( Kompas, Jumat 03 November 2006 )
Sebuah fosil berumur 27 juta tahun mungkin merupakan bukti penyambung missing link (mata rantai) evolusi gajah. Para ilmuwan menyimpulkan, mamalia tersebut mungkin keturunan nenek moyang gajah yang menurunkan gajah modern.
Dipimpin Jeheskel Shoshani dari Universitas Amara, Eritreia menemukan fosil bagian bawah tulang rahangnya di wilayah utara negara di Benua Afrika tersebut. Fosil gigi yang tersisa memiliki struktur yang merupakan peralihan antara gigi gajah modern dan gajah purba.
"Ini menjadi petunjuk jelas bahwa wilayah Horn of Africa (Tanduk Afrika ) memang pusat evolusi gajah," kata salah satu peneliti William Sanders dari Museum Palontologi Universitas Michigan di Ann Arbor, AS. Tanduk Afrika merupakan wilayah timur laut Afrika atau disebut Semenanjung Somalia.
Spesies gajah purba yang baru ditemukan fosilnya dilaporkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences dengan nama Eritreum elakeghebrekristosi. Ukuran tubuhnya jauh lebih kecil daripada gajah modern, diperkirakan mencapai 1,26 meter dengan berat 500 kilogram.
Gajah Asia dan Afrika yang masih hidup sampai sekarang termasuk dalam ordo Probiscidea. Termasuk dalam ordo tersebut antara lain Stegodon sondari, gajah kerdil yang ditemukan di Flores. Sekitar 24 juta tahun lalu, keturunan Probiscidea bercabang menjadi dua kelompok utama yakni Elephantida, termasuk di dalamnya gajah dan mammoth, dan Mammutida atau mastodon.
Meski demikian, sebelum temuan ini belum ada bukti fosil Probiscidea di sekitar wilayah Horn of Africa yang berusia antara 25 juta tahun hingga 28 juta tahun. Sebagai anggota Elephantida, spesies tersebut tumbuh semakin besar dan berkembang lebih kompleks, misalnya gigi gerahamnya untuk mengunyah makanan.
Ia merupakan fosil spesies tertua yang memiliki gigi bertumbuh miring seperti pada gajah modern. Tidak seperti gigi manusia yang tumbuh vertikel tegak lurus terhadap gusi, gigi gajah tumbuh miring ke arah mulut seperti permukaan roda berjalan.
Selain itu, gigi gajah berganti lima kali sepanjang hidupnya, tidak seperti manusia yang hanya dua kali, gigi susu dan gigi dewasa. Seekor gajah umumnya hanya memiliki dua pasang gigi geraham dua di atas dan dua di bawah.
Gigi baru tumbuh mendorong gigi lama ke depan sampai tanggal. Menurut Sanders, ini merupakan bentuk adaptasi gajah untuk memperpanjang umur dan tumbuh besar. Karena dengan dua buah gigi gerahamnya yang besar dan bertekstur kompleks, gajah punya kesempatan mengunyah makanan dan memperoleh nutrisi lebih banyak. Sebab, jika gigi geraham terakhirnya tanggal, ia akan kelaparan dan berujung pada kematian.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP