( Kompas, Senin 31 Juli 2006 )
Tiga ekor burung dari spesies yang diperkirakan telah punah di Timur Tengah sejak empat tahun lalu dipasangi pemancar gelombang radio. Langkah tersebut dilakukan agar migrasi burung dapat dilacak menggunakan satelit setelah mereka meninggalkan tempat berkembang biaknya di dekat Palmyra, bagian tenggara Suriah.
Burung ibis berkepala botak merupakan jenis burung yang dipuja Firaun di zaman Mesir Kuno. Burung tersebut pernah mendiami sebagian besar Timur Tengah, Afrika bagian utara, dan Pegunungan Alpen di Eropa. Burung ibis berkepala botak diklasifikasikan sebagai hewan yang sangat terancam punah dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau World Conservation Union (WCU). Keberadaannya di alam berkurang drastis karena berkurangnya habitat, perburuan liar, dan penyebaran racun pestisida.
Saat ini, populasinya di alam tinggal tersisa 13 ekor di Suriah dan terdapat 100 pasang di tempat penangkarannya di Maroko. Tiga dari tujuh ekor tujuh ekor burung yang telah dewasa di Suriah ditangkap dan diberi pemancar gelombang radio.
Para ilmuwan dari Royal Society for the Protection Birds (RSPB) dan BirdLife Timur tengah berharap dapat memetakan ke mana burung berpindah tempat selama musim dingin dan memahami mengapa hanya sedikit jumlah burung yang kembali ke habitatnya. Burung tersebut diperkirakan terbang hingga daerah selatan melalui Saudi Arabia dan Yaman bahkan mungkin Eritreia.
"Kami tidak akan mempelajari apapun jika burung ini musnah dan ini kesempatan terakhir kami untuk menjaga kelangsungan hidupnya di Suriah," kata Paul Buckley, kepala program di RSPB. "Jika kami dapat mengikuti jalur migrasinya dan memetakan tempat tinggalnya selama musim dingin maka kami dapat menemukan mengapa jumlahnya terus menurun dan bagaimana cara melindunginya," lanjut Paul. Begitulah langkah awal untuk meningkatkan populasinya kembali.
Kepala Birdlife Timur Tengah, Ibrahim Khader, mengatakan bahwa penemuan ibis botak seperti menemukan burung phoenix di Arab. Baginya, survei dan pemasangan pemancar radio di tubuhnya merupakan proyek yang paling menantang saat ini.
"Kami tahu mengenai keberadaannya di Palmyra dari laporan pengembara Badui dan pemburu lokal. Tanpa proyek pelacakan, burung tersebut hanya akan dikenal dari sejarah dan ukiran hieroglyph," tandasnya.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP