(WWF Indonesia – Program Sahul Papua, enewsletter Edisi I/2007 Bahasa Indonesia)
Pilot Project CBSFM di Jayapura
Jayapura, Hutan alam Papua memiliki sekitar 70 jenis kayu perdagangan. Salah satu kayu primadona asal hutan alam Papua adalah Merbau (Intsia sp.). Sejak awal tahun 2003, Departemen Kehutanan membahasnya di lingkup internal maupun dengan instansi terkait dan hasil dari beberapa pembahasan, diindikasikan bahwa untuk membantu mengefektifkan pelaksanaan pelarangan eksport kayu bulat dan kayu gergajian, terutama untuk jenis merbau yang sekaligus dapat mengendalikan praktek penebangan illegal dan penyelundupan, diusulkan agar jenis kayu merbau dimasukan dalam APPENDIX III CITES (Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Saat ini, isu merbau mencuat kembali sehubungan dengan isu pesta olimpiade tahun 2008 di Beijing, yang disinyalir bahwa pemerintah RRC dan Komite Olimpiade Internasional akan menggunakan kayu merbau asal Indonesia sebanyak 800.000 m3 untuk membangun fasilitas olahraga olimpiade di Beijing. Bila sinyalemen ini benar, maka pertanyaan selanjutnya dari mana sumber bahan baku kayu merbau diperoleh ? Kalau kayu merbau berasal dari Papua, berapa besar potensi kayu merbau di Tanah Papua dan dimana saja penyebarannya, serta sederet pertanyaan lain yang akan mengikuti isu kayu merbau tersebut.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, WWF-Indonesia di Papua merasa perlu melakukan studi khusus tentang kayu Merbau di Tanah Papua. Hasil studi kemudian dipresentasikan pada seminar sehari Persediaan Tegakan Alam dan Analisis Perdagangan Kayu Merbau di Tanah Papua, yang berlangsung di Hotel Matoa Jayapura. Seminar dihadiri oleh berbagai stakeholder dari lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah daerah di Papua. Dibuka oleh Ir. Joko Susilo Kepala Subdin. Peredaran Hasil Hutan atas nama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, yang dalam sambutannya menyatakan harapan agar dari seminar ini dapat dihasilkan masukan bagi pengelolaan hutan berbasis masyarakat khususnya di Tanah Papua dengan payung hukum Perdasus Kehutananan Papua yang mana diharapkan dapat membantu melindungi serta menjadi acuan pengelolaan hutan di Papua.
Direktur WWF-Indonesia Region Sahul Drs. Benja V. Mambai, MSi dalam sambutannya menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi tujuan studi ini diantaranya untuk mengetahui stok dan penyebaran tegakan alam Merbau di Tanah Papua; Mengetahui pengusahaan kayu merbau dan kontribusinya terhadap penerimaan daerah serta analisis perdagangan kayu Merbau asal Tanah Papua; dan Mengkaji kebijakan Pemerintah Daerah terhadap pengusahaan kayu Merbau dan merumuskan rekomendasi pengelolaan, pemanfaatan, dan pembinaan tegakan alam Merbau di Tanah Papua. Pemaparan materi hasil penelitian disampaikan oleh Tim Studi Merbau yang terdiri atas staf WWFIndonesia Region Sahul dan peneliti dari Universitas Negeri Papua. Tujuan seminar ini adalah untuk mempresentasikan hasil studi akhir pada para pihak yang berkepentingan (stakeholder) selain sebagai langkah sosialisasi juga untuk mendapatkan masukan untuk perbaikan atau penambahan informasi yang kemudian akan dilanjutkan dengan finalisasi laporan studi.
(Untuk informasi selanjutnya silahkan menghubungi : Lyndon Pangkali - lpangkali@wwf.or.id).
Pilot Project CBSFM di Jayapura
Jayapura, Hutan alam Papua memiliki sekitar 70 jenis kayu perdagangan. Salah satu kayu primadona asal hutan alam Papua adalah Merbau (Intsia sp.). Sejak awal tahun 2003, Departemen Kehutanan membahasnya di lingkup internal maupun dengan instansi terkait dan hasil dari beberapa pembahasan, diindikasikan bahwa untuk membantu mengefektifkan pelaksanaan pelarangan eksport kayu bulat dan kayu gergajian, terutama untuk jenis merbau yang sekaligus dapat mengendalikan praktek penebangan illegal dan penyelundupan, diusulkan agar jenis kayu merbau dimasukan dalam APPENDIX III CITES (Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Saat ini, isu merbau mencuat kembali sehubungan dengan isu pesta olimpiade tahun 2008 di Beijing, yang disinyalir bahwa pemerintah RRC dan Komite Olimpiade Internasional akan menggunakan kayu merbau asal Indonesia sebanyak 800.000 m3 untuk membangun fasilitas olahraga olimpiade di Beijing. Bila sinyalemen ini benar, maka pertanyaan selanjutnya dari mana sumber bahan baku kayu merbau diperoleh ? Kalau kayu merbau berasal dari Papua, berapa besar potensi kayu merbau di Tanah Papua dan dimana saja penyebarannya, serta sederet pertanyaan lain yang akan mengikuti isu kayu merbau tersebut.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, WWF-Indonesia di Papua merasa perlu melakukan studi khusus tentang kayu Merbau di Tanah Papua. Hasil studi kemudian dipresentasikan pada seminar sehari Persediaan Tegakan Alam dan Analisis Perdagangan Kayu Merbau di Tanah Papua, yang berlangsung di Hotel Matoa Jayapura. Seminar dihadiri oleh berbagai stakeholder dari lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah daerah di Papua. Dibuka oleh Ir. Joko Susilo Kepala Subdin. Peredaran Hasil Hutan atas nama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, yang dalam sambutannya menyatakan harapan agar dari seminar ini dapat dihasilkan masukan bagi pengelolaan hutan berbasis masyarakat khususnya di Tanah Papua dengan payung hukum Perdasus Kehutananan Papua yang mana diharapkan dapat membantu melindungi serta menjadi acuan pengelolaan hutan di Papua.
Direktur WWF-Indonesia Region Sahul Drs. Benja V. Mambai, MSi dalam sambutannya menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi tujuan studi ini diantaranya untuk mengetahui stok dan penyebaran tegakan alam Merbau di Tanah Papua; Mengetahui pengusahaan kayu merbau dan kontribusinya terhadap penerimaan daerah serta analisis perdagangan kayu Merbau asal Tanah Papua; dan Mengkaji kebijakan Pemerintah Daerah terhadap pengusahaan kayu Merbau dan merumuskan rekomendasi pengelolaan, pemanfaatan, dan pembinaan tegakan alam Merbau di Tanah Papua. Pemaparan materi hasil penelitian disampaikan oleh Tim Studi Merbau yang terdiri atas staf WWFIndonesia Region Sahul dan peneliti dari Universitas Negeri Papua. Tujuan seminar ini adalah untuk mempresentasikan hasil studi akhir pada para pihak yang berkepentingan (stakeholder) selain sebagai langkah sosialisasi juga untuk mendapatkan masukan untuk perbaikan atau penambahan informasi yang kemudian akan dilanjutkan dengan finalisasi laporan studi.
(Untuk informasi selanjutnya silahkan menghubungi : Lyndon Pangkali - lpangkali@wwf.or.id).