Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

31 March 2009

Nasional : Terancam Punah, 80 Persen Plasma Nutfah Unggas Lokal

(www.kompas.com, 30-03-2009)
JAKARTA, KOMPAS.com - Dari 36 plasma nutfah unggas lokal Indonesia, 80 persen di antaranya sudah hampir punah. Padahal, Indonesia merupakan negara yang memiliki plasma nutfah unggas lokal paling banyak di dunia.

Ketua Kelompok Peternak Unggas Lokal Indonesia Ade M Zulkarnain, Minggu (29/3) di Sukabumi, mengatakan, sudah ada beberapa jenis unggas lokal Indonesia yang punah. Dua jenis plasma nutfah unggas lokal yang teridentifikasi punah adalah ayam ciparage dan jantur asal Jawa Barat.

"Jika tak ada penanganan serius, kepunahan jenis lainnya tinggal menunggu waktu," katanya. Ayam sentul dengan plasma nutfah murni berasal dari Ciamis, Jabar, kini populasinya tak lebih dari 200 ekor.

Begitu pun ayam kedu putih asal Magelang dan sekitarnya populasinya tinggal 300 ekor. Sementara itu, ayam tukong asal Kalimantan bahkan sudah sulit ditemukan. (AHA)

Sumber : Kompas Cetak

29 March 2009

Manca Negara : India : Ditemukan Spesies Mampu Hidup di Air Mendidih

(www.kompas.com, 28-03-2009)
NEW DELHI, KOMPAS.com — Beberapa ilmuwan India telah menemukan mikro-organisme yang disebut "extremophiles", yang dapat bertahan hidup di dalam air mendidih dan radiasi sinar ultraviolet.

Menurut laporan tabloid setempat Mail Today, para ilmuwan tersebut menemukan mikro-organisme itu pada ketinggian 40 kilometer di atas permukaan Bumi.

Penelitian dipimpin ilmuwan dari Center of Cellular and Microbiology di kota Hyderabad, India Selatan, S Shivaji. Ia telah meneliti bakteri di Antartika, Samudera Kutub Utara, dan Gletser Himalaya. "Ketiga spesies baru yang ditemukan sekarang dapat dibedakan dari semua spesies yang sejauh ini dilaporkan di dalam catatan ilmiah," kata surat kabar tersebut, yang mengutip keterangan Shivaji.

Bakteri itu dapat bertahan pada radiasi ultraviolet dosis lebih tinggi, tumbuh di dalam kondisi gizi rendah, dan memiliki susunan asam lemak yang memungkinkan mereka bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.

Spesies baru itu kini diisolasi. Semua spesies tersebut dikumpulkan dari ketinggian antara 20 kilometer dan 41,4 kilometer pada April 2005, tetapi temuannya baru terjadi belum lama ini. Para ilmuwan mengatakan sulit untuk meramalkan bagaimana bakteri dapat bertahan hidup di lingkungan yang rendah oksigen semacam itu.  

Penelitian extremophiles menimbulkan pertanyaan mengenai kelangsungan hidup bentuk kehidupan. Itu dapat mengarah pada pengenalan lebih lanjut mengenai rangkaian baru dan menemukan beragam penerapan produk yang berlandaskan bioteknologi.

ONO 
Sumber : Ant

28 March 2009

Manca Negara : Peru : Katak Baru Hanya Sebesar Kuku


(www.kompas.com, 27-03-2009)
LIMA, KOMPAS.com — Para peneliti berhasil mendeteksi spesies baru katak dari Lembah Cosqipata, Peru, yang unik dengan ukuran tubuh sangat kecil. Tanpa pengamatan seksama, katak yang hanya sebesar kuku jari manusia mungkin akan terlewatkan.

"Karakter yang paling unik dari spesies baru ini adalah ukurannya yang sangat kecil," ujar para peneliti seperti dilaporkan dalam jurnal Copeia edisi terbaru. Katak betina hanya tumbuh hingga sepanjang 1,24 sentimeter saat dewasa, sementara yang jantan hanya 1,11 sentimeter.

Katak yang belum diberi nama ilmiah ini dikelompokkan dalam genus Noblella. Hidupnya pada ketinggian antara 3.025 dan 3.190 meter di Pegunungan Andes. Habitatnya berupa dedaunan yang jatuh di lantai hutan tropis pegunungan tersebut.

Menurut salah satu penelitinya, Alessandro Catenazzi dari Universitas California, AS, habitatnya juga di luar dugaan. Pada ketinggian lebih dari 3.000 meter, biasanya hanya ditemui spesies dengan ukuran lebih besar.
WAH 
Sumber : National Geographic News

Merauke : 39 Ribu Hektar Lahan Akan Ditanami Kelapa Sawit

(www.papuapos.com, 27-03-2009)
MERAUKE (PAPOS)- PT Bomin Prabawa yang bernaung dibawah PT Korindo Grup akan membuka lahan seluas 39 ribu hektar di Distrik Ingguti, Kabupaten Merauke, untuk digunakan sebagai lahan kelapa sawit. “Untuk melakukan itu semua, kami sedang mengurus perijinannya atau Amdal di Bapedalda dan selanjutnya diserahkan kepada Bupati Merauke, Drs. Johanes Gluba Gebze untuk disetujui,” ujar Direktur PT. Korindo Grup, Sabara, SE saat ditemui Papua Pos di ruang kerjanya, Rabu (25/3) kemarin. 

Menurutnya, selain amdal yang sedang dalam proses pengurusan, batas atau kawasan yang menjadi lokasi pengembangan tanaman kelapa sawit sedang diproses di Departemen Kehutanan, hal ini sangat penting karena berkaitan dengan pelepasan tanah masyarakat.

Beberapa persyaratan tersebut, kata Sabara sangat penting karena berkaitan dengan pembukaan lahan kelapa sawit yang cukup luas. “Kami sudah melakukan sosialisasi dan memberitahukan kepada masyarakat di Distrik Ingguti, terkait rencana pembebasan tanah untuk pembukaan lahan kelapa sawit yang akan segera dilakukan,” ungkapnya.

Dijelaskan, begitu dilakukan sosialisasi masyarakat sekitar lokasi sangat mendukung dan bersedia melepaskan tanah mereka guna dimanfaatkan untuk pengembangan areal kelapa sawit.

Meski sudah ada respon positif, namun berbagai pendekatan secara kultur harus terus dilakukan sehingga mencapai suatu titik pasti, agar apa yang direncanakan bisa cepat teralisasi.
Menyinggung kapan pembukaan lahan tersebut terealisasikan, Sabara mengungkapkan, pihaknya belum bisa memastikan lantaran berbagai kelengkapan termasuk pendekatan dengan masyarakat masih dan atau sedang dilakukan.(cr-44)

26 March 2009

Manca Negara : Australia : 60 Paus Terdampar di Pantai Australia

(www.kompas.com, 25-03-2009)
CANBERRA, KOMPAS.com - Sebanyak 60 paus terdampar di satu pantai di Australia Barat, Senin (23/3). Peristiwa ini secara kebetulan terjadi saat beberapa ilmuwan Australia dan internasional dijadwalkan bertemu guna membahas penelitian yang tak mematikan terhadap paus.

"Antara 40 dan 60 paus diduga telah terbawa arus ke pantai Teluk Hamelin di dekat Sungai Margaret," kata jurubicara Departemen Lingkungan Hidup dan Pelestarian Australia seperti dikutip Xinhua-OANA. Jurubicara tersebut mengatakan Departemen itu telah mengirim satu tim ke Teluk Hamelin untuk menyelamatkan mamalia laut tersebut.

Sementara itu, pertemuan antarpakar ditujukan untuk menawarkan perspektif baru mengenai jumlah dan pembagian ikan paus di es laut Kutub Selatan dan sekitarnya. Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Federal Australia Peter Garret dalam satu pernyataan.

Menurut Garret, data mengenai populasi ikan paus di daerah es Samudra Selatan, yang telah dikumpulkan oleh para ilmuwan Australian Marine Mammal Center dan CSIRO direncanakan dipusatkan pada pertemuan tersebut.

"Data yang dikumpulkan dan teknik penelitian yang terlibat akan menjadi sumbangan utama bagi pemahaman global mengenai ikan paus," kata Garret.

Peresmian Kemitraan Penelitian Samudra Selatan diumumkan pada penghujung tahun lalu dalam upaya untuk menghilangkan prasangka mengenai metode penelitian penangkapan ikan paus mematikan di Samudra Selatan.
WAH 
Sumber : Antara

25 March 2009

Nasional : Djoko, Katak, dan Kerusakan Lingkungan

(www.kompas.com, 24-03-2009)

Oleh Cornelius Helmy Herlambang

BAGI sebagian orang, katak dan kodok adalah hewan yang menjijikkan karena kulitnya berlendir, bahkan ada yang beracun. Namun, bagi Djoko Tjahjono Iskandar, herpetolog atau peneliti reptil dan amfibi dari Institut Teknologi Bandung, katak adalah salah satu amfibi yang seksi dan khas.


Katak dengan warna kulitnya, cara hidup, hingga bentuknya yang beraneka ragam menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan, karena bisa hidup di air dan di darat, katak dapat digunakan untuk mengukur adanya kerusakan lingkungan hidup. Cacat atau hilangnya jenis katak tertentu bisa menjadi indikasi kerusakan lingkungan.

"Keanekaragaman katak di Indonesia adalah surga bagi peneliti. Kini baru 400-500 spesies katak yang ditemukan di Indonesia. Kemungkinan besar masih banyak katak yang menunggu ditemukan," katanya.

Djoko membuktikannya sendiri dengan menjelajah ke berbagai tempat di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua. Hasil penelitiannya antara lain 16 jenis baru katak, diakui sebagai kontribusi yang penting.

Oleh karena itu, para peneliti asing mengabadikan penemuan ini untuk menghormati dia, antara lain dengan menamakan temuannya sebagai Collocasiomya iskandari (2000), Luperosaurus iskandari (2003), Fejervarya iskandari (2004), dan Draco iskandari (2007).

Ia juga melakukan penelitian ilmiah pada beberapa katak khas Indonesia lainnya, seperti katak tanpa paru-paru, yakni katak kepala pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis).

Sempat mendeskripsikan jenis itu pada 1978, Djoko berhasil menemukan kembali tahun 2007 di Taman Nasional Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat. Katak ini merupakan satu-satunya katak di dunia yang bernapas tanpa paru-paru, tetapi menggunakan kulit. Nenek moyangnya diyakini sudah ada sejak 50 juta tahun lalu.

International Union for Conservation of Nature lalu memberikan perlindungan kepada katak kepala pipih sebagai satwa yang terancam punah. Diperkirakan jumlahnya terbatas dan merupakan endemik di Kalimantan.

Djoko juga menemukan katak unik lain di Sulawesi tahun 1989. Uniknya, katak yang hingga kini belum diberi nama itu tak bertelur, tetapi merupakan katak pertama di dunia yang melahirkan kecebong.

Minim informasi
Keahlian menemukan dan mendeskripsikan berbagai macam katak spesies baru itu tak didapat Djoko dengan mudah. Minimnya data membuat dia harus mengawali studi katak dari penduduk kampung hingga berkorespondensi dengan ahli katak terkemuka dunia.

Satu per satu peneliti katak dunia dia kirimi surat berisi pertanyaan dan penelitian tentang katak di Asia atau Indonesia. Peneliti hewan terkenal dunia yang dihubunginya antara lain RF Inger.

"Jawabannya memakan waktu yang lama. Saat itu teknologi belum maju karena kami hanya memakai jasa pos. Namun, hati saya sangat senang karena data yang diberikan banyak dan lengkap," kata pengajar Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB ini.

Ia juga banyak belajar dari penduduk lokal. Salah satu pengalamannya ketika mencari katak di hutan Sulawesi tahun 1990-an. Sebagai orang baru di dunia katak, ia bersemangat masuk hutan hendak mencari katak pada siang hari. Namun, hal itu justru mengundang tanya penduduk setempat.

Seorang penduduk mengatakan, mencari katak pada siang hari itu tindakan sia-sia. Waktu ideal mencari katak ternyata malam hari. Dia sadar, pengalamannya di dunia katak belum banyak.

Hal serupa dia alami ketika mencari katak kepala pipih di Kalimantan pada 2007. Ia buta tentang tempat tinggal dan cara hidup katak kepala pipih. Satu-satunya informasi adalah katak yang pernah dibawa temannya, seorang ahli ikan, dari Kalimantan tahun 1978. Jadilah, hingga hari ke-10 ia belum menemukan si kepala pipih. Padahal, biasanya katak dengan informasi lengkap bisa ditemukan dengan segera.

Baru pada hari ke-12, timnya menemukan dua ekor katak kepala pipih yang hidup di bawah batu sekitar sungai. Namun, saat hendak diteliti dan dimasukkan ke dalam ember, katak itu mati.

"Sampai mati dua ekor katak. Setelah dibedah, baru diketahui dia tak punya paru-paru. Katak itu ternyata bernapas menggunakan kulit," katanya.

Meski telah menemukan berbagai katak spesies baru, Djoko belum merasa puas. Ia yakin, masih banyak jenis katak lain yang hidup dan belum pernah ditemukan di Indonesia.

Minimnya informasi itu adalah ironi. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah spesies katak yang banyak, tetapi tak lebih dari 20 peneliti katak di negeri ini.

"Berbeda dengan negara-negara di Eropa. Di tiap negara minimal ada seorang herpetolog. Data yang dimiliki sangat lengkap, dari nenek moyang katak hingga yang kini masih hidup. Padahal, di dataran Eropa katak hanya sekitar 40 jenis," ujarnya.

Warisan dunia
Belajar dari pengalaman itu, Djoko mulai rajin menulis buku dan publikasi di berbagai tempat. Hingga kini 68 publikasi internasional dan sembilan buku telah diterbitkan. Selain itu, 45 publikasi nasional dan 10 buku bisa dinikmati masyarakat.

Bahkan, lebih dari 100 presentasi internasional dan nasional telah dia lakukan. Tempatnya pun bermacam-macam, dari ruang seminar internasional di Singapura hingga kebun binatang di Bandung.

Akan tetapi, menurut Djoko, usaha itu harus ditingkatkan, terutama dengan menambah jumlah peneliti katak. Meski tak berpotensi menambah pundi harta peneliti, penelitian katak adalah usaha pertanggungjawaban pada keanekaragaman hayati Indonesia. Bahkan, mungkin suatu hari nanti ada kegunaan lain dari hasil penelitian berbagai katak tersebut.

Katak, diyakini Djoko, bisa dipublikasikan, baik sebagai lambang daerah atau taman nasional. Dia berharap, setelah dikenal masyarakat, ekosistem dan keberlangsungan hidup katak bisa terjaga.

Selain itu, masih banyak kemungkinan yang bisa digali. Contohnya, berbagai pertanyaan pada penelitian katak berkepala pipih.

"Dunia ini masih memiliki banyak ilmu yang belum digali. Tugas semua pihak adalah hadir di sana, mencari ide baru, lantas mengabarkannya kepada semua orang. Itulah inti dari hadirnya ilmu dalam masyarakat," katanya.
Sumber : Kompas Cetak

Nasional : Hutan Raya Baturraden Tambah 24 Spesies Bambu

(www.kompas.com, 24-03-2009)
BANYUMAS, KOMPAS.com — Taman Hutan Raya Baturraden di kawasan Wanawisata Baturraden, lereng Gunung Slamet, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menambah koleksi tanaman bambu sebanyak 24 spesies yang endemik Gunung Slamet dan beberapa daerah lainnya di Jateng.

Penambahan koleksi baru itu menambah koleksi tanaman di THRB menjadi 147 jenis tanaman yang seluruhnya endemik Jawa, terdiri atas jenis paku-pakuan, tanaman keras, dan juga tanaman bunga.

Penambahan koleksi itu ditandai dengan penanaman 24 spesies bambu tersebut di tengah kawasan hutan Wanawisata Baturraden. Acara dihadiri Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Darori, Senin (23/3). Selain itu, juga hadir Bupati Banyumas Mardjoko.

Darori mengatakan, kawasan hutan Gunung Slamet tergolong hutan yang sangat terpelihara karena vegetasi hutannya masih lestari. Karena itu, kelestariannya tetap perlu terus dijaga, baik untuk kelestarian alamnya maupun daya pikatnya sebagai obyek pariwisata.

”Penambahan koleksi tanaman bambu di hutan raya ini sangat baik sehingga bisa menambah khazanah pengetahuan dunia flora,” katanya.

Kepala Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan THRB Peni Rahayu mengatakan, penambahan koleksi tanaman bambu sekarang ini sebenarnya baru separuh dari target 50 spesies tanaman bambu endemik Jateng lainnya yang masih diburu.

”Namun, ada salah satu spesies bambu endemik Banyumas yang ikut kami tanam, yakni bambu tali. Bambu itu hanya tumbuh di Banyumas, tidak ditemukan di tempat lain,” katanya.

Koleksi tanaman lainnya yang akan segera ditanam, lanjutnya, adalah jenis empon-emponan sebanyak 30 spesies dan juga jenis tanaman talas-talasan sebanyak 30 spesies. Sekarang, pihaknya juga sedang meneliti cara budidaya tanaman keras endemik Gunung Slamet bernama besi di Kebun Raya Bogor. ”Sampai sekarang, jenis tanaman ini masih tumbuh liar dan belum bisa dibudidayakan,” katanya. (MDN)
Sumber : Kompas Cetak

24 March 2009

Jayapura : Luas Lahan Kakao Rata-Rata Baru 0,99 Hektar/KK

(www.cenderawasihpos.com, 23-03-2009)
SENTANI - Program Wajib Tanam Kakao (PWTK) Kabupaten Jayapura sebagai upaya untuk mewujudkan kemandirian masyarakat, yakni dengan mendorong adanya pendapatan yang pasti bagi warga, terus menjadi perhatian Pemkab Jayapura. Dari hasil evaluasi terakhir, luas lahan kakao masyarakat di Kabupaten Jayapura ini saat ini rata-rata baru 0,99 Hektar per Kepala Keluarga (KK), padahal target Pemkab Jayapura setiap KK minimal punya lahan 2 hektar. 

Kepala Dinas Perkebunan Ir Tasrief mengungkapkan bahwa sasaran PWTK ini memang lebih diprioritaskan untuk 14.642 KK miskin yang masih tercatat di Kabupaten Jayapura. bahwa sasaran PWTK ini memang lebih diprioritaskan untuk 14.642 KK. "Dengan rata-rata luas lahan 0,99 hektar ini, pendapatan masyarakat diperkirakan sebesar Rp 1,6 juta per bulan,"ungkap Tasrief dalam acara pertemuan tatap muka Pemkab Jayapura dengan kepala distrik dan kepala kampung di aula lantai II kantor bupati, Jumat (21/3).. 

Lebih lanjut, Tasrief mengungkapkan bahwa bahwa kebutuhan atau permintaan biji kakao pada tahun 2008 di Kabupaten Jayapura mencapai sebanyak 97,250 ton, namun jumlah tersebut baru terpenuhi sebanyak 4.882,25 ton dari semua distrik. Bila diuangkan, atau diperhitungkan dalam bentuk uang hasil produksi masyarakat saat ini sudah mencapai Rp 78 Miliar dengan asumsi harga rata-rata Rp 15 ribu/kg biji kakao kering. 

Meski baru mencapai 0,99 hektar atau separuh dari target luas lahan yang diharapkan tiap KK, namun lanjut Tasrief, untuk tahun 2009 ini tidak ada program perluasan lahan, tapi focus untuk evaluasi terhadap program yang sudah berjalan 2006-2008, termasuk untuk pemeliharannya. Apalagi saat ini disinyalir sudah mulai muncul gejala tanaman kakao yang terserang hama. 

"Tahun ini tidak ada penamahan areal,fokus untuk pemeliharaan,"tegas Tasrief yang mengaku meski dari Kabupaten Jayapura tidak ada program penambahan areal baru, tapi dari APBN pusat ada program intensifikasi dan peremajaan untuk 150 hektar. "Saat ini di Kabupaten Jayapura ada 784 hektar yang perlu peremajaan,"tambahnya. (tri)

23 March 2009

Jayapura : Cinta Terhadap Lingkungan Harus Ditanam Sejak Dini

(www.cenderawasihpos.com, 23-03-2009)
SENTANI- Asisten II Sekda Kabupaten Jayapura Drs Alfons Sesa MM mengatakan, Kesadaran terhadap alam dan lingkungan harus dilakukan sejak dini agar bisa benar-benar tertanam di terutama pada pola pikir anak-anak. 

Hal itu diungkapkan Alfons Sesa ketika ditemui pada acara Lomba menggambar tingkat pelajar SD dan SMP dengan tema keindahan alam Papua yang diselenggarakan oleh World Wide Fund for Nature (WWF ) Region Sahul Papua di Sentani City Square (SCS) Sentani, Sabtu (21/3), pekan kemarin.

Dikatakan, lomba menggambar tersebut selain diharapkan dapat menumbukembangkan kesadaran akan alam dan lingkungan, kegiatan ini untuk memacu dan mengembangkan kreativitas anak-anak Papua terutama dibudang seni. "Kepedulian terhadap lingkungan harus ditanam sejak dini, karena memang masalah terhadap lingkungan merupakan masalah serius saat ini dan masalah yang akan datang sehingga harus ada koordinasi yang baik antara pemerintah dan LSM-LSM yang bergerak dibidang lingkungan termasuk WWF," jelasnya.

Sementara itu Direktur WWF Region Sahul Papua Ben Viktor Mambai kepada Cenderawasih Pos mengungkapkan bahwa Papua akan semakin terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya. Jika rasa peduli dan cinta terhadap lingkungan dan alam itu ditanmkan sejak dini, terutama pada anak-anak makan kelak ketika mereka dewasa dan menjadi pemimpin, mereka akan memberikan kebijakan-kebijakan yang akan memberikan perlindungan terhadap lingkungan. 

Mambay menambahkan pula bahwa rangkain kegiatan Lomba tersebut juga dalam rangka menyambut peresmian Kantor WWF bermotif Grand Office (Kantor bernuansa alam) yang akan dilaunching pada 16 April mendatang.(jim)

Jayapura : Peduli Lingkungan, Pemprov Gandeng Unicef

(www.cenderawasihpos.com, 23-03-2009)
SENTANI-Berfariatifnya data pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) di Provinsi Papua oleh beberapa instansi teknis yang juga menganalisis data tersebut membuat Pemerintah dan beberapa LSM agak kesulitan untuk mengkaji secara ilmiah data tersebut.

Berdasarkan perihal tersebut Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dengan The United Nations Children's Fund (UNICEF) guna menyamakan data dengan menghadirkan dinas-dinas terkait dalam sebuah lokakarya pengelolaan data air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) di daerah.
Lokakarya tersebut dilangsungkan di ruang serbaguna Hotel Sentani Indah, Distrik Sentani Kota Kabupaten Jayapura Jumat (20/3)- Sabtu (21/3). Lokakarya yang dihadiri oleh puluhan peserta dari 4 Kabupaten dan 1 Kota madya itu dibuka secara resmi oleh Asisten Pemerintahan dan kesejahteraan rakyat Sekda Provinsi Papua Drs Elieser Renmaur.

Wes Afficer Unicef Aline Ardhiani kepada Cenderawasih Pos mengaku Unicef merupakan sebuah lembaga yang peduli terhadap lingkungan termasuk pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan. Dan untuk menyusun program kedepan membutuhkan sebuah data yang konkrit, melalui semua dinas terkait di lingkungan Pemkab Provinsi Papua, sehingga melalui kerjasama pada lokakarya ini bisa menjadi acuan dalam penyusunan program ke depan.

"Hasil lokakarya ini akan kami jadikan dasar untuk penyusunan program kedepan," ungkapnya. Sekedar diketahui pada lokakarya tersebut dua instruktur dihadirkan dari AMPL Pusat masing-masing Nugroho dan Budi. (jim)

21 March 2009

Nasional : Teriakan Bilou Mentawai Jadi Deteksi Dini Tsunami


(www.kompas.com, 20-03-2009)
PADANG, KOMPAS.com — Suara "nyanyian" bilou (Hylobates klossii), sejenis kera endemik di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, secara turun temurun dipercayai warga lokal sebagai pertanda akan datangnya bencana. Fenomena ini bisa menjadi peringatan dini misalnya pertanda akan datangnya gelombang tsunami.

Program penyadaran kearifan lokal di Mentawai itu mulai disosialisasikan SurfAid Australia, sebuah LSM internasional peduli bencana. Manajer Program Penanggulangan Bencana LSM Internasional SurfAid Australia di Kepulauan Mentawai, Wawan Budianto, mengatakan, SurfAid melaksanakan program tersebut di Mentawai sejak 2007.

Ia menjelaskan, dari pantauan SurfAid di sejumlah daerah di Kepulauan Mentawai diketahui masyarakat lokal telah memiliki kearifan lokal sistem deteksi dini bencana dari gejala alam sekitar yang didominasi hutan tropis. Masyarakat memercayai jika mendengar suara binatang itu dengan alunan bunyi tertentu maka dianggap sebagai pertanda akan ada bahaya.

Bilou adalah jenis kera unik menyerupai siamang endemik yang hanya dijumpai di Kepulauan Mentawai. Sekujur tubuh bilou dipenuhi rambut hitam dan di bagian mata berbulu putih. Sebagai primata endemik, bilou kemudian ditetapkan sebagai binatang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia maupun dunia termasuk oleh masyarakat lokal Mentawai.

"Sejak turun temurun, masyarakat lokal Mentawai dilarang berburu bilou," kata Wawan.

Ia menyebutkan, selain untuk deteksi bencana, suara bilou juga pertanda dihentikannya kegiatan perburuan binatang di hutan Mentawai. "Jika ada warga berburu lalu mendengar suara bilou, maka mereka harus menghentikan perburuan, karena jika dilanjutkan akan ada bahaya," tambahnya.

Mentawai termasuk daerah rawan tsunami saat ini. Dari pendataan SurfAid diketahui sekitar 16.000 warga Kepulauan Mentawai bermukim di kawasan pesisir yang rawan bencana tsunami.

WAH, Sumber : Antara

Manca Negara : Ukraina : Dampak Radiasi Chernobyl Turunkan Populasi Serangga

(www.kompas.com, 20-03-2009)
UKRAINA, KOMPAS.com — Dua dekade pascaledakan reaktor pembangkit nuklir Chernobyl, radiasinya masih berdampak, yaitu menyebabkan penurunan populasi serangga dan laba-laba. Tawon besar, kupu-kupu, belalang, capung, dan laba-laba kini menderita dampaknya.

Para peneliti yang bekerja di zona sekitar Chernobyl menyebutkan, di sana terdapat "sinyal kuat penurunan populasi berkaitan dengan kontaminasi". Laporan penelitian itu ditulis pada jurnal Biology Letters.

Guru besar Universitas South Carolina, AS, Timothy Mousseau, dan Anders Moller dari Universitas Paris-Sud bekerja sama dalam proyek itu. Keduanya pernah memublikasikan radiasi tingkat rendah berdampak negatif pada populasi burung. "Kami ingin memperluas cakupan penelitian pada serangga, mamalia, dan tanaman," kata Mousseau. Ia telah sepuluh tahun meneliti dampak radiasi di sekitar Chernobyl yang jauh dari permukiman penduduk.

Untuk studi itu, Mousseau menggunakan cara yang ia sebut ”teknik-teknik standar ekologis”. Ia membuat ”garis jalur” melewati kawasan tertentu lalu menghitung jumlah serangga dan jaring laba-laba di sepanjang jalur tersebut.

Jalur itu melewati kawasan terkontaminasi di Chernobyl, Belarus, dan beberapa kawasan bebas kontaminasi. Pada saat bersamaan, peneliti lain membawa peralatan GPS dan dosimeter untuk mengukur kadar (tingkat) radiasi. Hasilnya, tingkat penurunan populasi sejalan dengan kadar kontaminasi.

Pendapat berbeda
Sejumlah peneliti berbeda pendapat. Ketiadaan penduduk di lokasi yang ditinggalkan warga semestinya bermanfaat bagi kehidupan liar.

"Kehidupan liar terus meningkat di kawasan Chernobyl sejalan dengan rendahnya aktivitas manusia di sana," kata peneliti pada Pusat Chernobyl di Ukraina, Sergii Gashchak, seperti dikutip BBC. "Seluruh kehidupan berkembang di bawah pengaruh radiasi. Jadi ada mekanisme tertentu yang membuatnya bertahan pada kondisi tersebut." (BBC/GSA)

Sumber : Kompas Cetak

18 March 2009

Nasional : Anggrek Langka Khas Pleihari Marak Dibudidayakan

(www.kompas.com, 17-03-2009)
BANJARMASIN, KOMPAS.com - Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki kekayaan flora yang khas, khususnya anggrek langka yang hanya tumbuh di kawasan Pleihari, Kabupaten Tanah Laut (Tala).

"Anggrek Pleihari itu telah dijadikan puspa pesona nasional," kata Ketua Perkumpulan Anggrek Indonesia (PAI) Kalsel, Hj Aida Muslimah kepada pers di Banjarmasin, Senin (16/3).

Menurut Hj Aida Muslimah yang juga isteri Wakil Gubernur Kalsel, Rosehan NB tersebut, anggrek Pleihari (Phalaenoasis amabilis pleihari) adalah sejenis anggrek bulan yang hanya ada di hutan kawasan Pleihari.

Kekhasan anggrek tersebut menyebabkan Ibu Wakil Presiden RI, Ny Hj Jusuf Kalla yang juga Ketua DPP PAI saat berkunjung ke Banjarmasin dan berkesempatan meninjau pembudidayaan anggrek tersebut, terkesan dan lantas membelinya untuk dibawa ke Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Kini, katanya, jenis anggrek ini sudah mulai banyak dibudidayakan, seperti di lokasi screen house milik Pemkot Banjarmasin, Dian Orchid Jalan Belutung Darat, serta beberapa rumah pembudidayaan anggrek Kalimantan lainnya.

"Kita bangga memiliki anggrek spesies Pleihari yang terkenal tersebut, dan juga masih banyak lagi anggrek jenis lain di hutan Kalsel. Jumlahnya diperkirakan mencapai 3.000 species," kata Hj Aida Muslimah.

Untuk lebih menanamkan kecintaan terhadap anggrek, PAI Kalsel sudah beberapa kali menggelar kontes, dan ternyata selalu memperoleh perhatian masyarakat.
Selain itu, PAI Kalsel juga menggelar pelatihan tentang tanaman anggrek, yang menghadirkan ahli anggrek Indonesia Franky Handoyo, bertempat di DF Orchids Jalan Belitung, Minggu (8/3) lalu. Kegiatan ini diikuti kalangan pencinta dan pelestari anggrek Kalimantan.

Anggrek Pleihari menurut Sukaisih, seorang pemelihara anggrek di Kota Pleihari, adalah sejenis anggrek bulan yang hanya ada di hutan kawasan Pleihari, tetapi uniknya, beda lokasi maka akan berbeda pula bentuk bunganya.

WAH, Sumber : Antara

Jayapura : Pameran Pembangunan Kehutanan Dalam Rangka Memperingati Hari Bhakti Rimbawan Ke-26

(www.bpphp17.web.id, 17-03-2009)
Hari Bakti Rimbawan ke-26 tingkat Provinsi Papua diperingati pada tanggal 16 Maret 2009. Dalam peringatan ulang tahun kali ini Provinsi Papua mengusung tema "DENGAN SEMANGAT KEBERSAMAAN RIMBAWAN, KITA SUKSESKAN KEGIATAN PENANAMAN POHON ONE MAN ONE TREE UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN BARU PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DI PROVINSI PAPUA".

Dalam rangka membangun rasa kebersamaan dan meningkatkan soliditas rimbawan, maka peringatan Hari Bakti Rimbawan tersebut dilaksanakan berbagai macam kegiatan antara lain penanaman pohon batas Cagar Alam Cyclop, gerak jalan santai, serta pertandingan olahraga lingkup UPT Departemen Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua.

Berkenaan dengan puncak perayaan hari bhakti rimbawan dilaksanakan dalam suatu upacara bendera di halaman kantor Gubernur Provinsi Papua dan selanjutnya dilaksanakan pameran pembangunan kehutanan, sebagai sarana dalam penyebarluasan informasi pembangunan kehutanan antara lain; Teknologi Kehutanan, Regulasi Pembangunan Kehutanan serta program dan hasil – hasil kegiatan pembangunan kehutanan di Provinsi Papua.


Puncak Perayaan hari bhakti dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Drs. Tedjo Soeprapto, MM (mewakili Gubernur Papua) dan para pejabat Pemerintahan Provinsi Papua, stekholder, masyarakat beserta seluruh rimbawan-rimbawati Papua antara lain dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII Jayapura, Balai Pengelolaan DAS Memberamo, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua, dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Jayapura. Juga dihadiri mitra kehutanan yaitu APHI, ISWA dan WWF-Indonesia Region Sahul Papua.

14 March 2009

Manca Negara : Thailand : Kawanan Monyet di Vihara Thailand Rajin Bersihkan Gigi

(www.kompas.com, 13-03-2009)
BANGKOK, KOMPAS.com - Pemandangan unik bakal ditemui di sekitar Vihara Lopburi, Thailand karena kawanan monyet di sana begitu mahir membersihkan sela-sela giginya layaknya menggunakan dental floss. Bahkan, kemampuan tersebut kelihatannya diturunkan dari induk ke anak-anaknya.

Hasil penelitian teranyar menunjukkan induk betina akan mendemonstrasikan cara membersihkan gigi menggunakan rambut manusia kepada anak-anaknya. Entah sejak kapan dan siapa yang mengajari, monyet-monyet jenis makaka itu sering mencabut rambut pengunjung vihara untuk dijadikan alat pembersih giginya.

Hampir 50 monyet yang telah menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan. Sebelum menggunakan rambut manusia, monyet-monyet di sana juga punya kebiasaan membersihkan gigi menggunakan serabut kelapa atau ranting pohon.

Ahli primata Nobuo Masataka dari Universitas Kyoto Jepang berhasil mengamati perilaku tersebut. Untuk menarik perhatian monyet-monyet tersebut, ia melemparkan rambut wig sepanjang 22 centimeter di dekat kawanan monyet. Fokus perhatian diberikan kepada tujuh ekor induk betina yang masih menyusui anaknya.

Rekaman menunjukkan monyet-monyet betina melakukan ritual pembersihan gigi di depan anaknya dua kali lebih lama dari biasanya. Masing-masing juga beristirahat sejenak dan mengulang-ulang perilakunya di depan anak-anaknya.

"Mirip sekali dengan penekanan perilaku yang terjadi pada manusia antara ibu dan anak-anaknya," ujar Masataka. Ia mengatakan hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan ciri khas primata yang muncul sejak lama.

Jika dianalisis secara genetik, struktur DNA monyet makaka dan manusia diperkirakan terpisah sejak 25 juta tahun lalu. Penelitian lebih lanjut mungkin dibutuhkan untuk memastikan apakah anak-anak monyet memang belajar dari induknya untuk melakukan hal tersebut.

WAH
Sumber : National Geographic News

Nasional : Konservasi Bukan Berarti Serba Dilarang

(www.kompas.com, 13-03-2009)
DENPASAR, KOMPAS.com — Penetapan kawasan konservasi sumber daya hayati laut bukan berarti masyarakat tidak boleh sama sekali memanfaatkan berbagai hal yang terdapat di wilayah tersebut. Hal tersebut dikatakan Direktur Program Kelautan WWF Indonesia Wawan Ridwan.

"Ini yang harus diluruskan dalam banyak pemberitaan, seolah kami melarang sama sekali hak hidup masyarakat setempat atas kekhasan satu wilayah konservasi laut. Misalnya yang terjadi di Kabupaten Lembatta, di mana masyarakatnya memiliki adat kebiasaan memburu paus secara terbatas," katanya di Denpasar, Jumat (13/3).

Ridwan menyatakan, berbagai daftar status satwa dan flora langka di dunia yang dilindungi harus terus dimonitor dan diperbarui sehingga, jika terjadi peledakan, jumlah satu spesies hewan atau flora langka bisa diinformasikan agar bisa ditemukan titik keseimbangan baru.

"Kalau sampai satu spesies hewan atau flora langka bisa menjadi lebih banyak jumlahnya karena upaya konservasi, berarti itu prestasi yang harus dikembangkan. Kalau memang jumlahnya bertambah, kan itu bagus dan membuka peluang pemanfaatan yang harus diatur secara sangat seksama," katanya.

Belakangan terjadi penolakan besar-besaran dari masyarakat adat Lamarera, Kabupaten Lembatta, NTT, karena seolah ada aturan baru bahwa perburuan paus biru dalam jumlah terbatas tidak bisa dilaksanakan lagi dengan alasan kelestarian paus. Padahal, secara adat turun-temurun sejak ratusan tahun lalu, masyarakat Lamalera telah mengenal upacara penangkapan paus setahun sekali di lautnya untuk keperluan adat, ekonomi, dan pangan. Protes masyarakat adat di Laut Sawu itu mengemuka hingga kepada Gubernur NTT Frans L Raya, yang juga turut mendukung aspirasi tersebut.

Laut Sawu di NTT yang berada di antara Pulau Timor dan Pulau Flores direncanakan akan dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya paus. Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

Laut seluas 4,5 juta hektar tersebut akan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional yang khusus melindungi ikan paus. Rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan, menyusul penerbitan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Setelah dideklarasi, pengelolaannya akan berbagi peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.

Laut Sawu dipilih menjadi kawasan konservasi nasional karena perairan di antara Provinsi NTT dan Australia tersebut merupakan tempat habitat terbesar paus. Masyarakat setempat menjadikan ikan paus tersebut sebagai satwa buru sehingga, jika tidak segera dilindungi, maka ikan paus jenis langka bisa punah. Laut Sawu merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk jenis langka, yakni ikan paus biru (Balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus).

WAH
Sumber : Antara

12 March 2009

Nasional : Selamatkan Pantai dan Pulau Kecil

(www.kompas.com, 12-03-2009)
Oleh YUNI IKAWATI
KOMPAS.com - Naiknya permukaan laut akibat pemanasan global telah merendam pantai di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Paparan Sunda dan Paparan Sahul. Di Paparan Sunda ada Pulau Jawa yang perlu mendapat perhatian lebih karena pertimbangan ekologis dan ekonomis.

Gas-gas rumah kaca (GRK), terutama karbon dioksida yang terus teremisikan ke atmosfer tanpa henti bahkan terus merangkak naik sejak tiga abad lalu, telah menampakkan dampak buruknya secara nyata.

Beberapa negara kepulauan telah melaporkan kehilangan pulau-pulau kecilnya. Papua Niugini, misalnya, melaporkan ada tujuh pulaunya yang berada Provinsi Manus telah tenggelam. Adapun Kiribati telah kehilangan tiga pulaunya, sekitar 30 pulau lainnya juga mulai menghilang dari permukaan laut.

Kiribati bukan satu-satunya negara kecil yang tergabung dalam SIDS (Small Islands Development States) yang terancam hilang dari muka bumi ini. Diperkirakan dari 44 anggota SIDS, 14 negara di antaranya akan lenyap akibat naiknya permukaan laut.

Di Samudra Pasifik ancaman itu selain dihadapi Kiribati juga dialami Seychelles, Tuvalu, dan Palau. Adapun di Samudra Hindia ada Maladewa yang bahkan akan kehilangan seluruh pulaunya. Menghadapi ancaman hilangnya kedaulatan wilayahnya, belum lama ini Presiden Maladewa yang berpenduduk 369.000 jiwa menyatakan akan merelokasikan seluruh negeri itu dan mengharapkan uluran tangan negara lain untuk mereka menyewakan wilayahnya.

Sementara itu, nasib yang sedikit beruntung dialami Vanuatu yang didiami 212.000 penduduk. Negara ini masih memiliki lahan untuk merelokasi penduduknya yang tinggal di kawasan pesisir yang terendam.

Kerugian Indonesia
Di antara negara kepulauan di dunia, agaknya kerugian terbesar bakal dihadapi Indonesia, sebagai negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak. Pada tahun 2030 potensi kehilangan pulaunya sudah mencapai sekitar 2.000 bila tidak ada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, urai Indroyono, Sekretaris Menko Kesra yang juga mantan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP.

Saat ini belum diketahui berapa sesungguhnya jumlah pulau di Nusantara ini yang telah hilang karena dampak kenaikan permukaan laut. Namun, pengamatan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) menunjukkan penciutan daerah pantai sudah terlihat di pulau-pulau yang berada di Paparan Sunda dan Paparan Sahul, ungkap Aris Poniman, Deputi Sumber Dasar Sumber Daya Alam Bakosurtanal.

Paparan Sunda meliputi pantai timur Pulau Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan serta pantai utara Pulau Jawa. Adapun Paparan Sahul berada di sekitar wilayah Papua. Penjelasan Aris didasari pada pemantauan pasang surut yang dilakukan Bakosurtanal di berbagai wilayah pantai Nusantara sejak 30 tahun terakhir.

Menghadapi ancaman hilangnya kawasan pantai dan pulau kecil yang kemungkinan akan terus berlanjut pada masa mendatang, Aris yang juga pengajar di IPB menyarankan penyusunan peta skala besar, yaitu 1:5.000 dan 1:1.000.

”Saat ini baru tiga kota besar, yaitu Jakarta, Semarang, dan Makassar, yang memiliki peta berskala tersebut,” ujarnya. Pada peta tampak detail wilayah pantai yang terbenam di tiga kota tersebut. Peta ini disusun Bakosurtanal bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Selain itu, pembuatan peta skala besar juga dilaksanakan untuk wilayah barat Sumatera dan selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara. Hal ini terkait dengan pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS). Sementara itu, untuk wilayah timur Sumatera dan wilayah lain yang tergolong rawan genangan air laut akibat pemanasan global peta yang ada masih berskala kecil, sekitar 1:25.000.

”Pembuatan peta genangan perlu menjadi prioritas agar setiap daerah dapat melakukan langkah antisipasi dan adaptasi pada wilayah yang bakal tergenang dalam 5 hingga 20 tahun mendatang,” ujarnya.

Data spasial dan penginderaan jauh yang merekam dampak pemanasan global juga akan menjadi materi untuk pengambilan kebijakan di setiap instansi terkait pada waktu mendatang, urai Indroyono.

Skenario usia bumi
Tanpa perubahan pola konsumsi manusia dan perilaku manusia, serta tanpa upaya mereduksi emisi GRK untuk mengatasi pemanasan global, Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan usia bumi tinggal seabad lagi.

Proyeksi itu berdasar tren kenaikan suhu udara hingga 4°C. Tingkat itu dapat tercapai bila emisi GRK terus bertambah dalam beberapa dekade ke depan karena tidak ditegakkannya kebijakan mitigasi perubahan iklim dan pola pembangunan ramah lingkungan.

Bila melihat data emisi GRK pada kurun waktu 1970-2004, emisi GRK naik 70 persen. Tingkat itu disumbangkan dari sektor energi yang mencapai peningkatan 145 persen.

Bila temperatur udara naik menjadi 4°C, dampaknya antara lain hilangnya 30 persen lahan basah, naiknya kasus penyakit akibat udara panas, banjir, dan kekeringan, mengakibatkan angka kematian naik drastis.

Ancaman itu, menurut IPCC, dapat dicegah dengan beberapa skenario untuk menurunkan GRK hingga tahun 2030. Skenario terbaiknya adalah menahan kenaikan suhu bumi hanya 2°C-2,4°C sampai 23 tahun ke depan. Untuk mencapai itu, konsentrasi GRK harus distabilkan pada kisaran 445-490 part per million (ppm).

Skenario lain menyebutkan, kenaikan dibatasi sekitar 3,2°C hingga 4°C pada kurun waktu yang sama, dengan menjaga jumlah GRK 590-710 ppm. Saat ini tingkat GRK telah melampaui itu semua. Tahun 2005 konsentrasi GRK 400-515 ppm.

Menurut IPCC, target itu bisa dicapai jika diterapkan kebijakan mitigasi perubahan iklim di tiap negara, yang harus diambil di sektor energi, transportasi, gedung, industri, pertanian, kehutanan, dan juga manajemen limbah.

11 March 2009

Manca Negara : Burma : Ikan Drakula, Spesies Baru dari Burma

(www.kompas.com, 11-03-2009)
ANGON, KOMPAS.com - Ukuran tubuhnya tak seberapa hanya sekitar 1,7 centimeter. Namun, seekor ikan yang baru ditemukan di sungai di bagian utara Burma ini pantas disebut ikan drakula.

Pasalnya, ikan tersebut memiliki gigi-geligi dan di bagian depan mulutnya terdapat sepasang gigi memenjang mirip taring vampir atau drakula. Dipastikan sebagai spesies baru, para ilmuwan memberinya nama Danionella dracula.

"Ikan ini merupakan salah satu penemuan hewan bertulang belakang yang paling luar biasa dalam beberapa dekade terakhir," ujar Dr Ralf Britz, zoolog dari Museum Sejarah Nasional London. Selain taringnya yang langka, tubuhnya juga transparan.

Britz mendeskripsikan ikan tersebut sebagai bagian kelompok ikan yang disebut cypriniform yang merupakan kelompok dekat ikan zebra. Meski demikian, Danionella sangat unik karena di antara 3.700 spesies dalam kelompok ini tidak ada yang memiliki taring. Faktanya selama ini taring pada ikan telah hilang sejak 50 juta tahun lalu.

WAH, Sumber : NHM

Nasional : Selamatkan Harimau Sumatera !

(www.kompas.com, 11-03-2009)
PADANG, KOMPAS.com — Sejumlah peneliti yang merupakan konsultan Bank Dunia serta anggota Forum Harimau Kita bertemu sejumlah pemegang kebijakan untuk membahas kelestarian harimau sumatera, Rabu (11/3).

Mereka berdiskusi dengan pejabat di Polda Sumatera Barat serta Bapedda Sumatera Barat. Diskusi dilakukan terutama untuk mendapatkan gambaran tentang aksi yang telah dilakukan kedua pihak dalam penyelamatan harimau sumatera, serta memberikan dukungan untuk melakukan tindakan nyata dalam konservasi harimau sumatera yang kini terancam punah.

"Kami berharap, pemerintah melakukan tindakan signifikan untuk penyelamatan harimau sumatera," kata Program Director Save The Tiger Fund Mahendra Shrestha dalam jumpa pers.

Selain Mahendra, tim dari konsultan Bank Dunia juga diikuti peneliti Smithsonian Conservation Biology Institute at the National Zoo, John Seidensticker.

Adapun anggota Forum Harimau Kita diwakili oleh Wildlife Conservation Society (WCS), Hariyo Tabah Wibisono; konsultan kesehatan hewan WWF, Drh Wisnu Wardana; peneliti Universitas Andalas, Wilson Novarino; Kepala PKHS Bastoni; serta Kepala BKSDA Sumatera Barat Indra Arinal.

Malam ini, tim akan bertemu dengan tim Dinas Kehutanan Sumatera Barat.
ART

Biak : Cegah Flu Burung, Dua Ayam Jago Dimusnahkan

(www.cenderawasihpos.com, 11-03-2009)
BIAK-Penyebaran penyakit flu burung (Avian Influensa) terus menjadi perhatian petugas Stasiun Karantina Pertanian Biak. Salah satunya dengan meningkatkan pengawasan di setiap pintu masuk baik di Pelabuhan Biak maupun di Bandar Udara Frans Kaisiepo.

Sebagai bukti dari upaya itu, Petugas Stasiun Karantina Pertanian Biak menyita dua ekor ayam jago yang dibawa KM Ngapulu di Pelabuhan Biak, Minggu (8/3). Ayam itu rencananya akan dijadikan ayam aduh dibawa dari Bitung dengan tujuan Biak. Pemusnahannya sendiri dilakukan di Kantor Karantina Tumbuhan, Selasa (10/3) kemarin dengan disaksikan intansi terkait.

Pemusnahan itu dilakukan dengan cara menyuntikan asam zulfat lewat pembuluh darah ayam tersebut, dalam hitungan menit bahkan detik, ayam tersebut langsung mati. Sampai saat ini kewaspadaan terhadap penyebaran Avian Influensa (AI) masih terus dilakukan di Kabupaten Biak Numfor. Pasalnya sampai saat ini Kabupaten Biak Numfor masih dinyatakan bebas AI.

"Sampai saat ini Biak Numfor masih dinyatakan bebas AI dan rabies. Makanya pengawasannya terus kami perketat,"kata Plh Kepala Stasiun Karantina Pertanian Biak Muh Albir, S.P kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di sela-sela pemusnahan dua ekor ayam jago di Kantor Stasiun Karantina Tumbuhan Biak, kemarin.

Larangan membawa anjing, kera, kucing dan unggas ke suatu daerah lainnya diatur dalam UU No 18 Tahun 1992, PP No 82 Tahun 2000, Perda Provinsi Papua No 4 Tahun 2004, Keputusan Provinsi Papua Barat No 80 Tahun 2004, Keputusan Gubernur Provinsi Papua No 158 Tahun 2004.
"Pelanggaran yang sengaja diancaman hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta. Sedangkan pelanggaran dengan kelalaian diancam pidana paling lama 1 tahun dan denda Rp 50 juta,"jelas Albir.(ito)

07 March 2009

Keerom : PT.PN2 Kebun Arso Serahkan 119 Sertifikat Kebun Sawit, Bagi 49 Kepala Keluarga Petani Sawit di Keerom

(www.cenderawasihpos.com, 06-03-2009)
KEEROM-Sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat, maka, PT. Perkebunan Nusantara (PT.PN) II Kebun Arso Keerom menyerahkan 119 sertifikat kebun Kelapa Sawit kepada 49 kepala keluarga (KK) di Kampung Yamara Pir 5a, Kampung WAmbes Pir 5b, dan Kampung Wembi Pir 5c, Kabupaten Keerom.

Hadir pada acara itu, Wakil Buapti Keerom, Drs. Wahfir Kosasih, SH, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten KEerom, Ir. Didik Pujiadi, Kapolsek Arso, AKP. Yosep Urang, Manager PT. PN II Kebun Arso, J. Worengga, para tokoh masyarakat, dan sejumlah tamu undangan lainnya.
Humas PT.PN II Kebun Arso, Yonas, mengatakan, pemberian sertifikat itu merupakan yang ketiga kalinya selama 3 tahun belakangan ini. Dan total sertifikat yang sudah diserahkan adalah sebanyak 164 sertifikat dengan jumlah KK yang menerimannya adalah 593 KK.

Dijelaskan, pihak perusahaan memberikan sertifikat itu karena mengingat mereka yang menerima sertifikat tersebut, kreditnya sudah dilunasi. Dan untuk sementara ini yang belum melunasi kreditnya sebanyak 429 petani.

"Dari 49 KK itu terbagi atas pertani di Kampung Wembi 4 KK, Kampung Wambes 28 KK dan Kampung Yamara 17 KK," ungkapnya kepada Cenderawasih Pos di kediamannya, Rabu (4/3).
Dalam kesempatan itu, dirinya juga menyampaikan arahan Manager PT. PN II Kebun Arso, J. Worengga yang mana menyatakan, pemberian sertifikat itu sebagai upaya perusahaan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat Keerom dalam rangka peningkatan kesejahteraan hidup mereka sendiri.

Kemudian tentang petani yang belum diserahkan sertifikat kebunnya, dirinya meminta supaya dapat melunasi pembayaran kredit mereka sehingga sertifikatnya bisa diberikan.
Kepada semua para petani yang bersama-sama dengan PT.PN II Kebun Arso, pihaknya berharap agar bersama-sama saling bahu membahu meningkatkan produktifitas kebunnya sehingga berdampak pada peningkatan ekonomi keluarganya.

Namun pada sisi lainnya, hal itu juga turut membangun Kabupaten Keerom melalui kontribusinya berupa membayar pajak dan retribusi daerah.
Sementara itu, Wakil Bupati Keerom, Drs. Wahfir Kosasih, SH dalam arahanya mengatakan, para penerima sertifikat hendaknya senantias bersyukur kepada Tuhan." Sertifikat itu disimpan baik-baik dan jangan menjualnya kepada orang lain, " tegasnya.

Terkait dengan itu, Wahfir juga menyampaikan terima kasih kepada pihak PT.PN II yang telah berkomitmen untuk membantu pemerintah melalui perkebunan kelapa sawit, yang ditandai dengan penyerahan sertifikat kebun sawit bagi petani plasma kelapa sawit itu.(nls)

Biak : Terkendala Peralatan dan SDM, RS Hewan di Supiori Belum Difungsikan

(www.cenderawasihpos.com, 06-03-2009)
BIAK-Rumah Sakit (RS) hewan yang dibangun di Distrik Supiori Selatan dan Supiori Timur, Kabupaten Supiori sampai saat ini belum difungsikan karena minimnya peralatan dan tidak adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap mengoperasikannya.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori Ir Dance Rumainum mengatakan, pembangunan (RS) hewan itu sebenarnya sudah selesai, namun peralatan pendukungan belum ada sehingga tidak bisa dioperasikan.

"Sampai saat ini memang belum bisa difungsikan karena peralatannya memang masing kurang. Disisi lain SDM-nya juga tidak ada, ini yang membuat kedua RS hewan tersebut belum bisa difungsikan,"ujarnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Diakui, hingga saat ini belum ada dokter hewan di Kabupaten Supiori. Karena itu, masyarakat khususnya peternak sangat sulit melakukan konsultasi jika ada ternaknya sakit. "Kami tetap upayakan agar aset pemerintah Kabupaten Supiori ini dapat difungsikan guna mendorong pemberdayaan ekonomi kerakyatan khususnya di bidang peternakan,"tandasnya.(ito)

04 March 2009

Tips : Usir Lalat dengan Wewangian Alami

(www.kompas.com, 03-03-2009)
DARI sekian banyak serangga, lalat adalah salah satu yang paling mengganggu. Serangga yang identik dengan sampah dan kotoran ini, seringkali hinggap di makanan, di dapur atau meja makan. Melihat lalat berterbangan di dapur atau ruang makan, jelas bukan pemandangan yang menyenangkan.

Dapur yang kotor atau tumpukan sampah basah, adalah penyebab kedatangan lalat. Oleh karena itu, rajin-rajinlah membersihkan dapur dan mengosongkan tempat sampah basah di rumah. Jika lalat tak kunjung berhenti datang, mungkin cara berikut layak untuk dicoba.

Berbagai semprotan anti serangga berbahan kimia, seringkali dipilih sebagai cara mudah dan cepat membunuh/mengusir serangga. Cara jitu ini juga meninggalkan racun buat tubuh manusia. Jika salah dalam penggunaan, kita bisa keracunan.

Selain cara pintas tadi, ada cara yang lebih alami dan aman, pun sama mudahnya. Coba deh beberapa wewangian alami di bawah ini, untuk mengusir lalat di rumah.

Cengkeh
Wangi cengkeh ternyata cukup efektif mengusir lalat. Ada dua cara memanfaatkan wewangian rempah yang satu ini. Pertama, cara yang paling sederhana. Rendam cengkeh secukupnya, pada semangkuk air. Kemudian letakkan rendaman cengkeh tadi pada tempat yang banyak dihinggapi lalat.

Untuk mendapatkan wangi yang lebih tajam, padukan wangi cengkeh dengan apel. Caranya, siapkan satu buah apel yang sudah matang. Penuhi seluruh permukaan apel dengan cengkeh, dengan cara menusukkan bunga-bunga cengkeh ke permukaan kulit apel. Letakkan apel yang sudah terutup cengkeh ini di atas meja. Lalat pun enggan mendekat.

Daun Pandan
Wangi pandan, ternyata juga bisa dicoba untuk mengusir lalat. Caranya cukup mudah. Cukup siapkan beberapa helai daun pandan, kemudian iris halus. Letakkan irisan daun pandan tadi pada sebuah mangkuk atau piring. Terakhir, tempatkan piring atau mangkuk tadi di tempat yang banyak dihinggapi lalat.

Lavender
Lavender merupakan salah satu tanaman, yang wanginya tidak disukai serangga. Anda bisa menempatkan beberapa tangkai bunga lavender di dalam rumah, untuk mengusir lalat. Selain mengusir lalat, bunga-bunga lavender ini juga mempercantik tampilan ruangan.

Anissa

02 March 2009

Manca Negara : Thailand : Ikan Air Tawar Terbesar Beratnya Setengah Ton

(www.kompas.com, 01-03-2009)
SEEKOR ikan pari raksasa jenis stingray yang ditangkap di Thailand ini diklaim sebagai ikan air tawar terbesar. Betapa tidak, beratnya saja diperkirakan mencapai 450 kg atau hampir setengah ton.

Lebar bentangan tubuhnya sekitar 2 meter dan panjang 2,1 meter. Saat ditemukan, ekornya tidak ada. Jika termasuk ekornya, diperkirakan total panjang ikan pari itu adalah sekitar 5 meter.

Ikan tersebut ditangkap pada 28 Januari 2009 dalam sebuah ekspedisi yang dilakukan oleh National Geographic di Thailand. Penangkapan dipimpin ahli biologi dari Universitas Nevada, Zeb Hogan. Ekspedisi tersebut merupakan bagian dari proyek pencarian ikan raksasa Megafishes Project untuk mendokumentasikan 20 ikan air tawar terbesar di dunia.

Penemuan pari raksasa ini memberikan harapan baru bagi Hogan dan timnya bahkan melebihi perkiraan sebelumnya. Hal ini bisa menempatkan ikan pari raksasa di posisi teratas dari Megafishes Project.

"Sejujurnya, kami tidak mengetahui berapa berat ikan pari ini. Tapi sudah jelas, ikan pari raksasa ini berpotensi menjadi ikan air bersih yang terberat," jelas Hogan yang juga seorang Emerging Explorer pada National Geographic.

Populasi ikan pari di Thailand dianggap sudah akan punah, meski penemuan beberapa populasi baru mulai meningkat belakangan ini. International Union for Conservation of Nature (IUCN) saat ini telah memasukkan ikan pari air tawar masuk ke dalam daftar hewan yang hampir punah.

Sebelum penemuan pari raksasa terbesar ini, Hogan sebelumnya menemukan seekor ikan pari dengan panjang 14 kaki atau sekitar 4,3 meter di dekat di Chachoengsao, dekat kota Thailand.

C5-09
Sumber : National Geographic News

Nasional : Katak Langka dan Khas Sebaiknya Jadi Maskot Daerah

(www.kompas.com, 01-03-2009)
BANDUNG, JUMAT - Keanekarag
aman dan keunikan katak di Indonesia mungkin sebaiknya diublikasikan lebih luas sebagai lambang daerah. Hal tersebut juga akan membantu menyelamatkan berbagai jenis katak dari kepunahan.

Demikian dikatakan Herpetolog (peneliti katak) dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar dalam workshop tentang katak di Kebon Binatang Bandung, Jumat (27/2).

Menurut Djoko, selain, memiliki peranan penting dalam rantai makanan, katak adalah indikator perubahan iklim dan cuaca. Cacat atau hilangnya jenis katak tertentu di suatu tempat bisa menjadi indikasi kerusakan lingkungan atau perubahan iklim di sek
itarnya.

"Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk melindungi sekitar 400-500 spesies katak yang terdata di Indonesia. Paling depan tentu konservasi lingkungan tapi ada hal lain bisa menjadi alternatif, yaitu mempublikasikan keragaman dan keunikan spesies katak di Indonesia," katanya.

Menurut Djoko, sejatinya katak di Indonesia memiliki banyak keunikan. Di antaranya warna, ukuran, hingga struktur tubuh. Hal itu, diyakini Djoko bisa dipublikasikan sebagai maskot daerah atau taman nasional. Diharapkan setelah dikenal masyarakat, ekosistem dan keberlangsungan hidupnya bisa terjaga.

Djoko mengatakan, beberapa katak itu antara lain katak raksasa (Limnonectes blythii) asal Sumatera. Ukurannya merupakan yang terbesar kedua di dunia. Panjangnya bisa mencapai 25 sentimeter dan berat 1,5 kilogram.

Selain itu, ada katak darah dari Gunung Halimun, yaitu katak merah (Leptophryne cruentata). Katak ini satu-satunya di Indonesia yang berwarna merah darah.

Djoko juga menyebutkan satu-satunya katak di Indonesia yang tidak memiliki paru-paru yaitu katak kepala pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis). Usianya diperkirakan lebih dari 50 juta tahun dan di Indonesia hanya ada satu spesies. Di Indonesia, katak yang bernafas menggunakan kulitnya ini hanya ditemukan di Taman Nasional Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat.

Penelitian kurang
"Selain minimnya perhatian atau kesadaran mempublikasikan kekhasan katak, kurangnya tenaga ahli dan peneliti katak ikut memengaruhi tidak
dikenalnya keragaman katak Indonesia," katanya. Menurut Djoko, Indonesia hanya memiliki sekitar 20 orang herpetolog. Akibatnya data mengenai jenis katak di Indonesia belum lengkap.

Sangat sedikit data mengenai keberadaan katak di Indonesia untuk dipublikasikan. Diperkirakan, saat ini masih banyak katak di Indonesia yang belum diberi nama atau diketahui keberadaannya.

Ia membandingkan dengan perkembangan penelitian katak di daratan Eropa yang jumlah spesiesnya hanya sekitar 50 jenis katak. Di setiap negara di Eropa, bisa ditemukan minimal satu ahli katak. Mereka memiliki data lengkap mengenai perkembangan katak di negaranya.

Minimnya data juga dikatakan Kepala U
rusan Reptil Kebon Binatang Bandung, Ada Suryana. Menurut Ada, hingga kini data mengenai katak sangat minim, baik itu yang dilindungi atau tidak. Baik itu, informasi mengenai spesies, ekosistem, reproduksi, atau jenis makan. Akibatnya, pihaknya sulit untuk mendapatkan jenis katak yang dilindungi untuk disimpan sebagai salah satu koleksi Kebon Binatang Bandung.

"Hingga kini belum ada jenis katak yang dilindungi disimpan di Kebon Binatang Bandung," katanya.

CHE,NAS

Jayapura : Lokakarya Sehari Action Plan Visi Trans- Fly

(www.bpphp17.web.id, 01-03-2009)
Lokakarya sehari yang dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2009 terselenggara atas kerjasama Pemerintah Kabupaten Merauke dan Pemerintah Provinsi Papua yang didukung oleh WWF – Indonesia dan ESP. Konsep Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan suatu konsep pendekatan perumusan penataan ruang terpadu berbasis ekosistem, serta mengakomodasi kepentingan pembangunan sosial, ekonomi, budaya dan pelestarian sumber daya alam, melalui pelibatan para pemangku kepentingan termasuk didalamnya masyarakat pemilik ulayat. Salah satu yang perlu dicatat dalam pelaksanaan lokakarya ini adalah Penguatan Rencana Tata Ruang dalam mendukung pemanfaatan dan pengendalian ruang di Provinsi Papua.

Untuk mengetahui efektifitas dan evaluasi terhadap capaian action Plan Visi Trans – Fly terhadap dampak penting konvervasi yang ditimbulkan sebagai leasson learn yang memberikan masukan dalam perencanaan pembangunan diskala nasional, provinsi dan kabupaten/kota khususnya untuk pulau Papua, yang kemudian berdiskusi dan menghasilkan rekomendasi penting dalam rangka mendorong tindak lanjut di skala antar negara dan PNG. Perubahan dan perbaikan ini dilakukan untuk memberikan pengaturan yang lebih tegas dalam menghadapi permasalahan penataan ruang dan menjawab tantangan ke depan yang semakin kompleks, antara lain:

Pertama, Desiminasi proses pemetaan tempat penting masyarakat Adat Malind Anim dan keanekaragaman hayati yang perlu diharmonisasikan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Kedua, Adanya pemahaman bersama tentang perencanaan pembangunan ekonomi yang sinergis dengan pola ruang masyarakat Adat dan keanekaragaman hayati.

Ketiga, Keserasian dan persespi yang sama antar kabupaten dan Provinsi bagi RTRW yang terintegrasi demi kelestarian Pembangunan Papua.

Ke-empat, adanya komitmen para pihak mengadopsi dalam kebijakan tata ruang ditingkat Nasional untuk direplikasikan ke Provinsi dan kabupaten lainnya.

Jayapura : Semiloka Refleksi dan Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Berbasis DAS di Provinsi Papua

(www.bpphp17.web.id, 01-03-2009)
Dalam rangka menghimpun fakta dan mendapatkan informasi guna upaya pengembangan kelapa sawit berbasis DAS di Provinsi Papua, maka Forum DAS Papua yang difasilitasi oleh BPDAS Memberamo, didukung oleh ESP (Environmental Services Program) dan WWF Indonesia Region Sahul Papua bertempat di Swiss Bell Hotel Jayapura 23 Februari 2009, melaksanakan semiloka Refleksi dan Prospek Pengembangan Kelapa Sawit yang di buka secara langsung oleh Gubernur Provinsi Papua (Barnabas Suebu, SH).

Dalam sambutan Gubernur Provinsi Papua menyatakan bahwa minimnya pemahaman akan nilai – nilai kehidupan mengenai kelestarian lingkungan dalam penyelenggaraan pembangunan di Provinsi Papua oleh karena itu perlu perubahan cara pandang dalam pengelolaan Sumberdaya Alam di Provinsi Papua.

Adapun Narasumber yang menyajikan makalah dalam kegiatan tersebut, yaitu: Prof. Suhardi, Prof. Sampe Paembonan, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Papua, RSPO WWF Indonesia, Bruder Edi Rosariyanto (SKP – Jayapura). Dimana peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut berasal dari Pemerintah, Swasta, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama.

Manca Negara : California : Ikan Aneh Punya Kepala Transparan

(www.kompas.com, 01-03-2009)
LAYAKNYA sebuah pesawat tempur, ikan aneh yang ditemukan di Samudera Pasifik ini memiliki kepala cembung yang transparan. Bagian pangkal mata dan organ dalam kepalanya terlihat jelas dari luar.

Foto pertama yang mengabadikan ikan tersebut dalam keadaan hidup-hidup baru dirilis Senin (23/2) lalu meski sudah dibuat sejak tahun 2004. Dari foto tersebut, terlihat bagian paling atas matanya yang berwarna hijau dan lensa mata yang bulat.

Keberadaannya sebenarnya sudah teridentifikasi sejak tahun 1939. Namun, itu hanya dari spesimen yang telah mati. Ikan tersebut biasa disebut barreleye dan memiliki nama ilmiah Macropinna microstoma.

Ikan yang terlihat dalam foto tersebut berukuran panjang sekitar 15 sentimeter. Para peneliti dari Monterey Bay Aquarium Research Institute (MBARI) memotretnya di perairan dalam dekat pantai tengah California. Ini adalah satu-satunya spesies ikan yang punya keunikan tersebut.

WAH
Sumber : National Geographic News

01 March 2009

Nasional : Ikan Batik Bermuka Manusia, Spesies Baru dari Ambon

(www.kompas.com, 28-02-2009)
JAKARTA, KAMIS - Ikan unik dari perairan Ambon dengan bentuk tubuh yang bulat seperti kodok dan motif lurik seperti batik di sekujur tubuhnya ditahbiskan sebagai spesies baru. Hasil pemeriksaan DNA menunjukkan bahwa ikan tersebut berbeda dengan semua jenis ikan yang ada.

Namun yang tak kalah menarik dari penampilan ikan tersebut adalah mukanya yang datar dan mata menonjol sehingga sekilas mirip manusia. Apalagi dengan mulut yang lebar, sesekali terlihat seperti seseorang yang tersenyum.

Keberadaannya pertama kali ditemukan seorang instruktur selam yang bekerja pada sebuah operator wisata setahun lalu di perairan dangkal sekitar Pulau Ambon. Penemuan tersebut langsung dilaporkan kepada Ted Petsch, pakar ikan dari Universitas Washington untuk dipelajari.

"Seperti ikan kodok lainnya, ia punya sirip pada kedua sisi tubuhnya dan tumbuh seperti kaki. Namun, perilakunya belum pernah terlihat pada ikan sejenis lainnya," ujar Pietsch. Misalnya, ikan yang bertubuh bulat tersebut terlihat sesekali memantulkan diri di dasar laut seperti sebuah bola karet yang bergerak tak beraturan.

Pietsch kemudian memberinya nama spesies psychedelica sesuai gambaran penampilan dan perilakunya. Ikan tersebut masuk dalam genus Histiophryne sehingga nama ilmiahnya Histiophryne psychedelica.

"Saya pikir orang telah begitu mengenal ikan kodok dan menemukan satu ekor yang baru seperti ini sungguh terdengar spektakuler," ujar Mark Erdman, penasihat senior program kelautan Conservation International. Ia mengatakan penemuan tersebut juga menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies di kawasan habitat yang masuk dalam Segitiga Koral tersebut mungkin masih banyak yang belum terungkap.

Tubuhnya yang sebesar kepalan tangan orang dewasa dilindungi kulit berlipat yang keras sehingga tahan dari gesekan terumbu karang.

WAH
Sumber : AP