(www.bpphp17.web.id, 01-04-2009)
Dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua dan meningkatkan manfaat kegiatan pengelolaan hutan bagi masyarakat adat yang berada di dalam dan di sekitar hutan, maka diiperlukan upaya-upaya untuk menggalang kesepakatan dan komitmen para pihak dalam mendukung Kebijakan Baru Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua.
Oleh karena itu, Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah XVII Jayapura dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Sawtimber Wood Association (ISWA) menyelenggarakan Workshop dengan tema ”Strategi Pengelolaan Hutan Produksi Mendukung Kebijakan Baru Pengelolaan Hutan Berkelanjutan”pada tanggal 24 Maret 2009 di Gedung Sasana Karya Kantor Gubernur Dok II, Jayapura.
Workshop yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Provinsi Papua (Barnabas Suebu, SH) dimaksudkan sebagai media untuk penyampaian fakta dan informasi progress pengelolaan hutan produksi berkelanjutan di Provinsi Papua, sehingga diperolehnya suatu rekomendasi strategi pengelolaan hutan produksi berkelanjutan di Provinsi Papua.
Peserta workshop di hadiri oleh jajaran Muspida Provinsi Paua, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Kepala Dinas Kehutanan Kab/Kota se Provinsi Papua, Kepala UPT Dephut Provinsi Papua, Pimpinan IUPHHK/IUIPHHK/IPK, LSM/NGO’s, APHI, ISWA, TFT, Perguruan Tinggi, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat.
Selanjutnya acara Workshop dilanjutkan di Swiss-bell Hotel dengan pemaparan makalah oleh beberapa narasumber yaitu: E. G. Togu Manurung, Ph.D dengan judul makalah ”Revitalisasi Industri Kehutanan Era Pengelolaan Hutan Berkelanjutan”, Ir. F.A. Wospakrik, M.Sc dengan judul makalah ”Peran Serta Masyrakat Adat dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua”.
Dari seluruh rangkaian kegiatan workshop dan sosialisasi menghasilkan butir rumusan yang merupakan komitmen dan agenda strategis dalam pengelolaan hutan produksi berkelanjutan di Provinsi Papua.
Hasil workshop menghasilkan rumusan sebagai berikut:
1. Bagi Pemegang HPH/IUPHHK yang tidak aktif selama tiga tahun berturut-turut atau lebih dan tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan diusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk DICABUT sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum (Daftar Sementara ada 12 HPH/ IUPHHK sebagaimana terlampir).
2. Perubahan tarif kompensasi disepakati dengan dua alternatif pendekatan:
a). Tidak menaikkan tarif kompensasi Hak Ulayat yang berlaku sekarang tetapi dengan menaikkan produksi sesuai kemampuan daya serap dan sebatas dalam kriteria PHPL dan dengan investasi pemberdayaan masyarakat melalui lembaga usaha masyarakat yang difasilitasi pendamping guna merumuskan kesepakatan-kesepakatan usaha mandiri melalui pendekatan Kampung Model. Pelaksanaannya didukung oleh perusahaan sebagai bagian dari program “Corporate Social Responsibility” (tanggung jawab sosial dan lingkungan) dengan persetujuan Gubernur Provinsi Papua cq. Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua selambat-lambatnya tanggal 31 Mei 2009.
b). Menaikan tarif kompensasi dengan mendapatkan imbalan stimulus dari Pemerintah Daerah. Perubahan nilai kompensasi dilakukan setelah adanya pengkajian oleh tim khusus yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua.
3. Perlu mengatur bentuk dan pemanfaatan dana kompensasi Hak Ulayat dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan perimbangan pembagian kompensasi mulai dari areal tebangan (Blok RKT) sampai dengan Logpond.
4. Pemerintah Daerah memfasilitasi penyelesaian sengketa antara masyarakat adat dengan perusahaan pemegang HPH/ IUPHHK.
5. Perlu disusun Dokumen Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Papua.
6. Perlu dibentuk POKJA (Multi Stakeholder) yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur dalam rangka Pembuatan Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Papua.
7. Perlu dibangun database mengenai hutan dan kehutanan, industri perkayuan dan HHBK kapasitas pasokan bahan baku dan analisis kecenderungan pasar internasional.
8. Mengusulkan kepada Departemen Kehutanan dan Departemen Keuangan untuk menetapkan tarif Dana Reboisasi dalam mata uang Rupiah, mengkaji kembali mekanisme dan tariff PBB pada Hutan Adat terkait dengan kewajiban pembayaran Kompensasi Hak Ulayat.
9. Pemerintah Daerah Papua dimohon membebaskan BBNKB alat berat eksploitasi hutan.
10. Perlu adanya intervensi pemerintah untuk lebih mengoptimalkan sinergi kerjasama pasokan bahan baku antara manajemen IUPHHK dengan Pelaku industri lokal yang saling menguntungkan.
11. Perlu membangun industri kayu skala kecil dan menengah yang memproduksi kayu olahan bernilai tambah tinggi, didukung penyediaan infrastruktur, pengembangan kapasitas para pelaku industri skala kecil dan menengah, menyediakan informasi dan akses pasar serta modal.
12. Segera dilakukan sosialisasi Perdasus Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua dan peraturan pelaksanaannya.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP