Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

28 August 2009

Jayapura : Lokasi BBI di Kampung Sereh Dibebaskan, Pemkab Bayar Ganti Rugi Rp 1,2 M

(www.cenderawasihpos.com, 27-08-2009)
SENTANI- Tanah seluas 3 Haktare di Kampung Sereh Distrik Sentani milik masyarakat suku Assa yang akan digunakan untuk lokasi Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jayapura, akhirnya telah dibebaskan dengana pemberian ganti rugi..

Proses pembayaran ganti rugi tanah senilai Rp 1,2 Miliar setelah dipotong pajak itu, dilakukan Wakil Bupati Zadrak Wamebu, SH, MM dan diterima langsung Kepala Suku Assa, Charlos Assa di Aula Kantor Bupati, Kamis (27/8).

Wakil Bupati Zadrak Wamebu mengungkapkan, pembelian tanah seluas 3 Ha itu, karena selama ini Pemkab belum memiliki lokasi BBI untuk kepentingan mensuplai bibit bagi para petani ikan. Sementara, penyediaan bibit yang ada saat ini, hanya mampu memberikan suplai benih ikan dalam skala kecil saja.

“Rencana pembuatan BBI di Kampung Sereh ini sebagai wujud komitmen pemerintah untuk membantu para petani ikan yang selama ini masih mengalami kekurangan suplai benih ikan air tawar,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Menurut Wabup, hampir di sepanjang pinggir danau Sentani, warga memiliki kolam peternakan ikan, namun di lokasi itu tidak ada tempat untuk pembenihan ikan. Karena itu, Pemkab perlu mencari lokasi untuk BBI agar aktifitas budidaya ikan air tawar masyarakat, dapat terus berlangsung.

“Dipilihnya Kampung Sereh sebagai lokasi BBI ini karena pembuatan BBI perlu sumber air tawar yang teratur dan sepanjang waktu terus ada. Sebab, BBI ini nantinya diharapkan akan mampu memberikan suplai benih ikan air tawar dalam skala besar, yakni tidak saja kepada masyarakat di wilayah Jayapura saja, tapi juga di luar Kabupaten Jayapura,” tandasnya. (mud)

27 August 2009

Jayapura : Peduli Lingkungan, Freeport Bantu 1700 Bibit Pohon

(www.kompas.com, 27-08-2009)
SENTANI- Sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan alam, khususnya di wilayah Kabupaten Jayapura, PT. Freeport menyerahkan bantuan sebanyak 1700 bibit pohon jenis bintagor dan Matoa. Bantuan ini diserahkan Kepala Kantor Perwakilan PT. Freeport Indonesia Jayapura Anthon Raharusun kepada Bupati Habel Melkias Suwae, S.Sos. MM di Lapangan Apel Kantor Bupati Jayapura, Kamis ( 26/8) kemarin.

Selanjutnya, bantuan bibit tersebut secara serentak langsung ditanam Bupati dan diikuti Wakil Bupati, Kepala Freeport perwakilan Jayapura, dan seluruh pimpinan SKPD serta pegawai di lingkungan Kantor Bupati, Gunung Merah.

Anthon Raharusun mengungkapkan, pemberian 1700 bibit tanaman ini bagian dari komitmen Freeport untuk tetap melestarikan lingkungan, baik di areal Freeport sendiri maupun di luar.Pemberian bibit tanaman ini tidak saja di kabupaten Jayapura tapi juga di sejumlah daerah lain seperti di Sarmi.
“Kami melihat di Sarmi kondisi pantainya mengalami kerusakan akibat abrasi. Makanya untuk pencegahannya agar kondisinya tidak semakin parah, kami telah menyerahkan ribuan bibit Bintagor untuk ditanam di sepanjang pantai,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Menurut Athon, bantuan bibit ini merupakan komitmen Freeport dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam hal pelestarian lingkungan dan penghijauan. Bantuan Freeport ini, tidak dilakukan hari ini saja, tapi akan terus dilakukan dalam bentuk yang lainnya.

Baginya, alam adalah nafas kehidupan sehingga perlu terus dilestarikan agar kelangsungan hidup manusia tidak terganggu, karena rusaknya alam atau hutan.
Sementara itu, Bupati Habel Melkis Suwae, S.Sos, MM menyambut baik bantuan bibit tanaman ini karena sangat membantu dalam upaya menghijaukan lingkungan. Apalagi, beberapa waktu lalu, pihaknya dan sejumlah SKPD baru saja melakukan studi banding ke Kuala Kencana Timika tentang penataan wilayah perkotaan berwawasan lingkungan.

“ Di Kuala Kencana yang namanya kelestarian alam sangat terjaga sekali. Meskipun, disana ada pemukiman, Rumah Sakit, perkantoran, pusat perbelanjaan (Mall) dan jalan, namun kelestarian lingkungan alamnya tertata baik, termasuk sistem drainasenya. Sehingga konsep pembangunan berwawasan lingkungan ini yang perlu menjadi perhatian,” tandasnya.

Ditambakan, jika melihat kondisi di Kabupaten Jayapura, khususnya di Sentani, kondisi alamnya sepertinya agak rawan. Sebagai contoh, hujan sehari saja, dimana-mana ada genangan air dan sampah berserakan dimana-mana. (mud)

26 August 2009

Sarmi : Pemkab Akan Kembangkan Budidaya Tanaman Bintagor

(www.kompas.com, 25-08-2009)
SARMI-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sarmi berencana akan mengembangkan budidaya tanaman Bintagor mulai dari wilayah distrik hingga ke kampung-kampung.
Upaya itu akan dilakukan, sebab tanaman tersebut selain bermanfaat dalam mencegah abrasi Pantai, juga memiliki nilai ekonomi bagi keluarga.
Wakil Bupati Sarmi Berthus Kyeu-Kyeu mengungkapkan, manfaatkan paling utama dari jenis tanaman Bintagor itu adalah, hasil dari buah tanaman bintagor itu dapat diproduksi menjadi bahan bakar solar.

“Pertama kali kami mendapatkan bibit tanaman Bintagor itu dari Jogyakarta. Karena di daerah tersebut budidaya tanaman tersebut sudah berjalan dengan baik termasuk proses memproduksi buahnya menjadi bahan bakar solar,” ujar Berths Kyeu-Kyeu kepada Cenderawasih Pos belum lama ini.

Menurut Wabup, terkait dengan pembudayaan tanaman bintagor tersebut, saat ini pihak Freeport telah mengembangkan tanaman tersebut, termasuk pembuatan persemaian bibit. Bahkan, belum lama ini, Pemkab Sarmi telah mendapatkan sekitar 5000-an bibit untuk ditanam di sepanjang pantai.

Rencananya juga dalam waktu dekat ini kata Wabup, pihak Freeport akan kembali memberikan sekitar 25 ribu bibit untuk dikembangkan atau ditanamkan ke setiap kampung.
“Saya pikir ini merupakan peluang yang sangat baik, sehingga peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik. Sebab, jika tanaman ini sudah berkembang baik, warga bisa memetik hasilnya untuk dijual sehingga bisa menambah penghasilan bagi keluarga,” terangnya.

Dia menambahkan, setelah upaya pembudiayaan tanaman bintagor ini berjalan baik, maka langkah berikutnya adalah akan membangun mesin untuk memproduksi buah menjadi bahan bakar solar. (mud)

25 August 2009

Manca Negara : Amerika Serikat : Cacing Laut "Pengebom" Bercahaya

(www.kompas.com, 25-08-2009)
SAN DIEGO, KOMPAS.com - Ini bukan cacing biasa, tetapi cacing istimewa yang mengeluarkan cahaya warna-warni pada kedalaman laut lebih dari 3.500 meter.
Para peneliti dari Scripps Institution of Oceanography di Universitas California, San Diego, AS, menemukan keberadaannya ribuan kaki di bawah permukaan laut sisi barat dan timur laut Samudra Pasifik. Mereka menyebut kelompok cacing spesies baru Swima bombiviridis itu sebagai ”pengebom hijau”.

Bukan hanya tubuh yang bercahaya, tetapi bagian tubuh yang dilepaskannya pun hijau kemilau. Cacing berukuran 3/4 hingga 4 inci itu melepaskan bagian tubuhnya yang berwarna satu atau dua kali. Diameter bagian tubuh yang terlepas atau ”bom” itu antara 1-2 milimeter.


Para peneliti menginterpretasikannya sebagai mekanisme menghindari mangsa. Pasalnya, cacing-cacing itu langsung berenang menjauh seusai melepaskan ”bom”, yang bisa tergantikan lagi itu.
Ketua tim peneliti, Karen Osborn, menyatakan, cacing itu sebenarnya bukan binatang langka. Sering kali, melalui wahana bawah laut yang dikendalikan jarak jauh, mereka menemukan koloni serupa. Keunikannya, cara mengambil sampel di habitatnya itulah yang tidak mudah.

Kini tim peneliti memiliki sejumlah cacing di laboratorium. Salah satunya untuk mengetahui kandungan bahan kimia yang menghasilkan tubuh bercahaya. Temuan itu, lanjut Osborn, menjelaskan seberapa banyak informasi yang dunia ketahui tentang organisme dan keanekaragaman laut dalam. (GSA) Sumber : AP,BBC

24 August 2009

Manca Negara : Australia : Suara Kendaraan Ganggu Kehidupan Seks Katak

(www.kompas.com, 23-08-2009)
CANBERRA, KOMPAS.com — Bisingnya suara kendaraan ditengarai mengganggu aktivitas seks katak-katak yang hidup di sekitar perkotaan. Pasalnya, suara kendaraan itu mengaburkan panggilan cinta katak jantan pada betinanya.

Menurut para peneliti Australia, suara katak jantan adalah alat paling penting untuk menarik pasangannya untuk kawin. "Tapi suara bising kendaraan membuat panggilan itu tak terdengar dan mungkin menjadi penyebab mengapa populasi katak menurun," ujar ekologis Universitas Melbourne, Kirsten Parris, Jumat (21/8).

Katak-katak jantan biasanya berlomba mengeluarkan suara terbaik mereka untuk menarik betina. Katak dengan suara paling "merdu" akan mendapatkan kesempatan kencan dengan katak betina.

"Biasanya katak-katak yang mampu menghasilkan suara yang nyaring dengan ketukan singkat atau panjang atau kombinasi keduanya, menjadi petunjuk bahwa dia sehat dan kuat. Pejantan-pejantan tangguh inilah yang akan dipilih," lanjut Parris.

Namun, makin banyaknya kendaraan yang memunculkan suara bising telah mengganggu ritual bercinta para katak. "Banyak betina yang tidak berhasil menemukan pasangan karena mereka sulit menemukan pejantan yang memanggil-manggil. Akibatnya, jumlah mereka pun turun terus," katanya.

Adapun jenis katak yang paling terganggu adalah katak-katak yang suaranya tidak terlalu nyaring. Beberapa jenis katak beradaptasi dengan mempernyaring panggilannya, seperti katak pohon cokelat. Namun tetap saja, di bagian paling bising di kota, suara katak itu tidak lagi bisa didengar pasangannya dalam jarak lebih dari 19 meter.

Sedangkan jenis katak lain, suaranya bisa terdengar hingga 800 meter bila suasana sepi. Namun, panggilan itu hanya terdengar pada jarak 14 meter di sekitar jalanan yang ramai.

Dengan kondisi seperti ini, populasi katak terancam, dan mereka sepertinya harus pergi ke tempat-tempat sepi agar bisa mengajak pasangannya bercinta.

WSN, Sumber : AP

19 August 2009

Nasional : Perubahan Iklim dan Pembangunan Ancam Populasi Penyu Jantan

(www.kompas.com, 18-08-2009)

DENPASAR, KOMPAS.com — Berdasarkan hasil penelitian penyu dari Universitas Udayana Bali, penyu betina menguasai lebih dari separuh populasi penyu di habitat Jawa Timur, Papua, dan Sunda Kecil. Ini menjadikan ancaman bagi keseimbangan populasi penyu.


Menyusutnya jumlah penyu jan tan ini karena perubahan iklim dengan suhu yang semakin panas dan pembangunan yang kurang terkontrol di sekitar pesisir pantai. Sementara keberhasilan penetasan telur penyu menjadi jantan bergantung kepada suhu udara di dalam pasir pantai yang tidak lebih dari 28 derajat celsius hingga 29 derajat celsius dan berada di bawah pepohonan sekitar pantai.

"Manusianya untuk memperbaiki alam dan habitat penyu ini perlu terus ditumbuhkan. Karena, tidak mudah meremajakan pantai yang rusak sehingga penyu-penyu dapat bertelur dan menetas dengan baik," kata Koordinator Marine Turtle Training dan Research Centre Universitas Udayana drh IB Windia Adnyana PHd, di Denpasar.

Ia menambahkan, tingkat keberhasilan penetasan penyu turun dari 90 persen menjadi 70 persen setiap tahunnya sejak 10 tahun terakhir. Misalnya di Kepala Burung (Papua), keberhasilan penetasan telur mulai berkurang dari 500 ekor per tahun.

Menurut Windia, memperbaiki pantai akibat abrasi atau erosi dengan menambahkan pasir dari pantai lain tidak selamanya baik untuk pengembangbiakan penyu. "Termasuk konservasi penyu pun tidak semuanya positif jika tidak dibarengi dengan memperbaiki alam aslinya seperti devegetasi. Pepohonan sekitar pantai untuk penyu berlindung," ujarnya.

Penelitian dilakukan sejak Oktober 2008 hingga sekarang bekerja sama dengan WWF. Dalam penelitian tersebut, peneliti Udayana mengumpulkan sekitar 400 ekor sampel penyu yang diambil air liur, cukilan kulit, dan darah untuk tes genetika. Dana yang dihabiskan sekitar Rp 1,5 miliar.

Dalam penelitian tersebut juga menemukan adanya perbedaan genetika penyu dari satu daerah dengan daerah lainnya, baik penyu lekang (Lepidochelys oliviacea ), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Meski penyu menyukai datang ke pantai lainnya, ia tetap bertelur di tempat asal mereka.

Windia menjelaskan selama ini penyu dianggap memiliki satu genetika sama dan bisa bertelur di mana saja. Pada penelitian tersebut terungkap, penyu memiliki genetika berbeda dan ditemukan untuk kawasan Jawa Timur, Sunda Kecil, dan Papua terdapat tiga kelompok.

Tiga kelompok genetika penyu tersebut adalah kelompok pertama di Pantai Kepala Burung (Papua) dan Laut Arafuru. Kelompok kedua terbagi menjadi dua, yaitu Jawa Timur-Bali-Jawa Tengah (Cilacap), dan Jawa Timur-Australia Barat. Kelompok ketiga berada di Kalimantan Timur hingga Laut Sulu.

Ia berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. "Kami ingin masyarakat luas mengerti dan paham mengenai penyu agar tidak melakukan hal yang percuma. Pelestarian penyu tidak hanya sebatas tidak memakan dan mencuri telur atau dagingnya saja. Habitat dan lingkungannya yang rusak juga perlu diperbaiki," tegas Windia.

Di Pulau Dewata, masyarakat mulai tidak mengonsumsi daging penyu khususnya pada upacara adat atau keagamaan setelah dilarang oleh pemerintah. Kompyang Rata, pedagang sate lilit di Denpasar, mengaku kesulitan mendapatkan daging penyu kembali.

18 August 2009

Manca Negara : Filipina : David, Tanaman yang Doyan Tikus

(www.kompas.com, 17-08-2009)
KOMPAS.com - Tanaman mematikan yang memangsa tikus ditemukan oleh ilmuwan Inggris. Tanaman pemangsa raksasa ini diyakini merupakan tumbuhan perdu pemakan daging terbesar yang mengeluarkan cairan berupa asam, mirip enzim dari mulut daun. Binatang yang terpeleset masuk ke lubang mulut ini bakal mati karena cairan ini.

Para ilmuwan yang dikelapai ahli botani bernama Stewart McPherson dan Alastair Robinson menelusuri Gunung Victoria di Filipina setelah mendengar dari para misionaris di tempat itu bahwa ada tikus dimangsa tanaman.

McPherson menyebutkan, "Tanaman ini memroduksi jebakan yang spektakuler sehingga tak hanya serangga yang bisa tertangkap tetapi juga binatang pengerat. Luar biasa memang karena ini belum pernah ditemukan sampai abad 21."

Spesies mengagumkan dan jarang sekali ini telah dinamai penyiar terkenal Sir David Attenborough. McPherson mengaku "Tim dan saya telah menamai tanaman ini sekaligus untuk menghormati Sir David yang telah bekerja dan memberi inspirasi bagi keindahan dan keanekaragaman hayati dunia."

Tanaman yang digelari nama latin Nepenthes attenboroughii berwarna hijau dan merah dapat tumbuh di tempat beriklim panas. Namun hanya bisa ditemui di pegunungan seperti Gunung Victoria.

McPherson dan ahli botani dari Universitas Cambridge Robinson menemukan tanaman ini selama ekspedisi yang mereka lakukan di tahun 2007. Namun, mereka hanya bisa menggambarkan semak pemangsa ini dalams ebuah jurnal setelah tiga tahun mempelajarinya dari sekitar 120 spesies pemangsa yang ada.

Sementara itu Sir David (83) menyatakan terima kasih dan merasa tersanjung atas pemberian nama itu. "Saya telah dikontak oleh tim ilmuwan setelah mereka menemukan tanaman itu dan meminta agar nama saya bisa dipakai untuk menamai tanaman ini. Terima kasih atas semua itu. Saya tersanjung karenanya." jelas David.

ABD, Sumber : The Sun

15 August 2009

Nasional : Sembilan Menteri Tanda Tangani Deklarasi Pengelolaan Danau


(www.kompas.com, 14-08-2009)

Laporan wartawan KOMPAS Robertus Benny Dwi K.
SANUR, KOMPAS.com — Sebanyak sembilan menteri Kabinet Indonesia Bersatu menandatangani sebuah deklarasi tentang pengelolaan danau secara berkelanjutan di Sanur, Bali, Kamis (13/8).

Upaya mempertahankan, melestarikan, dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan sekitar danau itu dilatarbelakangi oleh degradasi lingkungan danau yang semakin kentara sekaligus sebagai langkah antisipasi terhadap dampak perubahan iklim.

Acara penandatanganan yang dilaksanakan dalam Konferensi Nasional tentang Danau di Indonesia itu hanya dihadiri empat menteri, yakni Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmato, Menteri Kehutanan MS Kaban, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

Lima menteri yang berhalangan hadir adalah Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam, serta Menteri Perikanan dan Kelautan. Seusai ditandatangani, nota deklarasi langsung diserahkan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas Paskah Suzetta.

"Komitmen bersama ini adalah sesuatu yang harus dihargai setinggi-tingginya, karena selama ini sering terdapat perbedaan persepsi dalam pengelolaan danau. Komitmen ini akan menjadi bagian dari rencana pembangunan jangka panjang nasional kita dengan porsi dana yang seimbang terhadap sektor-sektor lainnya," kata Paskah.

Deklarasi Bali terdiri dari tujuh butir komitmen, yakni komitmen terhadap pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi, dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tehadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan, dan koordinasi pengelolaan danau; peningkatan peran masyarakat; serta pendanaan yang berkelanjutan. Kesembilan menteri bersepakat untuk menjalin kerja sama secara sinkron dan sinergis untuk danau di Indonesia.

01 August 2009

Nasional : Menunggu Ujung Cerita Komodo Flores

(www.kompas.com, 31-07-2009)
Oleh Benny Dwi Koestanto dan Samuel Oktora

KOMPAS.com — Ibarat sebuah lakon, komodo (Varanus komodensis) saat ini sedang menjadi tokoh utama masalah lingkungan dan pariwisata nasional. Semua masih menunggu ujung ceritanya. Akan jadi manis atau jadi lelakon kontroversial sebagaimana tambahan 8 ekor gajah dari 31 gajah milik Taman Safari Bali di Kabupaten Gianyar kini.

Pekan lalu, Taman Nasional Komodo, salah satu habitat asli komodo di Nusa Tenggara Timur, diumumkan menjadi salah satu finalis Tujuh Keajaiban Dunia Baru yang digelar Yayasan Tujuh Keajaiban Dunia Baru.

Bersama 27 finalis lainnya, Taman Nasional Komodo telah menyisihkan 440 nomine dari 220 negara.

Namun, di internet, ajakan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk mendukung pemilihan itu sama kencangnya dengan seruan penolakan rencana pemindahan 10 ekor atau 5 pasang komodo dari Wae Wuul, Manggarai Barat, Pulau Flores, NTT, ke Provinsi Bali. Di situs jejaring sosial Facebook, misalnya, seruan itu berbunyi tajam, yakni ”Tolak Rencana Pemindahan Komodo ke Bali”.

Rencana itu menjadi polemik terbaru tentang komodo, yang secara bersamaan juga terimbas masalah aktivitas pertambangan emas di wilayah Batugosok, yang juga terletak di Kabupaten Manggarai Barat.

Masyarakat NTT sejak awal menolak dengan tegas rencana ini. Mulai dari lembaga swadaya masyarakat pemerhati lingkungan, DPRD Kabupaten Manggarai Barat, kepala daerah di Flores, hingga DPRD dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Gerakan Pelestarian Komodo Flores, misalnya, menggalang aksi mengumpulkan tanda tangan sebagai bentuk penolakan rencana itu. Muncul penilaian, pemerintah pusat otoriter jika rencana itu benar-benar direalisasikan.

”Jika akan dipindah, sebaiknya jangan ke Bali karena habitat di sana sangat berbeda dengan habitat aslinya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Pemurnian genetik itu tidak gampang, begitu pula memindahkan hewan ini,” ujar Bupati Manggarai Barat Wilfridus Fidelis Pranda.

Sejumlah kalangan juga menilai pemindahan komodo ke Bali dalam aspek pariwisata sangat merugikan NTT, dan Bali sekaligus. Flores kehilangan pesona komodonya, sedangkan keunikan seni tradisi dan wisata religi Bali ”teracak-acak” konsep supermarket wisata: puluhan gajah, komodo, dan entah apa lagi kelak....

Apalagi, proses pemurnian genetik itu kabarnya dijadikan atraksi wisata andalan oleh Taman Safari Bali. Dikhawatirkan wisatawan tak lagi berminat ke timur, mengunjungi habitat asli komodo di Flores.

Masyarakat Bali sudah mengambil hikmah dari polemik masuknya tambahan 8 ekor gajah ke Taman Safari Bali yang berujung pelarangan penambahan gajah ke Bali hingga selesainya kajian tentang daya dukung wilayah Bali sejak awal tahun ini.

Kajian terhadap daya dukung Bali itu, misalnya, seberapa besar sih minat turis menonton pertunjukan gajah di Bali? Apa tidak sulit mencari pakan bagi puluhan hewan besar itu? Dalam sehari, seekor gajah butuh kira-kira 2 kuintal makanan berupa pelepah kelapa, buah dan sayuran, serta rumput.

Harap dicatat, sampai saat ini di seluruh Bali sudah ada 86 ekor gajah yang ”dipekerjakan” di tiga taman wisata, yaitu 31 ekor di

Taman Safari Bali (di Lebih, Gianyar), sisanya ada di Taro Gajah Safari (Ubud, Gianyar), dan Bakas Adventures (Klungkung). Selain untuk atraksi wisata, gajah-gajah itu umumnya ditunggangi turis untuk bersafari keluar-masuk desa.

Kekhasan pariwisata Bali yang mengunggulkan wisata budaya dan religi sudah lama dikhawatirkan luntur dan luruh jika pengusaha wisata Bali mengadopsi atraksi wisata satwa seperti gajah dan komodo, juga segala hal, masuk ke sana. ”Bali itu terkenal karena budayanya, bukan karena gajah atau binatangnya. Pariwisata budaya itu sampai kapan pun harus tetap dipertahankan,” kata Gede Nurjaya, mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Agung Wardhana menyatakan, penempatan komodo di Bali menuntut penciptaan habitat buatan agar menyerupai habitat aslinya di Wae Wuul. Untuk itu, ia mendesak Departemen Kehutanan membuka kepada publik kajian analisis mengenai dampak alam dan sosial atas rencana itu.

Sebagaimana termuat dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap 10 ekor komodo, tujuan utama pemindahan adalah pemurnian genetik. Rencana pemurnian yang akan dilakukan oleh Taman Safari Bali itu, kata Menteri Kehutanan MS Kaban, juga sudah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kaban menyatakan, pemerintah mengambil langkah tersebut sekaligus untuk menyelamatkan komodo di Pulau Flores dari ancaman kepunahan. Proses pemindahan juga penting karena komodo di Pulau Flores kini terancam karena hidup di areal semak belukar penuh rumput kering yang pada musim panas sangat mudah terbakar. Persoalan yang lebih penting: komodo mulai masuk ke perkampungan dan memangsa ternak warga.

Namun, otoritas Taman Safari Bali enggan berkomentar tentang polemik ini. Namun, Seperti ditegaskan Direktur Taman Safari Indonesia Tonny Sumampau, pemurnian genetik semata-mata demi kepentingan konservasi, dan komodo yang dikembangbiakkan di Taman Safari Indonesia tidak ditujukan untuk dijual atau ditukarkan dengan satwa dari luar negeri.

Selain Taman Safari, sejumlah lembaga konservasi eksitu (luar habitat alami) telah mengoleksi komodo, di antaranya Kebun Binatang Ragunan (Jakarta), Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Binatang Gembira Loka (Yogyakarta).

Namun, seperti dilansir Kompas.com, data genetika komodo di semua daerah di NTT sebenarnya sudah tersedia, yakni hasil penelitian Tim Peneliti Kajian DNA Molekuler Komodo Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI beberapa tahun lalu. Kajian diversitas genetik itu diperoleh setelah meneliti 154 sampel darah komodo yang dikoleksi dari Pulau Flores bagian utara, Flores bagian barat, Gili Montang, Nusa Kode, Rinca, dan Pulau Komodo.

Itulah sebabnya, argumen pemurnian genetik di Bali itu dinilai salah tempat. Menurut Koordinator Gerakan Pelestarian Komodo Flores Rofino Kant, pemurnian itu semestinya dilakukan di habitat aslinya, bukan di Bali. Seiring dengan hal itu, pemerintah pusat justru lebih tepat meningkatkan fasilitas konservasi komodo di Flores. ”Fasilitas di Wae Wuul amat minim. Begitu pula fasilitas secara umum dalam lingkup Balai Konservasi Sumber Daya Alam II yang meliputi Flores-Alor-Lembata.

Penolakan-penolakan itu sesungguhnya adalah bentuk kecintaan masyarakat kepada komodo dan habitat aslinya. Jelas publik menunggu pencabutan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut, dan pernyataan pembatalan rencana pemurnian genetik komodo oleh Taman Safari Indonesia.
Sumber : Kompas Cetak