(www.kompas.com, 16-12-2008)
BANDUNG, SELASA - Kelangsungan hidup flora dan fauna di sekitar kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur atau Bopunjur terancam. Hal itu disebabkan maraknya perubahan tata guna lahan dan perdagangan flora dan fauna di wilayah itu.
Hal itu dikatakan Ornitolog (pakar burung) dan peneliti Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Padjadjaran, Johan Iskandar, dalam diskusi Perubahan Tata Guna L ahan di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur atau Bopunjur di Grha Kompas Gramedia, Bandung, Selasa (16/12).
Menurut Johan, kawasan Boponjur telah ditetapkan sebagai hutan lindung dan sangat penting sebagai fungsi konservasi bagi flora dan fauna tertentu. Di Bopunjur terdapat kawasan konservasi seperti Kebun Raya Cibodas, Cagar Alam Gede Pangrango, Taman Wisata Situ Gunung, dan Cagar Alam Talagawarna.
"Akan tetapi, saat ini, fungsi konservasi itu terancam karena ulah manusia memanfaatkan lahan. Hal itu berakibat pada kelangsungan hidup flora dan fauna yang ada atau singgah di sana," katanya.
Untuk kelangsungan hidup flora, menurut Johan, terancam akibat diperjualbelikan, baik oleh masyarakat sekitar atau luar Bopunjur. Diantaranya berbagai macam jenis tanaman paku, anggrek liar, dan beragam jenis lumut. Tiga jenis tanaman itu dianggap ciri khas daerah dataran tinggi Bopunjur yang berada di ketinggian 600 meter 800 meter di atas permukaan laut. Harganya bervariasi, antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per tanaman.
"Banyak pembeli menganggap tanaman atau flora di Bopunjur, sangat indah dan cocok dijadikan tanaman hias," katanya.
Hal yang sama juga terjadi pada kelangsungan hidup fauna di Bopunjur, terutama berbagai macam jenis burung. Selain alih fungsi lahan perumahan dan pertanian sehingga mengakibatkan hilangnya kawasan koridor hutan di sekitar Bopunjur, penyebab lain adalah penggunaan pestisida di kawasan itu.
Kawasan Bopunjur, menurut Johan, adalah salah satu rute migrasi burung dari utara menuju selatan, dari Asia Daratan menuju Australia. Burung itu antara lain alap-alap dan elang. Artinya, kawanan burung yang bermigrasi itu menggunakan Bopunjur sebagai salah satu tempat beristirahat dan mencari makan. Namun, aktivitas itu kini terancam. Fauna itu terancam kehilangan tempat istirahat dan mencari makan.
"Banyak burung dikhawatirkan gagal migrasi akibat keracunan pestisida akibat apa yang dimakannya ketika melewati daerah Bopunjur," katanya.
Johan mengharapkan para pemegang kebijakan di Bopunjur bisa belajar dari data keberadaan burung yang tersisa. Mengutip catatan sejarah, Johan mengatakan, tahun 1932-1952 tercatat 62 jenis burung penetap. Namun, sekitar tahun 1980-an, 20 jenis burung punah, 4 terancam punah, dan 5 jenis berkurang.
CHE
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP