Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

04 November 2008

Spesies Katak : Demi Perpanjang Napas

Oreophryne minuta spesies katak terkecil ini ditemukan
tinggal di hulu Sungai Derewo, di Papua Barat (Foto : www.trubus-online.co.id)


(www.trubus-online.co.id)

Ukuran tubuhnya teramat mungil, cuma seukuran biji kacang tanah, sekitar 9,5 mm. Dialah salah satu katak terkecil di dunia. Tubuh mungil Oreophryne minuta-spesies katak terkecil itu-memang sebuah keharusan jika ingin bertahan hidup. Baginya hanya ada 2 pilihan sulit: hidup atau mati. Itu lantaran mereka tinggal di hulu Sungai Derewo, di Papua Barat, berketinggian 2.000 m dpl. Di daerah setinggi itu kadar oksigen tipis, kelembapan tinggi, dan intensitas matahari tinggi.

Jika memilih hidup, katak itu harus pintar beradaptasi. Jika tidak, minuta itu tentu sudah mati. Namun duduk perkara kerdilnya tubuh katak itu memang belum jelas tersibak. Para ahli menduga perubahan itu wujud pertahanan diri dari kejaran predator. Adaptasi terhadap lingkungan ekstrim boleh jadi menjadi sebab lain.

Katak O. minuta itu ditemukan oleh Prof Dr Djoko T Iskandar dan Stephen Richard pada 2000. Mereka herpetolog alias ahli katak. Djoko dari Institut Teknologi Bandung: Stephen dari Australia. Penemuan spesies baru itu melengkapi temuan katak terkecil lain dari Amerika Selatan dan Madagaskar yang panjangnya antara 9-20 mm.

O. minuta hanya salah satu dari sekitar 45 jenis katak temuan Djoko. Temuan lain yang spektakuler adalah katak primitif asal Kalimantan. Sayang profesor Biosistematik dan Ekologi vertebrata kecil itu menolak menyebutkan lokasi penemuan itu untuk menghindari perburuan liar. Disebut spektakuler lantaran katak itu bertipe Eropa-Asia. Amfibi di Indonesia lazimnya bertipe Asia Tenggara. Secara fisik katak itu bertubuh gepeng, moncongnya tipis, mata menghadap ke depan, dan kaki depan serta belakang ditutupi selaput. 'Katak di Asia umumnya bertubuh gemuk dan tebal moncongnya,' ujar Djoko.

Diduga katak itu masuk Kalimantan melalui Pulau Palawan, Filipina. Yang unik katak itu justru tidak ditemukan di daerah yang lebih dekat jaraknya dari Palawan seperti Sulawesi. Menurut Djoko, Sulawesi bertanah sempit memanjang sehingga bila lahan rusak lebih cepat terasa. Karena tanahnya menyempit, banyak spesies endemik sulit pindah. Itu berbeda dengan daratan Kalimantan yang membulat.

Katak anggota famili Bombinatoridae itu hidup di sungai deras dan dingin bersuhu14-220C. Itulah sebabnya jika ditaruh beberapa jam di dalam ember, katak itu meregang nyawa. 'Katak itu tidak dapat dipelihara di akuarium karena perlu air deras dan oksigen tinggi,' kata doktor Genetika Molekuler dari Universite des Sciences et Techniques du Languedoc Montpellier di Perancis itu. Kulit katak itu mengembang sehingga melebar dan berlipat. Itu untuk mengatasi kekurangan oksigen.

Harap mafhum, paru-paru amfibi yang lebih banyak hidup di air tidak begitu efisien. Sebab perbandingan oksigen di darat dan air kira-kira 140:8. Untuk mengatasinya, katak bercorak semburat abu-abu-kehijauan itu bersifat katatonik alias tak banyak bergerak. Spesies itu berhemat dalam mengkonsumsi oksigen. Ketika ditemukan pun ia diam dan baru bergerak saat permukaan kulit tubuhnya disentuh.

Katak aneh juga ditemukan Djoko di Sulawesi. Aneh lantaran Limnonectes itu larviparity alias melahirkan berudu, bukan telur. 'Mungkin ini terjadi karena betina berusaha menyelamatkan telur dari predator alami dan kondisi ekstrim. Ini fenomena karena katak dianggap tidak memiliki biologi perilaku khusus,' ujar Djoko. Lokasi penemuan katak itu memang berupa daerah kering meski ada genangan-genangan air kecil dan terputus-putus. Nah, kondisi itu menyulitkan induk betina ketika hendak bertelur. Oleh karena itu ia menahan telur diperut hingga menjadi berudu.

Katak-katak yang melahirkan berudu dan bersosok katai tergolong langka. Jenis lainnya adalah katak merah Leptophyrne cruentata yang ditemukan kembali oleh tim yang dipimpin Mirza D Kusrini PhD, herpetolog dari Fakultas Kehutanan IPB. Doktor alumnus James Cook University di Queensland Australia itu menemukannya di dekat air terjun Cibereum, Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat. Sejak dilaporkan pertamakali oleh DSS Liem, peneliti dari Australia, pada 1970 katak itu seperti menghilang. Saat itu diperkirakan populasinya seratusan ekor.

Tiga puluh tiga tahun kemudian, pada 2003, Mirza menemukan sekitar 3 ekor. Baru pada awal Januari 2007 ditemukan dengan populasi lebih besar 15 ekor. Saat ditemukan katak merah itu menetap di celah batu ditutupi lumut pada dinding batu air terjun Cibereum. Menurut Mirza merosotnya populasi katak merah itu diduga karena areal hutan di dekat habitat aslinya sudah terbuka. Padahal hutan menyediakan lumut sebagai pakan sang katak. Joko yang melacak keberadaan katak itu pada 1980-an menduga debu dari erupsi Gunung Galunggung itu penyebab jebloknya populasi katak yang kini masuk IUCN Redlist 2006.

Secara alamiah, beragam predator juga 'mengurangi' populasinya. Katak tidak mempunyai pertahanan diri yang baik. Kelompok Bufonidae dan beberapa Ranidae melindungi diri dengan kelenjar racun yang menempel di kulit. Pada Bufonidae, kelenjar itu terletak di kelenjar parotoid atau tampak sebagai tonjolan-tonjolan di permukaan kulit. Beruntung racun itu tidak cukup kuat mematikan manusia. 'Katak beracun dikenali dari corak terang dan baunya menyengat,' kata Djoko. Kepercayaan masyarakat yang menyebutkan urine kodok-sebutan di Jawa--membutakan mata belum bisa dibuktikan.

Katak memang belum banyak menarik minat peneliti, apalagi masyarakat awam. 'Bayangkan antara 1923--1990 tidak ada revisi dan penelitian amfibi. Satu-satunya buku amfibi terlengkap ditulis van Kampen, The Amphibia of the Indo Australian Archipelago,' ujar Djoko yang ditabalkan menjadi biologi pertama setelah PN van Kampen-herpetolog Belanda--karena meneliti amfibi di Jawa dan sekitarnya itu.

Jadi, masih banyak misteri kehidupan amfibi yang belum terungkap. Katak O. minuta yang beradaptasi menjadi kecil baru segelintir yang sudah diketahui. Ia memilih bertahan hidup dengan mengubah bentuk tubuh. Itu dilakukan demi memperpanjang napas. (Dian Adijaya S/Peliput: Lastioro Anmi Tambunan)