(www.cenderawasihpos.com, 05-09-2008)
JAKARTA - Pemerintah mengisyaratkan tetap meneruskan kontrak penjualan gas alam cair (LNG) Tangguh ke Provinsi Fujian, Tiongkok. Namun, karena harga minyak saat ini cenderung tinggi, pemerintah minta harga kontrak disesuaikan.
Hal itu diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat bertemu delegasi Partai Komunis Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan pengusaha dari Guangdong. ''Tadi disampaikan bahwa kita ingin terus melakukan kerja sama penjualan LNG ke Fujian,'' ujar Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal setelah pertemuan di Kantor Presiden kemarin (4/9).
Menanggapi pernyataan Presiden SBY, Sekjen Partai Komunis Provinsi Guangdong Wan Yan berjanji menjadikan hal tersebut sebagai catatan dalam kunjungan ke Indonesia. Sebab, Wan Yan bukan dari Provinsi Fujian. ''Itu tadi penekanan kembali oleh presiden kepada Wan Yan,'' terang Dino.
Dalam beberapa hari terakhir, kontrak ekspor LNG Tangguh ke Fujian memang menjadi sorotan. Sebab, kontrak penjualan yang diteken pada 2002 tersebut berpotensi merugikan negara ratusan triliun rupiah lantaran harga jualnya terlalu rendah. Dalam kontrak itu, harga gas dipatok USD 3,8 per million metric british thermal unit (MMBTU). Padahal, harga gas di pasar internasional saat ini berkisar USD 20 per MMBTU.
Purnomo Siap Diperiksa
Kontroversi kontrak gas Tangguh menempatkan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam sorotan. Banyak yang menganggap Purnomo sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Karena itu, desakan agar Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Purnomo pun menguat.
''Silakan saja saya dipanggil,'' ujar Purnomo di Jakarta kemarin (4/9). Menurut dia, semua tahap kontrak ekspor LNG Tangguh kepada pembeli di Fujian sudah dilakukan secara transparan. ''Kita kerja secara profesional,'' katanya. Menurut dia, semua pihak harus melihat kronologi pengembangan lapangan gas Tangguh di Teluk Bintuni, Papua, secara komprehensif. ''Pelajari dulu proses detailnya seperti apa,'' ucapnya.
Kata Purnomo, kebersediaan pemerintah menerima formula harga gas dengan skema batas atas harga minyak merupakan kesepakatan yang bisa diterima Indonesia. Sebab, dalam tiga kali tender penjualan gas sebelumnya di Guangdong, Indonesia selalu kalah dari Qatar dan Australia. ''Artinya, harga yang kita tawarkan saat itu sebenarnya cukup tinggi,'' terangnya.
Padahal, imbuhnya, pemerintah sudah mencanangkan LNG Tangguh sebagai proyek nasional. Namun, karena belum ada pembeli, lapangan Tangguh yang dieksplorasi sejak 1980 terpaksa belum bisa dikembangkan.
Karena itu, pada awal 2000-an pemerintah Indonesia memanfaatkan kedekatan dengan pemerintah Tiongkok. Tujuannya, agar bisa segera mencari calon pembeli gas Tangguh. Dengan begitu, lapangan yang dioperatori BP Indonesia tersebut bisa dikembangkan. ''Nah, saat itu Fujian bersedia menjadi pembeli, tetapi dengan skema harga seperti Guangdong,'' jelasnya.
Dia menambahkan, banyak pihak mengira seolah-olah gas Tangguh sudah diekspor dengan harga murah, sehingga pemerintah sudah menderita kerugian besar. ''Padahal, belum diekspor. Gasnya saja baru diproduksi 2009,'' terangnya.
Karena itu, lanjut Purnomo, saat ini pemerintah terus berupaya melakukan negosiasi dengan pembeli di Fujian agar bersedia menaikkan harga gas Tangguh. (tom/owi/oki)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP