Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

27 November 2004

Spesies : Macaca Fascicularis ( Kera Ekor Panjang ), Sisa Perang Dunia II yang Meresahkan

(Cenderawasih Pos, Kampanye PSDA Alamaku, 26 September 2004)
Kera ekor panjang bukanlah hewan asli Papua, namun keberadaannya terdekteksi dalam jumlah mencapai puluhan ekor dikawasan perbukitan Skayline (sekitar 10 Km dari kota Jayapura-red)

Jenis ini pertama kali terlihat diatas kapal terbang tentara sekutu pada masa perang dunia II untuk dipergunakan sebagai umpan dalam perang sebelum Sekutu mendarat. Sifat Fisiologis jenis ini yang mirip dengan manusia membuat tentara sekutu memakainya sebagai bio-indikator untuk mndeteksi Tumbuhan apa yang dapat dimakan untuk keperluan survival (bertahan hidup).

Asumsinya amatlah sederhana buah yang bisa dimakan oleh kera ini maka pasti bisa dimakan oleh manusia.Setelah perang berakhir jenis ini dibiarkan hidup dikawasan Skayland dan terus berkembang biak hingga kini karena adanya ketersediaan makanan yang berlimpah. Namun sayang setelah beberapa waktu lamanya hewan ini kemudian menimbulkan masalah yaitu mulai “menyerang” kebun penduduk di sekitar perbukitan Skyland untuk memenuhi kebutuhan perut mereka akibat persedian buah, daun di hutan mulai menipis.


Selain itu bahaya lain yang mengancam dari kehadiran hewan adalah kera tergolong hewan penular penyakit Rabies. Bila tidak diawasi dengan baik maka keberadaan hewan ini akan menjadi pemicu munculnya Rabies di Papua. Hewan ini biasanya hidup berkelompok dibawah pimpinan se-ekor kera jantan yang paling besar dan kuat. Mereka umumnya mencari makanan secara bergerombol. Berdasarkan penelitian Maria Mote, 1999 Kelompok kera diperbukitan Skyland berdasarkan wilayah jelajahnya terbagi atas 3 kelompok besar yaitu kelompok pertama disekitar Gunung Meer dengan jumlah mencapai 25 ekor. Kelompok yang kedua kerap dijumpai disekitar perbukitan Kotaraja (Gunung Fongabay, Tebery, Waymok & Embrok) dengan jumlah sekitar 15 ekor sedangkan kelompok ketiga menduduki kawasan Gunung Mauno hingga Abe Pantai dengan jumlah diperkirakan sebanyak 25 ekor. (red)

Spesies : Sicantik Penguasa Kawasan Perairan Tawar, Eichhornia crassipes (Eceng Gondok)

(Cenderawasih Pos, 26-11-2004)

Tumbuhan berbunga yang cantik ini berasal dari Brazilia. Konon tumbuhan ini masuk ke Indonesia karena dibawa oleh seorang kolektor tumbuhan yang tertarik dengan keindahan bunganya yang berwarna ungu.

Tumbuhan ini dilaporkan telah tersebar merata diberbagai kawasan lahan basah dan perairan air tawar di Papua terutama didaerah kawasan dataran rendah baik dipantai utara maupun pantai selatan Papua.

Di daerah Merauke tumbuhan ini pertama kali muncul tahun 1990 dan berkembang pesat di Sungai Maro, Soa, Mimi, Poo, dan Wanggo pada tahun 1991-1992. Munculnya spesies ini tak pelak menimbulkan permasalahan lingkungan yang luar biasa dikawasan tersebut. Berbagai aktivitas pemanfaatan sungai seperti transportasi kapal / perahu, kegiatan penjaringan ikan pengambilan air irigasi ataupun terganggu akibat kehadiran tumbuhan ini.

Ulah dari tumbuhan ini bermula dari kemampuan akarnya dalam mengikat lumpur dan perkembang-biakannya yang amat cepat. Kawasan perairan tawar yang ditumbuhi Eceng Gondok dengan cepat menjadi dangkal dan akhirnya berubah menjadi daratan akibat endapan lumpur dan serasah tumbuhan tersebut.

Kondisi seperti ini tak pelak akibatnya juga membuat satwa liar yang hidup pada kawasan lahan basah seperti Bangau, Bebek, Kuntul, Ibis, dan Burung air lainnya menjadi terusik akibat menurunnya kwalitas lingkungan tempat mereka mencari makan. Hal ini di karenakan sumber makanan mereka yaitu ikan, udang, dll mengalami kesulitan untuk hidup pada kawasan yang dipenuhi oleh Enceng Gondok. (red)

Spesies : Sang Pionir yang Agresif, Stachytarpheta urticaefolia (Rumput Ekor Tikus)

(Cenderawasih Pos, 26-11-2004)
Jenis ini merupakan tanaman asing yang berasal dari Amerika Tropis dan sekarang telah menyebar diseluruh tropis baik di Asia maupun Afrika. Didaerah Papua umumnya menyebar dari daerah dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu berkisar 0-2.000 dpl. Tempat yang menjadi favorit bagi pertumbuhan dan perkembangan jenis ini adalah daerah tepi jalan, daerah bekas pengembalaan dan tanah terbuka / gersang.

Didaerah Merauke, tumbuhan ini dilaporkan ditemui disepanjang jalan Trans Papua, ruas jalan Ndalir sampai Tomerauw, Padang Rumput Ukra, Yauram, Ulapar dan Krayempor. Luasnya mencapai 400,47 ha.

Pada daerah yang ditumbuhi oleh jenis tumbuhan ini, cenderung mematikan jenis rumput lain yang merupakan pakan satwa liar (mamalia). Apabila luasnya semakin bertambah maka akan mengurangi daya dukung dan produktifitas kawasan dengan menyusutnya luasan padang rumput. (red)

Spesies : Sibuas Pemangsa Ikan Setempat (Channas striata ) Gabus Toraja / Gastor

(Cenderawasih Pos, 26-11-2007)

Tak Jelas mulai kapan dan mengapa ikan ini mendapat julukan Gabus Toraja (Gastor). Ikan ini diduga didatangkan ke Jayapura (tepatnya danau Senatani) dari Sulaweasi pada tahun 1993 kemudian pada tahun 1995 didatangkan ke Merauke.

Sejak tahun 1997 jenis ikan ini sudah ditemukan di sepanjang Kali Maro pada kolam-kolam disepanjang jalan Trans Papua dan Rawa Biru bahkan pada tahun 1999 sudah ditemukan di beberapa kecamatan lain di Kabupaten Merauke.

Jenis ikan ini diketahui sangat buas pada sesama ikan sehingga dikuatirkan akan menggangu atau menjadi ancaman serius terhadap jenis lain yang menjadi mata pencarian masyarakat setempat. Beberapa jenis ikan asli danau Sentani mulai sulit ditemui karena diduga salah satu penyebabnya karena kalah bersaing dengan kehadiran ikan Gastor ini. (red)

Spesies : Sang Pembunuh Burung Air, Anabas testudineus, Ikan Betik

(Cenderawasih Pos, Kampanye psda Alamku, 26-11-2004)
Jenis ikan Betik (Anabas testudineus) adalah salah satu jenis eksotik yang mampu beradaptasi dan berkembang biak. Ikan ini dikenal memiliki daya tahan yang luar biasa dalam mengantisipasi perubahan habitat (tempat hidup) meskipun ikan ini menyukai tipe berbatu yang berarus sedang, dasar sungai yang tidak berbatu namun bila keadaan memaksa dia mampu hidup di lumpur maupun sungai yang tercemar sampah sekalipun. Ikan ini mampu hidup didaratan selama 2 jam karena memiliki kantung udara (Vesikula Pneumatika).

Jenis Ikan ini memiliki permukaan tubuh yang licin dan berlendir serta dilengkapi sirip dengan duri yang keras dan tajam sehingga dapat menyebabkan kematian jika dimakan burung-burung air akibat tercekik. Banyaknya kematian burung akibat memakan ikan ini membuat para ahli lingkungan menggolongkan ikan ini mendapat perhatian khusus terutama pemantauan perkembangan populasinya.
Di Papua ikan ini dijumpai di kawasan Arso Koya (Kabupaten Keerom,red) juga dikawasan Rawa Biru dan TN Wasur Merauke. Pada kawasan ini keberadaannya dilaporkan pertama kali pada tahun 1970-an.

Dikawasan lain misalnya di Kalimantan, ikan ini dikenal sebagai ikan hias, namun di Papua keberadaan ikan ini tak ubah seperti ikan konsumsi biasa lainnya (lele,mujair,dll) bahkan karena seringkali menimbulkan kematian bagi unggas (burung) yang memakannya terutama dikawasan Wasur maka tak salah bila jenis ini diberi gelar Pembunuh Burung Air. (red)

Jayapura : KM Fitria Perdana Ditarik ke Demta, Penyelidikan Penyalahgunaan SKSHH Mulai Diintensifkan

(Cenderawasih Pos, 26 November 2004)
Penyelidikan kasus dugaan penyalahgunaan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dengan ditangkapnya kapal berbendera Indonesia MV. Fitria Perdana di perairan Biak yang mengangkut ribuan kubik kayu log jenis Merbau Rabu (17/11) lalu, mulai diintensifkan. Kapal yang dinahkodai A Romzen itu, Rabu (24/11) kemarin berhasil ditarik ke Pelabuhan Demta (Kabupaten Jayapura). Bahkan Tim Gabungan Ditpolair Polda Papua bersama Dinas Kehutanan Provinsi Papua, sudah turun melakukan pemeriksaan.

Rombongan tim gabungan yang dipimpin Kepala Ditpolair Polda Papua, Kombes Pol. Dwi Marsanto, itu tiba di Pelabuhan Demta sekitar pukul 12.00 WIT setelah berangkat melalui jalur darat dari Jayapura yang memakan waktu 3 jam lebih.


Ikut dalam rombongan tersebut Kasi Gakkum Ditpolair Polda AKP Robert Suweni, Pjs Kabid Humas Polda Kompol Onny Lebalauw, Kepala Seksi Pengendalian Produksi Dinas Kehutan Provinsi Papua Drs. U. Situmorang, petugas PPNS Anthon Watimuri dan seorang staf kehutanan Susilo Hadiprakoso serta Syahbandar Sarmi Israel.
Dari hasil pemeriksaan awal, menurut Kepala Ditpolair Polda Papua, Kombes Pol. Dwi Marsanto, sesuai yang tercatat dalam dokumen SKSHH, semestinya kayu yang diangkut sebanyak 860 batang atau sekitar 2772,86 M3, namun dari hasil penyelidikan sementara, diduga kuat melebihi dari ketentuan yang ada. Dari perkiraan awal kelebihan muatan kayu itu sekitar 500 M3.

Kayu itu sendiri milik Kopermas Pasarabaya yang terletak di Arso. Pemiliknya bernama Andi Sili, yang sesuai dokumen akan dibawa ke Pasuruan Jawa Timur melalui pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur.
"Sejauh ini kami masih lakukan penyelidikan apakah kayunya melebihi ketentuan SKSHH atau tidak sesuai dugaan awal. Nanti kayu-kayu ini akan kami turunkan untuk diukur dan diperiksa, baik jumlah maupun kubikasinya serta ukuran kayu,''jelasnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.
Kombes Dwi Marsanto juga membenarkan bahwa Rabu kemarin kapal tersebut telah berhasil ditarik dari Biak ke Pelabuhan Demta. ''Dengan penarikan kapal tersebut ke Demta agar memudahkan pemeriksaan," lanjutnya.

Tentang kronologis penangkapan kapal tersebut, bahwa sejak awal polisi telah curiga saat kapal tersebut memuat kayu dari Hooltekam (Kota Jayapura). Namun karena secara teknis belum memungkinkan untuk diperiksa, sehingga kapal itu masih sebatas diawasi. Namun dalam perkembangannya, ternyata kapal itu lepas dari pengawasan petugas, hingga akhirnya dilakukan pengejaran dan tertangkap di sekitar perairan Biak Numfor.
"Sampai saat ini saksi-saksi sudah kami mintai keterangan. Para saksi itu ada yang dari TKBM, Nahkoda, Mukalim I dan kopermasnya. Tapi hasil pemeriksaan itu belum kami berkaskan, karena masih dalam taraf penyelidikan. Nanti kalau terbukti bahw dari pemeriksaan melebihi ketentuan, baru kita naikkan ke penyidikan dan keterangan saksi-saksi juga di-BAP-kan," jelasnya.

Terkait dengan kasus itu, Kombes Dwi Marsanto, mengaku bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan dan pengamanan terkait berbagai tindak pidana ilegal logging yang terjadi di wilayah Papua. "Selama ini kami kurang mendapat informasi, untuk itu kami harapkan juga agar masyarakat membantu tugas Polri, karena bagaimanapun juga praktik-praktik seperti ini jelas-jelas merugikan negara dan masyarakat,"tandasnya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Pengendalian Produksi Dinas Kehutan Provinsi Papua Drs. U. Situmorang kepada Cenderawasih Pos di sela-sela pemeriksaan sampel kayu tersebut, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah pengangkutan kayu log tersebut menyalahi ketentuan SKSHH atau DHH (Daftar Hasil Hutan), sebab masih dalam diperiksa.

"Kami dari kehutanan belum bisa menduga-duga, memang dari Polda dugaannya melebihi ketentuan SKSHH, tapi nanti kami lihat dari hasil pemeriksaan, kira-kira sekitar 2 atau 3 hari lagi," ujarnya.

Namun salah satu fakta yang ditemukan di lapangan bahwa selain dugaan melebihi ketentuan SKSHH soal volume muatan kayu, juga ditemukan adanya perbedaan ukuran panjang dan diameter kayu sebagaimana tertera dalam DHH. Dari pengukuran salah satu sampel, diketahui panjang kayu sekitar 17,40 M, sedangkan dari daftar yang ada hanya sekitar 7-11 M.

"Beberapa staf baik dari polisi maupun Dinas Kehutanan tetap akan berada di Demta untuk melakukan pemeriksaan sampai selesai. Termasuk kapal dan 23 ABK terpaksa masih kita amankan hingga statusnya jelas. Kalau dari pemeriksaan nanti terbukti, tentu akan kita proses hukum," ungkapnya.(sh)

25 November 2004

Jayapura : Pangan Lokal Papua sebagai Kearifan Budaya

(www.infopapua.com, Rabu, 24 Nopember 2004 - 06:12 WIB)
Masyarakat Papua mengenal sejumlah makanan lokal, seperti sagu, ubi jalar, keladi, singkong, dan pisang. Tetapi hanya dua jenis makanan yang begitu populer, yakni sagu bagi masyarakat pantai dan ubi jalar untuk masyarakat pedalaman.


Dari hari ke hari makanan lokal itu diabaikan di mana pemerintah mulai mensosialisasikan pola makan beras. Runyamnya, budidaya padi di kalangan petani lokal tidak bisa dikembangkan.

Direktur Lembaga Pengembangan Penelitian Universitas Cenderawasih (Uncen) Dr Josh Mansoben di Jayapura pekan lalu mengatakan, hasil penelitian sejumlah dosen Uncen menunjukkan, kecenderungan masyarakat Papua mengonsumsi beras terus meningkat setiap tahun dibanding makanan lokal. Bahkan, ada sebagian penduduk Papua tidak lagi berupaya menanam pangan lokal, dengan alasan akan membeli beras.

Padahal, pangan lokal seperti ubi jalar, keladi, pisang, singkong dan sagu sudah dikenal masyarakat sejak nenek moyang. Makanan ini dari turun-temurun dikenal orang Papua. Bahkan, sagu memiliki nilai budaya dan tradisi yang sangat tinggi karena mengandung unsur mistis dan magis.

Data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 1996-1998, produksi ubi jalar di Papua sebanyak 435.000 ton. Tetapi jumlah ini terus menurun setiap tahun. Pada tahun 1999-2001 hanya mencapai 340.000 ton. Tahun 2003 lebih parah lagi dengan jumlah produksi hanya Rp 250.000 ton. Produksi ubi jalar terbesar di daerah Pegunungan Tengah (Paniai, Puncak Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Yahokimo, Pegunungan Bintang, dan Nabire).

Masyarakat Pegunungan Tengah terutama di Lembah Baliem (Jayawijaya) menyebut ubi jalar dengan sebutan hipere. Penduduk suku Kurima (Jayawijaya) menyebut supuru, dan penduduk di Tiom menyebut mbi. Ubi jalar asal Baliem, termasuk jenis raksasa dengan panjang 2 meter dan garis tengah mencapai 30 cm, dan beratnya mencapai 15 kg.

Orang pedalaman mengenal ratusan jenis ubi jalar sesuai dengan nama yang diberikan sendiri. Terkadang dalam satu bedeng berukuran 10 meter x 20 meter ditanam lebih dari 20 jenis ubi jalar. Penanaman dilakukan bervariasi. Bila larik pertama ditanami jenis ubi jalar jenis saporeken, musan, sapoleleke, dan pilhabaru, maka larik berikutnya ditanami jenis lain. Variasi jenis tanaman ini dimaksudkan agar tidak bosan mengonsumsi satu jenis ubi jalar tertentu. Karena rasa dan aroma setiap ubi jalar berbedaUbi jalar ini mendominasi seluruh areal ladang masyarakat di Jayawijaya. Di antara tanaman ubi jalar, ditanami sayur kol dan wortel. Biasanya masyarakat Pegunungan Tengah menanam ubi jalar dalam bentuk bedeng-bedeng dengan jarak 1 meter x 1 meter.Cara penanamannya pun tidak memerlukan perawatan khusus. Agar isi ubi jalar bisa besar diperlukan rambatan dan intensitas cahaya matahari cukup tinggi agar proses fotosintesis dapat berlangsung aman.

Pengetahuan masyarakat Pegunungan Tengah mengenai manfaat ubi termasuk tinggi. Bagi anak-anak atau bayi biasanya diberikan jenis walelum karena teksturnya halus, tidak berserat dan mengandung betakarotein tinggi. Jenis helalekue dan arugulek dikonsumsi oleh orang dewasa, dan untuk makanan ternak (babi) biasanya diberikan jenis musan, yang tidak bercitarasa dan kulitnya tampak pecah-pecah.

"Di sini ada kearifan budaya lokal Papua yang tidak begitu saja digantikan oleh beras. Makanan–makanan tradisional ini memiliki legenda, adat dan budaya yang semestinya harus dipertahankan dan dilestarikan, di samping memasukkan jenis makanan dari luar," kata Mansoben.

Penelitian Uncen itu menyebutkan, di Papua terdapat 681 jenis umbi-umbian. Dari jumlah itu sekitar 15 persen di antaranya setelah diteliti ternyata memiliki sejumlah kesamaan. Penelitian itu terfokus pada jenis daun, tulang daun, warna kulit, dan daging umbi.

Ubi jalar dapat dipanen antara 6 dan 8 bulan, tergantung jenis tanah, sinar matahari, dan jenis ubi. Tanah berhumus dengan tingkat kelembaban cukup tinggi, mempercepat ubi berisi dan dalam waktu enam bulan dapat dipanen. Masyarakat Pegunungan Tengah hanya mengonsumsi ubi jalar dengan cara direbus, dibakar, dan sebagian dijemur di sinar matahari kemudian disimpan. Belum ada yang mencoba mengelola ubi jalar untuk bahan kue.Ubi jalar termasuk tidak tahan terhadap proses pembusukan dan ulat ubi. Makin lama disimpan citarasa dan aromanya terus menurun. Malah bila disimpan di tempat yang lembab menjadi tumbuh, berkecambah. Karena itu, ribuan ton ubi jalar milik petani di Pegunungan Tengah sering rusak dan membusuk. Ubi jalar hanya bertahan 3-4 bulan jika disimpan di tempat dengan suhu udara 20-30 derajat Celsius.

Keladi, singkong, dan pisang hanya sebagai makanan pengganti ubi jalar bagi masyarakat Pegunungan Tengah dan sagu bagi masyarakat pantai (Jayapura, Biak, Sorong, Manokwari, dan Mimika). Masyarakat pantai pun sebagian mengonsumsi ubi jalar, keladi dan pisang, tetapi sagu jarang dikonsumsi masyarakat Pegunungan Tengah.

PAPUA adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi sagu terbesar, bahkan terluas di seluruh dunia. Luas lahan sagu 771.716 hektar atau sekitar 85 persen dari luas hutan sagu nasional. Wilayah sebarannya di Waropen Bawah, Sarmi, Asmat, Merauke, Sorong, Jayapura, Manokwari, Bintuni, Inawatan, dan daerah yang belum terinventarisasi.

Di Asmat sagu sebagai makanan khas pemberian nenek moyang. Pada zaman dulu, menokok sagu harus diawali dengan upacara adat agar nenek moyang yang menjaga sagu itu dapat memberikan sari yang bagus dan dapat dikonsumsi untuk pertumbuhan dan kesehatan seluruh isi keluarga.

Data dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Jayapura, luas lahan sagu di Jayapura 38.670 ha, terdiri dari 14.000 ha areal budidaya dan sisanya areal hutan sagu alam. Dari areal ini diperoleh tepung sagu sebanyak 6.546 ton, sebanyak 62,98 persen di antaranya dijadikan stok pangan penduduk kabupaten Jayapura, sisanya untuk bahan makanan penduduk kota Jayapura. Produksi sagu di Papua diperkirakan 1,2 juta ton setiap tahun.Sementara itu, sekitar 4,8 juta ton sagu terbuang cuma-cuma karena tidak difungsikan. Pokok sagu dibiarkan sampai tua karena pengetahuan mengenai pengelolaan sagu masih terbatas, proses mengambil sari sagu butuh waktu lama dan butuh tenaga yang kuat.

Padahal, sagu tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga digunakan untuk produk industri modern, seperti proses pembuatan kayu lapis, sohun, kerupuk, kue kering, jeli. Di Jepang pati sagu setelah dicampur dengan bahan tertentu digunakan untuk bahan baku plastik daur ulang, lampu komputer, dan layar flat monitor TV.Upaya memanfaatkan sagu Papua pernah dilakukan pemda setempat dengan mendatangkan investor. Misalnya, PT Sagindo Sari Lestari yang mengelola ribuan hektar hutan sagu di Bintuni tahun 1998. Namun, perusahaan tersebut bangkrut karena nilai jual tidak setara dengan biaya produksi.

Ini terjadi karena perusahaan itu hanya mengelola sagu untuk kebutuhan kayu lapis di salah satu daerah di Jawa Timur, yang cukup jauh dari Papua sehingga dari sisi harga kurang menguntungkan. Sementara itu, mengekspor sagu waktu itu pun tidak mudah karena harus melalui proses izin yang berbelit-belit dan merugikan perusahaan itu sendiri.

KETUA Umum Himpunan Kerukunan Tani dan Nelayan Nasional Siswono Yudhohusodo saat berceramah di Koya Timur, Jayapura, beberapa waktu lalu, mengatakan, pola makan beras yang disosialisasikan pemerintah telah merusak sejumlah ketahanan pangan nasional. Masyarakat Madura dan NTT yang mengonsumsi jagung, masyarakat Papua dan Maluku yang mengonsumsi sagu dan umbi-umbian telah beralih ke beras.Kondisi ini sangat memprihatinkan. Proses itu telah menghilangkan pola makan makanan lokal, yang telah dicanangkan sebagai ketahanan pangan nasional. Ada pemahaman yang keliru, beras adalah makanan orang modern, makanan pejabat, dan orang terkemuka. Mengonsumsi beras status sosial akan meningkat. Makanan lokal lain seperti ubi, sagu, pisang dan jagung adalah makanan orang miskin, tertinggal, makanan ternak.

Pandangan ini ditunjang dengan perilaku sejumlah pejabat dan orang asli Papua. Sebelum menjadi pejabat atau orang terkenal, mereka mengonsumsi umbi-umbian dan sagu, setelah menjadi pegawai negeri dan pejabat, pola hidup mereka berubah. Mereka lebih sering makan di restoran dan warung makan dibanding menikmati masakan khas Papua, seperti sagu dan umbi-umbian.Beras sebetulnya dikenal masyarakat Papua sejak tahun 1963 ketika sebagian penduduk Indonesia dari suku lain mulai berdomisili di daerah itu, sebagai tenaga relawan, TNI, dan staf pemerintahan. Mereka datang ke Papua membawa beras sebagai bekal. Hanya penduduk pesisir Merauke yang sudah mengenal beras melalui para misionaris sejak tahun 1800-an. Sejak saat itu pula petani Merauke memiliki keterampilan budidaya padi sampai hari ini. (KORNELIS KEWA AMA) -sumber: kompas-

23 November 2004

Jayapura : Kapal Asing yang Ditangkap di Sarmi, Digeser ke Jayapura

(Cenderawasih Pos, 22 November 2004)
Penyidikan atas kasus dugaan pelanggaran izin berlayar sebuah kapal asing berbendera Malaysia bernama Godri Dua yang ditangkap polisi di perairan Sarmi, makin diintensifkan. Fan guna mempermudah penyidikan, maka Sabtu kemarin kapal tersebut digeser ke Pelabuhan Porasko, Jayapura. Sementara sejumlah alat berat dan 9 ABK yang dijadikan tersangka diamankan penyidik. Kapal yang tiba di Jayapura Sabtu (20/11) pagi sekitar pukul 06.00 WIT itu, masih dinahkodai oleh Ferdinand Tauran (master). Setelah berhasil sandar di Pelabuhan Porasko, nahkoda kapal langsung turun untuk bertemu

Kapolda Papua Brigjen Pol. Drs. D. Sumantyawan HS, SH yang Sabtu kemarin secara khusus menyempatkan diri untuk melihat kapal asing bermasalah tersebut.
Di Dermaga Pelabuhan Porasko itu, Ferdinand Tauran mengakui adanya sejumlah pelanggaran baik terkait izin berlayar maupun izin pengangkutan alat berat tersebut. Namun pria asal Manado ini mengatakan bahwa persoalan ini adalah urusan agent yang semestinya mengatur dan mengurus administrasi perizinan. Ferdinand Tauran juga mengaku bahwa semenjak kapal tersebut harus berurusan dengan pihak berwajib, agent yang mempekerjakan dirinya dan kini berada di Sarmi itu, justru mentelantarkan hingga akhirnya mereka tertangkap polisi sampai saat ini. “Ya, memang begitu, pelanggarannya karena muatannya tidak ada dokumennya dan sampai sekarang kapal tidak punya PPKA (ijin berlayar), ini kapal carter orang Malaysia di Sarmi. Saya juga sudah katakan pada agent walaupun sudah ada muatan, tapi kalau tidak ada Custem Permit Vill of Reading, saya tidak akan berangkat karena nanti di luar negeri muatannya dicekking. Apalagi ini ada orang asing, saya bilang mestinya ke Inigrasi Jayapura. Karena kapal sudah di Indonesia, maka berlaku hukum Indonesia. Terus terang saya sudah bilang ke agent, tapi tidak diperhatikan kahirnya kami sebagai orang kapal yang susah,”paparnya di hadapan Kapolda.

Kendati begitu, ia mengungkapkan bahwa Kapal Godri Dua sendiri secara internasional telah dilengkapi sertifikat International Safety Management Coast yang merupakan dokumen yang harus dimiliki sebuah kapal dalam pelayaran intenasional. Sementara itu dari pantauan Cenderawasih Pos, kesembilan ABK yang terdiri dari 3 warga negara Indonesia, 5 warga Malaysia dan 1 warga Philipina masih berada di kapal. Mereka, khususnya warga asing tak diperbolehkan turun dari kapal, lantaran tidak mempunyai izin dan dokumen keimigrasian. Termasuk 18 unit alat berat berupa 8 unit tractor Komatzu tipe D 70 LE, 3 unit Whell Loader tipa 966 E, 1 unit motor reader Kom, 1 unit Exavator, 1 unit Truk Nissan TZA 52 dan 4 unit Logging Trailer Volvo juga masih berada di atas kapal.

Kapolda Papua Brigjen Pol.Drs. D. Sumantyawan HS, SH kepada wartawan menyatakan, atas kasus ini, pihaknya masih terus meningkatkan upaya penyidikan termasuk menyita kapal dan semua barang bukti. “Kami akan selidiki pelanggaran perizinan berlayarnya. Selain itu kapal ini membawa beberapa alat berat yang diduga akan digunakan untuk kegiatan ilegal logging,”kata Kapolda. Untuk tersangka, lanjut Kapolda, akan dilihat dari perkembangan penyidikan. “Untuk penetapan siapa tersangkanya nanti tergantung perkembangan penyidikan. Termasuk siapa yang melakukan ilegal logging akan kita kembangkan,”ungkapnya. Disinggung soal nasib para Kopermas di Sarmi yang melaporkan ratusan meter kubik kayunya telah dibawa lari oleh PT. Jutha Daya Perkasa yang kabarnya telah dibawa ke Surabaya, Kapolda mengatakan bahwa kasus itu masih diselidiki. Namun Kapolda mengakui, jika melihat kondisinya, maka alat-alat berat ini telah digunakan untuk praktek penebangan. Malah ada informasi yang diterimanya, alat-alat berat itu rencananya akan di bawa ke PNG tepatnya di Kepulauan Solomon. “Justru itu berawal dari ditemukannya kapal dengan yang memuat alat berat yang diduga digunakan untuk melakukan penebangan, akan kita cek apakah penebangan ini legal atau ilegal.,”ungkapnya.

Sementara itu menyoal tentang penangkapan sebuah kapal bernama KM Fitria Perdana di Biak yang diduga mengangkut kayu melebihi ketentuan dalam SKSHH, Kapolda mengatakan, kapa tersebut awalnya ditangkap di perairan Holtekam, namun dalam proses penyelidikan, kapal itu sempat kabur hingga akhirnya ditangkap lagi di perairan Biak. “Hasil pemeriksaan sementara, muatan kapal berupa kayu itu ternyata melebihi dari ketentuan dalam SKSHH. Kelebihannya jauh dari batas-batas toleransi. Dan kapalnya sedang kita coba tarik ke Demta, agar kayu ini lebih mudah dipindahkan dari kapal untuk penyelidikan,”ucapnya. (sh)

Jakarta : Terkait "Illegal Logging", Perwira Polisi Menyerahkan Diri

( Sumber : www.kompas.com, 22 Nopember 2004)
Jakarta, Kompas - Inspektur Satu Ansar Johar, mantan Kepala Urusan Bina Operasi Kepolisian Resor Sorong, Provinsi Papua, pekan lalu menyerahkan diri ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI. Penyerahan diri Ansar Johar ini bisa menjadi langkah awal bagi jajaran Polri untuk membongkar kejahatan penebangan liar (illegal logging) yang juga menjadi agenda prioritas dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ansar Johar yang kini ditahan di Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Bareskrim Mabes Polri) itu memang hanya perwira pertama, tetapi pengusutan secara serius atas dirinya akan bisa menguak keterlibatan para perwira Polri yang lebih tinggi.

Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung, Minggu (21/11), mengatakan, penyidik Bareskrim kini tengah memeriksa Ansar secara intensif.
Ansar seharusnya sudah lama-setidaknya sejak tahun 2002-2003-diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Papua. Namun, ia tidak pernah muncul hingga dinyatakan sebagai desertir.

"Karena lama menghilang, dia jadi takut datang untuk diperiksa di Polda Papua. Akhirnya (dia) menyerahkan diri ke Mabes (Polri), dan sekarang di rumah tahanan," katanya.
Kepala Pusat Provoost Divisi Propam Polri Brigadir Jenderal (Pol) Raziman Tarigan menyebut sejumlah kesalahan Ansar. Selain desersi (absen dari tugas tanpa pemberitahuan), ia juga memfitnah atasannya di Polda Papua (waktu itu), dan terlibat persekongkolan untuk melepas barang bukti berupa kayu ilegal.

Terungkapnya kasus illegal logging itu bermula dari pengaduan seseorang bernama Felix. Ia merasa dirugikan karena kayu miliknya dijadikan barang bukti kasus kriminal oleh penyidik Kepolisian Resor (Polres) Sorong tanpa bukti yang kuat.
"Selidik punya selidik, ternyata kayu milik Felix itu dijadikan pengganti kayu di Kapal MF Africa, yang sebenarnya ilegal," kata Tarigan yang saat itu (2001) menjabat Wakil Kepala Polda Papua.
Kepala Polda Papua (waktu itu) Inspektur Jenderal Made Mangku Pastika memerintahkan agar kayu di kapal tersebut disita. Untuk memenuhi perintah Kepala Polda itu, kayu milik Felix dijadikan barang bukti.


Berdasarkan pemeriksaan Propam dan Bareskrim terhadap seorang bintara yang ikut melepas kayu dari MF Africa itu, diketahui Ansar terlibat.
Tak berapa lama setelah kayu dilepas, Ansar dan Kepala Polres Sorong (waktu itu) Ajun Komisaris Besar FAN menyebarkan surat ke berbagai pihak di lingkungan Polri. Isinya, barang bukti itu dilepas atas restu Wakil Kepala Polda Papua, yakni Raziman Tarigan. Pasalnya, sudah ada kiriman uang Rp 700 juta ke rekening Tarigan.

"Saya yang disebut-sebut menerima uang itu kemudian mengejar informasi sebenarnya. Setelah bukti transfer rekening itu diselidiki, itu bukti pengiriman tahun 1998. Nah, saya kan belum menjabat tahun 1998. Saya baru mulai menjabat tahun 2001. Di bukti transfer itu juga tidak ada nama. Hanya tertulis Wakil Kepala Polda Papua," katanya. Dari penelusuran Kompas, Wakil Kepala Polda Papua tahun 1998 adalah Brigjen (Pol) MM.

Menurut Tarigan, penanganan kasus itu oleh Bareskrim sangat lamban. Sebab, bukti hukum berupa surat transfer sudah lama diketahui bertahun 1998. "Jadi mantan Kepala Polres Sorong Ajun Komisaris Besar FAN sudah bisa ditindak. Saya heran mengapa begitu lamban," katanya.
Setidaknya pada tahun 2002 di Sorong setiap hari ratusan anggota masyarakat pemilik hak ulayat berjubel di Kantor Dinas Kehutanan untuk memproses izin pemanfaatan kayu masyarakat adat. Setelah mengantongi izin, warga mulai mencari pengusaha (bapak angkat) untuk bekerja sama mengelola lahan yang dalam praktiknya hanya menebangi kayu.

Data yang dihimpun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua dan Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi HAM) Papua menyebutkan, pada 2001-2004 ada 20 kasus illegal logging yang ditangani Polda Papua.
Tahun 2001, delapan kasus dengan delapan tersangka warga negara Indonesia. Barang yang disita mencapai 7.000 meter kubik kayu merbau. Pada 2002 terdapat tujuh kasus dengan 10 tersangka warga Indonesia, dengan barang bukti 13.000 meter kubik kayu bulat merbau. Polisi juga menyita 34 alat berat dan 1.000 meter kubik kayu olahan merbau.

Tahun 2003 terdapat dua kasus di Merdey, Kabupaten Bintuni yang melibatkan 17 warga Malaysia dan tiga warga Indonesia. Polda Papua menyita 77 alat berat dan 5.000 meter kubik kayu log jenis merbau.
Januari 2004, TNI AL menangkap kapal asing berbendera Vietnam yang mengangkut ribuan meter kubik kayu dari Sorong. Kerugian negara akibat illegal logging ini mencapai Rp 17 miliar.

Hanya dengan sikap keras
Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim menuturkan, kasus illegal logging yang banyak terjadi di Indonesia hanya dapat diatasi oleh sikap keras pemerintah pusat. "Kasus ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pernyataan. Presiden harus mengirim pasukan khusus untuk menjaga hutan dan menangkap pelaku penebangan liar," kata Emil Salim di sela-sela Kongres Konservasi Dunia di Bangkok, Thailand, Sabtu (20/11).

Sikap keras pemerintah pusat ini perlu diambil, lanjut Emil, karena praktik illegal logging disinyalir telah melibatkan banyak penguasa dan pejabat daerah. Bahkan, Menteri Kehutanan MS Kaban saat meninjau obyek wisata Bukit Lawang, Langkat, dan Tobasa, pekan lalu menyatakan keterlibatan sejumlah kepala daerah di Sumatera Utara dalam penebangan hutan secara ilegal, yakni dengan berlindung di balik Undang-Undang Otonomi Daerah, yang berhak memberikan izin HPH seluas 100 hektar kepada perusahaan.
Meski demikian, ia mengatakan tidak akan berkompromi terhadap keterlibatan aparat itu.
Dari Kalimantan dilaporkan, selain dari Kalimantan Barat, ternyata Negara Bagian Sarawak, Malaysia timur, kini juga menjadi tempat penampungan kayu hasil tebangan liar dari berbagai daerah di Tanah Air yang diselundupkan melalui laut. Penyelundupan kayu liar tidak dalam bentuk kayu olahan atau gergajian, tetapi juga kayu bulat. Dalam setahun terakhir, pasokan kayu ilegal terbesar kedua setelah Pulau Kalimantan ke Sarawak adalah dari Papua.

Berdasarkan pemantauan di beberapa pelabuhan laut di Sarawak, yang menjadi tempat penampungan kayu ilegal asal Indonesia itu di antaranya Pelabuhan Semantan, Pelabuhan Sibu, dan Miri. Semua kayu yang menumpuk di ketiga pelabuhan tersebut berasal dari Indonesia, lalu dikenai pungutan cukai oleh Pemerintah Malaysia, dan kayu itu pun dianggap sebagai kayu resmi.(NWO/FUL/THY/AIK/KOR/ADP)

19 November 2004

Jayapura : Polda Papua Sita 4.000 m3 kayu

(Media Indonesia, 18 Nopember 2004)
Polda Papua baru-baru ini menyita sedikitnya 935 batang kayu log atau sekitar 4.000 meter kubik (m3) dari kegiatan illegal logging yang diduga dilakukan oleh PT Agrindo Rimba Sempura (ARS) di kawasan hutan Maimai, Kabupaten Kaimana. Selain itu, Polda juga menyita 27 alat berat sebagai barang bukti.

Kapolda Papua Brigjen D Sumantyawan HS mengatakan pihaknya juga telah menangkap Harjanto, Pimpinan PT ARS Cabang Papua. Sampai saat ini sedikitnya 16 orang saksi dimintai keterangan.

Menurut Sumantyawan, selaian Harjanto, pihaknya juga mencari tiga tersangka lainnya. Mereka adalah Direktur PT ARS Pusat, Marsiadi, pemilik modal, Tanoto Susanto alias Aleng, dan Mandor Lapangan, Yunus Kenny Lee Bin Abdullah (warga negara Malaysia). Ketiga tersangka ini, kata Sumantyawan, diduga kini sedang berada di luar wilayah kerja Polda Papua.

Sumantyawan menambahkan, PT ARS tidak memiliki izin dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan kayu di kawasan hutan Maimai, Kabupaten Kaimana,

Sedangkan soal keterlibatan oknum TNI dan polisi dalam kegiatan bisnis kayu gaharu di Distrik Assue, Kabupaten Mappi dibenarkan oleh Sumantyawan dan Kasdam XVII/Trikora Brigjen G Manurung dalam pertemuan dengan perwakilan pengunjung rasa dari Forum Peduli Assue yang dipimpin Ketua DPRD Papua John Ibo di Jayapura, kemarin.

"Apa yang dilaporkan itu sudah kami cek kepada staf kami melalui Kapolres Merauke, dan memang indikasi kuat keterlibatan oknum aparat keamanan dalam perdagangan kayu gaharu secara ilegal," ucap Sumantyawan.

Sementara itu, Suhandi, seorang pengusaha yang memenangkan tender pelelangan alat-alat berat yang menjadi barang bukti perkara illegal logging sebesar Rp10,01 miliar menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri Sorong yang menyita barang-barang yang sudah dilelang tersebut.

''Tindakan tersebut secara tak langsung memberi angin kepada para pelaku tindak pidana illegal logging yang rata-rata adalah warga negara asing (Malaysia),'' kata Suhandi kepada pers di Jakarta, kemarin. (DY/MY/Hil/N-3)

11 November 2004

Jayapura : Era baru Pengelolaan Hutan Adat di Papua

(Infopapua.com, Senin, 25 Oktober 2004 - 07:37 WIB)
Pemetaaan Tanah dan Hutan Adat secara partisipatif dan multi pihak, gerakan awal membangun kesepahaman dan kesepakatan baru dalam penetapan tata batas wilayah hutan dan pemilikan adat menurut suku-suku yang bermungkim didalam maupun sekitar hutan.

Demikian upaya yang dilaksanakan atas kerja sama pt. PPMA dengan Dinas Kehutanan, BPKH, BAPEDA Kabupaten Jayapura dan YPLHC dalam bentuk konsorsium.Keseluruhan kegiatan ini disponsori oleh Departement For Internacional Development (DFID) salah satu lembaga donor dari Inggris.

Dari sisi lingkungan, yang menjadi pertimbangan penting adalah membendung meningkatnya angka penggundulan hutan di Papua, dan implementasi hak masyarakat adat menuju transformasi ilmu pengetahuan. Pemetaan ini dilaksanakan di beberapa wilayah bersama masyarakat pemilik dan penduduk yang berada pada kawasan yang dipetakan wilayah adatnya, serta melibatkan pihak lain yang berkepentingan dan mempunyai keahlian dalam hal tersebut.

Peralatan yang dipergunakan masih sangat sederhana disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan masyarakat setempat terutama dalam pengambilan data mengenai kondisi social, budaya, ekonomi dan pengukuran serta penetapan batas.

Sasarannya adalah menghasilkan peta yang dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan dan penataan hutan di Papua. Keluaran dari kegiatan ini adalah rizalah peta dalam waktu singkat dan tepat serta mendapat pengakuan dari berbagai pihak, walaupun dari sisi harga-membutuhkan biaya yang tinggi. Pemetaan partisipatif ini, dilaksanakan dengan pendekatan wilayah yang meliputi Wilayah adat, Distrik, Kabupaten dan Kota.

Keseluruhan peta menggambarkan kondisi lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan fisik-ekosistem. Hingga saat ini, luasan wilayah yang telah dipetakan seluas 100.000 hektar, meliputi 24 Kampung pada dua distrik, yaitu Distrik Demta dan Sentani Barat. Daerah-darah spesifik lain yang akan dipetakan adalah Kabupaten Serui, Wamena, Jayapura dan Kabupaten Bintuni. (Koen's)
sumber: cepos

10 November 2004

Jayapura : Kajati Papua Usut Mantan Kapolres Sorong

(Suara Pembaruan, 9 Nopember 2004)
Mantan Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Sorong, Papua, AKBP Faisal Abdul Nasir yang saat ini bertugas di Mabes Polri harus berurusan dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua. Faisal Abdul Nasir diduga kuat terlibat kasus pembalakan liar (illegal logging) pada tahun 2002 ketika masih menjabat sebagai Kapolres Sorong.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua, Soehartoyo SH yang ditemui Pembaruan di Jayapura, Senin (8/11) siang membenarkan adanya proses hukum terhadap aparat Faisal yang notabene penegak hukum itu. ''Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya telah selesai diproses di Mabes Polri dan sudah sampai ke Kejati Papua 19 Oktober lalu, '' kata Soehartoyo SH.

Dikatakan, mantan Kapolres ini membuat laporan palsu terhadap atasannya. Ini yang didakwakan pada Faisal. Hasil penyidikannya sudah dikirim ke sini dan menjadi berkas, dan sudah diteliti Kejati. Lalu sesudah diteliti ternyata ada kekurangan.

Serahkan Tersangka
''Kita kembalikan agar dilengkapi. Nah sekarang petunjuk sudah dilengkapi dikirim lagi ke sini, dan kita sudah menyatakan lengkap P21. Sesudah itu kita menunggu agar Mabes Polri menyerahkan tersangkanya beserta barang bukti ke sini. Pokoknya kita tunggu lagi ,'' ujar Kajati.

Tentang dugaan keterlibatan langsung Faisal dalam kasus pembalakan liar yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 20 miliar, Kajati menyatakan, kasusnya belum sejauh itu. Diakui, bisa saja kasusnya berkembang ke arah sana, namun dakwaan sementara baru pada laporan palsu ke atasan dalam kasus pembalakan liar (illegal logging) itu.

Sementara itu, Aspidum Kajati Papua, Mangiring Siahaan SH kepada Pembaruan, mengatakan, materi dakwaan yang sedang dituduhkan kepada Faisal belum sampai pada kasus yang merugikan negara sebesar Rp 20 miliar. ''Sementara yang kita sangkakan adalah laporan palsu dan penghilangan barang bukti,'' ujarnya.

Mangiring mengungkapkan, mantan Kapolres yang kini bertugas Bareskrim Mabes Polri ini, saat itu membuat laporan kepada atasannya seakan-akan benar dia menjalankan perintah, mengamankan barang bukti dari kapal MF Africa. Laporan yang dia buat ternyata tidak benar isinya. Untuk mengelabui atasan, dia mengambil barang orang lain, dan menuduh orang lain yang mencuri barang itu. (ROB/M-15)

06 November 2004

Sorong : Faisal Ngaku tak Terlibat : “ Teman-teman waktu itu kan Tahu Saya Lagi Naik Haji ”

(Radar Sorong, Jumat, 5 Nov 2004)
Sorong, Mantan Kapolres Sorong AKBP H Faisal AN, yang diduga terlibat dalam kasus illegal logging dan kaburnya MV Africa yang memuat ribuan meter kubik kayu merbau dari sorong, menyatakan siap mengikuti persidangan yang akan digelar disorong. Dan dirinya juga siap memberikan keterangan yang sebenarnya soal kaburnya MV Africa tersebut.

”Saya siap, dan silahkan saja. Justru nanti dipersidangan, akan saya beberkan semuanya kok. Tapi perlu dijelaskan ya, saya tidak terlibat, sebab pada saat itu saya sedang naik haji. Kan teman-teman wartawan juga tahu saya naik haji. Terus apa hubungan saya naik haji dengan kaburnya barang bukti (BB) MV Africa dengan kayunya,” kata AKBP Faisal AN kepada Radar Sorong, Kamis kemarin (4/11) via Handphone Sorong Jakarta.
Selanjutnya, Faisal menceritakan kronologis kaburnya MV Africa keluar negeri tersebut bahwa, dirinya mendapatkan laporan dan bukti-bukti, bagaimana Wakapolres Kompol I Putu Mahasena memerintahkan menurunkan kayu, dan bagaimana malamnya harinya MV Africa dibawa kabur sama Kaur Serse Polres Iptu Anshar Djohar.

”Jadi saya ada bukti yang otentik, jadi saya akan beberkan semuanya. Dan saya tidak terlibat dan tidak tahu tentang kaburnya MV Africa tersebut. Dimana Anshar Djohar sendiri yang menurunkan anggota Polair yang PAM diatas kapal MV Africa atas perintah wakapolres. Sedangkan saya sedang berada ditanah suci.” kata Faisal serius.
Apa yang akan beberkan nanti ? kata dia, bahwa tidak etis berbicara dengan wartawan via handphone, tetapi paling etis kalau wartawan Radar Sorong sendiri yang datang kejakarta, barulah saya beberkan datanya. ”Kita ketemu disini baru saya beberkan, karena saya tetap menjalankan tugas sebagai anggota reskrim di Mabes Polri. Saya senang kok, dengan teman-teman wartawan di Sorong. Karena saya juga mantan Kadispen Polda Papua, jadi dekat dengan wartawan” kata Faisal dengan nada akrab.

Jadi tidak gentar pak ? jawab dia, bahwa buat apa gentar menghadapi yang tidak dilakukaknya. ”saya tidak gentar kok, bahkan saya akan beberkan seperti yang tadi saya katakan sama anda, kan anda sendiri tahu, waktu itu saya masih menjabat Kapolres Sorong, saat diwawancarai dan ditanyai wartawan Radar Sorong soal keterlibatan saya dengan MV Africa. Saya katakan bahwa, saya tidak terlibat,” katanya. (mul-wartawan Radar Sorong)

04 November 2004

Jakarta : BAP Mantan Kaplores Sorong selesai, bahkan telah diserahkan ke Kejaksaan

(Cenderawasih Pos, 3 November 2004)
Jakarta- Tampaknya mantan Kapolres Sorong, AKBP Faisal Abdul Nasir, perwira polisi yang terlibat ilegal logging, tak lama lagi akan duduk di kursi pesakitan. Pasalnya Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Suyitno Landung, mengaku telah menyelesaikan berkas perkaranya (BAP). “Kasus itu telah kita proses. Berkas perkaranya telah kita selesaikan,”ujarnya saat dikonfirmasi di Mabes Polri kemarin.

Bahkan, jelas Suyitno, berkas itu sudah diserahkan ke Kejaksaan Sorong. “Dalam waktu dekat, tersangka akan kita serahkan beserta barang buktinya,”imbuh jenderal polisi bintang tiga ini. Hanya saja, saat menyampaikan keterangan ini, Suyitno terlihat emosional. Agaknya dia tidak begitu senang ketika diminta memberi penjelasan soal tersebut. “Wartawan sepertinya senang kalau ada polisi yang terlibat masalah. Apalagi, sudah ada yang menyebut nama tersangka secara lengkap padahal belum tentu terbukti di persidangan,”gerutu Suyitno. Entah mengapa Suyitno bersikap emosional. Namun, sangat mungkin dia kecewa karena di tengah-tengah upaya keras polisi memberantas ilegal logging, malah ada anggota Polri yang terlibat. Mungkin juga dia tersinggung selama ini polisi kerap dituding membeking illegal loggers. Seperti diberitakak koran ini kemarin, Faisal diduga terlibat penggelapan barang bukti kayu ramin bernilai Rp. 20 M. posisi kasusnya, sekitar tahun 2002, muncul kasus kepemilikan kayu tidak sah yang melibatkan warga Malaysia. Kasus itu kemudian dilimpahkan ke Polres Sorong karena TKP penangkapan di wilayah Polres Sorong. Anehnya, kayu berjumlah 12 ribu ton meter kubik itu entah bagaiman menjadi tidak jelas keberadaannya. Faisal yang menjabat sebagai Kapolres Sorong kemudian diperiksa Provost Mabes Polri. Karena kasus itu pula, Faisal kemudian dimutasi menjadi penyidik Bareskrim Mabes Polri. Kabareskrim Suyitno Landung menegaskan, Polri tidak akan segan-segan mengambil sikap bila terbukti anggotanya yang berbuat salah. “Kalau kemudian anggota itu (Faisal) terbukti bersalah, ya kita terapkan sanksi,”ujar Suyitno tegas.

Skala Prioritas
Ditempat terpisah, bekas Sekjen Departemen Kehutanan Suripto mengaku respek atas rencana gebrakan Menhut baru MS Kaban yang akan memberantas praktik illegal loging (pencurian kayu) di berbagai wilayah Indonesia. Tapi, karena praktik illegal loging terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, Suripto menyarankan Menhut menggunakan skala prioritas. Mengapa? Karena tidak semua wilayah bisa diberantas secara bersamaan. “Harus ada satu wilayah yang dijadikan sasaran pemberantasan praktik illegal loging secara serius. Tujuannya membuat shock terapy pelaku illegal loging di wilayah lain, “ungkap Suripto kepada JPNN di Gedung DPR kemarin.

Selain itu, Menhut harus pandai-pandai merangkul masyarakat sekitar wilayah yang dijadikan praktik illegal loging. Masyarakat harus disadarkan betapa dahsyat kerusakan akibat penebangan liar. Selain bisa merusak lingkungan dan sumberalam juga menganggu sumber mata pencaharian penduduk setempat akibat rusaknya ekosistem. Juga bisa menggandeng pemda setempat dan aparat baik militer maupun polisi. Mengapa? Karena para cukong juga punya beking cukup kuat mulai preman, oknum militer dan oknum polisi maupun pejabat sipil. “Mustahil bisa memebrantas praktik illegal loging tanpa melibatkan dukungan militer atau polisi, “ingatnya. Suripto lalu menceritakan pengalamannya saat menjadi Sekjen Dephut dan melakukan pemberantasan praktik illegal loging di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di kalimantan Timur, tepatnya sepanjang perbatasan Tebedu. Saat itu Suripto minta back-up kesatuan Kostrad. Itu dilakukan karena para cukong yang melakukan illegal loging di perbatasan didukung tentara Diraja Malaysia yang menyamar dengan menggunakan pakaian sipil. Oknum tntara Diraja Malaysia mengawal kendaraan angkut berat, traktor, elevator milik cukong yang mengangkut kayu hasil jarahan dari Indonesia ke Malaysia. “Tanpa di back-up militer bagaimana kami bisa menghadapi oknum Tentara Diraja Malaysia yang menyamar sebagai preman,”ungkapnya. Lalu, wilayah mana yang harus segera dilakukan pemberantasan illegal loging oleh Menhut? Suripto menyarankan, masih sekitar perbatasan Malaysia-Indonesia, tepatnya di sepanjang perbatasan Entikong, Kalimantan Barat. “Saya dengar wilayah itu paling tinggi tingkat pencurian kayunya,”ungkap Suripto. Akibat praktik illegal loging lanjut Suripto, indonesia tak hanya kehilangan jutaan meter kayu kubik. Kerugian lainnya, patok-patok di sepanjang perbatasan sering bergeser masuk ke wilayah Indonesia beberapa kilometer jauhnya. “Kita tidak hanya kehilangan kayu-kayu yang bernilai jual tinggi. Tapi, wilayah Indonesia di perbatasan makin menyempit karena patok perbatasan terus bergeser masuk ke Indonesia. Ini harus dihentikan, “tambah anggota DPR Komisi I itu. Pelaku illegal loging tak hanya melibatkan cukong di negara tetangga. Tapi, juga cukong dari Indonesia. Suripto lalu menyebut beberapa cukong besar seberti, Apg yang beroperasi di Kalimantan Barat. “Pemerintah harus berani mengungkap cukong besar berinisial Apg di Kalbar. Itu kalau menhut serius memberantas praktik illegal loging,”sarannya. Untuk bisa menangkap basah para pada cukong memang perlu kiat khusus karena tidak semudah menangkap maling atau tukang copet. Selain banyak menggunakan beking pejabat dan oknum aparat militer maupun polisi. Tak heran jika gerakan aparat sering bocor duluan. “Makanya, penangkapan para cukong harus menggunakan operasi intelejen. Dilakukan diam-diam dengan hasil nyata. Tidak perlu gembar-gembor karena pasti akan bocor ke cukong,”ingatnya. (guh/bh/nur/adb)

Sorong : ML Rumadas tak gentar, justru sebaliknya mengklaim Mabes Polri mengada-ada

(Cenderawasih Pos, 3 November 2004)
Menjadi “buron” Mabes Polri karena diidentifikasi sebagai pelaku ilegal logging, tak membuat mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong, Ir. ML Rumasas Msi, gentar. Tapi sebaliknya, Rumadas yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Kelautan Provinsi Irian Jaya Barat (IJB) itu mengklaim pernyataan Mabes Polri yang menyembut dirinya masuk TO (Target Operasi) itu terlalu mengada-ada. “Saya tegaskan, target operasi itu terlalu mengada-ada,”ujarnya kepada wartawan Radar Sorong (Grup Cenderawasih Pos) melalui ponselnya tadi malam.

Dikatakan mengada-ada, karena menurut ML Rumadas, kasus itu dua tahun lalu sudah selesai. Yang menjadi pertanyaan dirinya, kenapa sekarang diungkit-ungkit lagi. “Waktu itu saya divonsi tidak bersalah kan, buktinya saya tidak sampai ditahan di LP. Jadi saya kira data yang diungkapkan Mabes Polri itu, data lalu-lalu yang dikemukanan Suripto (Mantan Dirjen Kehutanan yang waktu itu menyebutkan ada 11 nama dalam kasus ilegal logging). Tapi, Mabes Polri tidak melihat lagi mana yang sudah selesai diproses di pengadilan dan mana yang belum diproses, sehingga nama saya muncul lagi,”tandas Rumadas.

Ditambahkan bahwa perkara yang telah membelitnya beberapa waktu lalu itu, telah diproses di pengadilan bahkan telah memiliki keputusan hukum tetap, dimana ia divonis pecobaan. “Sudah diproses, kenapa mau diproses lagi. Saya ingin katakan bahwa perkara itu sudah selesai. Untuk membuktikan apakah saya terlibat atau tidak, tinggal menunggu pengadilan Tuhan saja,”tukasnya.

Menurutnya, jika memang dirinya terlibat dalam kasus ilegal logging, semestinya dalam proses hukum dua tahun lalu, ia mendekam di terali besi. Tapi kenyatannya, hingga kini ia tidak pernah ditahan. “Yang berarti sangat keliru jika nama saya disebut-sebut lagi masuk dalam daftar illegal loggers,”tandasnya serius. Diungkapkan, setelah dilansir media yang menyebut dirinya TO, dirinya mendapat banyak telepon dari sejumlah pihak yang mempertanyakan kebenaran informasi dari Mabes Polri itu. Dari banyak telepon yang diterima tersebut, kata Rumadas, semuanya mengaku prihatin. “dan itu tidak mempengaruhi tugas-tugas keseharian saya sekarang dan selanjutnya,”ungkapnya.

Menyinggung soal status TO, Rumadas yang kerap tampil necis itu juga menegaskan bahwa dirinya selalu siap jika sewaktu-waktu dipanggil Mabse Polri. “Saya siap kapan saja, kenapa harus takut. Dalam waktu dekat ini saya akan ke Jakarta untuk mengadakan jumpa pers, saya akan ungkap siapa-siapa yang sebenarnya terlibat dalam ilegal logging,”tukasnya yang juga berjanji akan memberikan keterangan pers di Manokwari tempatnya bertugas.

Diakui oleh Rumadas, kasus ilegal logging di Papua khususnya di Sorong sudah seperti “lingkaran setan”. Bahkan, ia juga mengaku telah mengantongi sejumlah data pelaku yang selama ini terlibat di dalamnya. Dan hal ini, katanya akan ia ungkap secara transparan. Apalagi dalam kapasitas dirinya delaku Kepala Dinas Kehutanan di Provinsi Irja Barat. Rumadas mencontohkan, kayu yang berada atau berasal dari Sorong atau wilayah Irja Barat, ternyata pada umumnya bisa sampai ke China. Dan itu pasti ada pelaku yang terlibat di dalamnya. Untuk itulah, kata Rumadas, semestinya Mabes Polri melihat kasus kayu ini secara tepat dan proporsional. “Bukan lantas menyebut begitu saja tanpa melihat lebih jauh akan perkara itu sendiri,”ujarnya.

Aktivitas kantornya normal
Sementara itu meski Rumadas yang bernama lengkap Ir. Marthen Luther Rumadas Msi, diberitakan menjadi “buruan” Polri termasuk 11 nama lainnya terkait kasus ilegal logging, tak membuat kantor tempat bertugas Rumadas terganggu. Di Kantor Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebnan dan Kelautan (Dinas PKP dan Kelautan) Provinsi Irian Jaya Barat itu tampak normal. Wartawan Cenderawasih Pos di Manokwari yang selasa (2/11) kemarin ke Kantor Dinas PKP dan Kelautan, semua pegawainya tampak beraktivitas seberti biasanya. Meski umumnya mereka tahu tentang berita tesebut, tapi salah seorang stafnya, mengatakan bahwa kasus tersebut sudah berlangsung lama. Bahkan dikatakan juga sudah divonis di pengadilan dengan putusan percobaan. Dan staf tesebut berharap agar kasus ini tidak diungkit-ungkit lagi. “Kasusnya sudah lama, untuk apa diungkit-ungkit yang lalu-lalu. Marilah sekarang kita melangkah lagi dan melupakan yang sudah lama terkubur, “ujar staf tadi.

POLDA belum terima instruksi
Meski Mabes Polri telah menyatakan mantan Kepala Dinas Kehutanan Sorong, ML Rumadas sebagai salah satu dari 12 nama pelaku ilegal logging yang kini tengah diburu polisi, namun jajaran Polda Papua masih “adem ayem”. Alasannya, karena secara resmi pihak Polda Papua hingga kemarin belum menerima instruksi untuk mencari sekaligus menangkap ML Rumadas. Hal itu seperti diungkapkan Kepala Direktorat Reskrim Polda Papua, Kombes Pol. Drs. M. Situmorang kepada Cenderawasih Pos, Selasa (2/10) kemarin. Ia yakin bahwa Mabes Polri dalam penanganan kasus tersebut, telah membentuk tim guna menangkap para pelaku yang diduga melakukan ilegal logging tersebut,t ermasuk yang dari Sorong yakni ML Rumadas.

“Itu kan sudah ditangani Mabes Polri. Untuk itu sampai hari ini (kemarin), kami belum menerima instruksi untuk turun ke lapangan. Dan itu kewenangan Mabes Polri,”ungkapnya singkat saat dihubungi Cenderawasih Pos usai mengikuti rapat dengan jajaran petinggi Polda di Mapolda Papua, kemarin. Kendati begitu, ia menyatakan siap jika kewenangan untuk menangkap yang bersangkutan telah didelegasikan dari Mabes Polri. “Kalau diperintahkan, ya kami siap. Tapi, sekali lagi, sampai saat ini instruksi itu belum ada,”tegasnya.(ros/lm/sh)

Jayapura : SKSHH tampil dengan format baru, Untuk menghildari peredaran kayu illegal, berlaku mulai bulan ini

(Harian Cenderawasih Pos, 03 Nopember 2004)
Untuk menertibkan peredaran dan pengangkutan hasil hutan berupa kayu, saat ini sudah ada SK Dirjen Produksi Kehutanan tentang dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) yang perlu dipahami oleh pengusaha kayu dan juga bagi petugas pelaksana pengawas di lapangan karena SKSHH ini tampil dengan format, petunjuk dan aturan baru.

Terkait adanya format baru tersebut, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Selasa (2/11) kemarin menggelar sosialisasi tentang SKSHH tersebut kepada staf Dinas Kehutanan dan juga mitra kerja yang dilaksanakan di Gedung Tabita.

Menurut Kasubdin Peredaran Hasil Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Joko Susilo, dari SK Dirjen Produksi Kehutanan tersebut, saat ini sudah ada format, petunjuk dan aturan yang baru menyangkut SKSHH “ Oleh karena itu, kita perlu sosialisasikan kepada petugas pengawas dilapangan dan juga para pengusaha kayu ,” ungkapnya saat ditemui di sela-sela kegiatan kemarin.

Untuk mencegah peredaran kayu illegal ini, menurut Joko, peredaran kayu yang ada saat ini harus diperhatikan dari segi legalitasnya, kelengkapan dokumen dan perizinan. Dengan memahami aturan yang baru, diharapkan jangan sampai petugas pelaksana di lapangan ini memberikan SKSHH bagi pengusaha yang tidak mempunyai izin.

Lebih lanjut, disinggung menyangkut format baru dari SKSHH ini, secara tegas format baru ini dilakukan untuk menghindari pemalsuan dokumen. Menurutnya, ada beberapa perbedaan antara format lama dan baru. Dimana dari segi percetakan, dokumen SKSHH dulu dicetak oleh Perum Peruri dan yang sekarang ini di cetak oleh PT Jasindo. Kedua, bila pada waktu lalu pemeriksaan ini sifatnya tertutup, dengan kata lain hanya petugas dan orang tertentu yang mengetahui keaslian dokumen tersebut , saat ini sifatnya lebih terbuka. “ Masyarakat sekarang bisa deteksi sendiri dokumen tersebut asli atau palsu mirip seperti “ memeriksa keaslian uang. Jadi tidak hanya aparat saja yang tahu,” ungkapnya.

Dikatakan, penggantian dokumen dengan format baru ini secara resmi sudah dilakukan terhitung tanggal 1 Nopember 2004 lalu. Sehingga terhitung tanggal itu pula, format yang lama sudah tidak berlaku lagi. “ Pemberlakuan format baru ini akan terus diperbaharui tiap tahunnya untuk menghindari pemalsuan, dimana sebelumnya sempat disinyalir cukup marak di Indonesia,” tandasnya. (tri).

03 November 2004

Jakarta : ML Rumadas diburu polisi, masuk dalam target operasi untuk 12 nama pelaku Illegal logging

(Cenderawasih Pos, 2 November 2004)
Jakarta- Saat ini, Mabes Polri tengah memburu 12 nama yang diidentifikasi sebagai pelaku ilegal logging. Siapa saja mereka? Data yang dilansir Mabes Polri, satu diantaranya adalah Mantan Kepala Dinas Kehutanan Sorong, ML Rumadas. Ii lainnya bernama Edi Sutaryo (Jatim), Ali (Jambi), Sundono Salim, H. Halim, Acan (Medan), M Rosyid (Kalteng), Krishandra (Kaltim), Yongki (Kaltim), Aweng (Sumut) dan Tanoto Susanto (Sumsel). “Mereka telah kita tetapkan sebagai TO (Target Operasi). Kita berupaya untuk menangkapnya,”ujar Direktur V Tipiter Mabes Polri Brigjen Suharto di Mabes Polri kemarin. Ke-12 nama itu ternyata pernah ditangkap Mabes Polri sebelumnya. Beberapa dari mereka bahkan sampai diseret ke meja hijau, namun kini menghirup udara bebas. Seperti : ML Rumadas (vonis percobaan), Ali (vonis tiga bulan), H.Halim ( mengajukan pra epradilan kemudian bebas) dan Krishandra (vonis tiga bulan percobaan delapan bulan). Beberapa lagi pernah dilepaskan polisi karena tidak cukup bukti yakni Acan, M Rosyid dan Ramly Ompong. Suharto mengatakan, Polri telah mengambil sikap memasukkan program penanganan ilegal logging dalam 100 hari kerja. Oleh karena itu, katanya, Polri berusaha maksimal untuk mengungkap kasus-kasus itu.

Sebagai gambaran, selama tahun 2003, Mabes Polri menangani 516 kasus kayu ilegal. Sebanyak 295 kasus telah diselesaikan dan 221 masih dalam proses. Dari sejumlah kasus itu, Polri menyita 161.406,77 meter kubik kayu olahan dan 42.811 batang kayu gelondongan. Kerugian negara diperkirakan mencapai 195,655 M. pada tahun 2004, kasus yang ditangani sebanyak 530. kasus terselesaikan sejumlah 225 dan 275 lainnya masih dalam proses. Barang bukti yang berhasil disita 275.502,41 meter kubik dan 30.421 batang kayu gelondongan. Sayangnya, tidak ada penjelasan, apakah nama-nama di atas termasuk dalam 19 nama cukong kayu yang diserahkan oleh Menhut MS Ka’ban ke Kejagung baru-baru ini. Suharto mengaku tidak tahu. “Saya tidak tahu daftar nama yang dimiliki Menhut itu,”terangnya.

Masih terkait dengan penanganan kayu itu, Mabes Polri baru saja membongkar kasus ilegal logging yang melibatkan PT DS di Kapuas, Kalimantan Barat. Tiga pegawai perusahaan itu jadi tersangka. Mereka adalah Eko (general manager), Tosim (manager) dan Sunaryo (pembuat laporan hasil produksi). Polisi menyita tiga kapal tongkang yang memuat kayu ilegal lebih dari 10 ribu ton meter kubik sebagai barang bukti. Kapal tersebut masing-masing KM Sing-sing Setia, KM Sing-sing prastia I dan KM Tama Jaya. “Modusnya, mereka memalsukan SKSHH. Apa yang tertera dalam dokumen itu tidak sama dengan jumlah di lapangan, “terangnya. Suharto menambahkan, Mabes Polri menetapkan Papua, Jatim, Kalbar dan Kaltim sebagai daerah target penanganan ilegal logging. “Sebab di daerah itu angka pencurian kayu paling tinggi,”ujarnya.

Kasus AKBP Faisal
Tampaknya polisi juga mulai melakukan kontrol ke dalam. Dalam upaya perbaikan ke dalam itu, salah satu kasus yang bakal dituntaskan adalah kasus yang melibatkan mantan Kapolres Sorong AKBP Faisal Abdul Nasir. Perwira menengah polisi ini tersandung masalah terkait penggelapan barang bukti kayu Ramin senilai Rp. 20 miliar. Informasi soal Faisal ini kali pertama ditayangkan dalam sebuah running text sebuah televisi swasta. Kapus Provost Mabes Polri Brigjen (pol) R Tarigan membenarkan adanya kasus tersebut.

Dia mengatakan jika kasus tersebut telah ditangani Provost dari segi kedisiplinan anggota beberapa saat sejak kasus ini mencuat. Sedangkan masalah pidananya menjadi wewenang Mabes Polri. Dan hasilnya AKBP Faisal Abdul Nasir dinyatakan bersalah menyalahgunakan kewenangannya dengan menggelapkan barang bukti 12 ribu ton meter kubik kayu ramin yang nilainya mencapai kurang lebih Rp 20 M itu. Hanya saja provost tidak berhak menghukum karena wewenang itu menjadi hak atasan Faisal.

Faisal kini bertugas di Reserse Mabes Polri dan merupakan anak buah Kabareskrim Komjen (pol) Suyitno Landung. “dan kalau sudah dihukum dari sisi disiplin ini, seharusnya ada pemberitahuan. Tapi hingga kini belum ada pemberitahuan itu, “tegasnya. Dia lantas menceritakan awal mula kasus tersebut. Menurutnya kasus ini terjadi sekitar dua tahun lalu. Saat itu dirinya masih menjabat sebagai Wakapolda Papua. Sedangkan Faisal adalah anak buahnya yang berdinas sebagai Kapolres Sorong. Saat itulah muncul kasus kepemilikan kayu tidak sah ini yang juga melibatkan seorang warga Malaysia. Saat itu kayu gelondongan ini diamankan dari wilayah perairan Sorong oleh Satuan Polisi Air dan Udara dan kemudian dilimpahkan pada Polres Sorong. “Bukannya diproses, yang terjadi malah Faisal melepaskan tanggung jawab dan barang buktinya hilang,”kata Tarigan namun mengaku lupa tanggal persis kejadian tersebut.

Setelah itu Faisal dimutasikan ke Reserse Mabes Polri dan Tarigan oun berganti jabatan menjadi Kapus Provost Mabes Polri. “Makanya kami tahu pasti kasus ini. Dan tak ada main mata apapun. Kami dari provost telah melakukan tugas,”katanya. Belum ada konfirmasi lanjutan soal ini. Komjen Suyitno Landung, Kadiv Humas Irjen (pol) Paiman belum bisa dikonfirmaxi. HP kedua petinggi tersebut tidak aktif dan tidak dapat dihubungi. (jpnn)

Merauke : Ribuan hektar sawah di Merauke dilanda kekeringan

(Infopapua.com ,Selasa, 02 Nopember 2004 - 10:30 WIB)
Musim kemarau yang berkepanjangan di wilayah Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, berdampak ribuan hektare sawah dilanda kekeringan.

Kepada SCTV, baru-baru ini, pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Merauke menyebutkan, dari 20 ribu hektare sawah yang ada, sekitar 60 persen saat ini dilanda kekeringan.

Parahnya lagi, kondisi ini menyebabkan produksi gabah anjlok mencapai separuh dari produksi normal. Soalnya, produksi gabah yang biasanya dapat diperoleh sekitar 200 karung per hektare, dengan berat rata-rata 50 kilogram setiap karungnya. Kini, para petani hanya mampu mendapatkan gabah tidak lebih dari 100 karung per hektare.

Kekeringan yang terjadi sejak pertengahan September silam, menyebabkan para petani merugi. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan menyelamatkan padi yang sudah ditanam, beberapa petani menampung air dari sungai yang ada. Namun usaha ini, diperkirakan hanya cukup untuk 15 hari. Sementara kemarau diperkirakan baru berakhir Desember mendatang.

Kekeringan serupa dialami sejumlah petani padi di Bengkulu. Para petani mengalami kerugian hingga jutaan rupiah setelah produksi padi mereka dalam panen kali ini menurun akibat kemarau panjang. (JUM/Ruba`i Kadir-Liputan6)

Jayapura : Pemprov Bakal lakukan gerakkan tanaman Vanili

(Harian Cenderawasih Pos, 02 Nopember 2004)
Wagub drh. Constant Karma menyatakan, upaya-upaya penanggulagan kemiskinan hanya bisa dilakukan bila sistem ekonomi yang dibangun itu adalah sistem ekonomi kerakyatan. “ Menurut saya, pusat kemiskinan itu letaknya ada pada unit usaha yang terkait langsung dengan alam, seperti sektor peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan penambangan atau yang disebut sektor primer. Sementara sektor usaha sekunder adalah sektor unit usaha yang mengubah bahan baku. Jadi inti dari perekonomian ini adalah adany produksi dan distribusi ,” ungkapnya saat menerima rombongan dari kementrian Menko Kesra dan UNDP di ruang kerjanya, kemarin.

Dikatakan, sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan, dirinya akan membuat program berupa gerakan penanaman Vanili bagi rakyat Papua. Untuk mewujudkan program ini, dirinya mengaku tidak akan membutuhkan investor besar, melainkan cukup memberdayakan kekuatan masyarakat lokal.

“ Disisi lain, tanaman Vanili mempunyai nilai eksport yang sangat potensial, dapat diusahakan oleh rakyat Papua, jenisnya menyerupai tanaman lokal dan mudah untuk menerapkan teknologi tepat guna. Kemudahan lainnya adalah tanaman ini dapat tumbuh antara 100 m – 1.000 m diatas permukaan laut,” Ujar Wagub. (mud).

02 November 2004

Jayapura : Kearifan Tradisional di Wamena

(infopapua.com, Senin, 25 Oktober 2004 - 07:38 WIB)
Kearifan tata kelola tradisional yang ada dan masih banyak ditaati oleh masyarakat adat di Wamena adalah dalam hal tata kelola tanah dan wilayah berdasarkan zona-zona pemanfaatan lahan sesuai dengan fungsi dan kepentingannya.

Struktur kepemilikan adat, merupakan dasar dalam mengatur kepemilikan suku dalam wilayah adat (suku & Klen) yang masih berlaku dan ditaati oleh warga pada masyarakat adat Wamena, terutama pada daerah-daerah utara pegunungan Jayawijaya.

Aturan dan sistim tata kelola ini masih dimiliki, berlaku dan ditaati oleh masyarakat dalam wilayah adat. Kearifan dan tata kelola yang sudah jelas seperti zona-zona yang sudah jelas dalam memanfaatkan hutan adat. Begitu pula dari sisi pemerintahan adat, pada dasarnya masyarakat adat di Wamena, telah memiliki struktur pemerinthan adat yang jelas, struktur kepemilikan yang jelas, sistem ekonomi yang jelas dan masih berlaku hingga kini.

Masalah utama dalam mengimplementasikan adalah: hilangnya pengakuan terhadap hak tanah adat-wilayah adat, dan status kepemilikan adat. Untuk mempertahankan status hutan, aturan adat dan tanah adat serta kearifan tradisional dalam usaha pengelolaan hutan, terutama pada kawasan lindung. Maka dengan sistim kemitraan, diupayakan pemetaan partisipatif multi pihak, Pengakuan sistim pengaturan masyarakat Lembah Baliem, Pemberdayaan ekonomi masyarakat .

Ada kekhawatiran masyarakat adat di Wamena terhadap keberadaan kearifan tradisional yang dimiliki dan masih berlaku ini, tidak dapat bertahan terhadap desakan perkembangan kemajuan jaman dan tekanan-tekanan budaya yang sangat kuat dari luar sehingga akan luntur. (BaST) sumber: cepos