( Kompas, Kamis 02 Febuari 2006 )
Siput memang cerdik, tak hanya mengalahkan kancil dalam lomba berlari, namun juga bisa terbang meskipun tidak memiliki sayap. Jika kemenangan siput dalam lomba berlari hanya ada dalam dongeng pengantar tidur, siput yang terbang - dalam arti yang tidak sesungguhnya - mungkin kenyataan. Siput kemungkinan besar menumpang burung untuk menyebar dari kepulauan di Atlantik Utara ke Selatan.
Selain di Eropa dan Azore, gugusan pulau di Laut Atlantik Utara, siput-siput dari genus Balea juga ditemukan di gugusan pulau di Atlantik Selatan. Sebelumnya para ahli memasukkan siput-siput di Atlantik Selatan dalam genus Tristania karena jarak kedua wilayah yang tergolong jauh.
Namun, belakangan analisis genetik dan anatomi menunjukkan bahwa siput-siput tersebut satu genus.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan indikasi bahwa siput-siput Balea suatu ketika melakukan perjalanan dari Eropa menuju Azore dan menurunkan dua spesies berbeda. Kemudian, beberapa di antaranya menyebar hingga Pulau Tristan da Cunha yang berjarak 8.800 kilometer sebagai awal perkembangannya menjadi lebih dari delapan spesies.
Siput-siput Balea yang berkembang di Tristan kemudian kembali ke Eropa. Siput bernama Balea perversa ini sempat dikira sebagai jenis siput yang melakukan perjalanan pertama kali. Tapi, bagaimana siput-siput tersebut mengarungi samudera? "Melakukan perjalanan ke Atlantik Selatan adalah hal yang cukup sulit bagi siput darat yang berjalan merayap," kata Richard Preece dari Universitas Cambridge.
Sepertinya mereka tidak menumpang kapal laut seperti yang dilakukan spesies-spesies lainnya untuk menyebar. Sebab, manusia belum mencapai Tristan da Cunha hingga 1506 dan tidak pernah tinggal di sana sampai 1816. Bahkan sampai sekarang kepulauan ini hanya ditempati sekitar 300 orang. Dari bukti-bukti tersebut sudah jelas bahwa siput telah menyebar lebih dulu sehingga cukup waktu untuk berkembang biak dan menghasilkan berbagai keturunan. "Penyebaran ini terjadi jauh sebelum manusia mencapai sana," kata Preece.
Tubuh siput-siput Balea diketahui menghasilkan lendir yang sangat lengket. Mereka jarang ditemukan di tanah dan banyak menempel di dahan pohon. Para peneliti menduga siput-siput itu berpindah dari dahan satu ke dahan lainnya dengan cara menumpang ke tubuh burung. Cara yang sama mungkin dilakukan untuk berpindah ke pulau-pulau di daerah tropis.
"Saya kira karena hidup di pohon dan tubuhnya teramat lengket, mereka mudah terbawa burung," kata Preece. Untuk mencari jenis burung yang membantu penyebaran siput-siput tersebut dari Atlantik Utara ke Selatan tidaklah mudah. Hampir semua burung migrasi yang melintasi ekuator jarang singgah ke pantai.
"Mencari burung yang terdapat siput di badannya tidak mudah," kata Preece. Ia curiga beberapa jenis burung yang sayapnya secara tidak sengaja membawa benda berisi sejumlah siput terempas badai dan meninggalkan siput di pulau-pulau tersebut.
Badai dan angin ribut sebelumnya diketahui menyebarkan laba-laba dan serangga melintasi lautan. Namun, Preece menduga untuk menyebarkan siput secara langsung kemungkinannya kecil. Terhanyut di atas tanaman yang mengapung juga kecil kemungkinannya sebab jaraknya sangat jauh.
Lagipula percobaan Charles Darwin juga gagal membuktikan bahwa siput pulau menyebar dengan cara tersebut. "Darwin meletakkan siput di kaki bebek kemudian menenggelamkan di air laut dan hasilnya siput-siput tersebut mati beberapa saat kemudian," kata Preece. Padahal untuk membentuk koloni, hanya diperlukan seekor siput. Siput Balea memiliki sifat hermaprodit atau berkelamin ganda, sehingga dapat berkembang biak secara mandiri.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP