(www.radarsorong.com, Jumat 20 Juli 2007)
Musim angin selatan sangat berpengaruh terhadap hasil penangkapan ikan bagi para nelayan yang sehari–harinya mencari ikan. Bahkan ada sebagian nelayan yang khusus mencari udang terpaksa harus mengurangi aktifitasnya di laut karena khawatir terkena musibah di laut. Untuk melihat sejauh mana pengaruh angin selatan terhadap pendapatan para nelayan dapat disimak dalam tulisan berikut.
Laporan : Indrawati
Lokasi perkampungan nelayan yang berada di Jalan Perikanan Klademak Pantai cukup jauh dari jalan protocol, namun demikian perkampungan tersebut cukup dikenal di lingkungan masyarakat sekitarnya sehingga tidaklah sulit untuk mencarinya. Dengan menyusuri lorong yang lebarnya sekitar 1-1,5 meter akan ditemui perkampungan nelayan dengan panggung yang terbuat dari papan. Semakin ke dalam semakin dirasakan keramaian karena tampak terlihat beberapa aktifitas, diantaranya ada anak kecil yang sedang bermain, para remaja yang asyik bercerita serta seorang ibu yang sedang mencari kutu disela-sela kesibukan memasak. Disisi lain kaum bapak disibukkan menjemur ikan untuk dikeringkan.
La Ida, salah seorang nelayan yang mencari udang banana mengaku sudah menjadi rutinitas di setiap tahun, bahwa musim angin selatan akan melanda Sorong pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Untuk itulah dirinya terpaksa harus mengurangi aktivitas mencari udang di laut. "Kalau biasanya setiap hari kami mencari udang di laut tapi kalau angin selatan, kami hanya mencari di laut paling selama 12 hari. Sebab kalau dipaksakan kami khawatir akan celaka seperti yang terjadi tahun lalu, untung saja pada saat itu tidak ada korban jiwa,"ujar La Ida yang terlihat memiliki kehidupan yang agak lebih di lingkunannya.
Dengan mengurangi aktivitasnya di laut maka dirinya yang dipercaya mengelola 7 jhonson milik perusahaan yang menada udang hasil tangkapannya bersama dengan 21 pegawainya mengakui kalau hasil tangkapannya menurun. Bahkan terkadang tidak mencapai standar yang tentunya jika sudah seperti ini maka ia akan meminta kebijakan kepada perusahaan. "Jadi kalau biasanya penghasilan mencapai Rp 10–12 juta/bulan maka akan dikurangi biaya operasi Rp 8 juta dan sisanya akan dibagi. Dan pada musim angin selatan, biasanya hanya bisa mencapai Rp 8 juta, nah kalau sudah seperti ini kami minta kebijakan kepada perusahaan untuk disetorkan Rp 6 juta dan Rp 2 jutanya akan dibagi untuk pegawai lainnya,"jelas pria yang merintis usahanya mulai dari nol.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wa Iza istri dari La Ilo yang setiap harinya mencari ikan di laut. Dikatakan, hasil tangkapan ikan berkurang tentunya akan berpengaruh terhadap harga jual ikan itu sendiri, misalnya untuk ikan puri yang biasa dijual Rp 20.000/keranjang (1 keranjang = 5 kg) maka bisa menjadi Rp 70.000–100.000/keranjang. Ikan hasil tangkapan yang dicari pada sore hingga pagi hari selanjutnya dijual di Jembatan Puri dan kalau masih ada yang tersisa akan dikeringkan. Terhadap musim angina selatan, ia menyatakan kalau aktivitas suaminya tak terganggu karena sudah tidak takut lagi dengan angin selatan.
Sementara Nuruki yang saat ditemui sedang membolak balik ikan sibula yang sedang dijemurnya mengatakan bahwa ikan yang dibuatnya menjadi ikan kering diperoleh dengan membeli dari nelayan yang menangkap ikan di laut. Dan hasil ikan yang dibelinya ingin ini sempat mengalami penurunan karena musim angin selatan tapi sudah dua hari ini hasil ikan yang dibelinya kembali normal. Jenis ikan yang dibeli untuk kemudian dibuat menjadi ikan asin yakni ikan puri, sibula, lema dan oci yang kemudian dijual ke Pasar Remu, Nabire, Manokwari hingga ke Jawa.***
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP