(Cenderawasih Pos, 26-2-2005)
Maraknya kasus illegal logging di Papua mulai menyita perhatian pemerintah Pusat. Begitu parahnya Illegal logging terjadi di Papua, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintahkan Kapolri untuk mengejar para cukong-cukong tersebut. Lalu bagaimana modus-modus yang dilakukan para cukong untuk mencuri kekayaan hutan Papua? Berikut segelintir tentang illegal logging di Papua.
Laporan RAHMATIA, Jayapura
Sulit mengungkapkan apa sebenarnya penyebab maraknya illegal logging di Papua, disamping faktor manusia, SDM, peraturan atau kebijakan pemerintah hingga penegak hukum juga bisa menjadi penyebab masalah yang telah merugikan negara hingga Trilyunan rupiah ini.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Ir Marthen Kayoi, MM tentang masalah ini mengaku sangat prihatin tetapi tidak bisa berbuat banyak karena terbatasnya fasilitas, namun begitu ia mengakui kalau praktek tersebut bisa saja terjadi di Papua karena adanya peluang. Ia mengaku, pihaknya telah melakukan berbagai upaya mulai dari penertiban hingga kerjasama dengan penegak hukum, tetapi toh tak membuahkan hasil. Maling kayu itu terus melakukan aksinya dengan leluasa dan membawanya kabur hingga keluar negeri. "Kondisi medan yang sangat luas dan sulit ditambah fasilitas teknis yang terbatas di Papua salah satu penyebab sulitnya mengawasi pencurian kayu," katanya.
Kayoi mengatakan, kalau pelaku illegal logging itu sangat menguasai kondisi medan di Papua dengan memanfaatkan penduduk asli. Sehingga, pelaku ini bisa melakukan aktivitasnya dengan lancar.
Terkait dengan hal tersebut, sesungguhnya adanya izin dari pemerintah provinsi tentang dibolehkannya penduduk asli Papua melakukan aktivitas logging seluas 100 - 250 Ha (Kopermas) yang kemudian berkembang menjadi 1000 Ha juga adalah salah satu penyebab utama. Izin aktivitas logging bagi masyarakat asli ini sebenarnya ditujukan untuk mensejahterakan penduduk asli, tetapi kenyataannya dikemudian hari hal ini dimanfaatkan pelaku illegal logging.
Hal yang sama juga diungkapkan Bani Susilo salah satu pemerhati kehutanan di Papua. Ia melihat hal yang naif dalam aktivitas logging yang dilakukan oleh masyarakat ini. "Dengan adanya izin ini, masyarakat bisa melakukan logging yang dilindungi aturan," ujarnya. Hanya masalahnya, dalam perkembangannya Kopermas ini terjadi di luar kontrol, sehingga jumlahnya terlalu over, akibatnya aparat pengawas kesulitan untuk mengawasi. Dan situasi ini tentu saja membuka peluang besar bagi para penjahat 'maling' kayu yang disinyalir umumnya dari negara tetangga Malaysia untuk melakukan aksinya.
Mereka memanfaatkan penduduk asli yang umumnya SDM-nya masih rendah dengan iming-iming untung besar tentunya. Lalu masyarakat yang tidak berdaya ini tentu saja tidak akan menolak sedangkan para pelaku atau cukong ini berlindung di balik masyarakat yang tidak mengerti itu. "Ketidakberdayaan masyarakat ini dimanfaatkan oleh cukong dengan memberikan modal maupun fasilitas lainnya," tuturnya. Parahnya lagi dalam pemberian izin kopermas ini, sering ada intervensi dari bupati setempat, sehingga dinas hanya sebatas memberi rekomendasi dan tak bisa mengendalikannya. "Karena Koperasi Masyarakat (Kopermas) terlalu banyak maka kontrolnya juga berkurang sehingga terbuka peluang untuk terjadinya tindak kejahatan," katanya. Ia juga melihat ada faktor ketidakberdayaan instansi dalam pemberian izin untuk Kopermas ini tetapi, instansi juga sepertinya tak bisa berbuat banyak. Sebaliknya, belakangan instansi bersama-sama aparat lainnya juga malah disebut-sebut punya andil melicinkan aksi para pelaku.
Para pelaku ini mengumpulkan kayu dari hasil aktivitas logging penduduk asli dan membawanya pergi dengan kapal hingga ke tempat tujuannya yang tentu saja tanpa dilengkapi dokumen legal dari pemerintah.
Suplemen Alamku yang dimuat di Cenderawasih Pos (29 April 2004) menulis bahwa aktivitas illegal logging di Papua yang kerap dilakukan oleh pengusaha hutan antara lain adalah penebangan pada kawasan lindung (hutan lindung, cagar alam, taman nasional dan lain-lain) maupun pada areal konservasi, kiri kanan sungai, mata air tepi jurang dan tepi pantai. Kegiatan ini dilakuakn dalam skala kecil oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun dilakukan kelompok terorganisir, baik skala kecil maupun besar dengan motif ekonomi.
Selain itu, aktivitas lainnya adalah penebangan di luar areal perusahaan maupun di luar blok RKT (rencana karya tahunan) dan petak tebangan. Ini sering dilakukan di luar areal yang diberi izin pengusahaan hutan dan terjadi akibat belum adanya tata batas, serta adanya celah kebebasan yang diberikan oleh oknum pengawas dengan berbagai penawaran tentunya.
Aktivitas lainnya lagi adalah penebangan melebihi izin yang diberikan dimana realisasinya melebihi batas toleransi 5 persen dari izin tebang (RKT) yang diberikan baik volume maupun jenis dan kelebihan kayu itu dianggap ilegal kareann tidak memiliki izin penebangan sementara yang lain masih tetap sah.
Lalu bentuk aktivitas apalagi yang dilakukan para pelaku ini, dan bagaimana dengan aturan hukum serta kebijakan pemerintah lainnya yang ikut mempengaruhi, baca laporannya Senin.(bersambung)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP