Emisi karbon yang dihasilkan dari perusakan hutan atau deforestasi sedikitnya mencapai 20 persen dari total emisi karbon global. Ancaman pemanasan global meningkat akibat deforestasi hutan yang selama ini berfungsi sebagai penyimpan karbon. "Hutan menyerap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer, yang berkontribusi terhadap pemanasan global," ungkap Roger A.Sedjo, Peneliti Senior dan Direktur Program Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan pada Resources for the Future (RFF), Rabu (13/8).
Sedjo menuturkan perusakan hutan tropis harus dicegah apabila emisi karbon yang memicu pemanasan global ingin dikendalikan secara signifikan. "Biaya mitigasi pemanasan global dapat dikurangi secara signifikan apabila perusakan hutan di wilayah tropis dihentikan dan dilakukan pemanfaatan lahan hutan secara tepat untuk pengendalian dan penyimpanan karbon," tegas Sedjo, yang dianugerahi Nobel pada 2007 atas masukan yang dia berikan untuk masalah perubahan iklim pada Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC).
Penggunaan bahan bakar fosil sebetulnya bukanlah problem yang memicu pemanasan global. "Karbon adalah yang menjadi problemnya," tutur Sedjo.
Sebab, karbon itulah yang menyebabkan penggerusan lapisan pelindung di atmosfer sehingga memicu pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim. Menurut dia, penggunaan bahan bakar fosil di masa depan tetap dapat dilakukan. Tetapi, penggunaan bahan bakar fosil harus dilakukan secara berbeda, yakni lebih bersih dan aman dari karbon. Karbon diupayakan dapat diserap dan dinetralisasi dengan teknologi-teknologi tertentu.
Penggundulan hutan tropis, yang berpotensi besar sebagai penyerap karbon, paling banyak terjadi di delapan negara. Sebanyak 50 persen penggundulan hutan tropis tersebut terjadi di Brasil dan Indonesia. Perdagangan karbon (carbon trading) berpeluang mencegah perusakan hutan. Poin karbon, yang diakui dan dapat ditransaksikan di pasar karbon, akan diterima negara-negara pemilik hutan tropis yang dapat mengurangi atau menghapus laju penggundulan hutan yang tinggi. Sebaliknya, poin yang dihasilkan dari pencegahan penggundulan hutan dapat dibeli oleh negara-negara yang sulit memenuhi target emisi karbon di bawah Protokol Kyoto atau perjanjian selanjutnya tentang iklim, guna memenuhi target tersebut.
"Laju penggundulan hutan tropis diharapkan dapat dikurangi secara signifikan," ujar Sedjo, yang saat ini menjabat Ketua Environmental Literacy Council, sebuah organisasi pendidikan nirlaba yang menitikberatkan pada upaya meningkatkan pendidikan di bidang lingkungan hidup pada tingkat K-14.
Hutan tropis harus dilindungi karena kaya akan keanekaragaman hayati. Selain kelestarian terjaga, bagi negara-negara pemilik hutan tropis, yang luasnya kini total mencapai dua miliar hektare dan diperkirakan dapat menampung 300 miliar ton karbon, keuntungan besar dipastikan dapat diperoleh. Sebab, nilai karbon terbilang sangat ekonomis. Nilainya baru-baru ini berkisar US$ 10 sampai US$ 100 per ton pada transaksi pasar di European Climate Exchange.
Ide perdagangan karbon itu sendiri dalam banyak kesempatan ditentang keras oleh para aktivis lingkungan hidup. Sebab, tanggung jawab reduksi emisi karbon yang semestinya dipikul negara-negara industri maju akhirnya dilemparkan begitu saja kepada negara-negara berkembang yang notabene pemilik hutan tropis. Sementara itu, penghasil emisi karbon terbesar di dunia adalah negara-negara industri maju itu sendiri.
Terlepas adanya kontroversi dalam isu perdagangan karbon, Sedjo berpendapat, konsumsi energi oleh siapapun tidak bisa dilakukan tanpa memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.
Negara-negara berkembang, kata Sedjo, juga harus menjadi bagian dari solusi pencegahan deforestasi, yang secara finansial difasilitasi oleh negara-negara maju.
Tidak hanya dengan mengurangi produksi emisi karbon, inovasi energi alternatif sebetulnya juga penting untuk mencegah pemanasan global. Memang, sepuluh tahun lalu, pencegahan pemanasan global difokuskan pada reduksi emisi. "Tetapi, perhatian besar belakangan diberikan pula pada upaya-upaya konservasi hutan serta peluang-peluang menciptakan energi alternatif," kata Sedjo. [SP/Elly Burhaini Faizal]