(www.suarapembaruan.com, 27-03-2008)
[JAYAPURA] Greenpeace menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung kebijakan larangan ekspor kayu bulat dari Tanah Papua di tengah sejumlah tekanan dari kalangan industri kayu untuk memberikan kelonggaran atas pemberlakuan kebijakan tersebut.
Larangan ekspor kayu tersebut adalah inisiatif dari Gubernur Papua, Barnabas Suebu dan Papua Barat Abraham O Atururi, yang ditetapkan sejak tanggal 19 Desember 2008.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar mengemukakan hal itu kepada SP, di
Jayapura, Rabu (26/3). Menurut Bustar Maitar, kebijakan tersebut mendapat dukungan penuh dari masyarakat Papua dan pihak-pihak lain yang peduli pada penyelamatan hutan Papua. Saat ini kayu bulat dari Tanah Papua hanya diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat di sana.
Sementara itu, pada tanggal 17 Maret 2008 di Jayapura, Gubernur Papua Barnabas Suebu telah ditemui oleh 40 perwakilan industri kehutanan yang meminta keringanan atas ketatnya kebijakan tersebut.
Disayangkan permintaan pihak industri ini juga didukung oleh pemerintah pusat melalui Presiden Susilo Bambang Yu- dhoyono dan Wakil Presiden, M Jusuf Kalla.
Untuk itu, kata Bustar Maitar, Greenpeace menyerukan kepada pemerintah pusat untuk mendukung komitmen penyelamatan hutan Indonesia dalam Pembahasan Iklim di Bali.
Secara global, laju penggundulan hutan tropis telah berkontribusi dan menaikkan emisi gas rumah kaca sekitar 20 persen. Sebagai negara di urutan ketiga dunia dalam emisi karbon dioksida dari aktivitas penggundulan hutan, maka Pemerintah Indonesia seharusnya mendukung penuh kebijakan larangan ekspor kayu bulat dari Tanah Papua sebagai wujud dari keseriusan dalam penyelamatan hutan dan penanganan perubahan iklim global.
Permata Terakhir
Ditandaskan, Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat adalah satu dari sedikit pemerintah daerah dengan sikap yang kuat untuk menyelamatkan hutannya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan.
Seharusnya pemerintah pusat mendukung kebijakan ini agar hutan Papua dapat terus bernapas sebagai salah satu paru-paru dunia. Penggundulan hutan di Tanah Papua harus dikurangi secara terencana hingga mencapai titik nol dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua, ujar Bustar.
Dikatakan, Tanah Papua, meliputi hutan-hutan di bagian barat Pulau Nugini yang terdiri atas hutan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hutan-hutan di Pulau Nugini telah dipahami sebagai hutan alam asli yang tersisa di kawasan Asia Pasifik. Hutan Papua adalah permata terakhir hutan
Indonesia, setelah hutan di kawasan Sumatera dan Kalimantan mengalami penghancuran besar-besaran karena pembabatan hutan dan konversi hutan secara luas untuk perkebunan kelapa sawit.
Lanjut dia, membiarkan peningkatan penggundulan hutan Papua pada tingkatan yang sama tidak hanya merupakan sebuah kejahatan lingkungan, namun juga kejahatan atas masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan alam itu.
"Sebelum diberlakukannya pelarangan ekspor kayu bulat, selama bertahun-tahun kayu bulat telah dikirim secara langsung keluar dari Tanah Papua tanpa memberikan nilai tambah untuk masyarakat Papua dan pemerintah daerah," ujarnya.
Dikatakan, bulan April 2007, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, Gubernur Papua Barnabas Suebu, dan Papua Barat, Abraham O Atururi telah mendeklarasikan komitmen mereka untuk menyelamatkan hutan.
Komitmen ini telah memberikan optimisme bahwa di Papua tidak akan terjadi lagi kesalahan pengelolaan hutan seperti halnya di Sumatera dan Kalimantan. Deklarasi tersebut memperoleh tanggapan positif dari berbagai kalangan pada tingkat nasional dan internasional.
"Sekaranglah saatnya untuk melakukan aksi nyata, perluasan areal pembabatan hutan di hutan-hutan alam asli yang tersisa harus dihentikan. Hutan Papua harus diselamatkan dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat harus terus didorong," ujarnya. [154]
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP