(www.suarapembaruan.com, 25-03-2008)
[JAYAPURA] Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu dan Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi tidak akan mencabut larangan ekspor kayu bulat (log) tanpa diproses terlebih dahulu di Tanah Papua. Barnabas dan Atururi sudah mengeluarkan Kebijakan Baru Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan.
"Kami tetap mempertahankan Surat Keputusan Bersama Nomor 163 Tahun 2007 dan Nomor 16 Tahun 2007 tentang Peredaran Hasil Hutan yang di antaranya berisi penghentian pemasaran kayu bulat ke luar dari Tanah Papua. Keputusan bersama dikeluarkan tanggal 18 September 2007," ujar Barnabas dalam siaran pers yang disampaikan kepada SP, Selasa (25/3), di Jakarta.
Kebijakan itu mengatur hak kepemilikan sumber daya hutan di Papua dikembalikan kepada rakyat dan masyarakat adat. Dalam kaitan dengan hal itu, pemerintah mengembangkan sejumlah program yang mendorong keterlibatan langsung masyarakat dalam pengembangan industri kayu rumah tangga dan mencegah pembalakan hutan. Tujuannya agar masyarakat adat memperoleh manfaat ekonomi sebesar-besarnya dari hutan yang adalah milik mereka sejak zaman leluhurnya menghuni Tanah Papua, ujarnya.
Bagian integral dari Kebijakan Baru Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan, tambahnya, melarang secara total ekspor kayu bulat ke luar dari Papua, karena merupakan proses pembodohan dan pemiskinan rakyat selama ini. Dikatakan pembodohan, karena ekspor log seolah-olah menunjukkan bahwa rakyat Papua tidak mampu untuk mengembangkan industri pengolahan kayu.
"Pemiskinan, karena dari ekspor kayu bulat merupakan nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat sangat kecil. Bahkan mereka tidak mendapatkan keuntungan apa pun dibandingkan yang diraup para pedagang kayu, apalagi pedagang kayu yang melakukan pembalakan hutan secara liar," tandasnya.
Presiden Mendukung
Suebu mengungkapkan, kebijakan baru pengelolaan kehutanan secara berkelanjutan tersebut dalam beberapa kesempatan sudah dilaporkan langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Presiden dan Wakil Presiden sangat menyetujui dan mendukung sepenuhnya kegiatan tersebut demi kelestarian kontribusi hutan Indonesia di Papua bagi iklim dunia, kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya, dan khususnya kesejahteraan rakyat Papua," katanya.
Dicontohkan, kegiatan Temu Investasi Bidang Kehutanan di Jayapura dalam rangka Hari Bakti Rimbawan yang ke-25, dijelaskan tentang kebijakan pengelolaan kehutanan di Papua di hadapan para peserta yang umumnya adalah pelaku industri kayu yang berasal dari Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Jakarta, Semarang, dan Surabaya termasuk pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan di Papua.
Dalam kesempatan itu, tambahnya, ada sejumlah peserta Temu Investasi yang meminta klarifikasi tentang SK Bersama Gubernur Papua dan Papua Barat tanggal 18 September 2007.
"Saya menegaskan, kebijakan tersebut sama sekali tidak bermaksud mematikan industri kayu lokal maupun di luar Papua. Sebaliknya, melalui kebijakan tersebut, para pengusaha diundang membangun industri kayu di Papua dengan membeli dan mengolah kayu yang dijual rakyat. Dengan pendekatan ini, semua pihak memperoleh keuntungan, yakni rakyat dan pengusaha. Sesudah mendengar penjelasan dari saya, peserta Temu Investasi mendukung kebijakan tersebut," tandasnya.
Prinsip mengenai ekspor kayu gelondongan itu tidak akan pernah berubah. Demikian pula industri yang membeli kayu olahan itu harus membuat pernyataan tertulis tentang keseriusannya membangun industri pengelolaan kayu di Papua. Dengan cara ini, program pembangunan industri kayu di Papua pun akan segera terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama, sebagaimana harapan Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Tidak benar, saya mencabut SK Bersama tersebut dengan mengizinkan ekspor kayu bulat tanpa diolah dulu di Papua. Saya tetap konsisten menerapkan kebijakan tersebut untuk bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan, yakni pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, rakyat, lembaga swadaya masyarakat, industri kehutanan untuk mengelola hutan Papua secara lestari, dengan satu tujuan, masyarakat adat dan rakyat Papua sebagai penerima manfaat yang paling utama," tandasnya. [GAB/ROB/W-8]
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP