( Sinar Harapan, Rabu 26 Juli 2006 )
Gelombang panas yang melanda California, Amerika Serikat, dalam 10 hari terakhir diduga telah menewaskan 56 orang, sementara di Prancis sekitar 40 lansia meninggal dunia terkait udara panas.Banyak warga California yang kepanasan karena pendingin udara tidak bekerja akibat padamnya aliran listrik, Selasa (25/7). Pejabat setempat tengah menyelidiki 56 kematian yang diduga terkait dengan sengatan udara panas sekitar 38 hingga 46 derajat Celsius.
Beberapa kawasan menghadapi pemadaman listrik tiga hari berturut-turut karena udara panas merusak alat transmisi. Sengatan panas yang melanda negara bagian itu sejak pekan lalu untuk pertama kalinya dalam 57 tahun dialami wilayah Utara dan Selatan California secara bersamaan, kata wakil departemen energi Kalifornia Joe Desmond.
Di Central Valley, di mana korban tewas terbanyak ditemukan, suhu udara tercatat 38 hingga 41 derajat Celsius, turun dari hari sebelumnya yang mencapai 43 hingga 46 derajat Celsius. Suhu udara diramalkan belum akan sejuk hingga Rabu. Petugas koroner (pemeriksa penyebab kematian) tengah menyelidiki kematian yang diduga terkait dengan sengatan panas. Sebagian besar korban adalah lansia. Salah satu korban adalah pasien rumah jompo di Stockton yang tewas saat pendingin udara rusak, dan seorang lagi adalah juru taman yang jatuh dan tewas saat bekerja. Jenazah seorang wanita ditemukan di sebuah jalur sepeda.
Selasa, tiga lansia di sebuah ruang hotel yang terletak empat blok dari Gedung Capitol, Sacramento ditemukan tewas. Ruangan itu tidak memiliki pendingin udara. Menurut pejabat pertanian, sengatan panas juga menewaskan ribuan ternak dan penurunan produksi susu di negara bagian penghasil susu nomor satu di AS itu.Di St Louis, di mana 145.000 rumah dan kantor masih padam setelah dihantam dua badai pekan lalu, seorang teknisi tewas kesetrum, Selasa, dan satu lainnya cedera saat memperbaiki gardu listrik. Prancis Sementara itu, sekitar 40 orang di Prancis, sebagian besar orang tua, tewas akibat gelombang panas dalam sepekan ini, sementara Belanda mencatat cuaca terpanas pada Juli. Meteo France, badan ramalan cuaca nasional Prancis, menempatkan posisi siaga gelombang panas pada tingkat oranye, yang merupakan tingkat tertinggi kedua, di 53 dari 96 wilayah metropolitan atau kawasan administratif.
Sebuah badan penasihat kesehatan tinggi Prancis (INVS) menyatakan, mereka akan menerbitkan jumlah kematian terinci pada Kamis akibat gelombang panas yang hingga kini tidak lebih mematikan daripada cuaca panas 2003 yang menewaskan sekitar 15.000 orang.
Menteri Perburuhan Gerard Larcher bertemu dengan wakil-wakil industri konstruksi Selasa (25/7) untuk membahas permasalahan keselamatan yang terkait dengan cuaca panas yang lama, khususnya pelaksanaan jam-jam kerja untuk menghindari panas terburuk pada hari saat bekerja.
Sementara itu, badan meteorologi Belanda KNMI menyatakan, Juli merupakan bulan terpanas di Belanda sejak suhu pertama kali diukur pada 1706. Suhu rata-rata setiap hari dalam 24 hari pertama bulan itu mencapai 22,3 derajat Celsius, sementara pada Juli 1994 tercatat 21,4 derajat dan suhu rata-rata normal 17,4, kata KNMI.Pencatatan suhu di Belanda, yang dimulai pada awal abad 18, termasuk yang tertua di dunia. Catatan yang berdasarkan termometer metodik mulai lebih mendunia sekitar tahun 1850.
Para ahli meteorologi Belanda menyatakan, mereka tidak bisa membuat hubungan langsung antara pemanasan global dan gelombang panas di Eropa, meski KNMI meramalkan kecenderungan pemanasan yang jelas dalam 50 tahun mendatang dan gelombang panas yang semakin sering. Suhu di Belanda meningkat hingga 36 sampai 37 derajat pekan lalu, menewaskan dua orang yang sedang berjalan. (ap/ant/rtr/nat)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP