Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

16 December 2004

Jakarta : DPR Ungkap ketakberesan Pengusutan “ Illegal logging ” di Papua

(www.infopapua.com, Rabu, 15 Desember 2004 - 06:03 WIB)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Dasrul Djabar mendesak Mabes Polri melakukan pengusutan atas lenyapnya barang bukti dalam kasus illegal logging sebanyak 14 ribu meter kubik (m3) yang diangkut dengan kapal MV Africa di Propinsi Papua pada 15 Januari 2002."Kami mendesak Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar mengusut tuntas kasus ini secara transparan karena kayu-kayu dalam kapal ini jumlahnya tidak sedikit dan nilainya besar. Namun semua barang bukti, baik kapal maupun kayu lenyap. Begitu juga pengusutan kasusnya seolah diendapkan," katanya kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.


Dia mengungkapkan, berdasarkan data yang dimilikinya, kasus ini telah diambilalih dari Polres Sorong ke Polda Papua. Namun setelah diambilalih, justru kapal dilepas dan kayu-kayu yang akan dijual secara illegal ke Malaysia juga lenyap."Yang juga kami pertanyakan, lima penyidik kasus ini dari Kepolisian yang merupakan perwira-perwira muda ditahan dengan tuduhan membuat laporan palsu. Padahal kasus ini telah ditangani Polda Papua," katanya.

Komisi III akan memperhatikan serius persoalan ini. "Ada lima perwira muda di Papua yang ditahan, padahal kasus ini ditangani Polda Papua dan perwira muda itu hanya melaksanakan perintah atasannya. Yang lebih memprihatinkan, pengusutan kasus illegal logging ini justru terhenti, sebaliknya yang menonjol justru penindakan kepada perwira muda polisi yang dituduh membuat laporan tidak benar," kata Dasrul Djabar.Dia mengatakan, lima polisi muda itu ditahan karena melepas kapal dan barang bukti, namun mereka melakukan hal itu atas perintah atasannya di Polda Papua. "Semestinya atasan yang memerintahkan tugas itu yang harus ditindak," katanya.Dasrul Djabar mengatakan, pihaknya akan segera menyurati presiden berkaitan dengan kasus ini terutama mengenai pengusutan kasusnya yang tindak dilanjutnya.

"Pengusutan kasus ini justru bergeser dari kasus illegal logging ke persoalan internal Polri," katanya.Salah satu penyidik yang ditahan, Iptu Anshar Johar pada 8 Mopember 2004 telah melaporkan kasus ini kepada Kapolri, Wakapolri, Irwasum Mabes Polri, Kaba Intel Polri, Kadiv propam dan Kadivkum Mabes Polri serta pengacara Maiyasak Johan. Surat itu juga disampaikan kepada anggota Komisi II DPR.Dalam suratnya, Anshar Johar mengungkapkan, sejak diberi tugas melakukan pengusutan atas kasus ini, Polres Sorong mengalami banyak kendala terutama intervensi dari satuan di atasnya terutama Wakapolda Papua.

Diungkapkan bahwa pada 21 Januari 2002 tim dari Polda Papua pernah diperlihatkan bukti pengiriman uang melalui BNI senilai Rp1,2 miliar dari pemilik kapal MV Africa, David Tono, kepada seorang pejabat di Polda Papua.Setelah pertemuan itu, Kapolres Sorong diperintahkan bahwa pengusutan kasus ini tetap dilanjutkan, namun David Tono diminta tidak ditahan. Ada perintah kepada Anshar Johar mengenai pembelian mobil buatan Jepang dengan uang panjar Rp50 juta. Namun sisa pembayaran tidak dilakukan David Tono, sehingga Polres harus melunasi dan membiayai pengiriman mobil itu ke Jakarta.

Dia juga mengatakan, sebagian barang bukti telah diturunkan pada 30 Januari 2002 dari kapal MV Afrika dan kapal ini diperintahkan meninggalkan pelabuhan.Anshar Johar yang kemudian dimutasi ke Polda Jawa Barat, pada 22 Januari 2003 berangkat ke Polda Papua atas perintah dalam kaitan kasus ini. "Sesampainya di Polda Papua, kami dijemput Provost langsung dimasukkan ke tahanan," katanya.Sedangkan Hj Witri ENS, istri AKBP Faisal AN juga melaporkan kasus ini ke presiden, Wapres, Menhankam, Panglima TNI, Menhut, Kabakin, Menteri Kelautan, jaksa agung, Ketua DPR, men-PAN, Menkeh, ketua KPK dan Ketua komnas HAM.Kedua pengaduan ini berisi ketidakberdayaan anggota polisi yang bertugas di tingkat daerah menghadapi intervensi dari petinggi Polda Papua dan pejabat di Mabes Polri dalam kasus ini.Witri ENS mengungkapkan ketika kasus ini mulai muncul dimedia pada 15 Januari 2002, dirinya bersama suaminya, AKBP Faisal AN berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji pada 25 Januari 2002. Setelah pulang ke Tanah Air pada awal Maret 2002, suaminya menangani kembali kasus ini dan memperoleh laporan bahwa kapal berikut barang bukti kayu telah dilepas atas perintah Wakaplda Papua.Dalam surat pengaduannya, Witri ENS juga meminta presiden memperhatikan kasus ini mengingat pemerintah pnya program 100 hari terutama dalam kaitan pengusutan kasus-kasus illegal logging. (sumber: media indonesia)