Gelar Lokarya Lingkungan Hidup

(www.papuapos.com, 25-02-2008)
SENTANI(PAPOS)-Badan pekerja Ham Sinode Gereja Kristen Injili(GKI) ditanah Papua, sebagai lembaga gereja yang aktif melihat masalah masyarakat Papua, terlebih khusus dibidang lingkungan hidup menggelar lokarya kesadaran lingkungan hidup di wilayah GKI Klasis Sentani bekerja sama dengan Conservation International Indonesia Program Mamberamo di Aula PPLP Yahim Sentani, Selasa (24/2).

Lokakarya ini dibuka secara resmi oleh perwakilan Sinode Pdt Albert Yoku S,Th. Penangung jawab kegitan lokarya yang juga Kepala bidang Keadilan perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC), Pdt Dora Balubun S,Th mengatakan kegiatan lokarya kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh GKI merupakan amanat Sidang sinode ke-XV di Wamena, yang mengamanatkan kepada Sinode GKI tanah Papua agar dapat memberikan perhatian dalam bidang perdamaian, keadilan keutuhan ciptaan yang didalamanya terdapat lingkungan hidup.

Sebab dari pengamatan sinode GKI ditanah Papua, lingkungan hidup menjadi permasalahan yang cukup serius dialami oleh semua Klasis yang ada di tanah Papua, terutama hutan yang terus menjadi sasaran perambakan oleh oknum-oknum yang tidak bertangung jawab.

Hal ini yang mendorong hingga sinode merasa sangat bertanggung jawab untuk memberikan pemahaman kepada warga Jemaat yang lansung bersentuhan dengan linkungan di tiap klasis dan kegitan ini merupakan kegiatan yang ketiga di tanah Papua. ‘’Kami merasa sangat bertangung jawab untuk masalah lingkungan ditanah Papua,” terangnya.

Lebih jauh diterangkan, dalam pelaksanaan kegitan ini yang dilaukan oleh Sinode juga melibatkan pihak pemerintah setempat yang mengetahui secara jelas tentang kondisi lingkungan hidup. Sementara pihak sinode akan menjelasan kebijakan-kebijakan sinode tentang pengelolahan lingkungan hidup dan pihak lembaga konservasi juga memberikan materi tentang pengelolahan sumberdaya alam, sedangkan untuk dewan adat Sentani diberikan kesempatan juga untuk memberikan batas-batas wilayah adapt. (nabas).

Jayapura : Hutan Hancur, Keberadaan Masyarakat Adat Terancam

(www.papuapos.com, 25-02-2008)
JAYAPURA (PAPOS)–Forum Kerjasama Lembaga Sawadaya Masyarakat (Foker LSM) Papua, meluncurkan program kerjanya baru yang bertema selamatkan manusia dan hutan Papua, dalam peluncuran program Foker LSM yang sekaligus sebagai bentuk advokasinya terhadap pemerintah dan masyarakat luas agar lebih menghargai fungsi hutan sebagai ekosistim dunia, juga dilakukan pemutaran beberapa film documenter hasil liputan yang menceritakan tentang rusaknya keseimbangan dan fungsi hutan di Papua akibat eksploitasi yang berlebihan oleh para cukong kayu secara ilegal.

Sekretaris eksekutif Foker LSM Papua Septer Manufandu, kepada wartawan mengatakan hutan Papua yang makin hari makin mendapat ancaman kerusakan, harus mendapat perhatian serius dari semua pihak guna mendapatkan proteksi terhadap hutan Papua yang masih tersisa Selain itu, hutan Provinsi Papua juga merupakan tempat masyarakat adat yang mendiami areal sekitar hutan menggantungkan hidupnya untuk itu diserukan kepada seluruh komponen gar mulai hari ini mau menjaga dan merawat hutan di tanah Papua.

“Bila ekosistim hutan menjadi hancur maka dengan sendirinya keberadaan masyarakat adat menjadi hilang hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak agar jangan hanya memikirkan memperoleh keuntungan dari hasil hutan saja,” jelas Manufandu, saat ditemui wartawan disela-sela acara peluncuran Program Selamatkan Manusia dan Hutan Papua yang berlangsung di GOR, Selasa (24/2) kemarin.

Acara peluncuran program kerja Foker LSM yang diawali dengan pemutaran beberapa film documenter serta penampilan dancer yang menghibur para tamu undangan ini dihadiri oleh unsur Musyawarah Pimpinan daerah (muspida), pihak LSM, mahasiswa dan pelajar, serta pihak gereja.(lina)

Timika : 10.899 Labi-Labi Dilepas di Taman Nasional Lorentz

(www.papuapos.com, 25-02-2008)
TIMIKA (PAPOS)- Sebanyak 10.899 Labi-Labi atau babi moncong yang merupakan satwa langka asal Papua, Selasa (24/2) kemarin dilepas liarkan di Taman Nasional Lorentz tepatnya di sungai Mawati dan Otakwa.

Pelepasan itu difasilitasi PT. Freeport Indonesia (PTFI) bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Papua II Timika dan Balai Taman Nasional Lorentz (BTNL), Dinas Kehutanan Kabupaten Mimika, Polres Mimika.

Pelepas liaran Labi-labi tersebut berlangsung di Mile 21 daerah Reklamasi Maurupau Timika, diawali dengan serahterima dari Manajemen PTFI kepada BKSDA untuk kemudian dilepasliarkan ke sungai Mawati dan Otakwa.

Manager Lingkungan Hidup PTFI, Andhi Mukhsia dalam sambutannya mengatakan, kerjasama yang dilakukan itu merupakan bentuk komitmen dari PTFI dalam upaya menyelamatkan dan melestarikan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, salah satunya Labi-Labi Moncong Babi. Dimana, dipulangkan ke habitatnya yang berasal dari Kabupaten Asmat yang disita Kepolisian Resort Mimika dan BKSDA Timika, ketika akan diselundupkkan ke luar Papua, Kamis (12/2) lalu.

“Kepedulian PTFI terhadap kelestarian SDA yang didalamnya termasuk satwa liar endemik Papua yang terancam punah, Labi-labi moncong Babi yang dikembalikan ke habitatnya PTFI bukan kali pertama, namun sudah tiga kali,” tegas Andi.

Menurutnya, pelepasan Labi-labi ini bertujuan agar perkembangan labi-labi moncong babi tersebut dapat terjaga kelestariannya, terutama perkembangbiakannya karena merupakan hewan langka di Papua.

Sementara itu, Koordinator BKSDA Timika Prianto, mengatakan, penempatan labi-labi Moncong di Mile 21 milik PTFI merupakan langkah yang tepat mengingat keterbatasan tempat dan sarana yang dimiliki seksi konservasi wilayah II Timika.
“Manajemen BKSDA sangat mendukung sebab kegiatan semacam ini menjadi program rutin, khusus departemen Enviromental dalam melestarikan kelangsungan satwa yang dilindungi,” terang Prianto.(husyen)

20 February 2009

Biak : Antisipasi Kelaparan, 3 Ton Beras di Drop ke Pulau Mapia

(www.cenderawasihpos.com, 19-02-2009)
BIAK- Ancaman kelaparan yang pernah terjadi di pulau terluar yakni Kepulauan Mapia nampaknya terus mendapat perhatian serius Pemerintah Kabupaten Supiori. Setelah beberapa waktu lalu telah mendrop sejumlah sembako, giliran 3 ton kembali di drop ke wilayah tersebut, Rabu (18/2) kemarin.

Beras sebanyak itu merupakan jatah Raskin dan didrop dengan menggunakan Kapal milik TNI AL. Diperkirakan jumlah beras sebanyak itu mampu memenuhi kebutuhan puluhan kepala keluarga untuk beberapa bulan kedepan.

" Beras yang kami kirim ini merupakan jatah Raskin. Kami berharap beras sebanyak 3 ton ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk beberapa bulan kedepan," ujar Kepala Bagian Perekda Kabupaten Supiori Yulianus Warikar, SE saat ditemui Cenderawasih Pos disela-sela pengangkutan beras keatas truk di Gudang Dolog Biak, kemarin.

Dikatakan, jatah beras ke masyarakat yang ada di Kepulauan Mapia kedepan tetap akan menjadi perhatian serius pemerintah. Ancaman kelaparan yang terjadi dua bulan lalu pada dasarnya disebabkan karena tidak adanya kapal masuk ke wilayah tersebut.

" Jadi pemerintah tidak akan tetap tinggal diam, kebutuhan masyarakat tentang beras dan sembako lainnya kedepan tetap akan diberikan perhatian serius. Kalau soal beras pada dasarnya ada, tinggal kedepan ini koordinasi memang perlu ditingkatkan sehingga tidak ada kekosongan ketersedian," tandas Yulianus Warikar.

Selain 3 ton Raskin yang didrop ke Kepulauan Mapia, Perekda juga mendrop 2 ton Raskin ke Distrik Kepulauan Aruri pada saat bersamaan. Secara keseluruhan masih ada 28 ton Raskin milik Pemda Kabupaten Supiori yang belum didrop. Pasalnya, 17 ton lainnya bermasalah karena disundupkan oknum PNS salah satu distrik di Supiori ke Wamena beberapa waktu lalu. (ito)

19 February 2009

Foto : Kangguru Pohon di Mamberamo, Papua

Kangguru Pohon berada diatas pohon Giawas (Jambu Klutuk) didekat belakang Pos Konservasi yang dibangun CII Mamberamo Program di desa Dabra, Mamberamo, Papua. Didunia jenis Kangguru Pohon kurang lebih hanya ada 10 jenis. (Foto : Conservation International)

14 February 2009

Nasional : Laut Sawu Menjadi Kawasan Konservasi Paus

(www.kompas.com, 13-02-2008)
BOGOR, JUMAT - Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) direncanakan akan dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya paus. Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean ConEfrence and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

"Laut seluas 4,5 juta hektar tersebut akan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional yang khusus melindungi ikan paus," kata Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Agus Dermawan, di sela acara seminar nasional "Moluska II: Peluang Bisnis dan Konservasi" di Bogor, Kamis (12/2).

Dijelaskannya, rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan, menyusul diterbitkannya UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Nantinya setelah dideklarasi, pengelolaannya akan berbagi peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.

"Gubernur NTT mendukung rencana tersebut," katanya. Laut Sawu dipilih menjadi kawasan konservasi nasional karena laut antara Provinsi NTT dan Australia tersebut merupakan tempat habitat terbesar paus.

Menurut dia, masyarakat setempat menjadikan ikan paus tersebut sebagai satwa buru sehingga jika tidak segera dilindungi maka ikan paus jenis langka bisa punah. Laut Sawu, kata Agus, merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk jenis langka, yakni ikan paus biru (Balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus).
WAH, Sumber : Antara

Jayapura : Teliti Limbah Tambang Bapedalda Turunkan Tim

(www.papuapos.com, 13-02-2009)
JAYAPURA (PAPOS) - Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Papua akan menurunkan tim untuk meneliti kondisi air di sejumlah sungai kawasan perbatasan RI-PNG yang diduga tercemar limbah industri tambang emas dari negara tetangga terdekat tersebut. Kepala Bapedalda Provinsi Papua, Drs. Wiro Watken di Jayapura, Kamis (12/2), mengatakan, pihaknya merencanakan segera menurunkan tim untuk meneliti air sungai bagian selatan Papua, Khususnya Kabupaten Merauke yang diduga tercemar limbah industri penambangan emas yang dilakukan negara tetangga PNG.

Dia mengatakan, kegiatan penelitian terhadap sejumlah air sungai di kawasan perbatasan itu seharuskan sudah dilakukan pada tahun 2009, karena anggaran yang diusulkan untuk membiayai tim dropingnya terlambat sehingga tidak terlaksana.

Menurut laporan masyarakat Kabupaten Merauke, khususnya yang bermukim di Distrik Muting dan Waropko, sebagian warga menderita penyakit gatal-gatal dan pembengkakan di perut setelah mandi dan mengonsumsi air sungai di kawasan perbatasan RI-PNG.

Sejumlah pohon yang ada di sekitar sungai-sungai di wilayah tersebut juga mati, diduga akibat limbah industri penambangan emas yang dilakukan perusahaan Oktedy Mining di wilayah Sepik Barat, PNG, perbatasan langsung dengan Kabupaten Merauke, Papua.

Watken mengatakan, laporan mengenai dugaan pencemaran lingkungan itu sudah diketahui sehingga dalam waktu dekat pihaknya akan segera menurunkan tim untuk menelitinya. (bela/ant)

13 February 2009

Nasional : Segitiga Koral, Jantung Dunia

(www.kompas.com, 12-02-2009)
oleh :
Yuni Ikawati

Sumber kehidupan manusia masa depan terpendam di laut. Namun, harta karun itu—berupa berbagai jenis biota laut—sebagai bahan baku pangan, obat-obatan, dan kosmetik mulai terancam kehidupannya. Hal itu disebabkan terumbu karang, rumah mereka, terus dirusak dan dihancurkan.

Tingginya tingkat perkembangbiakan makhluk di laut itu tergantung dari kelestarian terumbu karang yang bukan hanya jadi tempat tinggal, tetapi juga sumber pakan dan lahan untuk berpijah.

Rumah-rumah ikan itu tidak terbangun di sembarang tempat, tetapi di laut dangkal yang bersuhu hangat di pesisir, dekat pulau. Itulah yang menyebabkan kawasan di Asia Tenggara—yang disebut juga Benua Maritim—menjadi kawasan terumbu karang terluas.

”Kerajaan ikan” ini yang disebut Segitiga Terumbu Karang dan mencakup kawasan yang luas di perairan tengah dan timur Indonesia, Timor Leste, Filipina, Sabah-Malaysia, Papua Niugini, dan Kepulauan Solomon di Samudra Pasifik.

Segitiga Terumbu Karang ini disebut juga ”Amazon of the Seas” karena menjadi episenter kehidupan laut yang memiliki keragaman jenis biota laut. Terumbu karang di kawasan ini mencakup 53 persen terumbu karang dunia

Di beberapa areal di Segitiga Terumbu Karang, seperti di perairan Raja Ampat, Maluku Utara, terdapat lebih dari 600 spesies koral atau lebih dari 75 persen spesies yang dikenal di dunia.

Di terumbu karang yang tersebar di perairan enam negara itu juga dihuni sekitar 3.000 spesies ikan, serta memiliki hutan mangrove paling luas di dunia. Segitiga Terumbu Karang juga menjadi tempat bertelur dan berkembang biaknya ikan tuna dalam jumlah terbesar di dunia. Tuna merupakan komoditas perikanan yang tergolong paling diminati di dunia.

Ancaman meningkat
Sayangnya Segitiga Terumbu Karang mulai terancam kelestariannya karena berbagai masalah pencemaran, dan cara penangkapan ikan yang merusak terumbu karang, misalnya dengan menggunakan bom dan racun. Saat ini data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyebutkan terumbu karang yang masih dalam kondisi sangat baik tinggal 6,2 persen.

Belakangan diketahui kenaikan suhu muka laut yang menyebabkan gangguan cuaca, dan perubahan iklim akibat pemanasan global, juga mengancam kelangsungan hidup terumbu karang. Keberadaan koral juga mendapat tekanan ekonomi masyarakat pesisir yang umumnya miskin.

Penelitian yang dilakukan peneliti LIPI beberapa waktu lalu menyebutkan, kerusakan terumbu karang terbesar disebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan. ”Penelitian menunjukkan, bahan peledak 0,5 kilogram bila diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada sampai radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali sampai radius tiga meter dari pusat ledakan,” ujar Suharsono, Kepala Pusat Penelitian Oseanologi LIPI. Ledakan bom tidak hanya menghancurkan terumbu karang, tetapi juga berdampak buruk bagi usaha perikanan, pelestarian lingkungan, dan pariwisata.

Berbagai masalah itu merugikan Indonesia yang memiliki areal terumbu karang sekitar 60.000 kilometer persegi. Padahal semestinya dapat diraih keuntungan 4,2 miliar dollar AS per tahun dari hasil ikan dan pemanfaatan sumber biota laut bernilai ekonomis lainnya. Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2000 kerugian yang ditanggung mencapai 12 juta dollar AS atau lebih dari Rp 84 miliar per tahun akibat kerusakan terumbu karang.

Kerusakan itu juga menghilangkan peluang ekonomi dari hasil perikanan, turisme, dan fungsi terumbu karang sebagai penahan ombak yang bernilai paling sedikit 70.000 dollar AS per kilometer persegi. Sebagai pembanding, kondisi terumbu karang di Indonesia yang baik memiliki nilai wisata selam 3.000 hingga 500.000 dollar AS per kilometer persegi.

Selain itu, terumbu karang tepian yang berperan menetralisasi kekuatan angin dan gelombang keberadaannya diperkirakan dapat menghemat biaya 25.000-550.000 dollar AS untuk perlindungan pantai dari erosi.

Sebaliknya jika terumbu karang rusak, diperlukan dana besar untuk pemulihannya dan memakan waktu lama hingga 50 tahun. ”Tingkat pemulihannya pun tidak 100 persen. Pasti ada spesies yang hilang permanen,” kata Suharsono.

Kampanye penyelamatan
Hal inilah yang mendorong Indonesia pada tahun 2000 mencanangkan kampanye rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang dengan slogan ”Selamatkan Terumbu Karang-Sekarang!” Program itu dilaksanakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan serta mendapat bantuan teknis dari The Johns Hopkins University, AS.

Melalui kampanye itu diharapkan kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap arti penting dan nilai strategis terumbu karang di Indonesia meningkat. Program yang dipersiapkan sejak tahun 1995 dan direncanakan akan berlanjut hingga 2013, sayangnya belakangan ini melemah gaungnya.

Isu penyelamatan terumbu karang, menurut Sekretaris Panitia World Ocean Conference 2009 dan Coral Triangle Initiative Summit, Indroyono Susilo, akan diangkat kembali agar menjadi perhatian dunia.

Hal ini, kata Indroyono yang juga Ketua ISOI (Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia), terkait dengan ancaman yang kian besar terhadap kelestariannya karena dampak perubahan iklim, berupa kenaikan suhu muka laut dan kenaikan permukaan air laut. Pertemuan CTI ini akan berlangsung di Manado, Sulut, pada 15 Mei mendatang.

Dalam pertemuan terdahulu, ujar Indroyono yang juga menjabat Sekretaris Menko Kesra, dari beberapa negara berhasil dihimpun dana hibah 250 juta dollar AS untuk menyelamatkan terumbu karang di Segitiga Terumbu Karang.

Namun untuk memperoleh dana itu, ujarnya, tiap negara yang berada di kawasan itu perlu menyusun program yang jelas dalam upaya penyelamatan terumbu karang yang menjadi warisan dunia yang sangat berharga itu. Indonesia harus memegang peranan besar dalam hal ini.

12 February 2009

Nasional : Potensi Moluska Indonesia Belum Digarap

(www.kompas.com, 11-02-2009)
BOGOR, RABU- Potensi keragaman dan berlimpahnya moluska di Indonesia saat ini belum dilihat sebagai produk hasil laut yang bernilai ekonomis tinggi. Akibatnya, importir luar negeri yang menikmati keuntungan dari perdagangannya. Dan, tidak ada yang bertanggungjawab atas kerusakan habitat moluska yang terjadi akibat penangkapannya.

"Potensi nilai ekonomis moluska (keong laut) puluhan triliun rupiah per tahun. Sebab, setiap jengkal garis pantai dihuni moluska, yang populasinya bisa dihitung," kata Fredinan Yulianda, peneliti moluska dari Institut Pertanian Bogor, di sela seminar nasional "Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi" di IICC Bogor, Rabu (11/2).

Menurut dia, moluska bisa diambil dagingnya atau cangkangnya. Seminar dan pameran produk moluska itu sendiri berlangusng sampai Kamis besok.

Yulianda, yang juga ketua panitia pelaksana seminar ini, mengatakan, berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, ekspor produk moluska pada tahun 2007 mencapai Rp 26 triliun. Ini mengalami kenaikan yang cukup besar dibanding tahun sebelumnya (2006) Rp 21 triliun.

"Angka ekspor moluska sesungguhnya jauh lebih besar, sebab yang terdata itu produk daging moluska. Padahal, cangkan moluska pun banyak diekspor," katanya.

Dosen di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, itu mengungkapkan, pembeli moluska dari luar negeri, seperti Thailand, Korea, Jepang, datang dan membeli langsung ke nelayan. Begitu juga dengan eksportir, langs ung mendatangi nelayan di lokasi-lokasi penangkapan ikan. Mereka membeli murah moluska tangkapan nelayan.

Misalnya saja keong macan yang hidup di kedalaman antara 10-20 meter dibeli dari nelayan penangkapnya hanya satu dollar AS per kilogram. Di Thailand, moluska ini dijual dengan harga 10 dollar per kilogram. "Jadi, keuntungan sangat besar jatuh ke penerima moluska itu di luar negeri,: katanya.

Ia mengaku prihatin, karena kelestarian habitat dan keberlanjutan hidup moluska di sini justru tidak ada yang bertanggung jawab. Sebab, moluska yang diperdagangkan itu adalah hasil tangkapan langsung dari laut, bukan hasil budidaya.

Dalam praktiknya, nelayan menjaring moluska di lokasi-lokasi tertentu sampai di lokasi itu tidak ada produksinya lagi. Setelah itu, mereka akan mencari lokasi baru di mana moluska masih banyak di dapat. Dengan demikian, penangkapan moluska tanpa terkendali itu berpotensi merusak lingkungan bawah laut.

Berkaitan dengan itu, lanjut Fredinan Yulianda, semua pihak yang peduli dengan potensi moluska ini membuat seminar dua hari, yang hasilnya akan dipublikasikan dan diserahkan ke instansi terkait, termasuk pemerintahan daerah.

Harapannya, moluska menjadi perhatian semua pihak, sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Karena peluang bisnisnya sangat besar, keberlanjutan hidup moluska harus terjaga. "Dengan demikian, konservasi habitat moluska juga akan menjadi perhatian semua pihak juga," katanya.
RTS

10 February 2009

Manca Negara : Tanzania : Ribuan Katak Langka Dipulangkan ke Tanzania

(www.kompas.com, 09-02-2009)
DAR ES SALAAM, SENIN — Ribuan katak langka akan dikembalikan ke habitat asli mereka di Tanzania pada Agustus tahun ini.

Mereka sebelumnya dirawat di beberapa kebun binatang Amerika Serikat. Demikian laporan media lokal yang mengutip keterangan seorang pejabat Pemerintah AS, Minggu (8/2).

Sebagaimana dikutip harian berbahasa Inggris, Daily News, Direktur Kementerian Margasatwa di Departemen Pariwisata Tanzania Erasmus Tarimo mengatakan, persiapan sedang dilakukan bagi kembalinya katak tersebut. Binatang itu dikenal dengan nama Kihansi Toad atau Spray Toad.

Spray Toad berasal dari air terjun Kihansi dan Mhalala di Tanzania selatan, tempat katak langka itu hidup di satu lingkungan yang diciptakan oleh percikan air yang merembes dari atas bendungan.

Pemerintah Tanzania memutuskan untuk mengirim katak yang terancam punah tersebut ke Amerika Serikat enam tahun lalu ketika Ngarai Kihansi dilanda masalah lingkungan hidup dan ekologi—yang membuat populasi katak itu merosot tajam dari 21.000 ekor pada 2002 menjadi 50 pada 2003.

Sebuah program pemulihan dilakukan di Kebun Ninatang Bronx dan Toledo di AS, tempat populasi katak tersebut bertambah menjadi lebih dari 1.000 ekor.

Kihansi Spray Toad adalah katak kerdil, yang dewasa memiliki ukuran panjang tak lebih dari 3 per 4 inci. Katak itu ditemukan pada 1996.

Spesies tersebut yang secara ilmiah dikenal dengan nama Nectophrynoides asperginis terdaftar sebagai sangat terancam punah akibat lingkungan terbatas, kehilangan habitat, dan kemerosotan populasi.

ONO, Sumber : Ant

05 February 2009

Jayapura : Bincang-bincang dengan Calon Kepala Kampung Kwerba Distrik Mamberamo Tengah Kabupaten Mamberamo Raya

(CII Mamberamo Program, 04-02-2009)
Cuaca Mendung menyelimuti langit dan sesekali turun Hujan gerimis membuat udara dingin di kantor CII Mamberamo Program Jln. Bhayangkara I No. 5 saat percakapan antara staf CII Program Memberamo dan Calon Kepala Kampung Kwerba Distrik Mamberamo Tengah Kabupaten Mamberamo Raya Bapak Isak Tawane (2/02).

Pertemuan berlangsung dalam suasana santai, Bapa Isak demikian beliau biasanya di sapa, dengan sesekali bersendau gurau bagaikan orang tua dengan anak beliau mulai menyampaikan perihal kedatangannya dari Mamberamo ke Jayapura. Beberapa hal Bapa Isak sampaikan bahwa saat ini Masyarakat di Kampung sedang menunggu kedatangan anak-anak Siay ( CI ) dorang dan Bapa sangat mengharapkan Siay (panggilan CI) datang agar dapat membantu Bapa dalam proses tindak lanjut dari rencana pembangunan di dalam kampung yang telah di susun bersama dengan Siay.

Saat ini ada tukang dan di bantu oleh masyarakat sedang mengerjakan pembangunan beberapa rumah di dalam kampung dengan pembiayaan dari Dana Pemberdayaan dari Pemerintah, dulu kami tidak tahu harus bagaimana menggunakan Dana Pemberdayaan biasanya kalau Dana itu turun kami kumpul rapat dan selanjutnya dana itu dibagikan kepada tiap Kepala Keluarga yang ada di dalam Kampung, namun sekarang kami sudah mengerti karena anak-anak dari Siay membantu kami memberikan pengertian yang baik dan membantu kami dalam penyusunan program rencana kampung dengan dana yang pemerintah kasih kepada kami masyarakat.

Sebagai Calon Kepala kampung Bapa berterima kasih kepada anak-anak Siay sudah membantu kami meringankan kesulitan kami di kampung dengan adanya Radio SSB di Pos Konservasi Kwerba, adanya Perahu Motor Tempel yang dikelola oleh masyarakat sendiri, ada Sensor untuk kami belah Kayu Bangun Rumah juga melatih mama-mama dan perempuan di dalam kampung membuat Abon dan Dendeng yang merupakan suatu pengetahuan keterampilan yang sangat berarti sekali dan ini dapat berguna bagi perekonomian kami, namun yang menjadi halangan kami tidak tahu harus melanjutkannya usaha ini bagaimana, karena kami kesulitan untuk medapatkan bumbu-bumbunya dan juga bagaimana dan di mana kami harus menjualnya.

Bapa ini jadi Calon Kepala Desa/Kampung ini sudah 30 tahun lebih, dari tahun 1974 Bapa ini sudah sebagai Calon Desa sampai saat ini, Kampung Kwerba terdiri dari kurang lebih 64 KK dan kurang lebih 380 Jiwa masih berstatus Desa/Kampung Tradisional dan masuk dalam Desa/Kampung Burumeso Distrik Mamberamo Tengah, Bapa punya Pakaian Dinas ada tapi biasanya Bapa malu pakai karena bapa ini belum sah sebagai Kepala kampung, tahun ini ada rencana pengesahan dan pelantikan Kwerba sebagai Kampung Definitif dan Bapa sebagai Kepala kampung Definitif.

Sementara itu Jance Bemei menjelaskan bahwa CII Mamberamo Program dalam waktu dekat ini akan melaksanakan suatu proses kegiatan antara BPMD Prov. Papua, UNDP dan CII Mamberamo Program guna mengevaluasi Program CII selama beberapa tahun ini di Mamberamo khususnya di Kampung Papasena I dan Papasena II Distrik Mamberamo Hulu dan di Kampung Kwerba Distrik Mamberamo Tengah. Selain itu juga akan ada Kegiatan Pemetaan Partisipatif atau Multidiciplyn Lenscape Assessment ( MLA ) bersama dengan Masyarakat Adat di Kampung Marina Vallen Distrik Mamberamo Tengah.

Staf CII Mamberamo Program yang menjamu kunjungan Calon Kepala Kampung Kwerba Distrik Mamberamo Tengah ini, antara lain Sdr Jance Bemey, Theo Nari, Amson Flasi, Yoseph Watopa, dan Terry Buinei; akhir perbincangan, Bapa Isak yang ramah senyum ini berterima kasih dengan Program CII dalam membantu menjaga Kawasan Hutan Pegunungan Foja sebagai sumber kehidupan untuk masa depan (Disampaikan oleh Jance Bemei, Mamberamo Field Officer, CII Mamberamo Program).

Jayapura : Tiga Kawasan Pantai Rawan Abrasi, Perlu Diberi Pemecah Ombak

(www.cenderawasihpos.com, 04-02-2009)
JAYAPURA-Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Jayapura, Drs.J.H Hamadi, mengatakan, ada 3 kawasan pantai di Kota Jayapura yang rawan terjadi abrasi akibat hempasan gelombang laut.

Ketiga kawasan pantai tersebut Tanjung Kasuari (Holtekam), Pantai Skouw dan Pantai Hamadi. Untuk mengurangi abrasi pantai di ketiga kawasan itu, Jan Hamadi mengatakan, perlu adanya pemasangan pemecah ombak sepanjang bibir pantai. "Dengan adanya pemecah ombak, akan sangat membantu mengurangi kecepatan dan masa gelombang yang sampai di daratan," ungkapnya kepada Cenderawasih Pos di Pantai Hamadi, Selasa (3/2).

Meskipun demikian, Jan hamadi mengakui bahwa penyediaan pemecah ombak itu tidak mudah. Selain memiliki kesulitan tinggi juga harus didukung dengan operasional pembuatan yang besar dan tidak murah. Untuk itu, alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi abrasi yaitu dengan melakukan penghijauan di sepanjang bibir pantai.

Sementara itu terkait dengan tingginya ancaman abrasi di Pantai Hamadi khususnya pada saat terjadi gelombang tinggi, Sekretaris Dewan Adat Tobati-Enggros, Daniel Hamadi mengatakan lokasi pekuburan warga yang ada di ujung Pantai Hamadi, kurang ideal apabila tetap dipertahankan."Kalau memang taludnya tidak bisa lagi mengatasi hempasan ombak, kami pikir lebih baik kuburan dipindahkn saja ke tempat yang lebih baik," katanya.(eno)

04 February 2009

Video : Berbagi informasi kegiatan di Desa Papasena I dan II, Mamberamo - Papua



Klik disini apabila tidak bisa menampilkan video

Video ini berisikan bincang-bincang tentang kegiatan Tim CII Mamberamo Program di Desa Papasena I dan Papasena II, Mamberamo - Papua, yang dituturkan oleh Amson Flassy selama tahun 2008

Merauke : PT Medco Papua Investasi Rp 14 Triliun

(www.papuapos.com, 03-02-2009)
MERAUKE (PAPOS)- PT Medco Papua yang beroperasi di Kabupaten Merauke melakukan aktivitas bidang produksi bubur kertas di Dusun Boepe, Distrik Okaba dengan menanamkan investasi kurang lebih Rp 14 triliun. Sementara ini aktivitas pembangunan pabrik sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 lalu. Demikian diungkapkan Kepala Bidang Promosi Badan Penanaman Investasi Daerah (BPID), Kabupaten Merauke, Freddy Puturuhu di ruang kerjanya, kemarin. Dikatakan, selain PT Medco, juga PT Sino yang beroperasi di bidang perikanan dengan dana yang diinvestasi senilai Rp 2 triliun.

Sampai sekarang, katanya, perusahan tersebut sudah mengoperasikan 15 kapal ikan dan direncanakan akan ditambah menjadi 100 kapal untuk kegiatan eksport ikan.

Dalam tahun 2009 ini juga, lanjut Freddy, akan ada tiga perusahan yang beroperasi yakni PT. Bio Inti Agrindo dengan investasi senilai Rp 800 miliar, PT Papua Agro Lestari dan PT. Sawit Nusa Timur senilai Rp 400 miliar. Ketiganya bergerak dalam bidang kelapa sawit. Saat ini sedang dilakukan sejumlah persiapan untuk kegiatan atau aktivitas di lapangan.

“Tahun 2010, akan bertambah lagi sekitar lima perusahan yang beroperasi di Merauke. Saat ini sudah ada yang sedang persiapan d lapangan seperti PT Muting Jaya Lestari dan PT.Digoel Agro Lestari yang izinnya sudah keluar dan tinggal hanya dilakukan pembebasan tanah guna untuk perkebunaan jagung. Selain itu juga PT Plasma Mandiri Papua dan PT Kertas Nusantara yang bergerak dalam pengelolaan kayu,” ujarnya.

Ditambahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Kehutanan memberikan penghargaan kepada Pemkab Merauke karena memberikan pelayanan yang baik kepada setiap investor yang datang melakukan investasi. Penghargaan itu diterima Bupati Merauke, Drs. Johanes Gluba Gebze.
“Kita tidak mempersulit investor ketika datang ke Merauke. Berbagai urusan yang berkaitan dengan investasi, tetap dilayani dengan cepat dan bertanggungjawab,” ujarnya. (cr-44)

Nasional : Delapan Paus Mati di Hutan Mangrove Denpasar

(www.kompas.com, 03-02-2009)
DENPASAR, SELASA — Delapan ekor paus ditemukan mati terdampar di kawasan hutan mangrove di sekitar Pulau Serangan, Denpasar, Bali. Ini merupakan jumlah terbanyak dalam sejarah terdamparnya paus di Bali dalam satu kurun waktu tertentu.

Menurut keterangan peneliti di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Bali Budi Utomo, di Denpasar, Selasa (3/2), kondisi semua paus itu cukup mengenaskan, tertancap di akar-akar bakau.

"Kondisinya rata-rata sudah membusuk sehingga diperkirakan sudah terdampar sekitar sepekan terakhir. Memang tidak mudah terlihat karena mereka tersembunyi di bawah maupun tertancap di akar-akar bakau. Baru kelihatan apabila air pasang surut," kata Budi Utomo.

Berdasarkan identifikasi BKSDA Bali, semua paus itu adalah paus pemandu sirip pendek (Short-finned pilot whale/Globicephala macrorhynchus). Tiga ekor berukuran panjang 2,5 meter dengan lingkar badan 2 meter dan lima ekor sisanya berukuran lebih besar, dengan estimasi panjang 3-3,5 meter.

Budi menyatakan, terdamparnya delapan paus itu merupakan terbanyak dalam sejarah di Bali dalam satu kurun waktu tertentu. Biasanya kasus terdamparnya paus itu hanya terjadi sekali dua kali dalam 2-3 tahun. Namun, kondisi awal tahun ini dan akhir tahun lalu cukup berbeda, bahkan menunjukkan gejala cukup ekstrim.

Sebelum kasus terdamparnya delapan paus pemandu sirip pendek itu, empat paus telah ditemukan mati di pesisir Bali sepanjang bulan Januari lalu. Jenis paus itu antara lain paus punggung bongkok atau humpback whale (Megaptera novaeangliae) dan paus sperma atau sperm whale (Physeter macrocephalus).

"Dugaan sementara kami adalah akibat sangat kuatnya arus atau terjadinya cuaca ekstrim di perairan sekitar Bali. Kondisi itu sangat tidak memungkinkan bagi biota yang hidup di dalamnya, termasuk bagi paus yang mungkin sedang bermigrasi melewati kawasan perairan itu," kata Budi.
Robertus Benny Dwi K

Manca Negara : Kolombia : 10 Spesies Amfibi Ditemukan di Kolombia

(www.kompas.com, 03-02-2009)
BOGOTA, SELASA — Ilmuwan mengumumkan penemuan 10 spesies baru amfibi, di antaranya katak berkulit duri, katak oranye hujan, tiga katak beracun, dan tiga katak "kaca" karena kulitnya tembus pandang sehingga organ dalamnya bisa terlihat jelas. Seluruh spesies itu ditemukan di Pegunungan Tacarcuna, wilayah Darien, Kolombia, dalam satu ekspedisi Rapid Assesment Program.

Ekspedisi yang dilaksanakan di perbatasan Kolombia dan Panama itu mel
ibatkan ahli dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya ahli reptil dan amfibi (herpetologi) dari Conservation International di Kolombia dan ahli burung (ornithologi) dari Ecotropico Foundation yang didukung komunitas lokal Embera di Eyakera.

Selama tiga pekan ekspedisi itu, para ilmuwan bisa mengidentifikasi sekitar 60 spesies amfibi, 20 reptil, dan hampir 120 jenis burung. Banyak di antara binatang-binatang itu tidak bisa dijumpai di tempat lain di kawasan itu.

Sebagai hasil tambahan ekspedisi ilmiah itu, ditemukan pula satu mamalia besar semisal tapir baird (Tapirus bairdii) yang masuk dalam Daftar Merah IUCN sebagai hewan liar terancam punah di Kolombia dan empat spesies monyet, meliputi monyet laba-laba geoffrey (Ateles geoffroyi), dan tamarin geoffroy alias tamarin bermuka pucat merah (Saguinus geoffroyi).

Selain itu, juga ditemukan kapucin tenggorokan putih alias kapucin dada putih gorgona (Cebus capuchinus) dan monyet mantel besar (Alloutta palliate), dan mereka juga menjumpai satu kelompok pekari bibir putih (Tayassi pecari).

Hal mengejutkan adalah para ilmuwan itu menemukan kehadiran spesies binatang liar yang khas Amerika Tengah di bagian utara Amerika Selatan, meliputi salamander (Bolitoglossa taylori), katak hujan (Pristimantis pirrensis), kadal kecil (Ptychoglossus myersi), dan satu jenis ular yang belum diketahui nama ilmiahnya.

"Satu hal yang kami yakinkan adalah kami pemimpin dalam keragaman alam, tidak saja di wilayah kami, tetapi juga di dunia. Tanpa bantahan, penemuan ini mewakili satu batu penjuru bagi kemanusiaan dan kesehatan," kata Menteri Lingkungan Kolombia Juan Lozano.

Para ilmuwan selama ini menyakini bahwa kehadiran amfibi menjadi indikator penting bagi kesehatan ekosistem. Dengan kulitnya yang porus dan memiliki daya serap tinggi, amfibi sering memberi peringatan awal terhadap degradasi lingkungan yang disebabkan hujan asam atau kontaminasi metal berat dan pestisida. Seluruhnya bisa berdampak pada kualitas kehidupan manusia.

Selain itu, amfibi sangat peka terhadap perubahan cuaca, dengan banyak spesies di antara mereka yang mudah terkena dampak perubahan iklim. "Tanpa bisa dibantah, wilayah ini sungguh adalah bahtera Nabi Nuh. Jumlah besar amfibi yang ditemukan adalah sinyal harapan, sekalipun ada ancaman serius terhadap keberadaan binatang-binatang itu dalam wilayah ini dan juga di dunia," kata Direktur Ilmiah CI Kolombia Jose Vicente Rodriguez-Mahecha.

Wilayah Darien sejauh ini sangat terisolasi dalam wilayah pegunungan Cordilllera de Los Andes. Kalangan ilmiah mengenalinya sebagai pusat endemis binatang liar dan sangat berharga dalam hal keragaman biodiversitas. Dari kajian sejarah, wilayah itu berkedudukan sebagai "jembatan" bagi perubahan flora dan fauna antara belahan utara dan selatan Benua Amerika.

Walaupun lingkupan alamiah wilayah Darien itu relatif tidak terganggu, wilayah itu juga menghadapi banyak ancaman dan sedang mengalami transformasi cepat perubahan bentang alam, terutama karena penebangan kayu terbatas, pembukaan peternakan, pembukaan lahan pertanaman, perburuan, pertambangan, dan fragmentasi habitat.

Diperkirakan antara 25 dan 30 persen vegetasi alamiah di sana telah mengalami deforestasi, terutama di dataran rendah bertanah aluvial.

Mengikuti penemuan ilmiah ini, diharapkan hasil ekspedisi bisa menjadi sumbangan terhadap upaya perlindungan status wilayah dan membantu dalam hal pengumuman wilayah-wilayah dilindungi baru di Pegunungan Tarcuna. Tujuan tambahan lain adalah mendorong inisiatif yang menjamin hak pemilikan lahan bagi komunitas asli Embera di Eyakera.
WAH, Sumber : Antara

03 February 2009

Nasional : JICA Bantu Lestarikan Mangrove Pulau Kembang

(www.antara.co.id, 02-02-2009)
Banjarmasin (ANTARA News) - Japan International Cooperation Agency (JICA) akan membantu pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove di wilayah objek wisata Pulau Kembang, Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan.

Rencana bantuan Jepang tersebut terungkap dalam pertemuan dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel bersama pihak terkait termasuk dengan pengelola kepariwisataan, kata Ketua Asita Kalsel, Dra Hj Armistiyani, Senin.

Pihak Asita Kalsel menyambut gembira rencana pelestarian hutan mangrove Pulau kembang tersebut, karena disana merupakan objek wisata andalan Kalsel terdapat ribuan kera abu-abu yang jinak menjadi objek wisatanya.

Selain itu, Pulau Kembang juga merupakan habitat kera Bekantan (Nasalis larvatus) yang selama ini menjadi maskot Kalsel, yang harus dilestarikan.

Bukan hanya kera terdapat di kawasan hutan yang merupakan delta di Sungai Barito tersebut, tetapi juga terdapat puluhan species burung, species biawak, ular, dan satwa lainnya.

Kawasan objek wisata yang paling dekat dengan Kota Banjarmasin tersebut belakangan sudah mulai terganggu setelah adanya dok kapal serta lokasi bertambatnya tongkang-tongkang pengangkut batubara berbobot besar hingga sisi pulau itu mulai rusak.

Padahal objek wisata Pulau Kembang yang dikenal punya lagenda dalam kehidupan etnis China tersebut harus dilestarikan agar objek itu kian menarik bagi wisatawan.

Oleh karena itu adanya keinginan JICA Jepang itu harus direspon positip sekaligus didukung keinginan itu.

Kedua orang dari JICA Jepang mengikuti dalam pertemuan tersebut, dan berjanji akan segera menerjukan peneliti untuk mengetahui kondisi kawasan hutan mangrove Pulau Kembang.

Dari hasil penelitian itulah nantinya pihak Jica bisa mengambil langkah selanjutnya dalam upaya pelestarian, kata Armistiyani seraya menyatakan kurang ingat nama jelas JICA Jepang tersebut. (*)

02 February 2009

Mancanegara : Selandia Baru : Usia 111 Tahun, Henry Masih Hasilkan Anak

(www.kompas.com, 01-02-2009)
MESKI sudah berusia 111 tahun, Henry secara mengejutkan membuat bunting pasangannya yang kemudian melahirkan 11 anak sekaligus. Perkawinannya sukses setelah dokter mengobati tumor di alat kelaminnya.

Jangan kaget, karena Henry adalah nama seekor tuatara jantan, reptil khas Selandia Baru yang bisa hidup hingga 250 tahun. Tuatara merupakan reptil yang istimewa karena tidak masuk dalam cabang keturunan kadal meski bentuknya mirip. Spesies ini juga dikenal dengan "fosil hidup" karena telah muncul sejak zaman dinosaurus 225 juta tahun lalu.

Saat mulai dipelihara di Southland Museum and Art Gallery, Selandia Baru, Henry setidaknya berusia 70 tahun. Ia sangat agresif dan menyerang tuatara lainnya, bahkan termasuk lawan jenisnya. Hal tersebut diperkirakan karena Henry menderita tumor di alat kelaminnya.

"Saya berpendapat ia masih punya kesempatan untuk berkembang biak," ujar Lindsay Hazler, kurator tuatara di museum tersebut. Hazler kemudian mengoperasi tumor di alat kelamin Henry.

Benar perkiraan Hazler karena Henry tak lagi menyerang begitu tumor hilang. Bahkan, Maret tahun lalu, tuatara jantan itu terlihat berasyik masyuk dengan lawan jenisnya. Perkawinan tersebut menghasilkan 11 anak yang lahir Senin (26/1) lalu.

WAH, Sumber : National Geographic News

Nasional : Penambangan Emas Mengancam Populasi Penyu

(www.antara.co.id, 01-02-2009)
Banyuwangi, (ANTARA News) - Populasi penyu di pantai Sukamade, Banyuwangi, Jatim, kelestariannya terancam oleh penambangan emas di gunung Tumpang Pitu yang dilakukan PT Indo Multi Niaga (PT IMN). Serta populasi penyu terancam berkurang karena telur penyu banyak dicuri dan daging penyu diburu oleh warga.

Kepala Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Hery Subagiadi, Jumat, mengatakan, penambangan emas dan mineral di gunung Tumpang Pitu menjadi ancaman kelestarian populasi penyu di pantai Sukamade.

Hery berharap pemberian ijin eksploitasi tambang emas perlu ditinjau kembali demi kelestarian populasi penyu di Indonesia.

Data penyu yang naik di pantai Sukamade menyebutkan, pada tahun 2006 sebanyak 1007 ekor. Jumlah penyu yang naik pada tahun 2007 adalah 851 ekor. Sejumlah 1686 ekor penyu pada tahun 2008 naik ke pantai Sukamade.

Hery menambahkan, sebagian besar penyu yang naik ke pantai Sukamade jenis penyu hijau dan penyu slengkrah.

Sementara itu humas PT IMN, M. Rusli, mengatakan, aktivitas yang dilakukan PT IMN saat ini eksplorasi. "Hingga saat ini tidak ada pembuangan limbah baik di buang ke darat maupun ke laut," katanya menegaskan.

Kordinator Aliansi Mahasiswa Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPEL) mengatakan, tambang emas di gunung Tumpang Pitu selain mengancam populasi penyu, juga mengancam kehidupan petani dan nelayan. Pasalnya, kawasan gunung Tumpang Pitu termasuk kawasan resapan air.

Tambang emas membutuhkan pasokan air melimpah dan pohon banyak yang ditebang untuk penambangan emas. Padahal banyak warga di sekitar tambang menjadi petani yang berharap sawahnya tidak kekurangan air.

Limbah "tailing" berpotensi merusak ekosistem di laut. Nelayan di pantai Muncar, Grajagan, dan Pancer terancam ikan yang ditangkap berkurang.(*)

Video : Berbagi informasi kegiatan Tim CII Mamberamo Program di Desa Kay, Mamberamo - Papua




Klik disini apabila tidak bisa menampilkan video


Video ini berisikan bincang-bincang tentang kegiatan Tim CII Mamberamo Program di Desa Kay, Mamberamo - Papua, yang dilakukan oleh Theodorus Nari dan Hugo Yoteni , pada aktifitas komunitas dengan masyarakat dan kegiatan CCA pada tahun 2008

Nasional : Laut Sawu Jalur Migrasi 14 Jenis Paus

(www.antara.co.id, 01-02-2009)
Kupang (ANTARA News) - Perairan Laut Sawu di Nuta Tenggara Timur merupakan jalur migrasi 14 jenis paus, termasuk jenis langka paus biru dan paus sperma.

Bahkan beberapa pulau di kawasan ini merupakan tempat peteluran penting bagi jenis-jenis penyu laut terancam, kata Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu-Solor, Lembata, Alor/SOLAR, Jotham S.R. Ninef, di Kupang, Jumat.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan pentingnya keberadaan perairan wilayah Laut Sawu, dan rencana pemerintah Indonesia untuk menjadikannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN).

Dia mengambarkan, perairan Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian kepulauan dan corak bawah laut yang dramatis.

Perairan ini terletak di jantung bentang laut Paparan Sunda Kecil dibagian selatan Segitiga Karang Dunia dan menyokong beragam habitat karang dan pelagis paling produktif, katanya.

Letaknya juga dipersimpangan Samudera Pasifik dan Hindia, sehingga menjadikannya sebagai koridor migrasi utama 14 janis paus.

Wilayah ini juga mengalami fenomena oseanografi yang dinamis termasuk diantaranya arus laut Indonesia yang terkenal kuat, katanya.

Kombinasi arus yang kuat dan tebing laut curang menyebabkan pengaduan arus dingin yang mungkin merupakan faktor utama pemicu ketangguhan terhadap ancaman terbesar akan peningkatan suhu permukaan laut terkait perubahan iklim.

Karena itu, jika dapat secara efektif dilindungi, maka Laut Sawu dapat menjadi tempat perlindungan bagi kehidupan laut dan sumber daya perikanan yang produktif diantara perubahan iklim global, katanya.

Perairan Laut Sawu mulai tahun 2009 ini dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) dengan luas 4,9 juta hektare.

Saat ini sedang dilakukan kajian dan perancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan Laut Sawu oleh sebuah tim yang berkantor pusat di Kupang, NTT.(*)

Video : Kampanye Peduli Air Bersih di Jayapura, Papua



Klik disini apabila tidak bisa menampilkan video

Video ini berisikan kampanye peduli air bersih di Jayapura, Papua yang dilakukan oleh PDAM Jayapura bekerjasama dengan CII Program Mamberamo

Jayapura : Petani Asal Sentani Magang Ke Jepang

(www.papuapos.com, 01-02-2009)
SENTANI (PAPOS)- Reiner Monim salah seorang putra Sentani berhasil lulus murni dengan nilai terbaik pada seleksi peserta magang ke negeri Sakura Jepang yang dilakukan lembaga kerjasama antar negara dalam bidang pertanian. Reiner Monim merupakan salah satu peserta utusan pemerintah provinsi Papua dari dua peserta yang mengikuti seleksi bersama 2 orang peserta lainya dari provinsi Papua Barat, serta 62 peserta lainya dari Indonesia Timur yang mengikuti seleksi magang tersebut.

Dari 30 orang yang akan mengikuti magang di Jepang, Reiner satu-satunya peserta yang lulus dari Papua, yang dijadwalkan akan berangkat, Kamis (5/2) pekan depan.

Bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae, S.Sos, MM ketika menerima Reiner di ruang kerjanya, Jumat (30/1) mengatakan, Reiner merupakan putra kabupaten Jayapura kebanggaan pemerintah, karena telah berhasil menterjemahkan pikiran pemerintah Kabupaten Jayapura. Dimana Reiner telah berhasil untuk mengikuti magang ke Jepang khusus bidang pertanian yang merupakan satu sektor unggulan pemerintah Kabupaten Jayapura berdasarkan potensi yang dimiliku daerah ini.

"Saya bangga terhadap Reiner yang dapat mengharumkan nama kabupaten ini," ujar Habel Suwae yang juga Ketua HKTI Papua ini.

Bupati mengatakan, di kabupaten Jayapura anak seusia Reiner paling banyak berfikir untuk menjadi PNS, TNI,Polri dari pada berfikir untuk menjadi seorang petani. Apa yang dilakukan Reiner harus diambil hikmahnya, karena potensi pertanian di kabupaten Jayapura cukup menjanjikan, seseorang itu berhasil tidak harus menjadi PNS, tetapi menjadi seorang petani juga bisa memberikan sesuatu yang diinginkan asal dilakukan secara profesional.

“ Ini sebagai motifasi kepada para pemuda yang lain dikabupaten ini, agar berlomba-lomba menjadi petani terbaik,” katanya. Dalam kesempatan itu Habel menyampaikan terima kasih kepada Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura yang telah berhasil membina Reiner sampai dapat mengikuti magang ke Jepang. (nabas)

Nasional : BKSDA Gagalkan Pengiriman Ribuan "Kepala Kambing"

(www.antara.co.id, 01-02-2009)
Kendari, (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggagalkan pengiriman satu kontainer cangkang "kepala kambing" (Casiscornuta: bahasa latin) dari pelabuhan Kendari tujuan Surabaya, Jatim.

Kasie Konservasi dan Satwa Liar BKSDA Sultra, Sukrianto di Kendari, Kamis, mengatakan, "kepala kambing" --biasa masyarakat menyebutnya-- termasuk satwa dilindungi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pengawetan Tumbuhan dan satwa Liar.

Keberadaan 7000 "kepala kambing" (sejenis kerang) terungkap dari laporan masyarakat bahwa ada oknum yang berencana mengapalkan dengan tujuan Surabaya.

Berdasarkan informasi tersebut, kata Sukrianto, aparat BKSDA melakukan penyelidikan dengan temuan bahwa oknum pengusaha berdalih mengapalkan rumput laut tetapi ternyata berupa "kepala kambing" yang termasuk satwa dilindungi.

Oknum pengusaha berinisial FJ (53) yang belum dimintai keterangan terancam hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.

"Penyidik BKSDA sudah memintai keterangan sejumlah saksi, namun belum menetapkan tersangka. Kasusnya masih dalam pendalaman," kata Sukrianto.

Berdasarkan keterangan saksi bahwa target pengadaan/pengiriman "kepala kambing" oleh oknum pengusaha yang disinyalir memiliki beking sebanyak 20.000 ekor.

Satwa dilindungi yang bernilai ekonomi tersebut dikumpulkan dari nelayan wilayah pesisir Sultra, juga dari Pulau Banggai (Sulteng) dengan harga bervariasi antara Rp2.500/ekor sampai Rp5000/ekor.

Kasat Reskrim Polresta Kendari, AKP Samin, S.Ik mengatakan, penyidik Kepolisian bekerjasama dengan BKSDA melakukan pengusutan sesuai kewenangan yang dimiliki.

Penyidikan BKSDA spesifik pada satwa dilindungi berdasarkan undang undang konservasi, sedangkan Kepolisian menangani masalah pidana umum karena mungkin saja terjadi pemalsuan atau penggelapan.

"Penyidik belum menetapkan siapa tersangka dalam masalah ini karena masih dalam pengembangan. Sudah ada saksi yang dimintai keterangan sedangkan oknum pengusaha berinisial JF (53) belum diketahui keberadaannya," katanya.

Petugas Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Thamrin mengatakan pihaknya bersedia membantu jika dalam penanganan perkara tersebut dibutuhkan.

"Temuan Casiscornuta atau masyarakat menyebutnya "kepala kambing" menjadi kewenangan BKSDA karena termasuk satwa dilindungi, namun kami siap membantu jika dibutuhkan," kata Thamrin.(*)