( Tempo Interaktif, Senin 09 Januari 2006 )
Juru bicara PT Freeport Indonesia, Siddharta Moersjid menegaskan perusahaannya siap berbicara dengan Majelis Rakyat Papua soal dana kemitraan dan dana perwalian untuk masyarakat adat suku Kamoro dan Amungme. Kedua suku itu hidup di wilayah yang kini menjadi area pertambangan PT Freeport di Timika. "Saya belum bisa komentar banyak soal itu. Tapi kami siap bertemu dan berbicara," kata Siddharta saat dihubungi hari ini. Siddharta menanggapi pernyataan Ketua Majelis Rakyat Papua, Agus Alue Alua yang mengaku lembaganya akan membahas soal dana ganti rugi hak ulayat untuk suku Kamoro, yang menurutnya tidak jelas. Siddharta menegaskan besaran dana kemitraan dan perwalian untuk suku Amungme dan Kamoro selalu terbuka untuk ditinjau kembali. "Dana itu juga dikelola secara transparan dan diaudit secara berkala," katanya. Masyarakat Suku Amungme dan Kamoro menerima dana kemitraan senilai 1 persen dari pendapatan PT Freeport Indonesia setiap tahun. Pada 2005 lalu, kedua suku itu mendapat bagi hasil sebesar US$ 40 juta atau lebih dari Rp 382, 4 miliar. Dana sebesar itu dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Amungme dan Kamoro yang penggunaannya diawasi bersama Pemerintah Daerah Papua, masyarakat dan PT Freeport. "Dana kemitraan ini diberikan sukarela oleh PT Freeport," kata Siddharta.
Sedangkan untuk dana perwalian, PT Freeport memberikan US$ 1 juta atau lebih dari Rp 9, 5 miliar setiap tahunnya untuk kedua suku itu.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP