(www.kompas.com, 04-09-2008)
JAKARTA, KAMIS - Penganiayaan dan pembunuhan terhadap satwa langka yang dilindungi yakni orangutan di areal konsesi Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah seharusnya diusut dan pelakunya ditindak tegas oleh Departemen Kehutanan. Hal itu diungkapkan Novi Hardianto, Habitat Program Manager Center for Orangutan Protection (COP) kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (4/9).
Ia membeberkan sejumlah kasus penganiayaan terhadap orangutan di areal konsesi PT Agro Bukit. Pada 4 Mei 2007, tim investigasi COP mendokumentasikan seekor induk orangutan yang ditangkap oleh para pekerja perusahaan itu dan dimasukkan dalam peti kayu. "Induk orangutan itu terluka parah di kepala karena diduga kuat telah dicangkul kepalanya. Dephut tak berbuat apapun untuk menegakkan hukum terhadap pelaku, baik itu di level pekerja maupun manajemen PT Agro Bukit," ujar Novi.
Selain itu dalam kasus lain, orangutan yang telah dievakuasi di areal konsesi PT Karya Makmur Bahagia, anak perusahaan IOI Group, memang dipindahkan ke lahan hutan yang belum dibabat dan diperuntukkan sebagai kawasan lindung oleh PT KMB. Tetapi pada Juli 2008, orangutan tetap dipindah dari areal kawasan lindung itu dan hutannya tetap dibabat habis.
Ia menambahkan menurut UU No 5/1990 mengenai konservasi keragaman hayati dan ekosistemnya, pembunuhan terhadap satwa yang dilindungi bisa dikenai hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta. "Ini baru kejadian kecil yang kami temukan. Sementara kejadian di kawasan Bukit Sentuai, kawasan yang dilindungi adat Dayak karena dianggap keramat dan tempat hidup satwa liar tak perah dilaporkan oleh Dephut sehingga termasuk kawasan yang dibuka lahan. Ironis sekali, lalu kalau Dephut berpangku tangan, siapa lagi yang bisa menyelamatkan," tandasnya.
Ia mengimbau pemerintah agar tegas dalam penegakan hukum atas pembunuhan satwa liar, bila tidak ingin dianggap abai terhadap penyelamatan lingkungan yang semakin memprihatinkan. MYS