( Koran Tempo, Senin 27 Maret 2006 )
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menolak hasil audit oleh tim audit lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup atas PT Freeport Indonesia. Mereka kecewa karena Freeport, yang menurut hasil audit tersebut terbukti melakukan sejumlah pelanggaran, hanya dikirimi surat peringatan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
"Kementerian Lingkungan Hidup hanya menjadi lembaga pemberi rekomendasi. Ada kemunduran penegakan hukum lingkungan di Indonesia," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah kepada Tempo akhir pekan lalu. Selain Jatam, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Indonesian Center for Environmental Law melakukan penolakan serupa.
Kemunduran ini, kata Mae--panggilan Siti Maemunah--terlihat dari pernyataan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar yang menyebutkan hasil audit tim tersebut merupakan monitoring penaatan serius yang pertama. "Kalau begitu, buat apa ada Kementerian Lingkungan sejak dulu?" ujar Mae.
Pada Kamis pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup membuka temuan pelanggaran lingkungan oleh Freeport berdasarkan penelusuran tim audit lingkungan kementerian itu. Pelanggaran ini, pertama, pengelolaan air asam tambang dari sisi barat Grassberg belum memenuhi ketentuan baku mutu air limbah untuk pertambangan emas dan tembaga. Kedua, air buangan pengelolaan tailing dari ModADA ke Estuari belum memenuhi baku mutu untuk parameter Total Suspended Solid.
Selain itu, menurut Deputi Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Gempur Adnan, pengelolaan tailing yang dilakukan Freeport belum memenuhi standar. "Banyak yang harus dilakukan Freeport supaya pengendapan tailing bisa maksimal," ujarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup memberi Freeport waktu 2-3 tahun untuk melakukan pembenahan atas pelanggaran yang dilakukan. "Waktunya 2-3 tahun. Freeport mesti melakukan ini dan itu," ujar Rachmat Witoelar. Untuk saat ini, kata dia, pemerintah belum melakukan tindakan hukum karena penelitian yang dilakukan merupakan penilaian pertama di wilayah Freeport secara intensif.
Toh, menurut Rachmat, jika Freeport abai atas rekomendasi tentang hal yang harus dibenahi, pihaknya tidak segan-segan membawa persoalan ini ke meja hijau. "Saat ini tindakan kami adalah memberikan waktu yang memungkinkan bagi Freeport untuk melakukan pembenahan," ujarnya. Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten Mimika sedang melakukan langkah koordinasi. Ini dilakukan untuk menetapkan titik penaatan agar ada pengawasan lebih ketat, terutama dalam pengolahan air asam tambang.
"Freeport harus meminimalkan jumlah tailing yang masuk ke Estuari dengan menerapkan teknologi yang memungkinkan pengendapan tailing yang lebih efisien. Freeport juga harus melengkapi izin penempatan tailing. Freeport pun harus berusaha agar tailing yang keluar dari ModADA ke Estuari hanya melalui titik penaatan. Terakhir, Freeport perlu segera memanfaatkan tailing semaksimal mungkin agar tak banyak mengendap," ujar Gempur.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP