(Tempo Interaktif, 28 Juni 2007)
Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta membentuk tim khusus untuk menyelidiki kontrak penjulan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari ladang gas Tangguh di Papua. Harga penjualan gas Tangguh dinilai lebih murah dari harga jual gas di dalam negeri.
Pengamat industri perminyak Effendi Situmorang mengatakan, pembentukan tim untukmeneliti dan menyelidiki kontrak dan harga jual gas Tangguh. Tim khusus tersebut, kata dia, terdiri dari anggota dewan, pejabat pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan. "Pembentukan tim bertujuan untuk mempertanggungjawabkan kontrak penjualan gas selama 20 tahun, merugikan atau menguntungkan negara," katanya kepada Tempo kemarin.
Menurut Effendi, harga jual gas Tangguh yang rata-rata sebesar US$ 3,5 per MMBtu merupakan harga terendah dalam sejarah penjualan LNG Indonesia. "Harga LNG dari Tangguh lebih rendah dari harga gas di dalam negeri yang rata-rata di atas US$ 4," ujar mantan Direktur Manajemen Production Sharing Pertamina (kini menjadi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi/BP Migas). Dia menjelaskan, pembangkit PLN saat ini rata-rata membeli gas dengan harga rata-rata di atas US$ 4 per MMBtu. PLN belum lama ini merampungkan kontrak jual-beli gas untuk pembangkit Muara Tawar sebesar U$ 4,5. "Itu harga gas yang dialirkan langsung dari lapangan ke pembangkit, kalau harga LNG pasti lebih mahal karena ada biaya untuk memprosesnya," ungkapnya.
Selain itu, harga jual gas Tangguh juga bisa menimbulkan diskriminasi harga LNG yang dijual dari ladang gas Arun di Aceh dan Badak, Kalimantan Timur. "Jepang hingga kini membeli LNG dari Indonesia rata-rata US$ 7-8 per MMBtu," kata Effendi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro membantah jika dikatakan harga jual gas Tangguh terlalu murah. Alasannya, harga sekitar US$ 3,5 per MMBtu tersebut merupakan harga ekspor (free on board/FOB). "Jika sampai ke tujuan harganya bisa mencapai US$ 7-9," ujarnya kepada Nieke Indrietta dari Tempo. Dia menambahkan, sekitar 50 persen LNG Tangguh ke Sempra juga dialihkan ke kontrak lain untuk mendapat harga yang lebih baik.Sebelumnya, Kepala BP Migas Kardaya Warnika mengatakan, sedang menjajaki pasar gas alam cair dari proyek gas Tangguh di Papua ke Jepang, Korea dan negara lainnya. Pencarian pasar baru tersebut untuk mengalihkan kontrak gas Tangguh dengan Sempra Energy di Amerika Serikat. "Sampai sekarang masih penjajakan ke pembeli luar negeri, termasuk juga pembeli dari dalam negeri," ujarnya kepada Tempo. Menurut dia, pengalihan gas Tangguh yang seharusnya dikapalkan ke Amerika Serikat tersebut bukan karena Sempra membatalkan pembelian. "Bukan karena ada pembatalan, tapi salah satu opsi jika ada yang bisa membeli lebih tinggi US$ 1 dari Sempra, maka gas akan dialihkan ke pembeli baru," katanya.
Proyek gas Tangguh membutuhkan investasi sebesar US$ 6,5 miliar. Dari jumlah itu sebanyak US$ 3 miliar akan dipenuhi dari ekuitas BP, sebagai kontraktor bagi hasil. Sebesar US$ 2,616 miliar biaya proyek dari pinjaman bank asing. Sisanya sekitar US$ 900 juta sampai US$ 1 miliar direncanakan dari bank-bank dalam negeri. Namun, hingga kini BP belum mendapatkan pinjaman dari bank lokal.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP