Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

15 July 2008

Nasional : Negara Berkembang di Khatulistiwa Rawan Terkena Dampak Perubahan Iklim

(www.mediaindonesia.com, 14-07-2008)
DEPOK--MI:
Ketua Dewan Pembina Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), Ismid Hadad mengatakan, rakyat miskin negara-negara berkembang yang terletak di Khatulistiwa paling rawan terkena dampak perubahan iklim.

"Dampak perubahan iklim tersebut sering berakibat pada migrasi massal dan potensi konflik sosial antardaerah dan antarbangsa," katanya dalam seminar bertema "Tantangan dan Peluang Global Warming Bagi Lingkungan dan Pembangunan Indonesia", di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (FEUI), di Depok, Senin.

Ia mengatakan, kenaikan suhu bumi karena panas udara terkurung konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari 220 ppm CO2 sebelum zaman revolusi industri (1880-an) menjadi 430 ppm CO2 equivalen pada tahun 2000, dan menuju ke 550 ppm pada 2035 bahkan bisa menjadi 750 ppm CO2, jika pola pembangunan tetap business as usual tanpa upaya mitigasi perubahan iklim.

Kenaikan konsentrasi GRK, kata dia, harus bisa dihentikan pada tingkat 450-550 ppm CO2, karena jika tidak akan berdampak pada terjadinya banjir dan kekeringan silih berganti, gagal panen, kebakaran hutan, degradasi ekosistem, species punah, berjangkitnya penyakit malaria, malnutrisi dan berbagai penyakit lainnya.

"Kita harus mulai dari sekarang mengantsipasi kejadian itu, karena jika tidak bumi akan seperti neraka yang tidak nyaman untuk dihuni," katanya.

Menurut dia, dalam 50 tahun mendatang suhu iklim global rata-rata naik 2-3 derajat celsius yang akan berdampak pada mencairnya "glaciers" dan lapisan salju, naiknya permukaan air laut, curah hujan berubah, pola iklim regional bergeser, berkurangnya pasokan air, berubahnya pola pertanian, tenggelamnya pantai dataran rendah dan pulau-pulau kecil, dan sebagainya.

Lebih lanjut Ismid Hadad mengatakan, pengurangan CO2 harus dicapai dalam suatu kerangka waktu yang memungkinkan ekosistem beradaptasi secara alamiah dengan perubahan iklim, yang memberi kepastian bahwa produksi pangan tidak terganggu, dan yang memungkinkan pembangunan ekonomi berlangsung secara berkelanjutan.

Dikatakannya bahwa prinsip "Common but Differentiated Responsibilities" antara negara maju dan negar berkembang dalam memikul beban dan dampak perubahan iklim dibedakan kewajiban negara maju (Annex I Parties), dan negara berkembang (Non-Annex).

"Negara Annex I harus mengurangi emisi GRK kembali ke tingkat emisi 1990, sedangkan negara non-annex tidak dibebani kewajiban tersebut," katanya.

Selain itu, kata dia, diperlukan prinsip "right to development" agar tiap bangsa dan tiap generasi mempunyai hak untuk mewarisi lingkungan yang bersih dan membangun serta meningkatkan kesejahteraan masing-masing.(Ant/OL-01)