Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

03 April 2008

Sorong : PT ASP Tidak Gentar Digugat

(www.radarsorong.com, 03-04-2008)
SORONG- Besarnya nilai gugatan yang diajukan kuasa hukum masyarakat adat pulau Manuram -senilai Rp 298 Miliar- tidak membuat PT Anugrah Surya Pratama (ASP) ciut menghadapi gugatan tersebut.
Setelah berkas perkara gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sorong, kuasa hukum PT. ASP Max Mahare, SH mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima risalah panggilan,kapan sidang gugatan tersebut akan digelar.

Menghadapi gugatan yang diajukan tim kuasa hukum masyarakat ulayat di pulau Manuram yang terdiri dari ketua dan sejumlah anggota IKADIN Sorong, kata Max Mahare tinggal menunggu pengujian materi perkaranya di Pengadilan.
Jika yanga digugat atas masalah ganti rugi tanah yang belum dibayarkan, kata Max Mahare seharusnya penggugat memahami tentang Undang-Undang Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967. Soal ganti rugi dalam masalah pertambangan, dikatakan hanya ada 2 yakni ganti rugi menyangkut segala sesuatu yang ada di atas permukaan tanah dan segala sesuatu yang melekat di tanah tersebut.
Dicontohkannya jika proyek yang dikerjakan di atas tanah merusak rumah warga tentunya memang harus dibayarkan ganti ruginya. Yang jadi pokok persoalan UU tidak mengatur tentang ganti rugi areal tanah. Semuanya kata Max tertera dengan jelas pada pasal 25 dan pasal 26. Dimana setelah kegiatan penambangan berakhir maka tanah tersebut dikembalikan kepada masyarakat. “

“Jadi tidak bisa begitu saja, kalau tanah diganti rugi lagi otomatis pulau Manuram itu berpindah ke tangan perusahaan. Bisa- bisa perusahaan menjual pulau itu kepada perusahaan asing lainnya,”jelas Max yang dikenal berteman akrab dengan ketua dan anggota IKADIN Sorong lainnya.
Menyinggung masalah ganti rugi kepada pemilik ulayat dam tanah adat dikaitkan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus, kata Max, konteks pengertian Otsus itu yang bagaimana ?. “Itu yang mau saya yang mau tanyakan dalam UU Otonomi Khusus, dimana UU terbaru saja menyangkut persoalan ganti rugi disebutkan dalam pengaturan hal tersebut biasanya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah dan kepentingan umum. Nah itu masalah pokok persoalannya ada di situ,”tandasnya.

Soal pembayaran adat dan ulayat bagi warga setelah kegiatan perusahaan pertambangan dimulai, ditegaskan Max bahwa sesuai UU Pertambangan, khususnya menyangkut kuasa pertambangan, dimana perusahaan terlebih dahulu mendapat ijin kuasa pertambangan dari pemerintah daerah dalam hal ini nupati. Setelah mendapatkan ijin kuasa pertambangan, kewajiban perusahaan adalah bertemu dan melakukan sosialisasi.
Langkah tersebut kata Max telah dilalui oleh PT ASP. Sebelum beroperasi di pulau Manuram, perusahaan telah mensosialisasikan segala kegiatannya sampai dengan membayar uang ketok pintu.
Lebih jauh Max juga mempertanyakan sikap seorang pemilik hak ulayat yang mengajukan gugatan karena menurutnya yang bersangkutan sering datang ke kantor PT ASP.

“Yang jelas untuk perkara digugat kita tinggal pembuktiannya saja dan saya akan menunjukan wakil daripada pemilik hak adat dan ulayat yang menerima duit. Jadi nanti kita uji sajalah. Kalau memang benar ada gugatan, yah kita jalani saja. Karena itu merupakan hak masyarakat,”ujar Max Mahare.
Yang dimaksudkan dengan pengujian benar dan tidaknya gugatan dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 yang mengatur tentang ganti rugi lahan. Yang dipertanyakan apakah proses ganti rugi dalam UU ada hubungan dengan bidang pertambangan. “Contohnya saja kasus PT Freeport. Apakah pernah dilakukan ganti rugi terhadap areal tanah seluas proyek yang sudah berjalan puluhan tahun,”ujarnya bernada tanya. (boy)