Menteri Kehutanan (Menhut) Malam Sambat (M.S.) Kaban sempat berpolemik dengan institusi kepolisian terkait penanganan kasus illegal logging. Buntut dari polemik itu, dia disebut-sebut akan diperiksa di Polda Riau dan bisa menjadi tersangka. Apa yang menyebabkan Kaban berani mengkritik polisi? Berikut petikan wawancara Jawa Pos (grup Cenderawasih Pos) dengan Kaban:
Banyak tudingan miring ditujukan kepada Anda. Tanggapan Anda?
Ah, itu cobaan saja. Kita harus selalu menghadapi dengan sabar dan ikhlas. Toh, sudah saya jelaskan kepada seluruh pihak, termasuk media massa. Sekarang sudah selesai kok. Semua sudah saya klarifikasi. Saya tegaskan, saya lurus-lurus saja menangani kasus-kasus yang terjadi di bawah kewenangan saya. Semua akan saya tangani dengan adil.
Saat mulai muncul konflik dengan kepolisian, kabarnya Anda sempat tegang?
Nggak juga. Saya tetap seperti biasa. Yang jelas, saya masih sempat olahraga. Biasanya badminton, berkumpul dengan keluarga, dan tetap bersemangat dalam menyelamatkan lingkungan. Saya katakan kepada Anda, khusus soal pemberantasan illegal logging. Dalam Islam, mengelola, merawat, dan menyelamatkan lingkungan menjadi kewajiban umat. Itu diatur dalam Alquran dan hadis. Misalnya, surat ke-33 ayat 15, mewajibkan kita untuk menjaga lingkungan dengan berperan aktif dalam kegiatan menanam pohon. Misalnya, sebelum kiamat, kita dianjurkan untuk menanam pohon. Ada perintah yang menyebutkan tanamlah biji kurma yang ada di tangan sebelum besok kiamat. Selain itu, menjaga lingkungan bisa menyelamatkan kita, baik di dunia maupun akhirat kelak. Jadi Menhut itu nilai ibadahnya sangat tinggi. Sebab, terkandung nilai-nilai spiritual di dalamnya. Asalkan, kita bisa menjiwai. Jadi, disebut tegang tidak juga. Kuncinya ya itu tadi, semua kita niatkan ibadah.
Anda sempat mengusulkan pergantian tiga Kapolda yang berbuntut panjang. Bisa Anda jelaskan akar masalahnya?
Ingat, salah satu program seratus hari dari Kabinet Indonesia Bersatu adalah pemberantasan illegal logging. Yang semuanya diatur dan dituntun oleh Inpres No 4 Tahun 2005. Inpres sudah jelas dan tegas mengatur apa yang menjadi sasaran dalam pemberantasan illegal logging. Penekanannya adalah seluruh aktivitas yang tidak punya izin wajib dibabat. Parameternya jelas, semua kegiatan bisnis kehutanan yang tidak punya izin alias illegal harus diberantas. Yang terjadi di lapangan justru banyak kebalikannya. Banyak sekali perusahaan berizin dibabat pula. Ini kan nggak bener. Dalam konteks pemberantasan illegal logging, pemerintah tidak menginginkan perusahaan yang legal, ikut mati. Tetapi, justru malah harus diselamatkan. Perusahaan sektor kehutanan harus tumbuh, berkembang, dan bangkit kembali. Selama ini industri kehutanan kita sangat terganggu oleh kompetitor asing yang memanfaatkan kayu ilegal asal Indonesia. Misalnya, banyak produk furnitur buatan luar yang harganya sangat murah. Diduga bahan kayunya berasal dari hutan Indonesia yang diperoleh secara ilegal.
Artinya, Polri sering salah tangkap dalam pemberantasan illegal logging?
Bukan begitu. Inpres itu (Inpres 4/2005, Red), mengatur perihal koordinasi antarinstansi yang berwenang dalam upaya pemberantasan illegal logging. Mulai Dephut, Polri, TNI, kepala daerah, Depkeu, hingga Deplu juga dilibatkan. Bahkan, dalam inpres tersebut, TNI memerintahkan untuk menangkap pelaku illegal logging. Kemudian, izin yang diberikan gubernur, bupati, dan wali kota tidak sesuai dengan hukum harus dicabut. Itu amanat inpres lho. Jadi, operasi pemberantasan illegal logging tidak bisa maksimal tanpa adanya koordinasi. Itu juga dilakukan untuk mencegah kesimpangsiuran. Menurut saya, Kapolri sudah sangat baik dan tegas. Hanya, niat baik Kapolri memberantas illegal logging disalahterjemahkan anak buah Kapolri. Yang ditangkap bukan cukongnya, tapi operatornya saja.
Saya juga heran, di Papua, dari 23 kasus pembalakan liar yang diadili di pengadilan, semua terdakwa bebas. Saya menjadi bertanya-tanya. Karena itu, saya akan terus meningkatkan koordinasi dan pengawasan bersama dengan aparat hukum dan kepolisian. Intensitas koordinasi dengan Kapolri dan Kejagung makin ditingkatkan.
Anda sempat menemui Kapolri. Ada pembicaraan serius saat itu. Jadi ajang saling klarifikasi?
Pertemuan rutin saja nggak ada yang istimewa. Hanya, momentumnya yang mungkin dirasa pas. Yakni, kebetulan ada perkembangan pelaksanaan operasi illegal logging di lapangan. Jadi, pembicaraan kita memang fokus soal itu (illegal logging, Red). Memang, ada sedikit yang harus dicarikan titik temu. Kita ingin mengembalikan secara proporsional dan profesional sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi). Tentunya tupoksi dari Polri dan kehutanan. Alhamdulillah, akhirnya kita capai adanya kesepakatan dan kesepahaman yang positif. Jangan sampai pemberantasan illegal logging malah kontraproduktif terhadap bisnis kehutanan yang punya izin. Sebab, banyak sekali pengusaha yang legal mengadu tentang hambatan ini.
Akhirnya muncul usul pencopotan tiga Kapolda itu?
Patokan saya adalah Inpres 4/2005 bahwa tiga bulan sekali, kami serahkan laporan kepada presiden. Saya banyak temukan peristiwa yang aneh dan simpang siur. Misalnya, di Papua. Banyak terdakwa kasus illegal logging yang divonis bebas. Begitu pula di Sumatera Utara, banyak cukong kayu ilegal yang divonis bebas. Ada pula perusahaan berizin, tetapi diperkarakan. Akibatnya, perusahaannya tidak bisa beroperasi. Demikian pula di Riau. Dalam benak saya bertanya, mengapa banyak pelaku illegal logging bisa bebas? Ada tiga pandangan. Pertama, apakah karena BAP (berita acara pidana) yang diajukan jaksa tidak mendalam sehingga mudah dipatahkan? Kedua, pengusaha kayunya legal hanya menjadi korban saja. Tidak ada kasus tetapi dipaksakan saja. Ketiga, majelis hakimnya yang bermain.
Temuan Anda sendiri?
Di beberapa kasus, hasil BAP yang diajukan jaksa ke pengadilan, cenderung tidak layak atau lemah. Saya juga menemukan satu fakta di Papua yang bikin penasaran.Masak ada kasus illegal logging, kasusnya P-21 (dilanjutkan ke penyidik, red), tetapi polisi malah keluarkan SP-3 (surat perintah penghentian penyidikan). Nah, ini kan perlu dievaluasi.
Menyikapi kondisi tersebut, apa yang Anda lakukan?
Dalam kasus itu, kami sangat concern untuk menjaga kewibawaan seluruh institusi. Kita tidak ingin dinilai pemerintah tidak serius dalam memberantas illegal logging. Kita juga tidak rela kalau institusi kepolisian dianggap bermain dalam kasus ini. Memang, selalu ada ekses di lapangan yang memanfaatkan kesempatan. Itu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri. Akibatnya, para pelaku illegal logging atau cukong tidak ada yang tersentuh. Atau kurang disentuh. Padahal dalam Inpres 4/2005, memerintahkan seluruh pelaku illegal logging termasuk penampung kayu illegal harus diusut. Jadi tidak ada alasan yang menyebutkan dalam inpres tidak disebutkan adanya perintah untuk menangkap cukong kayu.
Apa prioritas pemberantasan illegal logging? Tangkap cukong atau menyelamatkan kayu?
Dalam operasi pemberantasan illegal logging, bukan hanya diprioritaskan pada bagaimana menyelamatkan kayu saja. Tetapi, kita juga ingin membangun kesadaran di masyarakat. Kita sudah harus membudayakan anti pencurian kayu. Untuk itu, seluruh unsur yang berpotensi mendorong terjadinya pencurian kayu harus digerus atau dikikis. Bisnis yang punya izin harus dilindungi supaya mereka bisa bekerja maksimal dan kita pun bisa melakukan pembinaan serta pengawasan secara optimal.
Soal Adelin Lis (tersangka illegal logging yang sempat kabur, Red). Katanya, dalam kasus Adelin Lis yang kini ditangani PN Medan, ada rencana Anda dipanggil?
Dalam kasus Adelin Lis merupakan bentuk usaha penegakan hukum yang harus kita junjung tinggi. Kita mendukung penuh. Tetapi, kita jangan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dengan kasus yang berbeda. Soal pemanggilan saya, saya nggak mau komentar. No comment lah. Sebab, semuanya kan masih katanya, katanya, dan katanya.(iw/yun)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP