Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

05 July 2006

Papua : Selamatkan Hutan Tropis di New Guinea

( Cenderawasih Pos, Selasa 04 Juli 2006 )
Oleh:Dominggus A. Mampioper
Direktur WWF Indonesia Region Sahul Papua Drs Ben V Mambai MSc pernah mengungkapkan,"Hutan di Tanah Papua ibarat surga dunia yang menyimpan berbagai keindahan spesies kayu sehingga pengelolaannya perlu ditangani secara baik."Menurut Mambai contoh pengelolaan hutan yang berhasil
dengan melibatkan masyarakat lokal dilakukan Negara tetangga Papua New Guinea bersama LSM setempat. "Saya kira di Provinsi Papua bisa saja dicontoh karena kultur dan budaya masyarakat Provinsi Papua dan PNG memiliki kemiripan ,"ujar Mambai

Pendapat senada juga dikatakan Ir Lindon Pangkali mantan Koordinator Forest Watch Indonesia Region Papua. Program Ecoforestry di Papua New Guinea sangat maju karena sudah berjalan beberapa tahun. Bahkan ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu mengekspor kayu dengan memakai standar ekolabel,"ujar Pangkali.

Ditegaskan masyarakat di PNG khususnya di Provinsi East New Britain sudah mampu mengekspor kayu sampai ke Eropa. "Saya sudah pernah melihat langsung di lapangan bagaimana kegiatan masyarakat pemilik kayu di PNG,"ujar Pangkali.

Menurut mantan wartawan Post Courier PNG dan kini menjadi koordinator komunikasi dan informasi
Ecoforestry Forum di Papua New Guinea Joe Meava bahwa selama 13 tahun perusahaan hutan skala besar (mirip HPH di Indonesia) sejak tahun 1970 an hingga 1980 an jelas sangat mempercepat dan mempengaruhi kerusakan hutan di sana. Pengusahaan hutan di sana terutama sangat didominasi oleh perusahaan Australia yang beroperasi di New Guinea Island dan Higlands Regions. Namun memasuki tahun 2000 hingga sekarang sangat didominasi oleh perusahaan perusahaan dari negeri jiran Malaysia.

Dijelaskan hingga tahun 1990-an PNG telah mengeksport tiga juta kubik log per tahun sedangkan tahun 2001 mengeksport 1,3 juta kubik log. Jadi antara tahun 1993 dan 2001 telah over produksi loging dengan total eksport sebesar US $ 2,5 juta.

Kini usaha loging skala kecil menjadi prioritas karena masyarakat menyadari bahwa usaha hutan skala besar justru mempercepat rusaknya hutan alam masyarakat. Masyarakat PNG sudah menyadari bahwa nasib hutan ada di tangan mereka karena itu mereka memakai slogan," Tommorow forest in your hands."

Untuk membantu masyarakat adat mengelola hutan skala kecil atau small scala sawmilling banyak LSM di PNG memberikan dampingan terutama yang tergabung dalam Ecoforestry Forum PNG. Salah satu contoh adalah kegiatan pendampingan masyarakat adat di Provinsi

Madang yakni di Kampung Balilna yang didampingi oleh sebuah LSM bernama Foundation for People and Community Development Inc.(FPCD) sedangkan di Kampung Kimbe East New Britain Province ditangani langsung oleh European Union Island Region Environment and Community
Development Program.

Masyarakat di kampong Kimbe sudah memperoleh sertifikat dari The Forest Stewardship Counsil (TFSC) sejak tahun 1994. Kriteria untuk memperoleh sertifikat hasil hutan secara lestari ternyata bukan sesuatu yang gampang sebab pembiayaannya sangat mahal dan penilaiannya harus melalui beberapa pentahapan.

Sertifikasi dilakukan secara terbuka dan mendapat dukungan aktif dari masyarakat maupun lembaga penting lainnya di PNG. Ada beberapa tahap penting yang harus dilalui antara lain permohonan, kunjungan ke lapangan melihat pengelolaan hutan, mempertimbangkan kembali dokumen pengelolaan hutan berupa pendataan hasil produksi dan hasil cruising timber, penilaian kembali hasil temuan di lapangan, meneliti kembali hasil temuan lapangan secara mendalam, pemberian sertifikasi dan lebelisasi produk kayu serta terakhir mempertimbangkan kembali secara periodik. Penilaian pemberian sertifikasi dan labelisasi produk dilakukan selama setahun. Pemberian sertifikasi sangat mahal dan di PNG harus disesuaikan dengan karakter dan budaya setempat. Misalnya lahan hutan yang akan dikelola harus milik klen tertentu dan tidak berada dalam sengketa atau pun perselisihan antar marga. Prinsip-prinsip dari The FSC adalah harus mempunyai pola pengelolaan hutan yang baik meliputi penyesuaian dengan prinsip-prinsip hukum di PNG maupun Intenasional. Masyarakat adat pemilik tanah dan pemanfaatannya secara bertanggung jawab, masyarakat dengan adat istiadatnya selalu mengelola hutan secara lestari. Hubungan baik dan komitmen hak-hak tenaga kerja, keuntungan yang diperoleh dari hasil hutan bagi pembangunan gedung sekolah, rumah. Pengelolaan hutan harus selalu respek terhadap dampak-dampak lingkungan, perencanaan pengelolaan hutan dalam pemanfaatan dan melindungi hutan, memonitoring dan menilai potensi hutan, memelihara nilai-nilai konservasi, penanaman kembali hutan secara teratur.

Kegiatan LSM atau NGO di PNG hanya sebatas menjadi pendamping masyarakat adat atau masyarakat basis yang disebut Community Base Organise (CBO). Kalau masyarakat tersebut sudah mapan dan mandiri maka NGO melakukan kegiatan pendampingan kepada CBO lainnya.

Meski belajar dari Negara PNG tetangga sebenarnya konsep pengelolaan hutan di Provinsi Papua pernah dilakukan dengan memakai model Kopermas tetapi masih menemukan beberapa kendala yang melahirkan banyak illegal loging di Provinsi tertimur di Indonesia ini.

Dari data-data yang dihimpun penulis jenis-jenis kayu yang diambil oleh beberapa pemegang HPH di Provinsi Papua meliputi jenis kayu Matoa (Pometia spp), Bitanggur (Callophylum spp), Libani (Pterighata spp), Medang (Litsea spp), Tertentang (Campnosperma), Kayu susu (Alstonia spp, ) Duabanga Malucana, Manikara spp, Homaltum Futidumbena, Binuang (Octomeles sumatrana), Jabon (Anthocapallus cadamba), Nyatoh (Pallaqium spp), Jeujing (Albezia falcataria), Agathis Alba, Piak (Buchanania spp), Kedondong (Spondias dulcis), Ketapang Hutan, Pulai (Alstonia scholaris), Bipa (Pterygotha alata), Seman (Sterculla spp), Kayu Besi atau Merbau (Intsia spp), Grepau (Koordersiondendrom pinnatum)

Sementara itu menurut dosen Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Manokwari dan mantan Rektor Uncen Ir Frans Wospakrik MSc sumber hutan di tanah Papua (Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat) sangat beraneka ragam antara lain ;
(1) Kayu dengan AAC minimum sekitar 3,9 juta meter kubik.
(2) Rotan dengan daya produksi 19, 3 Kg/Ha.
(3) Minyak kayu putih (120.000 ha) daya produksi 2 ton/Ha.
(4) Buaya yang hidup pada habitat 6,3 juta hektar dengan populasi lebih kurang 2,6 juta ekor serta banyak potensi lainnya.

Jika dilihat dari potensinya maka jelas Wospakrik di Papua terdapat sekitar 1.812 jenis pohon dan dari
jumlah tersebut yang baru diindentifikasi nama botaninya baru 435 jenis dan 96 jenis di antaranya adalah jenis yang telah dimanfaatkan atau dikenal dengan nama matoa group antara lain Intsia group,
Agathis group dan Rhizopora.

Peneliti dan biolog dari Yayasan Pembangunan Masyarakat Desa (YPMD) Papua alm.Drs Jaan Piet Baransano mengatakan keterikatan suku-suku asli papua dengan hutan dapat dilihat dari cara hidup mereka. Misalnya saja jika mereka sakit biasanya menggunakan dedaunan tanaman yang diambil dari hutan sebagai obat penawar rasa sakit. Suku Tepera dari Distrik Depapre Kabupaten Jayapura Provinsi Papua biasanya menggunakan jenis kayu Terminallis Catappa atau dalam bahasa suku

Tepera disebut sarisi sebagai obat penawar kanker dan pembersih paru-paru. Selain jenis diatas ada juga tanaman lain yang juga bisa dijadikan obat penawar sakit serupa misalnya kayu besi ( Intsia spp) atau dalam bahasa suku Tepera disebut Yamao Yonso. Karena itu jelas bahwa ada hubungan antara masyarakat asli dengan keberadaan hutan yang berfungsi sebagai gudang makanan dan sumber obat-obatan. Hal ini bisa terbukti dengan keberhasilan Drs I Made Budi MSc dosen Fakultas Biologi MIPA Uncen berhasil meneliti buah merah (Pandanus) yang membawanya sebagai salah seorang milyuner Papua dan kini melanglang buana ke Rusia dan China. Memang hutan alam tropis New Guinea ini banyak menyimpan misteri dan keraifan local yang belum digali dan diteliti seluruhnya. Karena itu sangat disayangkan kalau sampai hutan alam tropis di Indonesia yang tersisa ini harus punah sebelum kita memperoleh manfaat bagi kesehatan dan kehidupan umat manusia. Penulis tinggal di Jayapura