(www.infopapua.com, Senin, 21 Februari 2005 - 11:31 AM)
Asosiasi Pengusaha Ikan Hias Kabupaten Merauke (Apihim), Papua, mengeluhkan sekelompok pengusaha Jakarta yang mempunyai kaki tangan di Merauke yang mempermainkan harga ikan kaloso atau arwana irian (Sclerophages jardinii) sehingga merugikan penangkap ikan lokal.
Hal itu dikemukakan Ketua Badan Pengurus Apihim, Harry G Ndiken, kepada Pembaruan, di Jakarta, Sabtu (19/2). Dikatakan, dengan cara mempermainkan harga di tingkat pusat, berdampak serius pada masyarakat pencari ikan arwana irian. Padahal masyarakat setempatlah yang merupakan pemilik sah hak ulayat di mana jenis ikan tersebut berpopulasi secara alamiah.Pengurus Apihim, katanya, telah berupaya secara sistematis memperjuangkan kenaikan harga jual di tingat pusat serta kenaikan harga beli di tingkat masyarakat penangkap, demi memperbaiki pendapatan dan memperkuat tatanan ekonomi masyarakat setempat.
Namun, ungkap Harry, mereka selalu dikorbankan hanya karena permainan dan keserakahan sekelompok pengusaha Jakarta yang mempunyai kaki tangan di Merauke sehingga harga ikan arwana irian dengan mudah dipermainkan.Dia mengemukakan, upaya menaikkan harga jual di tingkat pusat sebenarnya telah membawa hasil dengan sangat baik. Namun, upaya itu terhadang oleh kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua I yang terlalu mencampuri urusan tata niaga yang bukan wewenangnya.
Menurut Harry, pemaksaan pasar oleh kepala BKSDA Papua I yang bukan seorang ahli dalam bidang pemasaran menyebabkan para anggota Apihim harus bertransaksi dengan pembeli di Jakarta yang direkomendasikan oleh kepala BKSDA Papua I.
Rekomendasi
Rekomendasi tersebut, katanya, dicantumkan sepihak dalam Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Keperluan Perdagangan Dalam Negeri (SATS-DN). Sementara di lain pihak ada pasar yang menawarkan harga beli lebih tinggi 25 persen dari pasar rekomendasi kepala BKSDA Papua I itu. Kendala serius yang dihadapi dalam perdagangan ikan arwana irian, paparnya, menyangkut kuota tangkap yang diberikan tidak berdasarkan pada jumlah hasil tangkapan pada satu musim panen, melainkan sesuai dengan rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui tata cara metode perhitungan yang tidak jelas.
"Padahal semua tahu bahwa LIPI tidak mempunyai data akurat hasil riset populasi riil di seluruh daerah potensi penangkapan, termasuk di kawasan yang masih perawan," ujarnya.Pada musim panen tahun 2004/2005, ungkapnya, Apihim diberikan kuota tangkap pada tahap I sebanyak 100.000 ekor, dan tahap II sebanyak 100.000 ekor. Sementara perkiraan hasil tangkap masyarakat hingga akhir musim panen sebanyak 850.000 ekor, yang sebagian telah diselundupkan (illegal trade).
Stok resmi ikan arwana irian yang berada di penampungan anggota Apihim berdasarkan stock opname yang dilakukan oleh pengurus Apihim bersama instansi teknis pada 4 Januari 2005 sebanyak 469.369 ekor.Harry mengungkapkan, pengurus Apihim bersama Pemda Kabupaten Merauke telah berupaya maksimal untuk mendapatkan tambahan kuota tangkap sampai ke tingkat pusat. Namun, upaya itu terhadang kepentingan jaringan kelompok pengusaha Jakarta, pengusaha Merauke, dan oknum aparat di Merauke, Provinsi Papua, dan Jakarta.
"Permainan itu akan berujung pada rusaknya tata niaga ikan arwana irian yang telah dirintis para pengurus dan anggota Apihim," katanya.Dia mengingatkan, masalah tersebut menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat Papua, khususnya menyangkut perbaikan ketahanan ekonomi yang menjadi pilar dalam menopang berbagai sendri kehidupan.Masalah itu, katanya, harus dicermati secara saksama dan ditanggapi dengan serius untuk mengambil langkah-langkah antisipatif agar sedini mungkin hak-hak masyarakat dapat diproteksi dari praktik-praktik liar kelompok orang yang tidak bertanggung jawab dan mengatasnamakan pengurus Apihim. (S-26) (sumber: pembaruan)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP