Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

30 August 2008

Siaran Pers : Kapal Pendidikan "KM KALABIA" Berkeliling

SIARAN PERS
Program Pendidikan Konservasi Kelautan Diluncurkan
Kapal Pendidikan "KM KALABIA" Berkeliling
di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat

Raja Ampat (30 Agustus 2008) - Program pendidikan konservasi kelautan dengan menggunakan kapal motor "KM Kalabia" diluncurkan oleh Sekretaris Daerah Papua Barat, George Celsius Auparay, SH. MM yang kali ini mewakili Gubernur Papua Barat, Abraham O. Atururi di dermaga Jefman, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Kapal yang semula adalah kapal penangkap tuna telah mengalami alih fungsi dan kini dibekali dengan sejumlah materi pengajaran konservasi kelautan yang disiapkan selama hampir dua tahun. Menandai acara peluncuran, Gubernur menandatangani piagam di atas anjungan ”KM Kalabia”, yang merupakan gagasan bersama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Conservation International (CI) Indonesia, dan The Nature Conservancy (TNC).

Dalam sambutan yang dibacakan melalui wakilnya, Gubernur Papua Barat menyambut baik program ini. “Sebagai wakil masyarakat Papua Barat, saya sangat bangga atas beroperasinya kapal pendidikan konservasi kelautan ini. Sudah saatnya kita sadar akan pentingnya konservasi laut yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat, khususnya masyarakat Raja Ampat.”

Tim pendidikan konservasi di KM Kalabia terdiri atas enam tenaga pendidik dan akan berkeliling ke 88 desa di wilayah Raja Ampat. Mereka akan menyampaikan program pendidikan konservasi kelautan kepada anak-anak dengan metoda interaktif. Di setiap kampung yang dikunjungi, tim pendidik Kalabia bersama para guru sekolah memberikan pengajaran mengenai ekosistem perairan dan pesisir serta kaitannya dengan kehidupan guna menumbuhkan kebanggaan pada sumber daya alam yang ada.

Jatna Supriatna, Regional Vice President CI Indonesia menyebutkan ”CI berbahagia bisa menyediakan kapal pendidikan ini dari dana lelang nama spesies”. Lanjutnya, ”Pendidikan konservasi tidak hanya memberikan pengetahuan tentang alam tetapi juga menumbuhkan kemampuan berpikir kritis tentang bagaimana kita seharusnya memperlakukan alam bagi keberlangsungan hidup kita sendiri. Program pendidikan Kalabia ini merupakan langkah yang sangat strategis untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang peduli pada alam Raja Ampat sehingga dapat memastikan keberlanjutan keberadaan kita semua.”

CI Indonesia dan TNC merancang program ini sebagai bentuk dukungan bersama kepada pemerintah kabupaten dan masyarakat dalam membangun pemahaman tentang pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem Raja Ampat. Selain itu, upaya ini sekaligus menjamin keberlanjutan sektor perikanan kecil dan komersial jangka panjang.

“Pendidikan konservasi bertema “Berlayar sambil Belajar” ini memberikan pengalaman interaktif kepada generasi muda untuk lebih mengenal sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupan utama masyarakat kepulauan. Modul dan teknik pengajaran dirancang sedemikian rupa sehingga menumbuhkan apresiasi terhadap kekayaan alam di sekitarnya dan menggerakkan mereka untuk secara sadar menjaga fungsi ekosistem supaya berkelanjutan,” kata Rili Djohani, Direktur Program
Indonesia TNC. Rili percaya bahwa pendidikan semacam ini menjadi landasan kuat bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari.

Kapal yang namanya diambil dari nama spesies hiu berjalan endemik di Raja Ampat ini memiliki panjang 37 meter, berkapasitas 16 penumpang dan 8 awak kapal. Selain dilengkapi berbagai fasilitas ajar seperti perpustakaan, perangkat audio visual, ruang pertemuan, dan sebagainya, kapal ini memuat pula perangkat pendidikan berupa modul-modul konservasi, antara lain pengenalan terhadap ekosistem di Raja Ampat, jaring kehidupan, arti dan fungsi konservasi, dan lainnya.

Markus Wanma, Bupati Raja Ampat, yang bertindak sebagai tuan rumah dalam acara ini menyampaikan bahwa “Hari ini Kabupaten Raja Ampat melangkah lebih maju. Kehadiran kapal pendidikan konservasi kelautan menunjukkan betapa penting masyarakat menjaga laut dan keanekaragaman hayati perairan mereka karena masyarakatlah yang akan menikmati seluruh kekayaan alam laut ini.”

Acara peluncuran juga dihadiri oleh wakil Menteri Kelautan dan Perikanan, Andi Rustandi Kepala Seksi Konservasi Kawasan Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Nicholas Saputra (sukarelawan TNC dan aktor peduli konservasi kelautan), dan masyarakat Raja Ampat.

Keterangan lebih lanjut, hubungi :
Conservation International Indonesia
Irman Meilandi (imeilandi@conservation.org)
08124838413 –nasional dan lokal media

Meirini Sucahyo (msucahyo@conservation.org)
08123895002 -international media

The Nature Conservancy
M. Korebima (mkorebima@tnc.org)
08124836408

Tri Soekirman (tsoekirman@tnc.org)
08123850155
______________________________________________________________________________
Conservation International (CI) Indonesia menerapkan berbagai inovasi di dalam sains, ekonomi, kebijakan dan partisipasi masyarakat untuk melindungi wilayah-wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memperlihatkan bahwa manusia dapat hidup secara harmonis dengan alam. Didirikan tahun 1987, CI bekerja di lebih dari 40 negara untuk membantu masyarakat mencari berbagai alternatif ekonomi yang selaras dengan lingkungan. Informasi lebih lanjut tentang CI silahkan buka www.conservation.or.id dan www.conservation.org

The Nature Conservancy adalah organisasi konservasi terkemuka yang bekerja di seluruh dunia untuk melindungi daratan dan perairan yang secara ekologis penting bagi alam dan masyarakat. Informasi lebih lanjut mengenai TNC silahkan buka www.coraltrianglecenter.org dan www.nature.org

Catatan untuk Editor:
• Di setiap lokasi kerja CI dan TNC, pendidikan konservasi sudah menjadi bagian penting. Contohnya, CI menjalankan program orangutan mobile conservation unit di Sumatra dan Moli Telsi untuk penyelamatan satwa endemik Owa Jawa, ke sekolah-sekolah di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. TNC menjalankan program pendidikan konservasi dengan metode social-marketing dengan maskot kebanggaan masyarakat di Taman Nasional Komodo, Derawan, Raja Ampat dan Taman Nasional Wakatobi.
• Tim pendidik yang bekerja pada kapal pendidikan Kalabia ialah putra-putri Raja Ampat yang telah mendapat pelatihan secara intensif dalam teknik pendidikan konservasi.
• Program pendidilkan konservasi kelautan Kalabia di Raja Ampat merupakan hasil kerjasama antara Conervation International Indonesia, The Nature Conservancy dan Dinas Pendidikan dan Pengajaran Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, dengan dukungan dana dari upaya Blue Auction, Beneficia Foundation, Cabot Foundation dan USAID.
• Isi siaran pers ini menjadi tanggung jawab The Nature Conservancy dan Conservation
International Indonesia, dan tidak serta merta mencerminkan pendapat USAID atau
Pemerintah Amerika.


Boven Diguel : Olah Hutan Dengan Sistem HPH, Serap Sekitar 4000 Karyawan

(www.papuapos.com, 29-08-2008)
Kehadiran perusahaan Korindo Group di Papua, khususnya di Asikie, Distrik Jair kabupaten Boven Diguel membawa nuansa baru bagi masyarakat. Siapapun yang datang melihat Asike pasti yang akan kagum ketika melihat kota kecil yang indah dan tertata rapi ditengah belantaran hutan. Inilah hasil liputan Papua Pos yang ikut dalam rombongan melihat dari dekat aktivitas perusahaan Korindo di Asiki.


Lingkungan perusahaan nampak tertata indah, diserta perumahan karyawan yang tidak jauh dari tempat pabrik kayu lapis yang terletak di tepi sungai Digoel, dilengkapi dengan fasilitas perkapalan yang tengah sandar di pelabuhan sungai Digoel siap untuk membawa barang eksport ke luar negeri. Karyawan perusahaan nampak tertib menjalankan tugas pekerjaan mereka, silih berganti karyawan/i berbondong-bondong ke tempat kerja sesuai dengan sif atau jam kerja yang sudah ditentukan, sehingga suasan kelihatan ramai.

Perusahaan Korindo Group hadir sejak tahun 1993 di Asikie, kini terus menjalankan kegiatan perusahaan dengan program andalan disektor pengelolahan kayu berupa playwood dan tego siap pakai dan diekspor ke beberapa negara di Timur Tengah.

Manajemen perusahaan tertata rapi dan masing-masing menjalankan tugas dan fungsinya, pengelolaan kayu ini sebelum masuk ke wilayah pabrik, ditunjang oleh bagian penebangan di hutan, angkutan dengan menggunakan truk perusahaan sampai ke wilayah pabrik, sehingga nampak kelihatan mata rantai dari pada proses aktivitas perusahaan pengelolahan kayu ini begitu berjalan teratur dan berkesinambungan.

“Khusus di areal pabrik kayu ini ada beberapa tahapan diantaranya pemotongan, pengupasan, pengeringan, masuk ke mesin kombuser, perbaikan bahan jika ada kerusakan, pengeleman, pengepresan, pemotongan dua sisi sesuai standar sehingga menghasilkan playwood dan tego,” tutur Asisten Manager Grading, Winardi ketika berbincang-bincang dengan Papua Pos disela kegiatan pabrik pengelolaan kayu.

Ia menjelaskan rata-rata perhari hasil yang siap dieksport playwood kurang lebih 500-an kubik, tego sekitar 350 kubik dengan negara tujuan eksport adalah negara-negara Timur Tengah, seperti Arab, Mesir minimal sebulan sekali menggunakan kapal perusahaan.

Aktivitas di pabrik pengelolaan kayu, lanjut dia akan terus berjalan tanpa berhenti, jikalau didukung oleh ketersediaan bahan baku berupa kayu. Ia mengakui, sedikit kendala yang dihadapi meskipun tidak berlangsung lama adalah ketersediaan bahan baku yang sudah semakin jauh wilayah penebangan hutan, selain itu disebabkan karena cuaca yang tidak menentu menyebabkan jalur jalan rusak.

Sementara itu, Bagian Perencanaan Pengelolaan Hutan, Ir. Isok Winajanto mengakui bagaimanapun aktivitas perusahaan ini berjalan, senantiasa tetap mengacu pada aturan pengelolaan hutan sesuai dengan Visi Korindo mengelolah hutan secara lestari. Dengan demikian perusahaan tersebut bertugas mengembangkan dan memelihara produksi hasil hutan secara berkelanjutan dan meningkatkan regenerasi rehabilitasi perlindungan hutan.

Selain bergerak disektor pengelolaan hutan, perusahaan Korindo Group yang didalamnya ada beberapa badan usaha PT, juga bergerak disektor perkebunan kelapa sawit dan tanaman karet, dengan menyerap tenaga kerja sekitar 4000 karyawan. Bagaimana usaha perkebunan Korindo Group yang dilengkapi pabrik CPO dan pabrik Karet? Ikuti berita selanjutnya.(bersambung)

29 August 2008

Papua : Ketika Kelestarian Terumbu Karang Dihadapkan Pada Desakan Kebutuhan Ekonomi Masyarakat (Bagian II)

Perlu Mata Pencaharian Alternatif Untuk Tekan Kerusakan Ekosistem

Mengingat begitu besarnya peran dan fungsi kelestarian terumbu karang, baik secara ekonomi maupun ekologis, maka sudah saatnya setiap daerah kabupaten/kota di Papua yang memiliki potensi perairan laut memperhatikan kelestarian terumbu karangnya.

Laporan: AGUNG TRI HANDONO

Kota Jayapura yang berada di kawasan teluk Yos Sudarso ini memang mempunyai banyak keunikan, sebagai sebuah kota, wilayahnya Kota Jayapura terbentang dari laut sampai dengan gunung Cycloop. Sebagai kota usaha dan jasa, Jayapura sebagai ibukota Provinsi Papua memang menjadi tujuan masyarakat dari daerah lain di Papua, sehingga tingkat persaingan juga relatif tinggi dibanding daerah lain. Hal ini menyebabkan ekploitasi terhadap sumber daya alam, termasuk sumber daya hayati di laut juga meningkat.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Jayapura Ir JP Nerokouw, MP mengatakan, wilayah Kota Jayapura ini memang memiliki potensi perairan laut yang cukup luas. Termasuk penyebaran terumbu karang di wilayah perairan laut Kota Jayapura. Meski belum ada data akurat menyangkut potensi penyebaran terumbu karang yang ada, namun Nerokouw, menunjuk sejumlah titik yang diyakini sampai saat ini masih ada terumbu karangnya.

Diantaranya di kawasan teluk Youtefa depan kampung Nafri, di Abepantai, depan Tanjung Tobati, Hamadi yang masih ada, sementara beberapa titik lain banyak yang sudah rusak.
"Terumbu karang di Kota Jayapura ini memang sudah banyak yang rusak, sebab sejak saya masih kecil yakni sekitar tahun 1960-an, warga sudah ada yang menggunakan dopis atau bom ikan untuk mencari ikan di laut,"tutur Nerokouw yang mengaku bahan peledak tersebut didapat dari sisa-sisa amunisi perang dunia II yang masih banyak tersebar saat ini.

Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom di wilayah perairan Jayapura, sampai saat ini nampaknya bukan suatu hal yang asing lagi. Bahkan, di Kota Jayapura, ada perkampungan di pesisir Pantai Argapura Distrik Jayapura Selatan yang menggantungkan hidup dengan mata pencaharian di laut. Ironisnya, nelayan di kawasan ini banyak yang menggunakan bom. Karena, banyaknya orang yang bisa merakit bom ikan, maka kampung ini akrab disebut dengan Kampung Vietnam.
Tak sedikit warga kampung Vietnam ini yang meninggal akibat kecelakaan saat merakit atau menangkap ikan dengan dopis, bahkan banyak dari mereka yang terpaksa cacat seumur hidup baik putus tangan, kaki dan cacat lainnya, layaknya korban perang.

Meski sudah banyak pengalaman tragis dari penggunaan bom ikan ini, namun masih ada warga di kampung ini tidak trauma atau jera menangkap ikan dengan bom ikan.
Seperti halnya Daniel Patay, meski kedua kakinya putus sampai pangkal paha dan terpaksa harus digendong atau memakai kursi roda, namun dia mengaku tetap tidak bisa meninggalkan mata pencahariannya mencari ikan. Karena keterbatasan yang dimiliki, memang tidak bisa ada pekerjaan lain yang bisa ditekuni, begitu juga dalam menangkap ikan, karena terbatasnya sarana alat tangkap yang ramah lingkungan, dirinya memang cenderung memilih menggunakan bom ikan, lebih cepat dan banyak dapat ikan.

"Saya tahu, akibatnya memang banyak terumbu karang di daerah sini sudah hancur, dan karena ikan menjauh dari sini, terpaksa mencari lokasi ikan keluar dari teluk,"tutur Daniel Patay.
Hal senada juga diungkapkan Trido Muabuay, laki-laki yang terpaksa putus lengan kananya akibat terlambat melempar bom ikan yang sudah dinyalakan ini, mengaku tidak ada pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya, selain menangkap ikan. Bisa saja menangkap ikan dengan pancing maupun jaring, namun dengan kondisi terumbu karang yang sudah banyak rusak, sulit untuk mendapatkan hasil ikan seperti yang diharapkan.

Seperti Trido, Yohan Karubaba pemuda yang cacat kaki kanannya terkena serpihan bom ikan ini, mengaku juga sering harus berurusan dengan pihak berwajib karena kedapatan menggunakan bom ikan. Namun setelah selesai urusannya, mereka pun masih tetap pakai bom ikan. "Kami sadar bahwa menggunakan bom ini memang merusak terumbu karang, tapi jika pemerintah memberi perhatian dan memfasilitasi kami untuk pelatihan atau usaha lain, mungkin baru pengeboman ikan ini bisa ditinggalkan,"tandasnya

Meski cacat, namun mereka masih beruntung punya kelebihan dalam olahraga renang, sehingga mereka bisa memperkuat tim Porcanas Papua dan meraih medali emas. Diakui bahwa kesibukan mereka menangkap ikan, sementara bisa dialihkan saat disibukkan dengan kegiatan latihan dan mengikuti Porcanas. Namun setelah tidak ada lagi kesibukan seperti saat ini, mereka pun kembali ke pekerjaan semula untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang terus meningkat. Bom ikan jadi pilihan utama bila susah menangkap ikan.

Khusus untuk warga di kawasan pesisir/pantai, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Jayapura JP Nerokouw memang mengharapkan adanya kesadaran dari warga ini, terhadap pelestarian. Diakui, sejauh ini, pihaknya baru tahap sosialisai, meski kerusakan terumbu karang ini sudah cukup parah. "Upaya pelestarian terumbu karang ini tidak bisa hanya bisa dilakukan oleh pemerintah saja, tapi juga perlu dukungan dari semua masyarakat pesisir, termasuk dari kalangan adat untuk mengangkat kembali kearifan lokal, seperti menetapkan daerah konservasi terumbu karang di wilayah adatnya."tuturnya.
Dengan pelestarian terumbu karang ini, lanjut Nerokouw, pada dasarnya yang diuntungkan adalah dari warga sendiri, dimana mereka bisa dengan mudah mendapatkan ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebab, kawasan terumbu karang ini merupakan tempat memijah atau berkembang biaknya ikan, sehingga dengan semakin luasnya daerah terumbu karang yang terjaga, maka potensi perikanan juga akan banyak berkembang. Terumbu karang sehat, ikan melimpah.

Untuk memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir, sebagai upaya mengalihkan eksploitasi penangkapan ikan di kawasan terumbu karang, pihaknya mendorong dengan sejumlah pelatihan dan paket bantuan. Seperti halnya bantuan paket karamba untuk budidaya ikan dan juga pelatihan budidaya rumput laut, dan alat tangkap ramah lingkungan. "Intinya untuk memberdayakan ekonomi masyarakat kawasan pesisir,"ucapnya.

Ancaman kerusakan terumbu karang di wilayah kota Jayapura ini, memang tidak hanya sebatas aksi pengeboman ikan yang sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh warga masyarkat di kawasan pesisir Kota Jayapura ini. Menurut Nerokouw, tingkat pencemaran air laut akibat aktifitas ekonomi maupun rumah tangga warga masyarakat yang terbawa oleh sejumlah aliran sungai ini, juga sangat berpengaruh terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang.

"Terumbu karang ini bisa tumbuh dengan syarat-syarat tertentu dari kondisi perairan laut, pencemaran air laut akibat ulah manusia ini jelas berdampak pada ekosistem terumbu karang,"ujar Nerokouw yang mengaku banyak sampai plastic dan lainnya yang banyak dijumpai diperairan Teluk Youtefa.
Tidak hanya itu saja, akibat kerusakan hutan dan kawasan konsevasi di Cagar Alam Cycloop, juga punya andil besar sebagai ancaman kelestarian terumbu karang di perairan Kota Jayapura. Sebab, hutan yang rusak ini menyebabkan banjir yang membawa sejumlah material dan lumpur yang membuat air laut menjadi keruh dan tingkat sedimentasi di kawasan pesisir, khususnya di Teluk Youtefa maupun Yos Sudarso ini meningkat.

"Upaya untuk menjaga kelestarian alam ini tidak hanya bagi masyarakat pesisir, tapi juga butuh kepedulian dari seluruh warga kota. Sebab aktivitas mereka juga memberikan dampak kepada perairan laut di Kota Jayapura ini,"tandas Nerokouw yang mengaku baru-baru ini Kota Jayapura mencanangkan Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL) sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem laut, termasuk terumbu karang. (Bersambung)

28 August 2008

Papua : Presiden: Kontrak Tangguh Merugikan Negara

(www.kompas.com, 28-08-2008)
Laporan Wartawan Kompas Wisnu A Nugroho

JAKARTA, KAMIS - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan, upaya negosiasi ulang kontrak gas Tangguh untuk Provinsi Fujian China dilakukan untuk mencegah potensi kerugian negara. Tim di bawah pengawasan Wakil Presiden Jusuf Kalla dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk upaya renegosiasi itu."Kalau tidak diperbaiki, akan besar sekali kerugian negara dibandingkan kontrak-kontrak gas lain seperti di Bontang dan Arun," ujar Presiden saat memberi pengantar rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (28/8).

Pernyataan terbuka Presiden dikemukakan kepada seluruh menteri dan pejabat yang hadir dalam rapat. Tidak seperti biasanya, wartawan diberi akses meliput hingga beberapa puluh menit. Biasanya, wartawan bisa meliput rapat kabinet di Kantor Presiden hanya beberapa menit untuk sekadar mendapat gambar. "Ini yang mesti diperjuangkan untuk dinegosiasikan . Niat renegosiasi agar negara tidak dirugikan," ujar Presiden.

Kontrak gas Tangguh ditandatangani pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat itu, Yudhoyono menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dan Kalla sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Tim negosiasi Tangguh dipimpin Taufik Kiemas, suami Megawati.

Untuk negosiasi ulang itu, Presiden menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sri Mulyani membentuk tim yang kuat bersama tim teknis terkait. "Tim akan di bawah supervisi Wapres," ujar Presiden.

Akhir pekan lalu, sesaat sebelum menghadiri penutupan Olimpiade Beijing, Wapres bertemu Wapres China Xi Jinping. Menurut Kalla, keduanya sepakat menegosiasi ulang kontrak gas Tangguh. Tidak ada satu keterangan pun dari pihak China soal hasil pertemuan atau konfirmasi soal pernyataan Kalla.

Karena pernyataan Kalla, persoalan kontak gas Tangguh kembali hangat dibicarakan. Pembicaraan ini tidak lepas dari rivalitas yang tidak pernah padam antara Pemerintah dan Oposisi di DPR. Pemerintah diwakili Yudhoyono-Kalla dan Oposisi diwakili Megawati. Saat ini Oposisi di parlemen tengah menyelidiki sejumlah kasus soal kebijakan energi termasuk kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintahan Yudhoyono-Kalla.

Jayapura : Walikota Terima Penghargaan dari Menhut, Sebagai Walikota Peduli Kehutanan

(www.cenderawasihpos.com, 27-08-2008)
JAYAPURA-Setelah menerima penghargaan atas kepedulian dan perhatiannya terhadap pembinaan Pramuka dari Ketua Kwarnas Indonesia 14 Agustus, Walikota Jayapura Drs MR Kambu, Msi, Selasa (26/8) kemarin, kembali menerima penghargaan. Kali ini dari Menteri Kehutanan RI Dr MS Kaban yakni sebagai Walikota Peduli Kehutanan.

Menurut walikota, di seluruh Indonesia, hanya 3 walikota yang terima penghargaan, selain dirinya sebagai Walikota Jayapura, juga ada Walikota Bitung sedangkan untuk bupati memang cukup banyak. "Dari Provinsi Papua, selain Kota Jayapura juga ada dari Jayawijaya,"ungkapnya saat dihubungi Cenderawasih Pos, Selasa (26/8) kemarin.

Terkait pemberian penghargaan sebagai Walikota Peduli Kehutanan ini, Walikota Kambu lebih menganggap bahwa penghargaan ini sebagai bentuk penugasan bagi dirinya dalam upaya pelestarian kawasan hutan maupun cagar alam/hutan lindung yang ada di wilayah Kota Jayapura. "Konsekuensinya, saya harus banyak menghadapi persoalan dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat, termasuk yang telah pembeli tanah kawasan hutan dari masyarakat adat,"tutur Kambu.

Menurutnya, usai penerimaan penghargaan tersebut, dirinya memang sempat diberikan waktu mengungkapkan kondisi di wilayah Kota Jayapura. Sebagai Walikota Jayapura yang mempunyai wilayah konservasi hutan lindung, pihaknya menghadapi persoalan menyangkut tingginya pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan daya dukung lingkungan, sehingga banyak pemukiman atau bangunan gedung kantor yang terpaksa dibangun di daerah konservasi.

Banyaknya kawasan konservasi yang sudah dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman atau perkantoran ini, mau tidak mau Rencana Tata Ruang Wilayah atau penetapan kawasan konservasi perlu ditinjau kembali. "Dari Menteri Kehutanan, setuju usulan saya supaya undang-undang yang menetapkan kawasan konservasi di Kota Jayapura ini direview kembali, sebab banyak kawasan lindung yang sekarang sudah dibangun,"lanjutnya. (tri)

Nasional : Spesies Baru Ditemukan, Tapi Terancam Punah

(www.conservation.or.id)
Burung yang satu ini memang lain dari yang lain, selain mempunyai bulu putih kekuningan dengan lingkaran mata putih ini hanya dijumpai di Pulau Togian (Sulawesi Tengah). Sebenarnya burung ini telah dijumpai lebih dari sepuluh tahun lalu (1997), tapi ilmuwan masih ragu dengan penemuan ini dan Mochammad Indrawan, peneliti dari Universitas Indonesia mengirimkan spesimen burung tersebut ke Pamela Rasmussen di Michigan State University.

Peneliti burung yang berkaliber dunia itu memastikan bahwa ini memang jenis baru dan ilmuwan tersebut bersama dengan ilmuwan Indonesia mempublikasikan beritanya dalam The Wilsin Journal of Ornithology.

Secara sepintas burung ini hampir sama dengan burung-burung yang masih mempunyai kekerabatan dekat dan dijumpai di banyak hutan di Indonesia, bedanya pada burung ini terdapat warna putih yang di seputar matanya dan bersuara lebih nyaring, dan bernyanyi bernyanyi lenguh garing.

Musabab burung ini sangat jarang dijumpai adalah, karena sebarannya yang terbatas pada hanya tiga pulau kecil di ’ketiak’ Pulau Sulawesi. Saking jarangnya ilmuwan mengatakan kemungkinan burung itu dikategorikan spesies terancam dan masuk Daftar Merah IUCN.

Conservation International telah bekerja di Kepulauan Togean sejak tahun 1995, dan memfasilitasi pemerintah untuk berupaya melindungi kawasan ini menjadi taman nasional pada tahun 2005.//

Biak : Jika Keindahan Terumbu Karang di Papua Mulai Terusik (Bagian-3/Habis)

(www.cenderawasihpos.com, 27-08-2008)
Polisi Tindak Mentolelir Penggunaan Bom untuk Menangkap Ikan
Masyarakat khususnya nelayan dalam menangkap ikan tidak hanya dilakukan secara tradisional, namun banyak juga menggunakan bahan peledak. Cara-cara seperti itu tentunya sangat berbahaya dan merusak kelangsungnya hidup biota yang ada di lingkungan alam laut. Karena itu, perlu penyadaran masyarakat dan tindakan tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.

FIKTOR PALEMBANGAN, Biak
KEANEKARAGAMAN biota laut merupakan potensi daerah yang sangat menjanjikan untuk kelangsungan hidup secara berkesinambungan. Tak terkecuali kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Itu karena kekayaan alam laut tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Hanya saja, kekayaan alam laut ini perlu dijaga dengan baik sehingga tidak habis dalam jangka waktu tertentu saja. Cara-cara yang merusak dalam menangkap ikan atau mengambil kekayaan alam laut lainya perlu diminimalisir. Kalau perlu ada tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang melakukan pengrusakan. “ Penggunaan bom ikan akan merusak lingkungan alam laut, selain itu akan merugikan masyarakat yang masih menggunakan cara-cara tradisional menangkap ikan. Dan penggunaan bahan peledak berupa bom ikan ini masih berlangsung,” ujar Direktur Yayasan Rumsram Biak Isak Matarihi.
Sebenarnya penggunaan bom menangkap ikan tidak hanya sekedar merusak lingkungan alam laut, namun si pelakunya juga dinilai melanggar hukum. Tak hanya bom ikan, namun cara menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau juga dikenakan hukuman jika ditemukan aparat keamanan atau dilaporkan masyarakat ke polisi.

Sebab dengan cara penggunaan bom ikan atau menggunakan pukat harimau tentu saja ikan-ikan kecil juga akan habis. Demikian pula biota lainnya yang ada di laut seperti terumbu karang juga akan ikut rusak.
Tak tanggung-tanggung, jika menggunakan bom ikan hukuman dan dedanya rupanya ukup berat. Pelakuknya diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Di Polres Biak Numfor sendiri nampaknya sudah mulai serius melirik penegakan hukum terhadap oknum nelayan yang menggunakan bom ikan di wilayah hukumnya.

Kapolres Biak Numfor AKBP Kif Aminanto, S.IK, SH, MH menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir setiap pelanggaran penggunaan bom dalam menangkap ikan di kawasan Biak Numfor. Oleh karena itu, dia meminta kepada semua pihak yang melihat penggunaan bom ikan itu untuk dilaporkan ke polisi.

“ Penggunaan bom ikan sangat membahayakan keselamatan jiwa orang dan juga merusak lingkungan alam laut, karena tak hanya ikan besar yang mati tapi ikan kecil-kecil pun juga mati. Kami minta agar para nelayan disini tidak sekali-kali menggunakan bom ikan saat mencari ikan,” imbuhnya.
Dikatakan, pihaknya akan tetap melakukan penyelidikan terhadap indikasi penggunaan bahan peledak sebagai alat mencari ikan, pelakunya tetap akan diproses secara hukum. Polisi akan semakin aktif mengawasi aktivitas para nelayan yang dicurigai menggunakan bom ikan tersebut. “ Alangkah baiknya mencari ikan tidak menggunakan bom, sebab itu sangat berbahaya terhadap korban jiwa. Tentunya disisi lain penggunaan bom ikan akan merugikan masyarakat yang mencari ikan secara tradisional,” ujar Kif.

“ Bagi para nelayan dihimbau untuk tidak menggunakan bahan peledak saat mencari ikan sebagai salah satu upaya preventif,” sambungnya.
Menurutnya, penggunaan bahan peledak bisa diancam hukuman 20 tahun penjara, bahkan seumur hidup. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 20 Tahun 1951 tentang kepemilikan bahan peledak dan senjata api illegal.

Selain itu, lanjut Kif, bagi nelayan yang menggunakan bahan peledak saat mencari ikan bisa dikenai ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda 200 juta , sesuai dengan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Tahun 1990 Pasal 40.

Apabilah bahan peledak yang disimpan, dibawa dan meledak lalu menimbulkan korban jiwa maka pelaku dijerat Pasal 187 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara apabila menimbulkan bahaya nyawa orang lain dan seumur hidup apabilah menyebabkan orang meninggal. “ Kalau sekarang nelayan yang menggunakan bom ikan ini mungkin masih ada, namun tidak seberapa jika disbanding dengan waktu-waktu dulu. Dan rata-rata bukan orang dikampung yang menggunakan bom ikan, tapi nelayan yang datang dari luar pulau” kaka Mama Maria Rumsawir kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di tempat pelelangan ikan di Bosnik, Biak Timur. ***

Kegiatan : GREEN RAMADHAN 2008

Diadakan Hari Sabtu, Minggu, Senin: 20-22 September 2008
(
KLICK FORMULIR PENDAFTARAN)

Tujuan Green Ramadhan:
1.
Tujuan pertemuan ini adalah untuk menumbukan kesadaran positif dan memperluas pengetahuan genasi muda terhadap persoalan lingkungan terkini dan bagaimana sikap seorang muslim dalam menghadapinya.
2. Memberikan pengetahuan praktis dan menjadi motivator dalam gerakan lingkungan dan konservasi alam.
3. Peserta diharapkan memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru dalam meningkatkan nilai-nilai ibadah mahdlah dengan adanya pelajaran shalat Malam (tarawih dan tahajjud berjamaah) dan shalat sunnah yang lain
yang dibimbing oleh Ustazd yang ahli di bidangnya.

Hasil yang Diharapkan:
Mereka yang mengikuti “Green Ramadhan” diharapkan menjadi muslim yang “rahmatan lil alamin” mampu berkiprah secara seimbang: mempunyai kesadaran spiritual tinggi, berkontribusi untuk memelihara lingkungan dan alam dan memahami fungsi dan jati dirinya selaku khalifah di muka bumi.

Penyelenggara dan Nara Sumber:
Penyelenggaraan kegiatan ini difasilitasi oleh WWF – Indonesia (Environmental Education ), dan Conservation International- Indonesia (Conservation & Religion Initiative).

Nara sumber adalah mereka yang kompeten dan ahli di bidangnya seperti:

• Dr. Ahmad Sudirman Abbas, Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penulis Buku Best Seller The Power of Tahajjud dan The Power of Hajat (Qultum Media)
• Dr. Hussein Herianto, MHum Deputy Rector Islamic College and Anvance Studies.
• Dr. Mubariq Ahmad, CEO WWF Indonesia. dll.

Peserta/target group:
Minimal Peserta untuk angkatan I adalah 40 orang , dengan target Remaja usia 14 - 18 tahun.

Pelaksanaan:
Hari: Sabtu, Minggu dan Senin
Tanggal: 20,21,22 September 2008

Tempat:
CICO Resort
Jl. Tumenggung Wiradireja No. 216
Cimahpar – Bogor 16155
West Java
Telp. 0251-657208 (ext. 10)
0251-656765 (Marketing)
Fax.
0251-655727
Website :
www.mitrakonservasi.co.id

Biaya Pendaftaran:
Biaya Pendaftaran : Rp 1.000.000,-/anak

dapat di transfer :
Bank Mandiri Gd. RNI Mega Kuningan, Jkt
A/C number 124 - 0098069462
A/C name : WWF-Indonesia

Persyaratan :
Izin orang tua dengan mengisi formulir pendaftaran

Kontak Panitia: Oni, Gunawan dan Santi : 021-576-1070. ext 113 (WWF – Indonesia)

Deadline pendaftaran: 17 September 2008

Papua : Ketika Kelestarian Terumbu Karang Dihadapkan Pada Desakan Kebutuhan Ekonomi Masyarakat (Bagian I)

(www.cenderawasihpos.com, 27-08-2008)
Tanpa Komitmen Kuat, Upaya Pelestarian Sulit Imbangi Laju Kerusakan
Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikenal sebagai bangsa bahari, mempunyai wilayah perairan laut yang sangat luas. Hamparan laut yang luas ini menyimpan potensi keanekaragaman sumberdaya hayati laut dan sumberdaya lainnya, khususnya terumbu karang. Lantas sejauh mana perhatian terhadap pelestarian terumbu karang ini?

26 August 2008

Biak : Jika Keindahan Terumbu Karang di Papua Mulai Terusik (Bagian-2)

(www.cenderawasihpos.com, 26-08-2008)
Informasi dan Penyadaran Perlu Digalakkan, Masyarakat Juga Harus Libatkan
Masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pelestarian lingkungan alam laut, termasuk didalamnya terumbu karang nampaknya perlu mendapat perhatian serius. Oleh karena itu, tindakan perlindungan dan pengendalian kerusakan terumbu karang secara berkelanjutan perlu dilakukan.

FIKTOR PALEMBANGAN, Biak
PEMAHAMAN masyarakat terhadap terumbu karang dan lingkungan alam laut sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan pelestarian dan kelangsungan hidup dimasa akan datang. Meski begitu, namun persoalannya aktivitas masyarakat di wilayah pesisir tidak bisa dipisahkan dari masalah ekonomi. Akibatnya, masyarakat sering melakukan aktivitas yang mengancam kerusakan terumbu karang.
Memang kerusakan terumbu karang itu bisa disebabkan tsunami atau factor alam lainnya, tapi tindakan manusia lainnya merupakan factor lainnya yang membuat kerusakan terumbu karang itu. Sebut saja, menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan, menggunakan pukat harimau, dan tidakan lainnya yang tidak berwawasan lingkungan.

Lantas sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap aspek pelestarian lingkungan alam laut di wilayah pesisir? Kepala kampung wanibu Distrik Oridek Alfonso Rumsawir misalnya. Dia mengatakan, ada sebagian masyarakat yang belum memahami dengan baik tentang terumbu karang ini namun ada pula yang sudah mulai memahaminya dengan baik.

“Kalau soal pemahaman masyarakat memang beraneka ragam, ada yang sudah paham namun ada juga belum. Tapi persoalannya juga terkait dengan masalah ekonomi masyarakat setempat yang hanya tergantung pada mata pencaharian menangkap ikan, sehingga kadang mereka menggunakan metode apapun untuk menangkap ikan,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos waktu itu.
Dikatakan, kesadaran masyarakat itu dapat dilihat dari adanya kelompok – kelompok perlindungan masyarakat. Selain itu, penggunaan bom dalam penangkap ikan mulai dikurangi.
“Sudah ada wilayah yang dilindungi dan masyarakat juga sudah mulai sadar. Namun dari sisi ekonomi, hal ini yang membuat masyarakat melakukan tindakan penangkapan ikan tidak berwawasan lingkungan, yakni dengan menggunakan bom ikan namun saat ini memang sudah mulai agak sadar,” ujar Rumsawir beberapa waktu lalu.

Secara terpisah Demianus Awek, warga RT 1 RT 2 Tiptop, Kelurahan Burakub, Distrik Biak Kota yang sehari-harinya sebagai nelayan mengatakan, bahwa penggunaan bom ikan memang sangat berbahaya. Oleh karena itu perlu ada tindakan tegas dan pemberian pemahaman kepada masyarakat.
“Penggunaan bom biasa untuk ikan batu. Dan sudah banyak orang yang menjadi korban bom ikan ini,” lanjut bapak yang mengaku sudah belasan tahun bergelut sebagai nelayan.

Di temui di tempat pelelanga ikan Bosnik Biak Timur, Mama Maria Rumabar, warga Kepulauan padaido mengatakan di wilayah kepulauan dan pesisir hampir semuanya masyarakat tergantung pada kehidupan sebagai nelayan. “Masyarakat di wilayah Kepulauan Padaido dan pesisir laut hidup tergantung pada hasil tangkapan ikan di laut,” tandasnya.
Lalu bagaimana pemahanannya terhadap pelestarian terumbu karang atau alam laut. Mama Maria nampaknya sudah mulai memahami tentang pentingnya pelestarian alam laut dan bahaya menggunakan bom ikan. Hanya saja, dia berharap supaya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.

“Beberapa waktu lalu, memang ada sejumlah masyarakat yang terkena bom ikan. Ada yang cacat karena tangannya putus dan ada juga yang meninggal. Tapi sekarang saya sudah melihat masyarakat menangkan ikan menggunakan tombak dan pancing, kecuali orang dari luar pulau,”
Senada dengan Onny, Direktur LSM Rumsram Ir. Isak Matarihi ditemui terpisah beberapa mengatakan hal yang hampir sama. Dia berpendapat bahwa pengelolahan sumber daya pesisir berbasis masyarakat perlu ditingkatkan. Demikian pula tindakan-tindakan pemantuan masyarakat sebagai bagian dari perencanaan dan proses pengelolahan.

“Menyikapi degradasi kekayaan laut di Biak Numfor perlu ada perubahan paradigma masyarakat akan laut dan fungsi terumbu karang. Informasi dan penyadaran tentang arti pentingnya laut bagi masyarakat Biak harus terus digalakkan,”tukasnya.
Dicontohkan, kawasan – kawasan laut yang dilindungi atas peran serta masyarakat lokal perluh ditingkatkan. Selain itu, perluhnya penguatan kelembagaan, secara khusus lagi kelembagaan yang ada di masyarakat setempat. Baik lembaga resmi pemerintah maupun lembaga masyaraka adapt maupun lembaga agama perlu dilibatkan.

Keterlibatan masyarat dalam mengelolah dan melakukan pemantauan sumber daya alam dijamin UU No 22 Tahun 1999 dimana pemerintah dan masyarakat lokal mempunyai wewenang untuk mengelolah sumber daya alamnya sendiri. UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus ( Otsus)bagi Provinsi Papua.
“Keterlibatan masyarakat lokal dalam melakukan pemantauan dan pengelolahan dijamin UU, dan sebenarnya itu telah dilakukan LSM dengan pemerintah melalui program Coremap di Biak Numfor. tinggal bagaimana meningkatkan peran itu kedepan,” ujarnya.

Persoalan lain yang dinilai perlu menjadi perhatian, lebih jauh Matahiri, adalah bagaimana program pelestarian alam laut yang dilakukan oleh semua komponen terkoordinasi dan tidak saling tupang tindih sehingga terarah dengan baik.

“Program – program pelestarian lingkungan alam laut yang dilakukan berbagai pihak tujuannya satu, oleh karma itu perlu persamaan persepsi sehinggah target diharapkan dapat terealisasi. Sebab tujuannya yang sebenarnya sama, yakni pelestarian,”tandasmya.
Juga dikatakan bahwa pelestarian lingkungan alam laut kadang terbentur pada masalah kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Oleh karma itu, kata Matarihi, perlu dilakukan peningkatan keswadayaan masyarakat melalui pengembangan mata pencarian alternative, termasuk pengembangan kelembagaan ekonomi berwawasan lingkungan.

“ Program pelestarian sering berbenturan dengan kepentingan ekonomi masyarakat secara tradisional setempat, oleh karena itu potensi pengembangan ekonomi masyarakat yang berwawasan lingkungan tentunya perlu diperhatian,” tandasnya. (bersambung)

Biak : 120 Ekor Kambing Diserakan ke Masyarakat

(www.cenderawasihpos.com, 26-08-2008)
BIAK-Sejalan dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tantang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Biak Numfor terus memberikan perhatian serius terhadap pemberdayaan ekonomi kerakyatan sesuai dengan potensi daerah masing-masing.

Salah satunya dengan memberikan bantuan langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat untuk dikelola. Misalnya saja di Dinas Peternakan Kabupaten Biak Numfor. Pada tahun anggaran 2008 ini, sebanyak 120 ekor kambing diserahkan ke masyarakat di kampung-kampung.
Penyerahan secara simbolis 120 ekor kambing itu dilakukan langsung oleh Yusuf Melianus Maryen, S.Sos, MM beberapa waktu lalu saat masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Biak Numfor, di Desa Sunde, Distrik Biak Timur, beberapa waktu lalu.

Adapun 120 ekor kambing itu disebarkan ke kampung-kampung di wilayah Biak Utara, Biak Timur dan Numfor. “Program-program pemberdayaan masyarakat tetap akan menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dan dilakukan secara berkesinambungan,” paparnya saat itu.
Sementara itu Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Biak Numfor mengatakan, penyaluran ternak kambing dilakukan setiap tahun dan diberikan secara bergantian kepada masyarakat. “Pembagian ternak ke masyarakat sudah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya, kedepan tentunya hal yang sama akan dilakukan sesuai dengan ketersedian anggaran,” tandasnya.(ito)

Biak : Jika Keindahan Terumbu Karang di Papua Mulai Terusik (Bagian-1)

(www.cenderawasihpos.com, 25-08-2008)
Harus Ada Tindakan Penyelamatan, Semua Pihak Harus Terlibat!
Terumbu Karang tidak hanya memberikan kontribusi besar bagi kehidupan laut, namun juga memberikan kehidupan bagi ekosistem di bumi secara luas, termasuk manusia sendiri. Lalu bagaimana kondisi terumbu karang saat ini?
FIKTOR PALEMBANGAN, Biak

KEANEKARAGAMAN kekayaan sumber daya pesisir dan laut di Papua umumnya, termasuk di Kabupaten Biak Numfor masih cukup menjanjikan. Salah satu diantaranya adalah keindahan terumbu karang. Di Papua, terumbu karang yang dikenal cukup indah salah satunya terdapat di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak Numfor dan Kepulauan Insum Babi Kabupaten Supiori.
Terumbu karang tak hanya memberikan konstribsi dan dukungan besar bagi kehidupan di laut, namun dapat memberikan dukungan yang besar bagi kehidupan bagi ekosistem di bumi secara luas. Tak terkecuali adalah kehidupan manusia secara langsung.

Bagaimana tidak, Terumbu karang juga berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai habitat, kelangsungan hidup sebagai tempat mencari makan, tempat asuhan dan tumbuh besar, serta tempat pemijahan dari berbagai biota laut.

“Yang pasti Terumbu Karang memiliki nilai ekonomis cukup besar untuk berbagai kehidupan, sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak,” ujar Koordinator Publik Awarnes (PA) Coremap II Biak, Turbey O Dangeubun, S.Pi, M.Si kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Kalau dilihat dari sisi ekonomi wilayah laut yang memiliki terumbu karang yang cukup banyak dan indah tentunya memiliki potensi wisata. Tak hanya itu juga dapat sebagai penaham ombak dan sejumlah fungsi lainnya termasuk sebagai tempat kehidupan bagi ekosistem yang ada disekitarnya. . Nilai keindahan itu mencakup nilai ekonomis dan ekologis yang cukup tinggi.

Hanya saja, potensi sumber daya alam (SDA) laut itu mulai terusik dengan berbagai kegiatan yang tidak memperhatikan kelestarian lingukungan. Untuk itu, diperlukan suatu upaya-upaya pelestarian yang terprogram dan dilakukan secara berkesinambungan, serta semua pihak harus terlibat. Termasuk upaya rehebilitasi dan pelestarian secara berkelanjutan perlu menjadi perhatian serius.
“ Upaya-upaya perlindungan, rehabilitasi dan pengelolaan Terumbu Karang secara berkelanjutan harus menjadi perhatian semua pihak. Ini sangat penting sebagai bentuk penyelamatan terumbu karang dan sumber daya alam laut lainnya yang sudah mulai rusak,” paparnya.

Dikatakan, jika tidak ada keseriusan dalam penanganan dan pencegahan lebih jauh tentang terhadap kerusakan yang sudah mulai terjadi akibat aktivitas manusia dan faktor lainnya kondisi Terumbu Karang akan makin rusak parah. Oleh karena itu, dia menilai tindakan-tindakan pelestarian dan rehabilitasi secara terprogram harus dilakukan. “ Hal ini telah menjadi perhatian Coremap II Biak dengan menggalang semua pihak, khususnya lagi masyarakat di wilayah pesisir. Nah, masalah pelestarian dan rehabilitasi ini perlu kesadaran dengan keterlibatan semua pihak,” tandasnya.

Tak hanya itu, seperrti yang diuraikan diatas keindahan yang dimiliki terumbu karang dapat dijadikan sebagai daerah pariwisata dan rekreasi menarik. Misalnya saja di wilayah Kepulauan Padaedo yang telah ditatapkan sebagai kawasan wisata oleh Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dan Provinsi Papua.
Mengacu pada nilai ekonomis dan ekologis tersebut, lanjutnya, maka ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem produktif di wilayah pesisir dan laut sudah selayaknya dipertahankan keberadaannya. “ Yang idak kalah penting lagi, nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan biota laut komsumsi dan berbagai ikan hias, bahan konstruksi dan hiasan dan bahan baku farmasi. Nah, hal-hal ini yang harus diwariskan ke kegerasi berikut,” kata Dageubun.
“Sangat disayangkan berbagai nilai ekonomis dan ekologis terumbu karang yang potensial ini mulai terdegradasi dan rusak. Berbagai upaya telah kami lakukan di Coremap II, namun memang masih perlu didukung oleh semua pihak,” sambungnya.

Dikatakan, salah satu contoh kerusakan terumbu karang sudah terlihat parah dapat dilihat dari rusaknya sepanjang pesisir wilayah di Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor dan sekitarnya. Dimana, kata Onny panggilan akrabnya, saat Terumbu Karang belum terusik di Padaido, maka sepanjang Biak Timur dan sekitarnya belum ditalud. “ Bayangkan saja berapa anggaran yang dihabiskan akibat taluf dibuat di sepanjang Pantai Biak Timur, tentunya meliaran rupiah. Saat terumbu karang masih bagus ombak tidak terhempas sampai ke daratan, ini salah satu contoh. Belum lagi soal berara juta bahkan meliar ikan yang hilang,” pungkasnya. (bersambung)

Biak : 24 Mahasiswa PKL Di Coremap II Ditarik Kembali

(www.cenderawasihpos.com, 25-08-2008)
BIAK - Sebanyak 24 mahasiswa yang melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II) sejak Juli lalu secara resmi ditarik kembali, Jumat (24/8) kemarin.

Penyerahan kembali mahasiswa PKL itu dilakukan Koordinator CMB Program Management Unit (PMU) Biak Lot Yensenem, M.Si kepada salah satu dosen pendamping PKL Matius Parada, S.Kel, di Ruang Pertemuan PMU Biak.

Dalam pengarahannya Yensenen mengatakan, keberadaan mahasiswa PKL ini tidak hanya sebagai belajar secara langsung di lapangan khususnya di wilayah kerja COREMAP, namun juga lebih banyak akan membantu dalam menindaklanjuti pogram di masyarakat secara langsung.

“ Melalui kegiatan ini tentunya sangat diharapkan mahasiswa yang telah praktek, ikut memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam laut,” paparnya.
Hal yang hampir sama dikatakan Matius Parada, selaku dosen pendamping dari i Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Yapis Papua Jayapura. “Dedengan PKL seperti ini tentunya mahasiswa akan mendapat nilai tambah pengetahuan dan pengalaman langsung di lapangan. Diharapkan kerja sama seperti ini dapat terjalin baik kedepan, sebab mahasiswa ini saat lulus nantinya akan kembali kemasyarakat,” tandasnya.

Sekedar diketahui, 24 mahasiswa yang ikut PKL di Coremap II ini khususnya di wilayah Kepulauan Padaedo merupakan mahasiswa MIPA perikanan dan kelautan. Mereka berasal dari empat perguruan tinggi, masing-masing Universitas Cenderawasih, Akademi Perikanan Biak, STIPER ST. Aquinas Jayapura dan UNIYAP Jayapura. (ito)

25 August 2008

Kaimana : Satu Hektar Pala Hasilkan Rp 15 Juta

(www.radarsorong.com, 25-08-2008)
KAIMANA-Program penanaman sejuta pala di Kabupaten Kaimana harus direspon positif, karena program ini merupakan salah satu program yang sesuai untuk dikembangkan di kabupaten ini dengan tujuan perbaikan ekonomi masyarakat. Beberapa tahun mendatang sudah dapat memanfaatkan luas hutan yang tersedia di negeri ini menjadi perkebunan pala di tahun mendatang. Demikian Bupati Hasan Achmad pada kegiatan Pencanangan sejuta pala kemarin (23/8) yang diselenggarakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kaimana.

Lebih lanjut Bupati Kaimana mengatakan, luas lahan yang ada sekitar 4092 ha dan jika dispekulasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari sisi nilai ekonominya yakni tiap 1 ha pendapatan sekitar Rp 10 Juta sampai Rp 15 Juta dengan pola produksi pala di atas 20 tahun.

“Prioritas Pemkab Kaimana selain pengembangan Pala juga Komoditi Kelapa. Karena kalau dilihat pada tahun 1960-an Kaimana yang saat itu masih 3 kecamatan merupakan produk terbesar di selatan Papua. Kerjasama instansi teknis terkait sangat berperan untuk pengembangan komoditi tersebut,” jelas Bupati Kaimana.

Selanjutnya Bupati Kaimana mengharapkan masyarakat untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dan jangan mengutamakan kepentingan politis sehingga nantinya Kabupaten Kaimana dapat menghasilkan ekonomi produktif yang meningkat dan tepat sasaran.
Bupati juga menghimbau gereja-gereja,mesjid-mesjid guna mengambil peran dalam menyiapkan lahan jemaat untuk mengembangkan komoditi ini sehingga dapat mendukung kegiatan-kegiatan keagamaan.(nic)

Kaimana : Tanam Sejuta Pala Hingga 2011

(www.radarsorong.com, 25-08-2008)
KAIMANA-Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sabtu (23/8) lalu mencanangkan penanaman sejuta pohon pala di Kabupaten Kaiman langsung oleh Bupati Kabupaten Kaimana Drs.Hasan Achmad Aituarau, M.Si.
Pantauan Kaimana Pos pencanangan yang direncanakan pukul 09.00 Wit ternyata mundur satu jam akibat kondisi cuaca yang tidak bersahabat sejak pagi diguyur hujan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Ir.M. Sikora, M.Si dalam laporan kegiatannya mengatakan, program penanaman sejuta Pala merupakan program berkelanjutan sampai tahun 2011. Anggaran pada tahun 2007 sejumlah 100.000 bibit dan akan ditanam tahun 2008, tahun 2008 akan diupayakan 300.000 bibit yang akan ditanam tahun 2009.

Selanjutnya 300.000 bibit akan disiapkan pada 2009 yang akan ditanam pada tahun 2010 begitu pula 300.000 bibit disiapkan pada tahun 2010 dan akan ditanam pada tahun 2011 nanti. Diharapkan pada tahun 2011 nanti persemaian akan dibuat lagi.

Dia lebih lanjut menguraikan, lokasi penanaman tersebar pada beberapa kecamatan seperti Kaimana, Arguni, Kambarauw, Etna, Namatota, Ukiara, Murano.
“Iklim sangat mendukung usaha pengembangan komoditi ini, pertumbuhan dan perkembangannyapun sangat unik yakni tidak menggugurkan daun dan pala itu sendiri merupakan salah satu tanaman penghijauan,” tukas Sikora.

Lebih lanjut dia menjelaskan terdapat 2 jenis pala yang dikembangkan saaat ini yakni pala Banda dan pala negeri. Tahun anggaran ini pihaknya akan mengupayakan 5000 bibit sambung utuh dengan massa buah 4-5 tahun.

Sikora sangat mengharapkan dukungan dari semua pihak demi suksesnya program ini pada 2010 , khususnya pada kepala kampung untuk membantu dalam menyiapkan 1 Ha tiap keluarga untuk penanaman pala. Sehingga pada akhirnya tujuan kita dalam meningkatkan perekonomian rakyat dapat terwujud. Dan pada akhirnya Kabupaten Kaimana menjadi sentra produksi bukan metropolitan.
Sementara itu Bupati Kaimana dalam Sambutannya lebih menekankan pada bagaimana kita dapat mensukseskan program penanaman sejuta pala, agar pada akhirnya nanti kita dapat menjadikan Kabupaten Kaimana sebagai sentra ekonomi yang tangguh yang sudah tentu kerjasama yang baik antara berbagai pihak pendukung.

Bupati melepaskan 2 ekor burung merpati seakan menjadi saksi dimulainya kegiatan ini. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan bibit pala ke sejumlah kampung secara simbolis oleh Bupati, Wakil Bupati serta Muspida lainnya. Selanjutnya dilakukan penanaman simbolis oleh Bupati, wakil bupati serta anggota muspida pada lahan yang telah disiapkan.

Salah satu warga kampung yang enggan untuk jati dirinya dikorankan kepada Kaimana Pos mengatakan, kegiatan ini sangat disambut positif oleh warga, dan harapan dia program ini dapat menjawab apa yang menjadi persoalan masyarakat Kaimana pada umumnya.
“Campur tangan pemerintah khususnya instansi teknis sangat kami butuhkan dalam pemgembangan jenis tanaman komoditi ini sehingga pada akhirnya hasilnya mendapat nilai ekonomis yang tinggi,” ujarnya. (nic)

24 August 2008

Manca Negara : Venezuela : Harimau Bertaring Pedang Pernah Diami Venezuela

(www.kompas.com, 24-08-2008)
C
ARACAS, MINGGU
- Untuk pertama kalinya, fosil harimau bertaring pedang juga ditemukan di Venezuela. Fosil rahang dengan gigi taring yang panjang ditemukan tanpa sengaja saat para pekerja tambang tengah mengeduk jalur pipa minyak.

Perusahaan minyak milik pemerintah yang memiliki hak penambangan di wilayah tersebut kemudian mengontak Ascanio Rincon dari Institut Studi Ilmiah Venezuela. Setelah penggalian selama berbulan-bulan, tim paleontolog berhasil mengangkat fosil-fosil tersebut pada April 2007.

Kawasan tersebut mungkin pernah menjadi habitat hewan yang kemungkinan besar bertampang garang tersebut pada 1,8 juta tahun lalu. Sebab, tidak hanya satu fosil yang ditemukan melainkan dari enam ekor harimau.

Harimau bertaring pedang di Venezuela mungkin salah satu varietas spesies dari genus Homotherium yang pernah hidup di Amerika Utara. Panjang taringnya lebih pendek namun lebih tebal daripada harimau bertaring pedang lainnya.

"Deposit tersebut mungkin salah satu penemuan paling penting di Amerika Selatan dalam 60 tahun terakhir," ujar Ascanio Rincon yang pertama kali mengungkapkan penemuannya pada sebuah simposium ilmiah mengenai harimau bertaring pedang di Pocatello, Idaho, Mei lalu. Harimau bertaring pedang pernah ditemukan di Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Namun, baru kali ini di Amerika Selatan.

Penemuan ini juga memberikan informasi baru mengenai kehidupan liar di masa lalu. Rincon mengatakan penemuan ini menunjukkan bahwa harimau bertaring pedang dari genus Homotherium langsung menyebar dari utara ke selatan begitu daratan Benua Amerika menyatu.

Rincon berharap dapat kembali ke situs penggalian untuk mempelajari kemungkinan deposit fosil lainnya. Namun, pemerintah tanpa alasan belum mengizinkan para peneliti untuk kembali melakukan aktivitas di situs yang terletak di Monagas, bagian timur Venezuela yang dikenal kaya kandungan minyak. WAH
Sumber : AP

Nasional : Seekor Badak Luka-luka Tersesat di Kebun Sawit

(www.kompas.com, 24-08-2008)
SABAH, MINGGU
- Seekor badak Sumatera tersesat di kebun sawit di wilayah Sabah, Malaysia yang berada di Pulau Borneo (Kalimantan) dan mengalami luka-luka. Beruntung sejumlah pecinta lingkungan berhasil menyelamatkan dan menggiringnya ke habitatnya sebelum lukanya berakibat fatal.

"Jelas terlihta badak tersebut mengalami luka-luka selama keluar dari hutan ke daerah datar perkebunan kelapa sawit," ujar Senthilvel Nathan, kepala dokter hewan dari Departemen Lingkungan Hidup Malaysia.

Ia mengatakan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan lingkungan habitatnya. Saat timnya pertama kali mendekatinya, badak tersebut tampak agresif dan melakukan perlawanan. Namun, para petugas tetap menjaga jarak dan memberikan daun-daun serta buah-buahan yang dibutuhkan hewan tersebut untuk dimakan.

Badak tersebut sempat berputar-putar di dalam kebun sawit sebelum akhirnya berhasil digiring ke hutan. Proses pemindahan tersebut melibatkan tidak kurang dari 24 orang dokter hewan, penjaga hutan, dan sukarelawan dari SOS Rhino Borneo dan WWF Malaysia. Mereka memonitor pergerakan badak selama 24 jam setiap hari sampai benar-benar memasuki hutan.

WWF Malaysia dalam pernyataannya Minggu (24/8) yakin bahwa badak tersebut sama dengan badak yang pernah terekam kamera penjebak pada Februari 2007. kamera yang dipasang dalam hutan Sabah itu untuk pertama kalinya merekam kehidupan badak Sumatera di Kalimantan dalam gambar bergerak (video).

Badak di Kalimantan adalah sub spesies badak Sumatera. Bentuk tubuhnya sedikit lebih kecil daripada badak Sumatera umumnya, dengan gigi lebih kecil dan bentuk kepala berbeda.

Subspesies ini merupakan badak paling terancam punah di seluruh dunia. Populasinya di dalam hutan Sabah diperkirakan tinggal 30 ekor. Selain di Sabah, badak Sumatera juga masih hidup di Semenanjung Malaysia. Pada Desember lalu, foto badak di sana berhasil dibuat setelah 10 tahun tak pernah dilaporkan penampakannya. WAH
Sumber : PHYSORG

23 August 2008

Kaimana : Hari Ini Pencanangan Penanaman Sejuta Pala

KAIMANA-Dinas Kehutanan Kabupaten Kaimana hari ini (23/8) tepat pukul 09.00 Wit oleh mencanangkan program penanaman sejuta pohon pala di Kabupaten Kaimana. Rencananya jika tidak berhalangan kegiatan ini akan dibuka oleh Bupati Kaimana Drs.Hasan Achmad Aituarau, M.Si. Lokasi yang telah dipersiapkan Dinas Kehutanan di areal persemaian jalan Batu Putih Kaimana. Demikian Ketua Panitia A Napitupulu kepada Kaimana Pos di sela sela kesibukannya mempersiapkan kegiatan tersebut.

Menurut Napitupulu, persiapan yang dilakukan mencakup pemasangan spanduk-spanduk di sepanjang poros jalan Utarum serta spanduk yang membentang tinggi pada pintu masuk tempat persemaian Dinas Kehutanan dan Perkebunan, juga baliho yang dipajang di sepanjang jalan Batu Putih.
“Kiri kanan jalan menuju tempat persemaian juga kami pasang umbul-umbul, dan kami telah membuat lokasi tempat upacara sepanjang 500 meter serta lokasi pencanangan dengan ukuran 100x100 m2,” jelas Napitupulu.

Selain itu, lanjut Napitupulu, persiapan yang penting juga antara lain podium, mimbar, lahan upacara serta tenda semuanya akan dirampungkan sampai dini hari nanti.
Ketika disinggung mengenai lahan yang telah dipersiapkan kata dia memang ada tiga lahan tanpa menjelaskan lokasi-lokasi tersebut.

Pantauan Kaimana Pos di lokasi pencanangan beberapa staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan sementara menata dan merapikan lahan. Sedangkan staff yang lainnya menimbun tanah dan mengecek persemaian yang ada pada polibek serta mengerjakan baliho penanaman sejuta pohon pala. (nic)

22 August 2008

Jayapura : Lahan Kritis Cyclop Capai 1.510 Ha

(www.radarsorong.com, 22-08-2008)
SENTANI-Wakil Bupati Jayapura, Zadrak Wamebu, SH, MM mengungkapkan seiring lajunya pembukaan lahan untuk pembangunan yang tidak memperhatikan aspek konservasi hingga banyak lokasi hutan yang mengalami degradasi baik longsor maupun penurunan kapasitas sumber air minum dianggap perlu penanganan segera tanpa harus menunggu timbulnya musibah.

Untuk itulah dirinya meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun peran masyarakat untuk berfikir secara terintegrasi penanganan (pencegahan) masalah sebelum terjadi.
“Kami lihat belum ada keseriusan antara SKPD maupun masayarakat. Padahal sudah terbentuk tim Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA),” ungkap Zadrak Wamebu usai sosialisasi GN-KPA di Gedung Tabita Sentani Kamis (21/8).

Menurut Zadrak, yang sering dilakukan adalah saat terjadi bencana baru dilakukan penanganan dan barulah muncul pikiran strategis bahwa masalah itu perlu diantisipasi dengan bagaimana pencegahan.
”Dinas harus berfikir secara terintergrasi bagaimana masalah ini ditangani begitu juga peran masyarakat sangat penting bagaimana mengambil sikap pencegahan,” pintanya.
Data yang diperoleh, luas lahan kritis areal terbuka yang terus bertambah tiap tahunnya dimana untuk luas lahan kritis di Gunung Cyclop adalah 1.510 Ha, terdiri dari sangat kritis 444 Ha, kritis 474 Ha, agak kritis 494 Ha dan potensial kritis 98 Ha.

Sementara fakta kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) wilayah Sentani diakibatkan deforestasi dan penurunan keanekaragaman hayati khususnya dibagian hulu, kebakaran lahan karena alang-alang dan model pertanian berpindah yang kerap menggunakan api untuk pembersihan areal.
“Saya pikir tidak bisa Bapedalda dan Dinas Kehutanan mengambil langkah sendiri sementara masyarakat terus melakukan aktifitas yang merugikan,” kata Zadrak yang menilai masih banyak masyarakat belum melihat air sebagai bahan strategis pendukung kehidupan.

Dengan Undang-undang no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menurut Zadrak masyarakat harus melihat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan secara alami.
”Jika wilayah DAS sendiri terkontaminasi dengan terjadinya kerusakan ekosistem, maka dengan sendirinya akan menurunkan kualitas maupun kuantitas air,” jelas Zadrak.(ade)

Artikel : Menyimak Pasca Tambang Grasberg PT Freeport

(www.beritabumi.or.id, 21-08-2008)
Penulis : Dominggus A. Mampioper

Saat ini perusahaan PT Freeport mulai mengapalkan 4000 ton tailing yang oleh media lokal di Papua disebut sirsat atau pasir sisa tambang menjadi bahan baku pembangunan jalan di Kabupaten Merauke. Studi yang dilakukan LAPI ITB untuk memanfaatkan tailing sejak tahun 2000 lalu kini mulai digunakan sebagai bahan baku semen. Walau demikian untuk mengikat sebuah tailing sudah jelas membutuhkan banyak polimer-polimer untuk membantu sebuah semen eks tailing (sirsat)

Lalu timbul pertanyaan apakah tailing itu sudah bebas dari limbah logam berat? Pengalaman warga di Kampung Omawita di luar areal konsesi PT Freeport menyingkapkan bahwa warna tambelo sejenis ulat kayu bakau sudah berubah warna kehitam-hitaman karena logam tembaga (Cu) dan rasanya sudah tak seenak dulu.

Kepada penulis, mantan Vice President Environmental, Dr Bruce Marsh pernah menuturkan bahwa jangan khawatirkan pasca tambang karena sudah menyiapkan semua rencana setelah Grasberg berakhir. Apalagi yang namanya ghost town, tidak akan ada di lokasi bekas tambang di sana .

Walau demikian peneliti dari Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari, Ir Musa Sombuk, Msc. mengatakan, kalau mau berbicara tentang pasca tambang memang masih lama sekitar 2039, tetapi indikasi perbaikan ke arah itu bisa dilihat dari kegiatan sepuluh tahun terakhir.

“Saya melihat selama sepuluh tahun terakhir ini belum ada landasan yang kuat pasca tambang,” tegas mahasiswa program doktor Universitas Nasional Australia itu, saat berdiskusi dengan penulis di Jayapura 4 Juli lalu.

Menyinggung soal sirsat atau tailing, menurut Sombuk perlu mengkaji lebih dalam, apakah semen tailing bebas dari logam berat (B3) atau tidak meskipun telah dicampur dengan polimer. “Sedang kata sirsat hanyalah permainan public relation untuk memperhalus kata tailing yang dianggap tabu bagi mereka,” ujar Sombuk.

Bagaimana dengan sedimentasi tailing yang telah berlangsung bertahun-tahun di kawasan bumi Suku Kamoro. Rupanya mata rantai makanan di daerah Omawita, Kaugapu dan sepanjang Kali Ajkwa terputus akibat sedimentasi tailing. Persoalannya sekarang mampukah semua pihak terutama pemerintah pemberi hak eksplorasi dan penerima mandat untuk menambang PT FI memperbaiki kembali mata rantai makanan yang telah terputus itu?

Ironis memang, investasi yang tadinya bisa membawa kesejahteraan masyarakat terpaksa harus memakan banyak korban. Mulai dari tuduhan separatis karena merasa hak-hak mereka dirampas hingga mendulang emas karena tuntutan ekonomi dan perubahan sosial budaya.

Kemilau emas dan tambang ternyata tidak mereka nikmati dan hanya mencari remah-remah emas di seputar sisa tailing di ketinggian ribuan meter. Mereka menahan dinginnya ketinggian dan air keruh Kali Ajkwa.

Penggalian Terus Berlangsung
Sementara itu operasi Grasberg saat ini masih terus berlangsung dan penggalian terus dilakukan. Produksi berasal dari penambangan terbuka di Grasberg dan penambangan bawah tanah di wilayah timur tambang terbuka Ertsberg yaitu di Intermediate Ore Zone (IOZ) dan Deep Ore Zone(DOZ).

Limbah di sekitar lubang tambang terbuka di lembah Cartenzst, Grasberg Barat dan Lembah Wanagong. Seluruh proses penambangan hingga pemisahaan logam-logam yang bernilai ekonomi, menghasilkan timbunan batuan limbah (overburden). Produksi bijih tambang PT Freeport Indonesia saat ini meningkat terus hingga lima kali lipat dibanding sepuluh tahun lalu.

Konsekuensinya jumlah limbah pun berlipat ganda. Tercatat jumlah tailing (sisa buangan tambang) per tahun sekitar 45 juta ton (PT FI 1998), lima persen (5 %) berupa pasir halus yang tidak mengendap di tanggul, terus terbawa aliran Sungai Ajkwa sampai ke Pantai Mimika. Bahkan sebelum tanggul di bagian Timur dibangun, tailing ini juga mengalir ke Sungai Minajerwi. (laporan Studi Mollusca di Kawasan Muara Sungai dan Pantai Mimika, Agustus 1999).

Dari total bijih yang diolah hanya 3-4 % menjadi konsentrat yang mengandung emas, perak dan tembaga, lainnya limbah yang disebut tailing. Tailing dalam bentuk lumpur (slurry) dibuang dari dataran tinggi melalui sungai Aghawagon, Otonoma, dan Ajkwa dan diendapkan di dataran rendah Ajkwa. Akibatnya terjadi perubahan pada habitat flora sub alpine, geoteknik, geokimia dan geomorfologi, termasuk flora teresterial, biota akuatik, dan kualitas air.

General Superintendent Mine Surface Enginering PT FI, Dani Hamdani mengatakan, pertambangan sangat ditentukan sejauhmana informasi didapatkan dari alam itu sendiri, sehingga dalam menentukan sesuatu hal pada dua tahun lalu pihaknya telah merencanakan bahwa operasi Grasberg akan selesai 2013 mendatang.

"Hanya saja dalam perkembangannya, dari group geologi dan geotek telah menemukan suatu informasi baru bahwa akhirnya umur dari tambang berobah menjadi 2015," ujar Dani Hamdani kepada wartawan di Jayapura saat memberikan materi pada acara Seminar dan Kuliah Umum di Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Jumat , 22 Februari 2008 lalu.

Ditambahkan pihaknya telah dinyatakan mampu, baik dalam perencanaan tambang maupun sampai kepada opearasi sehari-hari. Saat ini sedang dilakukan pengeboran-pengeboran di Grasberg under ground mining termasuk mine plainer.

Kaya Deposit
Forbes Wilson dalam bukunya berjudul The Conquest of Copper Mountain lebih banyak menulis tentang perjuangan dan cara menaklukan Gunung Ertsberg. Bagi Wilson, Ertsberg bukan hanya sebuah gunung tapi keseluruhan kondisi geologis yang terkandung di wilayah Nemangkawi (sebutan Cartensz bagi orang Amungme). Wilson tertarik dengan Ertsberg karena merupakan singkapan permukaan dari endapan bijih tembaga yang lebih besar terkandung di dalam tanah.

Orang Amungme menyebut Ertsberg yaitu Yelsegel Ongopsegel yang berarti gunung berkilat menyerupai bulu burung Cenderawasih Hitam (Barotia civilata). "Karena itu tak heran kalau mereka percaya bahwa tempat itu sangat keramat dan sakral," tegas Arnold Mampioper dalam buku Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartensz. Kini Yelsegel Ongopsegel sudah tak berkilau lagi dan ditutup tahun 1988. Bahkan bekas galiannya sudah berubah menjadi sebuah lubang raksasa penampung air hujan.

Untuk mengenang Forbes Wilson kubangan air itu dinamakan Danau Wilson. Sedangkan Grasberg dalam bahasa Amungme disebut Tenogoma atau Emagasin karena banyak ditumbuhi rumput. Selanjutnya George A Maley dalam bukunya berjudul Grasberg menjelaskan bahwa Grasberg mengandung deposit sebesar 1,76 miliar ton batuan bijih dengan kadar rata-rata 1,11 persen tembaga atau sama dengan 35,2 milyar pon logam tembaga murni.

"Kandungan emasnya juga sangat tinggi yaitu sebanyak 49 juta try ons, sama dengan separuh jumlah seluruh emas yang diperoleh dari California selama demam emas dulu. Anehnya, deposit yang luar biasa besar ini terletak hanya tiga kilometer dari Ertsberg. Baru dibor 15 tahun setelah tambang disebelahnya dikerjakan" tutur Mealey. Lalu seberapa lamakah penambangan Grasberg berproduksi?

Menurut perhitungan George A. Mealey jika dengan tingkat produksi sekitar 150 ton per hari per pegawai diperlukan waktu 45 tahun untuk menambang cadangan terbukti dan terkira. Saat ini produksi Grasberg sudah berjalan selama 15 tahun. Berarti tinggal 30 tahun lagi tambang Grasberg digali dan diledakan. Waktu 30 tahun bisa saja berlalu dalam hitungan detik, karena kita terlalu asyik menambang. Apalagi Pemerintah Indonesia dalam dokumen AMDAL telah menyetujui kenaikan tingkat produksi sampai 300 ribu ton per hari.

Penggalian dan peledakan terus dilakukan tiada henti. Grasberg juga pernah memakan korban jiwa. Beberapa pekerja tewas dan diduga tertimbun longsoran di open pit mining Grasberg. Sebuah kecelakaan bisa juga terjadi pada sebuah perusahaan raksasa yang pernah meraih penghargaan Zero Accident.

Mealey menuturkan pengalamannya bahwa selama ia bekerja di dunia pertambangan baru kali ini menemukan cara baru menentang kekuatan alam yaitu dengan memotong ayam hitam lalu menyemburkan darahnya di sekitar lokasi kerja. Hasilnya tidak sia-sia, pekerjaan mulus dan tanpa hambatan. Bahkan dia mengusulkan teknik ini perlu diterbitkan dalam buku saku penambangan.

Longsor di Area Tambang
Salah siapa kalau mereka ikut mendulang berdampingan dengan perusahaan tambang terbesar di bumi Amungsa? Meski pemerintah kabupaten sudah memberikan beberapa pelarangan tanpa mengeluarkan perda tapi daya tarik logam mulia ini selalu menggiurkan. Bayangkan bisa menghasilkan berjuta-juta rupiah dalam hitungan minggu saja.

Meski telah berkali-kali terkena longsor dan memakan korban tetapi proyek pendulangan jalan terus. Bukankah serpihan kilauan emas sangat menjanjikan bagi mereka. Pasar sudah tersedia di Kota Timika, Ibukota Kabupaten Mimika untuk membeli satu gram emas bahkan bisa lebih dari itu.

Bukan hanya para pendulang saja yang terkena bencana dan korban longsoran. Oktober 2004 lalu di lokasi tambang Grasberg, tepat pukul 05.30 pagi WP terdengar suara gemuruh dari atas melungsur batuan tanah, dan lumpur menerjang dengan ganasnya. Dalam sekejap 13 anggota opeartion crew IV terbenam dalam 2,3 juta meter kubik materi longsor. Salah seorang sopir, Fredrik Rumere lolos dari terjangan maut.

Ia berhasil selamat sedangkan empat temannya sampai saat ini hilang ditelan material dan belum ditemukan. Bau mayat yang menyengat hidung mulai menyambar di sekitar lokasi kejadian dari timbunan tersebut.

Longsor terjadi di bagian selatan area tambang terbuka Grasberg. Longsoran itu terjadi pada lokasi pertemuan batuan poker chip di zona lemah dan batuan instrusif dengan ketinggian 3.800 sampai 4000 kaki di atas permukaan laut. Lokasi tambang Grasberg terletak pada ketinggian 4200 meter sedangkan puncaknya mencapai 4.209 meter.

Kondisi kerja di Grasberg barangkali yang paling terberat di dunia tulis George A Mealey dalam bukunya berjudul Grasberg, sebab hujan dan kabut selalu datang setiap hari menciptakan kondisi rawan bagi keselamatan. Selain itu menelan biaya besar untuk pemeliharaan alat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pemeliharaan jalan di Grasberg menelan biaya tiga kali lipat jika dibandingkan di tempat lain.

“Pada dasarnya tambang tidak pernah tutup, tetapi kabut tebal sangat membatasi jarak pandang, sehingga bagian tertentu dari tambang harus dihentikan operasinya selama 25 menit setiap harinya, yang berarti memperbesar biaya operasi,” tegas George Mealey.

Aktivitas penambangan PT Freeport di Tanah Papua dimulai sejak 19 April 1967 secara resmi membuka sayapnya di Irian Barat. Dua tahun sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dilakukan, perusahaan raksasa milik Amerika Serikat sudah menancapkan kukunya di tanah orang Papua. Kemudian 1973 Presiden Soeharto meresmikan penambangan perdana tambang tembaga di Gunung Ertsberg. Lubang bekas tambang Ertsberg kini menjadi Danau Wilson , sebagai penghormatan kepada Forbes Wilson, pemimpin ekspedisi Freeport 1960 saat Belanda masih bercokol di tanah Papua.

Kini Danau Wilson berfungsi sebagai persediaan air untuk operasi pabrik pengolahan serta membangkitkan tenaga listrik dengan kapasitas 2,5 megawatt. “Oleh karena itu perlu diusahakan agar lubang tambang Grasberg tidak terisi air pada saat yang terlalu dini, sehingga penirisan harus tetap dilakukan dengan baik,” tegas George A Mealey.

21 August 2008

Manca Negara : Fosil Murah dari eBay Itu Ternyata Spesies Baru

(www.kompas.com, 21-08-2008)
JAKARTA, KAMIS
- Seorang ilmuwan yang membeli secuplik fosil serangga dalam resin yang membatu (amber) tak pernah menyangka bahwa hewan tersebut spesies baru. Apalagi, ia hanya membelinya seharga 20 Poundsterling atau sekitar Rp320.000.

Dr Richard Harrington, wakil presiden Masyarakat Entomologi Kerajaan Inggris membeli fosil tersebut dari seseorang di Lithuania. Melihat keunikannya, ia kemudian mengirimkannya kepada koleganya, Profesor Ole heie, pakar fosil serangga di Denmark untuk dipelajari.

Setelah diidentifikasi, baru diketahui bahwa serangga tersebut merupakan spesies baru meskipun telah punah saat ini. Serangga tersebut kemudian diberi nama ilmiah Mindarus harringtoni.

"Ia menemukan bahwa serangga tersebut belum pernah dideskripsikan sebelumnya," ujar Dr. Harrington. Serangga tersebut memiliki panjang tubuh antara 3-4 cm dan diperkirakan telah teperangkap dalam amber selama 40-50 juta tahun lalu.

Selama hidupnya serangga tersebut memangsa tumbuh-tumbuhan jenis Pinites succinifer. Tumbuhan tersebut juga sudah punah saat ini.WAH
Sumber : BBC

Nasional : Rinjani Diusulkan Menjadi Geopark Pertama di Indonesia

(www.kompas.com, 20-08-2008)

MATARAM, RABU - Kelanjutan pembahasan usulan Gunung Rinjani, Lombok yang berketinggian 3.720 meter dpl menjadi Geopark pertama di Indonesia dalam jaringan Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (Unesco) akan dibahas di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Wakil Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTB, Ir. Heryadi Rachmat selaku Anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Nusa Tenggara di Mataram, Rabu (20/8), mengatakan, dua Direktur Jenderal (Dirjen) akan hadir dalam acara tersebut.

Dua Dirjen yang akan hadir dalam pembahasan kelanjutan Gunung Rinjani menjadi Geopark yang akan digelar minggu pertama atau kedua September 2008 adalah Dirjen Destinasi, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Kegiatan tersebut dilakukan guna mendukung Visit Indonesia sejalan dengan Kepres No. 16/2005 dan Nota Kesepahaman antara Menteri Kehutanan dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 8 Juli 2008.

Gunung Rinjani layak diusulkan menjadi Geopark, antara lain karena memiliki keunikan dari segi geologis dan pemandangan alam yang menakjubkan terutama dengan adanya kaldera Danau Segara Anak dan air terjun. Selain itu, pengelolaan Gunung Rinjani termasuk di dalam Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dikelola oleh Rinjani Treck Manajemen Board (RTMB), yakni sebuah badan yang terdiri atas pemerintah swasta, masyarakat dan pelaku pariwisata.

"Jika usulan Gunung Rinjani menjadi Geoprak diterima, maka ini merupakan yang pertama di Indonesia, kedua di Asia Tenggara setelah Pulau Langkawi di Malaysia dan yang ke 54 di dunia," katanya. Di bawah pengelolaan RTMB Gunung Rinjani beberapa kali mendapatkan penghargaan nasional maupun internasional, diantaranya World Legacy Award tahun 2004 dan Finalis Tourism For Tomorrow Award (2005-2008). WAH Sumber : Antara

Nasional : Konservasi Penyu di Indonesia Menjadi Contoh

(www.kompas.com, 20-08-2008)

DENPASAR, RABU — Negara-negara kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara yang tergabung dalam The Indian Ocean and South East Asia (IOSEA) memuji upaya konservasi penyu di Indonesia.

"Berbagai upaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap enam jenis penyu di Indonesia guna mencegah kepunahan akan bisa menjadi contoh negara lain," kata Sekjen IOSEA Douglas Hykle pada pertemuan ke-5 IOSEA di Sanur, Bali, Rabu (20/8).

Dalam pertemuan anggota IOSEA yang berlangsung hingga Sabtu (23/8), delegasi dari berbagai negara anggota yang melihat langsung konservasi penyu di Indonesia dapat saling bertukar informasi ilmiah dan teknis guna meningkatkan kerja sama promosi internasional. Pertemuan tersebut, katanya, dimaksudkan untuk memfasilitasi pengembangan rencana aksi pengelolaan dan konservasi penyu serta mengidentifikasi kebutuhan program mitigasi interaksi antara ikan dan penyu, seperti perlindungan telur dan tempat penyu betina bertelur di pantai.

Menurut Douglas Hykle, promosi jaringan dan kemitraan dimaksudkan untuk mendorong implementasi kesepakatan IOSEA tentang penyu laut sebagai bagian dari aktivitas internasional dalam konservasi dan pengelolaan penyu. Dari 44 negara anggota IOSEA, 28 negara di antaranya telah menandatangani kesepakatan tersebut, termasuk Indonesia, dan yang terakhir dilakukan Oman.

Upaya pelestarian penyu menjadi perhatian dunia, mengingat dari ribuan telur yang menetas, sangat sedikit yang bisa bertahan hidup hingga dewasa. Misalnya, penyu hijau di berbagai daerah di Nusantara yang berpotensi mencapai sekitar 40.000 ekor. Dalam dua bulan masing-masing induk mampu bertelur delapan kali, dengan jumlah telur 110 butir. Namun, dari setiap 1.000 telur yang menetas, diperkirakan hanya dua ekor yang bertahan hidup hingga dewasa.

IOSEA merupakan lembaga kerja sama antarnegara kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara serta negara lain yang memiliki perhatian terhadap pelestarian penyu. Ancaman utama terhadap penyu laut terutama oleh kegiatan eksploitasi yang tanpa menjaga kelestariannya (unsustainable exploitation), perusakan terhadap habitat khususnya tempat bertelur dan mencari makan, serta kematian akibat penangkapan tak sengaja oleh nelayan.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, sejauh ini pihaknya telah melakukan kampanye terpadu untuk menyelamatkan penyu melalui penerapan sejumlah peraturan, termasuk yang terkait dengan penangkapan ikan. Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, seperti perusahaan bidang perikanan yang terbukti menangkap penyu, dikenai sanksi berat sesuai ketentuan yang ada.

Dijelaskan bahwa penangkapan ikan dengan pukat harimau harus menggunakan jaring TED (turtle extrude devices) yang secara otomatis akan meloloskan penyu yang tertangkap kembali ke laut. Penangkapan ikan dengan cara memancing, katanya, juga disyaratkan menggunakan kail berbentuk huruf "C" yang bisa menyelamatkan penyu dan dilarang memakai kail berbentuk "J" yang menjerat dan mematikan penyu.

Menurut Freddy, kini telah ditetapkan sejumlah lokasi konservasi yang merupakan kawasan tempat bertelur penyu, seperti habitat penyu hijau di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur, dan penyu belimbing di Janursba Medi serta Warnon di Papua. Perlindungan dan pelestarian penyu juga dilakukan melalui berbagai upaya, seperti mencegah pemangsaan telur oleh burung elang dan biawak maupun tindakan perburuan sarang telur penyu oleh masyarakat.
WAH Sumber : Antara

Pelajar Papua Menang LPIR 2008



(www.suarapembaruan.com, 20-08-2008)

Viva Virginia Suhartawan (15 tahun), dara belia pelajar SMPN 2 Jayapura, Papua, dengan lugu menutup kedua matanya ketika dinyatakan sebagai pemenang Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) untuk jenjang SMA.

Hasil penelitiannya yang berjudul "Siklus Hidup dan Sumber Pakan Kupu-kupu di Cagar Alam Pegunungan Cyclops Kabupaten Jayapura" terpilih sebagai pemenang pertama Lomba LPIR 2008. Dia mengalahkan 40 pelajar SMA peserta LPIR dari 34 provinsi.
Anak kedua dari pasangan Bambang Suhartawan dan Daawia, yang lahir pada 25 November 1994 itu bersama kakaknya yang duduk di bangku SMA, Vina Vania Suhartawan dan rekan sekolahnya Pandu Putra Sepadya, selama enam bulan meneliti siklus hidup kuku-kupu.

"Kami melakukan observasi siklus hidup, perilaku, dan sumber pakan kupu-kupu Ornithoptera priamus sejak Desember 2007 sampai Mei 2008. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rentang waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya, mulai dari telur diletakkan oleh kupu-kupu betina hingga imago keluar dari kepompong, berkisar 53 hingga 80 hari," tutur Vina.

Kupu-kupu cantik dari Cagar Alam Pegunungan Cyclops Jayapura itu ternyata masih tetap memikat dewan juri LPIR Departemen Pendidikan Nasional. Kali kedua dalam dua tahun terakhir, Vina Vania Suhartawan, berhasil meraih juara pertama dalam LPIR. Jika tahun lalu ia meneliti spesies kupu-kupu Ordo lepidotera, tahun ini unggul berkat penelitian Ornithoptera priamus (Papilionidae).

Lantas apa yang menjadi daya tarik penelitian terhadap kupu-kupu Papilionidae? Menurut Vina, Ornithoptera priamus adalah salah satu kupu-kupu sayap burung yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya karena populasinya terus menurun.

"Kupu-kupu ini terancam oleh kerusakan habitat hutan dan diperdagangkan karena dianggap memiliki nilai ekonomi yang tinggi," ujarnya dengan penuh semangat dan percaya diri, seusai menerima penghargaan sebagai pemenang pertama LPIR 2008, pekan lalu, di Jakarta.

Menurut Vina, siklus hidup, sumber pakan, dan pengetahuan perilaku, sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan program konservasi kupu-kupu sayap burung di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cyclops. Ia bersama adiknya,Viva, dan rekannya, Pandu, lantas melakukan observasi siklus hidup, perilaku, dan sumber pakan Ornithoptera priamus.

Dia menjelaskan, larva mengalami empat kali ganti kulit dan mempunyai lima tahap instar. Saat tahap larva, larva sangat aktif makan dan aktif bergerak, kecuali pada saat ganti kulit, larva akan kurang aktif dan berhenti makan. Adapun proses kawin dilakukan sambil terbang dengan posisi betina di sebelah atas dan jantan di bawah.

"Setelah kawin, betina meletakkan telur pada daun-daun tempat menjalarnya Aristolochia tagala yang merupakan sumber pakan larvanya. Telur diletakkan satu per satu di balik daun," ujarnya.

Setelah telur menetas, kata Vina, larva keluar dari telur dan sumber makanannya yang pertama adalah cairan telur dan sebagian kulit telur. Setelah itu, larva akan bergerak mencari daun-daun muda Aristolochia tagala dan mulai makan daun-daun muda tersebut. Larva juga diobservasi memakan daun, buah, dan batangnya. Larva instar terakhir akan berpindah ke tumbuhan lain, lalu memintal benang sutra yang akan digunakan untuk mengikat dirinya dengan daun atau ranting pada saat menjadi prepupa dan pupa.

Vina, gadis Jawa asal Papua ini, sudah lama tertarik pada hewan jenis serangga. Lantaran ketertarikannya itu, dia pun bergabung dalam komunitas etimologi Papua yang mayoritas adalah siswa SMA dan mahasiswa. Kelompok ini bertujuan meneliti dan mengobservasi berbagai jenis serangga yang terdapat di wilayah Cagar Alam Pegunungan Cyclops.

Ibundanya, Daawia, seorang dosen Biologi di Universitas Cendrawasih, dan ayahnya, Bambang Suhartawan, guru SMAN 1 Jayapura, juga mendukung kegiatan Vina dan adiknya. Berawal dari sinilah Vina kian tertarik melakukan penelitian spesies kupu-kupu. Tak heran, dua kali berturut-turut Vina menjadi pemenang LPIR.

Tahun ini, dia mengungguli Arga Wisnu Pradana dan rekan-rekannya dari SMAN 1 Madiun, Jawa Timur, dengan judul penelitian "Modernisasi Rumus Segitiga untuk Menemukan Luas Segi Empat Sembarang" (pemenang dua), dan Ary Agustanti dan rekan dari SMAN 6 Yogyakarta yang meneliti "Grafiti, antara Vandalisme dan Keindahan" (pemenang ketiga). [SP/Eko B Harsono]