Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

14 April 2010

Hutan di Sarmi: Demi Untung, Lingkungan Dirusak

(www.tabloidjubi.com, 13-04-2010)
JUBI — Masyarakat Sarmi seharusnya beruntung dengan adanya perusahaan kayu, sebagian besar perusahaan itu membuka keterisolasian masyarakat dengan membuat jalan, ujar CK Sorodanya, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi.

Debu sesekali membumbung dari jalan berlapis karang Jayapura-Sarmi, di Distrik Pantai Timur Barat, Sarmi, manakala truk pengangkut loging lewat. Empat kayu jenis merbau dengan diameter tiga pelukan orang dewasa dan panjang lebih dari 10 m membuat mesin truk meraung saking beratnya mengangkut kayu gelondongan itu. Tanah bergetar dan jalanan memekat.

“Awas gajah lewat, minggir,” teriak salah satu warga di dekat Pos 756 TNI-AD Nengke, Distrik Pantai Timur Barat, Kabupaten Sarmi, memperingatkan anak-anak yang bermain di pinggir jalan. Gajah mereka asosiasikan truk loging. Gajah itu melewati pertigaan tepat di depan Pos Nengke dan masuk terus menuju pantai. Di situlah kayu bulat dikumpulkan dan siap dikapalkan. Sebagian dari kayu itu masuk ke perusahaan pengolahan kayu gergajian dengan bendera PT Mondialindo Setya Pratama Industries (PT MSP).

Di dokumen yang dikeluarkan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi menyebutkan, PT MSP menguasai areal konsesi hutan seluas 94.800 hektar. Sebagian besar berlokasi di Nengke, Dabe, hingga ke Tor di Distrik Pantai Timur Barat, Sarmi. Sedangkan, unit penggergajiannya, berada dalam satu areal penimbunan kayu bulat di dekat Pos 756 TNI AD Nengke, pertahun memproduksi 6000 meter kubik kayu. Bagi sebagian penduduk sekitar Nengke, kehadiran perusahaan itu membantu mereka. Sebagian besar pemuda-setempat terserap menjadi buruh di PT MSP. Kebanyakan buruh kasar.
Kepala Kampung Takar, Beneditus Tonjau mengatakan, kontribusi PT MSP dalam menyerap tenaga kerja lokal di kampung memang besar, namun kontribusi berupa pembangunan kampung hampir tidak ada. “Semua langsung kepada pemilik hak ulayat perorangan yang kena konsesi hutan. Jadi, semua persoalan tentang hutan, termasuk pembayaran royalti, hanya antara pemilik ulayat dengan perusahaan. Kami tidak dilibatkan dan tidak mendapatkan apapun dari kayu-kayu itu,” ungkap Benny, panggilan akrab kepala kampung ditemui JUBI di Balai Kampung Takar, Distrik Pantai Timur Barat, pekan lalu.

Tidak dilibatkannya kepala kampung membuat Benny sebagai kepala kampung tidak terlalu pusing dengan persoalan kayu-kayu tebangan PT MSP. Begitu juga dampak ekologisnya. Faktor ini terjadi karena informasi mengenai kehutanan berikut dampak kerusakan hutan masih sedikit diketahui masyarakat. Terlebih pengkotakan wilayah yang kaku dan kepemilikan tanah berdasarkan fam (marga), membuat masyarakat hanya peduli pada wilayah dan tanahnya saja.

Padahal, ancaman kerusakan lingkungan selalu berdampak sistemik. Jika hutan ditebang seluas satu hektare diperkirakan akan menguapkan 40 ribu liter air per hari ke udara. Bayangkan luas areal tebangan PT MSP hampir 100 ribu hektar, jika seluruh areal ditebangi penguapan mencapai 4 miliar liter air perhari. Seketika saja, Sarmi bakal jadi padang pasir tandus.
Mengenai kurangnya partisipasi pengawasan oleh masyarakat Takar, Benny menjelaskan, “Walau perusahaan itu berada di wilayah kami, tapi kayu perusahaan diambil dari Dabe, jauh dari kampung ini ke pedalaman. Jadi bukan wilayah kami, jadi perusahaan langsung berhubungan dengan pemilik ulayat hutan itu,” kata Benny. Sehingga, lanjutnya, jika ada persoalan pemilik ulayat dengan PT MSP. “Hanya jadi urusan pemilik ulayat, kampung tidak ikut-ikut,” tandasnya.

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi, CK Sorodanya mengungkapkan, sejauh ini semua HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang beroperasi di Sarmi menjalankan ketentuan yang digariskan, “Ada 4 HPH di Sarmi, semua tidak ada masalah. Kalaupun ada pelanggaran, masih berupa dugaan,” kata Sorodanya. Didesak untuk mengungkapkan jenis pelanggaran dan perusahaan mana saja, Sorodanya berkelit. “Kami tidak berani ungkap jika belum ada data,” katanya ditemui JUBI di ruang kerjanya, Kantor Otonom, di Petam, Sarmi, Kamis (18/2).

Selain PT MSP, ada tiga pemilik Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Sarmi, yaitu PT Bina Balantak Utama di Distrik Pantai Barat dengan luas 325.300 hektar, PT Salaki Mandiri Sejahtera di Distrik Bonggo seluas 79.130 hektar, dan PT Wapoga Mutiara Timber Unit II di Bonggo. Pendapatan untuk kas negara dari keempat perusahaan yang berasal dari 130 ribu meter kubik kayu gelondongan yang mereka tebang tahun 2009 sebesar Rp 31 miliar. Setelah dibagi dengan pemerintah pusat, dana yang masuk ke kas Pemerintah Kabupaten Sarmi sebesar Rp 10 miliar.
Keuntungan itu menurut Sorodanya dikembalikan dalam mekanisme prinsip hutan lestari. “Kayu masih menjadi pendapatan daerah terbesar di Sarmi. Prospek ekonomisnya potensial. Ke depan kami akan terus memaksimalkan pendapatan dari kayu sekaligus menekan ilegal loging dengan membangun pos-pos pengawasan lebih banyak,” paparnya. Hal ini masuk juga dalam program yang dikeluarkan Dinas Kehutanan kabupaten Sarmi 2010.

Dalam risalah program, disebutkan ada pelanggaran berbentuk ilegal loging, namun Sorodanya lagi-lagi tidak mau mengungkap seberapa besar pelanggaran dan perusahaan mana yang melakukan. “Nanti saja, angka dan siapanya masih didata karena banyak juga masyarakat yang melakukannya” tukasnya.

Hal senada diungkapkan salah satu staf di Dinas Kehutanan Haerul Arifin, ia mengungkapkan pemerintah melalui dinas kehutanan memang sedang memfokuskan hasil ekonomis dari hutan. Termasuk pembangunan jalan-jalan menuju pedalaman,” Di satu sisi membantu terbukanya keisoliran masyarakat. Namun di lain sisi potensi dampak ekologisnya semakin besar tapi kami fokus untuk menciptakan iklim yang kondusif sekaligus memberi pengawasan yang ketat,” ungkap Arifin.

Ditanya soal sejauh mana dampak ekologis terkait pelanggaran pemegang HPH, Arifin menjelaskan, jenis pelanggaran terbanyak dari beberapa pemegang HPH adalah menyalahi batas areal tebangan. “Biasanya mereka merambah areal yang bukan miliknya karena terbatasnya pos-pos pengawasan kami,” kata Arifin.
Pemandangan berbeda justru nampak di sepanjang jalur Jayapura-Sarmi, terutama antara batas Kabupaten Sarmi di Bonggo hingga Holmafen. Balok-balok kayu jenis merbau tergeletak di pinggir jalan seperti tanpa pemilik, walau hanya beberapa kubik saja, namun jumlah titiknya tidak bisa dikatakan sedikit. Kebanyakan dari pemilik kayu ini tidak berijin.

Para pelintas yang setiap hari melewati daerah itu mengungkapkan, aktifitas pengangkutan kayu-kayu itu dilakukan saat malam. “Setahu saya, mereka menggergaji di sekitar jalan agak jauh ke hutan. Pernah saya melihat mereka angkuti kayu-kayu itu ke truk saat tengah malam,” ujar Daud, supir taksi Bonggo-Sarmi. Soal harga, lanjut Daud, “Lebih murah dibanding di Sarmi, perkubik bisa Rp 500 ribu bedanya.”

Harga satu kubik kayu jenis merbau memang menggiurkan. Satu kubik biasanya berupa potongan balok berukuran 4 meter berjumlah sampai 50 buah dihargai Rp 1.8 juta. Jika membeli langsung di pinggir jalan harga bisa lebih murah, tidak lebih dari Rp 1.5 juta. Maka tak heran, aksi pembalakan memburu merbau oleh masyarakat sekitar hutan sulit diberantas. Harga lebih menggila lagi jika ukuran itu besar. Beberapa industri galangan kapal di Bulukumba, Sulawesi Selatan, dan Batang, Jawa Tengah, sangat membutuhkan ukuran besar untuk lanus bawah kapal, harga bisa mencapai Rp 2,5 juta hingga Rp 6 juta perkubik tergantung ukuran.

Menurut Sorodanya, salah satu upaya untuk menekan ilegal loging pihaknya sedang menyiapkan program hutan rakyat. Gambarannya, kawasan hutan hasil konversi dengan pemilik HPH akan ditanami dengan pohon yang asli daerah dengan pengelolaan oleh dinas dan masyarakat sekitar hutan. “Memang masih perencanaan tapi kami yakin program ini akan bisa mengurangi aksi ilegal loging,” ujarnya.

Kabupaten Sarmi adalah satu-satunya kabupaten di Papua yang memiliki empat HPH sekaligus. Pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sarmi barangkali benar dalam sisi ekonomis, bahwa kehadiran perusahaan kayu yang mengeksplorasi hutan hingga pedalaman, membuka keterisolasian penduduk pedalaman. Namun, seperti dua sisi mata pisau, potensi kerusakannya pun bisa sama dasyatnya. “Selama pengawasan dan ketentuan dipatuhi, kerusakan bisa diminimalisir,” kata Sorodanya optimis. (JUBI/Harseno)