Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

11 December 2004

Jayapura : Mafia dan Cukong Pengerat Hutan Papua

(Mimbar Rakyat, Vol. 1 No. 2, 10 Desember 2004)
Hutan Papua yang salah satu yang diincar mafia kayu atau para cukong dalam memburu rupiah dan dollar. Selain hutan Kalimantan dan Sumatera. Papua memang kaya hutannya. Tercatat, dari luas daratan Papua 42,2 juta hektar, potensi hutannya mencapai 41 juta hektar. Artinya 98,8 persen bumi Papua, adalah hutan. Jadi tidaklah heran bila bandit kayu berlomba menjadi “pengerat” hutan Papua dengan berbagai cara.

Si pengerat yang rakus. Julukan ini barangkali pantas buat mereka. Selain doyang mencuri , memanipulasi juga menyelundupkan kayu ke luar negeri, sehingga pemasukan negara pun minim karena dikantongi mafia. Sementara, masyarakat pemilik hak ulayat adat kehilangan tempat berburu, terperosok dalam kemiskinan karena hutannya dihantam buldozer dan excavator. Ribuan tonase kayu rubuh ditengah belantara. Hutan pun semakin gundul, rakyat makin miskin. Pendapatan negara nihil akibat dikantongi mafia, yang berlindung dibalik sejumlah aturan formal. Dulu, para mafia kayu ini suka mencatut nama Pejabat Tinggi Negara, kini berlindung dibalik kopermas dan pengusaha HPH lokal.

Pelaksana Harian Badan Perhutani Indonesia Daerah Papua, Ir. Bani Susilo, kepada Mimbar Rakyat, dua pekan lalu, menyebutnya penyelundup kayu. Sebab, persoalan serius hutan Papua bukan illegal logging, tetapi praktik eksploitasi hutan, pencurian hutan untuk diselundupkan ke luar negari. Modusnya cukup beragam, mulai saat penabangan kemudian penangkutan, lalu dijual ke Mapia kayu untuk dibawa ke luar negari. “Pengawasan ketat, dan koordinasi antar pelabuhan yang ada solusinya, “usul Bani. Pasalnya, kata dia, setiap kayu dari hutan (darat) yang mau dibawa keluar Papua pasti melalui pelabuhan yang ada. Nah, dimana petugas pelabuhan? Menurut dia, maraknya penyelundupan kayu, atau pihak lain menyebutnya soal illegal logging dari Papua, itu tidak terlepas dari kerjasama oknum-oknum kopermas, perusahaan HPH dengan pemilik modal dari luar negeri. Bani Susilo menyebutkan, peta penyelundupan kayu ke luar negeri, melalui dari Sarmi, ke PNG, kemudian ke Malaysia, Cina, Hongkong, dan ke India.

Betul apa kata Bani Susilo. Terbukti, sebuah kapal asal Malaysia tetapi menggunakan bendera Indonesia memasuki wilayah perairan Papua, di Kabupaten Sarmi tanpa memiliki izin PPKA (Pemberitahuan Pengoperasian Kapal Asing) serta RIB. Kapal jenis LCT itu bernama Godri II dengan 9 ABK, diantaranya 3 warga Indonesia, 5 warga Malaysia, 1 warga Philipina. Akhirnya kepergok oleh jajaran Polres Sarmi. Mereka masuk ke Perairan jayapura 1 November 2004 lalu dari PNG, tujuan ke Pelabuhan Sarmi. Nah, tujuan kapal yang disewa oleh Lai Rue Tang warga Malaysia ini, untuk memuat alat-alat berat yang digunakan PT. Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah, guna menebangi kayu di areal Kopermas (Koperasi Masyarakat) mawaif di Takar, Sarmi. Alat-alat berat ini sudah beroperasi sejak 2003 lalu, namun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak memiliki izin operasi dari Dirjen PHPA, hanya memiliki rekomendasi dari Kantor Cabang Dinas Kehutanan Sarmi yang berlaku sampai Februari 2004. Kapolres Kabupten Jayapura AKBP Robert Djoensoe menceritakan, semula ada laporan masyarakat yang kayunya diambil PT Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah. Namun, kedua perusahaan tersebut belum membayar kompensasi sesuai perjanjian, padahal sudah beberapa kali mengapalkan kayu. Kekecewaan masyarakat memuncak ketika sebuah kapal asal Malaysia tiba di Sarmi dan memuat alat-alat berat untuk menebang kayu di Takar. Kini, kapal itu diserahkan ke Polda Papua untuk mempermudah penyidikan lebih lanjut.

Dari kasus inilah diketahui, bahwa PT Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah menggunakan 19 alat berat untuk membabat kayu di Takar, Sarmi. Sebanyak 18 unit alat berat itu disita bersama kapalnya, sementara satu unit masih ada dilokasi penebangan kayu. Pengakuan para ABK, kayu-kayu asal Papua ini akan di bawa ke Pulau Solomon di pasifik. Berdasarkan hasil investigasi LBH Jayapura dan ELSHAM Papua, jika melihat realitas permasalahan illegal logging di papua, tak sedikit kasus yang terjadi di Propinsi Papua dan ditangani oleh kepolisian daerah dari tahun 2001-2004. rinciannya begini : tahun 2001 teredapat 8 kasus illegal logging denga 8 tersangka yang semuanya WNI, kayu yang disita sebanyak 7000 M3 kayu olahan jenis Merbau. Pada tahun 2002 terdapat 7 kasus illegal logging dengan 10 orang tersangka WNI, kayu yang berhasil disita sebanyak 13000 M3 kayu log jenis merbau, 34 unit alat berat serta 1000 M3 kayu olahan jenis Merbau. Pada tahun 2003 teredapat 2 kasus di desa Mayado dan desa barma Kecamatan Merdey Kabupaten manokwari, yang dilakukan oleh WNA asal Malaysia dan tiga orang WNI, serta menggunakan 77 unit alat berat dan 5000 M3 kayu log jenis Merbau. Pada tanggal 6 Januari 2004 pihak TNI AL menangkap kapal asing berbendera Vietnam yang mengangkut ribuan kayu dari Sorong, ditaksir kerugian negara sekitar 17 milyar, namun kasus ini tidak jelas penyelesaiannya.

Pada bulan Januari 2004 terdapat kasus di distrik Bintuni Kab. Teluk Bintuni yang dilakukan oleh PT Marindo Jaya Utami yang berkedudukan di Jakarta, dengan Direktur M. Yudi Firmansyah. Juga melibatkan 15 WNA asal Malaysia dengan menggunakan 117 unit alat berat, 3 tongkang dan 4 unit tog boat dan 3 unit crane serta menghasilkan 10.000 batang kayu log. Namun, penanganan kasus-kasus itu baru 10 kasus (kebanyakan pengusaha kayu lokal). Prosesnya sampai ke kejaksaan, sementara 9 kasus (berskala pengelolaan hutan yang melibatkan jaringan WNA) hingga kini masih dalam proses pemeriksaan di tingkat kepolisian. Barang-barang sitaan yang disita selama ini oleh pihak kepolisian tercatat sebagai berikut : kayu log jenis Merbau sebanyak 150.000 M3, kayu olahan jenis Merbau sebanyak 90.000 M3, alat berat sebanyaj 224 unit, 5 sainchau, tongkang 7 unit, tugboat 8 unit dan crane 3 unit. Berdasarkan fakta-fakta itulah, LBH papua dan ELSHAM Papua, berkesimpulan bahwa praktek illegal logging di Papua sejak tahun 2001-2004 yang bisa diidentifikasikan telah manghabiskan kayu log sebanyak 14.122 batang, kayu olahan 1000 M3, 224 alat berat, 5 chain saw, 7 buah tongkang dan 8 unit tugboat dan 3 crane. Praktek illegal logging yang terjadi di Papua merupakan indikasi adanya Mafia internasional yang melibatkan warga negara asing (Malaysia), begitu pula alat berat yang digunakan, berasal dari Malaysia. (erwin tambunan).

Bentuk Tim Buat Pencuri Hutan
Sulit terbantahkan, Provinsi Papua dengan luas daratan sebesar 42,2 juta hektar sangatlah kaya, salah satunya potensi hutan. Sudah sepatutnya potensi alam yang besar itu dapat memakmurkan rakyat, tetapi apa jadinya bila kekayaan hutan Papua terus digerogoti. Praktek illegal logging dan pencurian kayu serta penyelundupan kayu ke luar negari semakin marak.

Sementara Tim Terpadu yang sudah terbentuk untuk mengendalikan dan mengawasinya, tak mampu berbuat banyak. Menurut, Ir. Husein Duwila utusan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua, dalam sebuah pertemuan tim terpadu 2004 beberapa waktu yang lalu, potensi hutan selalu jadi polemik. Disatu sisi menambah pendapatan negara, tetapi disisi lain menimbulkan ekses. Karena kualitas sumberdaya hutan yang nota bene milik hak ulayat masyarakat adat untuk mencari nafkah, dan juga hutan di Papua sebagai paru-paru dunia, terus duberangus. Bahkan praktek illegal logging dan penyelundupan kayu Papua ke luar daerah dan luar negeri jalan terus.

Padahal, Tim terpadu Pengendali dan Pengawas Hutan Papua boleh dibilang lengkap, ada melibatkan unsur Instansi Tehnis Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan/polisi hutan, instutusi Polri, LSM dan Kodam XVII Trikira sendiri turut berpartisipasi. Apalagi yang kurang? Faktanya praktek illegal logging dan penyelundupan kayu dari Papua tak terbendung. Data yang diperoleh Mimbar Rakyat dari hasil pertemuan Konsultasi Tim terpadu 2004, terdapat bebrapa persoalan serius, antara lain belum adanya kejelasan tentang batasan wewenang anggota tim terpadu. Karena itu, kata Husein, pengelolaan dan perusakan hutansecara terus menerus perlu ditangani denan serius, dan pentingnya Tim Terpadu untuk mengendalikan dan memberantas praktek illegal logging di Papua. Kepala TU Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Benny Mayor, tak menampik bahwa praktik pencurian kayu di Papua memang marak. Diantaranya kayu-kayu yang bermasalah itu. Tetapi ia enggan merincinya. Begitupun kebijakan pemerintah daerah, tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, selama ini berbagai instansi tehnis terkait yang bertugas mengawasi hasil hutan, bekerja sendiri-sendiri. Sekarang, kata dia, sedang digodok berbagai kebijakan untuk menyatukan instansi tehnis terkait tersebut, diantaranya : kepolisian, kejaksaan, Kodam XVII Trikora, TNI-AL, dan instansi tehnis lainnya.

Disatu pihak Dinas Kehutanan pun memberikan Ijin Penebangan Kayu Masyarakat, dengan batasan-batasan tertentu. Tetapi dalam praktiknya, pemilik IPKM ini sulit dikontrol dibanding pemilik ijin HPH yang melakukan penebangan sistim block. Persoalan lain, para pemilik ijin HPH, meski mudah dikontrol, toh, kewajiban reboisasi penanaman kembali tak dijalankan dengan baik. Awalnya, ada kewajiban tebang 1 taman 2, kemudian tebang 1 tanam 10, dan sekarang tebang 1 tanam 20. Semua itu tak bisa berjalan. Tim terpadu untuk melindungi hutan Papua dari para pencuri dan penyelundup kayu memang harus dibentuk. Instrumen hukumnya sudah ada, merujuk Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 50 Tahun 2003 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pengendalian dan Pemberantasan Illegal Logging di Provinsi Papua. Sehingga koordinasi antara aparat instansi terkait, terutama soal pengamanan atau penanganan illegal logging di Provinsi Papua sama persepsi tentang tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Baru-baru ini sudah dibahas, Kata Agustinus Widjayanto (Conservation International Indonesia- Papua Program), kepada Mimbar Rakyat. Tetapi ada permasalahan dan kendala didalam mengimplementasikan Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 50 tahun 2003 itu. Diantaranya : belum ada kejelasan tentang batasan kewenangan masing-masing pihak, batasan tentang pelanggaran ekploitasi atau illegal logging, serta cara penanggulangan illegal logging di Provinsi Papua.
Termasuk kejelasan tentang anggaran dan belum adanya pembahasan dan kesepakatan tentang tugas pokok, fungsi dan kewenangan Tim Terpadu. Selama ini, penanganan illegal logging tak terkoordinasi baik. Penanganan tindak pidana kehutanan lemah, dan tidak konsisten. Di satu sisi, kebijakan yang ada lebih menguntungkan perusahaan komersial skala besar, dari pada kehutanan yang berbasis masyarakat. Serta kapasitas terpasang industri pengolahan kayu yang terlalu tinggi. Untuk itu perlu adanya persamaan persepsi antara semua pihak tentang batasan-batasan, penyebab, dan cara penanganan kegiatan illegal logging dimaksid. (erwin tambunan)