JAYAPURA-Setelah agak lama tidak terdengar adanya kematian unggas secara mendadak, kali ini informasi itu kembali terdengar, dimana selama seminggu lalu, 87 ekor unggas mati secara mendadak di Kelurahan Koya Barat, Distrik Muara Tami. Bahkan dari hasil pemeriksaan sementara tim instansi teknis terkait, menyebutkan 92 ayam warga yang mati mendadak tersebut dinyatakan positif terserang Virus Avian Influensa (H5NI) atau flu burung.
Kepala Kelurahan Koya Barat, Suprianto, S.STP, mengatakan, ayam yang mati mendadak tersebut, diantaranya, 87 ekor ayam mati Ahad pagi (22/7), dan 5 lainnya menyusul sore hari. Kata dia, kematian puluhan unggas tersebut memang sengaja tidak segera diekpose cepat kepada warga, karena ada kekhawatiran bisa menimbulkan kepanikan warga. Apalagi saat itu hampir bersamaan dengan kegiatan turun kampung (Turkam) Gubernur Barnabas Suebu SH ke Kampung Skow Mabo, Kampung Skow Sae, Kampung Skow Yambe, Distrik Muara Tami, pada 25-26/7 lalu. "Pertimbangan kami jangan sampai masyarakat panik sebab belum paham benar tentang virus flu burung," ungkapnya kepada wartawan, di sela-sela sosialisasi kasus flu burung bagi para pemilik unggas di Kelurahan Koya Barat, Distrik Muara Tami, Sabtu, (28/7).Dikatakan, awalnya beberapa unggas mati mendadak, kemudian warganya melaporkan kejadian itu bagi dirinya dan langsung ditindaklanjuti dilaporkan ke Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Dinas Peternakan Provinsi Papua, Wakil Walikota Jayapura dan Walikota Jayapura.Selanjutnya, tim yang terdiri dari instansi teknis Pemkot Jayapura dan Pemprov. Papua datang memastikan penyebab kematian ke 87 unggas bersangkutan. Hasilnya menyatakan, unggas-unggas tersebut positif virus Avian Influensa (H5N1) atau flu burung itu.
"Unggas-unggas yang mati itu milik 10 kepala keluarga yang berada di RW: 1, RT:2, RT:3 dan RT:7 serta RW:2/RT:1," imbuhnya.Dengan mengetahui hasilnya positif tersebut, akhirnya dilakukan pemusnahan unggas yang mati tersebut, dan dilakukan penyemprotan desinfektan virtox ke seluruh Kelurahan Koya Barat.Hal ini guna memutuskan mata rantai penyebaran virus kepada unggas-unggas lainnya, dan menular ke warga Koya Barat. Ia menyatakan, untuk data sementara 92 unggas bersangkutan sudah dinyatakan positif virus itu, namun pihaknya belum tahu apakah unggas-unggas lainnya yang masih hidup, juga terinfeksi virus itu atau tidak. Guna memastikannya, maka telah dilakukan pengambilan sampel kemudian diperiksa lebih lanjut.Untuk tindakan lebih lanjut, yaitu, membuka wawasan warganya tentang masalah virus itu, Sabtu (28/7) lalu, pihaknya mengundang Dinas Peternakan Provinsi Papua untuk menjelaskan apa virus menyebar pada unggas dan manusia.Diterangkannya, perlu dilaksanakannya sosialisasi itu, agar warganya dapat memahami dengan benar bagaimana gejala-gejala virus itu pada hewan peliharaannya, dan bagaimana upaya memberantas penyebaran virus itu.
"Kami berterima kasih kepada pihak provinsi yang telah memberikan sosialisasi tentang virus itu bagi warga kami. Dan juga atas dukungannya yang siap memfasilitas memberikan obat-obatan bagi warga kami, sehingga dapat lakukan upaya-upaya memberantas penyebaran virus itu," tandasnya.Sementara itu, Kasubdin Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Provinsi Papua, DRH. Indarto S, M.MMT, mengatakan, penanganan terhadap penyebaran virus itu bila dilakukan secara serius, maka dalam jangka waktu 10-15 tahun virus itu sudah dapat dimusnahkan.Untuk Papua secara keseluruhan, termasuk Provinsi Papua Barat, risiko menjadi epidemi penyebaran virus itu sangat memungkinkan, dimana Tanah Papua banyak terdapat unggas-unggas liar.Selain itu, cara pemeliharaan unggas oleh masyarakat belum optimal, dimana umumnya masyarakat Papua memelihara unggas dengan tidak dikandangkan, alias unggas-unggasnya dibiarkan liar di lingkungan masyarakat.
Hal yang berikut ialah umumnya masyarakat Papua, lebih banyak terserang penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yang mana hal itu sangat memungkinkan bila yang bersangkutan terinfeksi virus itu, maka turut menyebarkannya kepada orang lain, dan mempercepat kematiannya.
"Pemeliharaan hewan yang tidak sehat, itu mempercepat virus itu menyebar ke manusia, bila ternyata unggas itu positif flu burung. Gejala unggas itu terkena virus itu adalah jengkernya kehitam-hitaman, kakinya kemerah-merahan, bila bertelur, telurnya bentuk tidak normal, telurnya mudah pecah, serta berbagai gejala klinis lainnya," katanya.Lanjut dia, sifat-sifat virus itu lainnya, antara lain, mudah mengalami mutasi genetik, cepat mengalami replikasi (Berkembang dalam tubuh manusia/hewan), mampu bertahan di dalam air selama 4 hari diatas 22 derajat celcius, lebih-lebih mudah menyebar pada kotoran hewan.Ia menerangkan, virus itu pada dasarnya bisa diberantas dengan cepat, namun virus itu juga mudah untuk berkembang biak. Juga bisa diberantas/dibunuh dengan formolin sebanyak 2,5 persen, Lodim (Yodium), Bayklin. Kemudian untuk telur dapat dimasak di atas suhu 64 derajat celcius selama 4,5 menit, sementara daging dimasak di atas suhu 80 derajat celcius selama 1 menit."Jadi cara memberantas virus dengan cara-cara itu, namun pertanyaan, bila kontak langsung dengan unggas sebelum pada saat unggas hidup dan hendak dipotong untuk dimasak. Virus itu juga tertular melalui perantara fasilitas berupa, rak telur, pakan, peralatan ternak, alat transportasi, dan sebagainya," imbuhnya.Ditambahkannya, untuk mencegah penyebaran virus itu, maka hari ini (Senin,red) pihaknya akan melakukan pemusnahan 601 unggas, terdiri dari 477 ayam, 76 bebek, dan 48 entok.(nls).
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP