Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

20 January 2005

Jakarta : Kembalikan Lorentz ke Masyarakat Koteka

( Kompas ,19 Januari 2005)
Masyarakat adat Koteka yang sejak 1998 direlokasi ke wilayah adat Kamora, Kabupaten Mimika, mendesak pemerintah agar mengembalikan mereka ke tempat asalnya di wilayah pegunungan tengah Papua. Mereka juga menuntut hak pengelolaan Taman Nasional Lorentz yang merupakan hak ulayat masyarakat adat Koteka.


Hal itu dikemukakan Kepala Suku Koteka, Yalini Kobogau, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/1).Bagi masyarakat adat Koteka, tanah dan sumber daya alamnya bukan sekadar barang ekonomi, namun juga bermuatan spiritual dan sakral. "Karena itu pengelolaan dan pengawasannya harus diserahkan kepada kami dengan sistem dan hukum yang kami jalankan turun- temurun," kata Kobogau.

Menurut Kobogau, sebanyak 1.500 keluarga (sekitar 5.000 jiwa) dipindahkan karena alasan wilayah yang mereka tempati ditetapkan sebagai taman nasional. Tanpa konsultasi dengan masyarakat adat Koteka sebagai pemegang hak ulayat, pemerintah secara sepihak menetapkan kawasan itu sebagai Taman Nasional Lorentz, 1997. Bahkan telah ditetapkan oleh Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai situs warisan alam dunia.

Perjuangan masyarakat adat Koteka untuk merebut kembali hak ulayatnya digerakkan oleh Yayasan Pendidikan Pelestarian dan Perlindungan Alam Budaya Papua (YP3ABP). Yayasan ini didirikan oleh masyarakat adat Koteka sendiri.

Sekretaris YP3ABP Jimmy Erelak mengemukakan bahwa kawasan TN Lorentz harus dilepaskan oleh pemerintah atau lembaga swasta yang selama ini mengelola atas nama hutan negara dan dikembalikan kepada masyarakat adat Koteka sebagai pemegang hak ulayat.

Masalah sosial
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah mengungkapkan bahwa penggusuran terhadap masyarakat adat terjadi akibat operasi perusahaan pertambangan di wilayah itu. Kondisinya semakin parah setelah kawasan itu ditetapkan sebagai TN Lorentz, sebab pemerintah masih mengacu pada paradigma lama, bahwa taman nasional tak boleh dihuni manusia.Sementara itu, di tempat yang baru di pesisir selatan Kabupaten Mimika, masyarakat adat Koteka menghadapi berbagai persoalan sosial. Menurut Kobogau, orang Koteka yang hidupnya di gunung tidak mampu beradaptasi dengan daerah pesisir. "Banyak warga kami yang meninggal karena malaria," ucapnya.

Selain itu, masyarakat adat Koteka sebagai warga pendatang kerap terlibat konflik dengan masyarakat adat Kamora sebagai pemilik wilayah. "Kami benar-benar terpinggirkan," ujar Kobogau. (LAM)