(www.kompas.com, 12-07-2009)
JAKARTA, KOMPAS.com - Ilmuwan sosial perikanan dituntut untuk membantu menganalisis pola-pola adaptasi yang diperlukan masyarakat perikanan dalam menghadapi ketidakpastian akibat perubahan iklim. Pasalnya, sektor kelautan dan perikanan dianggap sangat strategis dalam penyediaan protein, antisipasi perubahan iklim, penyediaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, serta memacu ekspor.
Demikian dikatakan Arif Satria, Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor, yang menghadiri konferensi bertajuk Sea and People V : Living with Uncertainty and Adapting to Change di Amsterdam, Belanda, Sabtu (11/7). Pertemuan itu dihadiri ilmuwan sosial perikanan lebih dari 30 Negara di dunia.
Untuk membantu menemukan pola adaptasi tersebut diperlukan pemahaman mendalam tentang karakteristik masyarakat pesisir serta kompleksitas persoalan yang dihadapinya. Hal ini mengingat dalam banyak kebijakan perikanan di dunia ini, ilmuwan sosial seringkali ditinggalkan.
Arif mencontohkan dalam hal pengembangan kawasan konservasi laut atau daerah perlindungan laut (DPL) yang dianggap para ahli sebagai solusi untuk mengatasi perubahan iklim. Pada kenyataannya DPL-DPL tersebut justru menjadi persoalan baru karena akses nelayan terhadap daerah penangkapan menjadi mengecil, dan konflik dengan nelayan terjadi.
"Akibatnya, konservasi tersebut tidak berjalan efektif. Padahal beberapa komunitas nelayan dengan pengetahuan dan kearifan local nya memiliki cara sendiri bagaimana mengkonservasi sumberdaya laut. Namun cara-cara otentik masyarakat tersebut seringkali diabaikan karena dianggap kurang ilmiah. Di sinilah peran ilmuwan sosial sangat penting dalam memahami hal-hal kompleksitas seperti itu dan lalu memformulasikannya sebagai bahan kebijakan maupun program konservasi sehingga lebih efektif dan mampu melestarikan sumberdaya perikanan dan kelautan," jelas Arif.
Saat ini, setidaknya sepertiga dari 6 milyar penduduk dunia bergantung pada ikan sebagai protein hewani. Sekitar 36 juta orang bekerja sebagai nelayan, dan 98 persennya nya ada di dunia ketiga.
Selain itu, sekitar 520 juta orang bergantung pada sektor perikanan. Dalam kurun waktu 1970-2005, jumlah nelayan dunia telah meningkat 278 persen, dan nelayan Asia 307 persen, padahal jumlah penduduk dunia hanya meningkat 177 persen dan Asia 185 persen. Artinya laju peningkatan jumlah nelayan melebihi laju peningkatan jumlah penduduk dunia.
Hingga tahun 2008, perdagangan perikanan dunia menyerap sekitar 78 milyar dolar. Namun akibat perubahan iklim, terumbu karang terancam terkena pemutihan (bleaching) dan tentu akan berdampak pada produksi perikanan dan kesejahteraan nelayan.
Begitu pula gelombang pasang yang tinggi membuat masyarakat pesisir semakin rentan. Hasil analisis World Fish, lembaga studi perikanan dunia, menunjukkan bahwa ada sekitar 33 negara produsen perikanan dunia dianggap rentan terhadap perubahan iklim, 19 diantaranya adalah Negara maju, yang memberikan kontribusi terhadap 20 persen produksi ikan dunia senilai 6,2 milyar US dolar. Namun tetap saja dari sisi jumlah nelayan, Negara berkembang yang paling akan terkena dampaknya.
ELN
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP