(www.menlh.go.id, 21-11-2012)
Jakarta, 19 November 2012. Hari ini Wakil Presiden RI Boediono bersama Menteri Lingkungan Hidup Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, menghadiri puncak peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2012 di Istana Wakil Presiden, Jakarta. Tema HCPSN 2012 adalah “Lestarikan Puspa dan Satwa, Menjaga Bumi Lestari” merupakan momentum bagi gerakan penyelamatan satwa dan tumbuhan lokal yang diwujudkan melalui upaya nyata dalam bentuk kebijakan dan program baik pada tataran nasional maupun daerah. Peringatan ini telah berlangsung selama 19 tahun, namun semangat kepedulian seluruh masyarakat perlu terus ditingkatkan demi pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Jakarta, 19 November 2012. Hari ini Wakil Presiden RI Boediono bersama Menteri Lingkungan Hidup Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, menghadiri puncak peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2012 di Istana Wakil Presiden, Jakarta. Tema HCPSN 2012 adalah “Lestarikan Puspa dan Satwa, Menjaga Bumi Lestari” merupakan momentum bagi gerakan penyelamatan satwa dan tumbuhan lokal yang diwujudkan melalui upaya nyata dalam bentuk kebijakan dan program baik pada tataran nasional maupun daerah. Peringatan ini telah berlangsung selama 19 tahun, namun semangat kepedulian seluruh masyarakat perlu terus ditingkatkan demi pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Peringatan HCPSN 2012 ini sebagai
momentum langkah bersama dalam melindungi dan memanfaatkan secara
berkelanjutan keaneragaman hayati Indonesia. Untuk mengenalkan lebih
dalam keaneragaman hayati endemik (asli) Indonesia, maka pada tahun
2012 ditetapkan Mangrove Kandellia Candel (Rhyzoporaceae) sebagai Puspa Nasional 2012 dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) sebagai Satwa Nasional 2012.
Keanekaragaman hayati Indonesia
menduduki tempat pertama di dunia dalam kekayaan jenis mamalia (515
jenis, 36% diantaranya endemik) dan kekayaan jenis kupu-kupu Swallowtail
(121 jenis, 44% diantaranya endemik). Kemudian menduduki tempat ketiga
dalam kekayaan jenis reptil (lebih dari 600 jenis), tempat keempat
dalam kekayaan jenis burung (1519jenis, 28% diantaranya endemik),
tempat kelima dalam kekayaan jenis amfibi (lebih dari 270 jenis) dan
tempat ketujuh dalam kekayaan flora berbunga.Kekayaan alam ini, baik
dalam tingkatan ekosistem, spesies dan genetik, apabila dikelola secara
benar mampu memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan bangsa dan umat
manusia pada umumnya.
“Kekayaan alam Indonesia ini, baik dalam
tingkatan ekosistem, spesies dan genetik, apabila dikelola secara
benar mampu memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
Oleh karena itu, anugerah kekayaan itu wajib disyukuri, dikelola, dan
dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran bangsa
Indonesia, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang” demikian pesan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. DR. Balthasar
Kambuaya, MBA.
Kondisi yang memprihatinkan terjadi pada populasi Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Berdasarkan data dari IUCN (International Union for Conservation of Nature)
populasi Badak Sumatera berada dalam “kritis punah”.Hanya sekitar
kurang dari 250 ekor Badak dewasa yang ada di seluruh dunia. Populasi
ini diperkirakan akan berkurang 25 persen dalam masa satu generasi ke
depan (panjang satu generasi sekitar 20 tahun). Saat iniBadak Sumateradiketahui
hanya hidup di Sumatera, yaitu di Way Kambas, Taman Nasional Gunung
Leuser, BukitBarisan Selatandan Taman Nasional Kerinci-Seblat.
Keberadaan Badak menjadi sangat terdesak dikarenakan adanya
keterbatasan ruang akibat alih fungsi lahan dan kondisi lingkungan yang
kurang mendukung kehidupannya. Kelahiran “Andatu” (bayi badak) di Taman
Nasional Way Kambas, menjadi momentum penyelamatan Badak Sumatera. Ini
membuktikan bahwa Indonesia mampu menyelamatkan populasi Badak yang
sudah semakin punah.
Melindungi dan memanfaatkan sumberdaya
genetik yang belum terungkap khususnya untuk kepentingan farmasi
sebagai contoh Ekspor jamu indonesia 113 juta US$/tahun, Penggunaan
domestik 100 juta US$ (sekitar 40% populasi Indonesia menggunakan
pengobatan tradisional). Sedangkan di tingkat global peredaran
pertahunnya mencapai US$ 643 milyar (tahun 2006). Sementara ini
sumberdaya genetik Indonesia terus dicuri (biopiracy) oleh berbagai
fihak asing. Sehubungan dengan hal itu Protocol Nagoyatentang Akses pada
Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang
yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman
Hayatiperlu segera diimplementasikan di tingkat nasional. Protokol ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembagian
keuntungan bagi yang memanfaatkan.Manfaat yang luar biasa ini semakin
membesar potensinya dengan disetujuinya Protokol Nagoya.
Protokol Nagoya merupakan perjanjian
Internasional di bidang lingkungan hidup yang mengatur akses dan
pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik antar Negara.
Protokol Nagoya merupakan salah satu Protokol dibawah Konvensi
Keanekaragaman Hayati dimana konvensi tersebut telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994.Salah
satu keputusan penting dalam Nagoya Protocol adalah Access to Benefits Sharing (ABS) atau lengkapnya, Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization to the CBD, yang pertama kali disetujui sejak disahkannya Konvensi Keanearagaman Hayati (CBD) pada tahun 1992.
Protokol ini merupakan pengaturan
komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan keanekaragaman
hayati Indonesia dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia.
Protokol ini akan menjadi instrumen penting yang dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya genetik dan menghentikan praktek biopiracy (pencurian
sumber daya genetik).Potensi keanekaragaman hayati yang melimpah
merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi
nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.Sejumlah studi
akademik yang secara jelas menunjukkan bahwa nilai sumber daya hayati
dan pengetahuan tradisional terkait setiap tahunnya dapat mencapai 500 –
800 miliar dollar AS. selain daripada itu, salah satu bentuk
keanekaragaman hayati adalah tumbuhan obat dan diperkirakan tumbuhan
obat Indonesia bernilai US Dollar 14,6 miliar atau lebih dari 2 kali
lipat nilai produk kayu hutan.
Sebagai rangkaian acara HCPSN 2012,
dilaksanakan penyematan Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan,
penyerahan Penghargaan “Raksaniyata” Menuju Indonesia Hijau (MIH)
kepada Kabupaten/Kota yang telah meningkatkan koordinasi dalam
pelaksanaan pengelolaan dengan menambah tutupan hutan dan vegetasi.
Selain itu, akan diserahkan Penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim)
yaitu penghargaan terhadap partisipasi aktif masyarakat yang telah
melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Penyematan Tanda Satya Lencana
Pembangunan merupakan pembuktian bahwa penerima penghargaan Kalpataru
yang disampaikan oleh Presiden dapat dibuktikan oleh penerima tanda
kehormatan tersebut melalui komitmennya melestarikan lingkungan secara
terus menerus dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.Sesuai hasil
pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan para penerima Kalpataru,
terdapat 12 (dua belas) orang/kelompok di antaranya layak diajukan
sebagai calon penerima Satyalencana Pembangunan tahun 2012 untuk
dilakukan evaluasi sebelum diajukan kepada Presiden RI melalui Kepala
Biro Penghargaan dan Tanda Jasa, Sekretariat Negara untuk kemudian
diverifikasi lapangan.
Tanda Kehormatan Satyalencana
Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup kepada 12 (dua belas) orang, peraih
penghargaanKalpataru dari Bapak Presiden RI karenatelah berjasa dan
tetap berjuang untuk lingkungan hidup sebagai pembina, perintis,
penyelamat dan pengabdi lingkungan, yaitu sebagai berikut:
- Pondok Pesantren Cipasung, penerima Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan tahun 1980, yang beralamat Desa Cipasung, Kecamatan Cipayung, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
- Pondok Pesantren Suralaya, penerima Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan tahun 1980, yang beralamat Desa Suralaya, Kecamatan Suralaya, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
- Kelompok Tani Kuntum Mekar, penerima Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan tahun 1986, yang beralamat di Dusun Kubang, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
- Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam (KPSA) Kali Jambe, penerima Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan tahun 2002, yang beralamat Jalan Pancasila No. 63, Dusun Krajan, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candi Puro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.
- Herry Rompas, penerima Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan tahun 2002, beralamat di Jl. Tountemboan No. 500, Kelurahan Wawalintouan, Kecamatan Tondano Barat, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
- Agung Sugiarto, penerima Kalpataru Kategori Pengabdi Lingkungan tahun 2002, yang beralamat di Jalan Tanjung Pura, Gg Umar No.4, Desa Pelawai Utara, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
- Kuat Sudarta, penerima Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan tahun 2002, beralamat di Jalan Abadi RT.02, Rw.03, Desa Banyumas, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
- Ngangkat Tarigan, penerima Kalpataru Kategori Pengabdi Lingkungan tahun 2002, beralamat di Jalan Samanhudi No. 73, Kelurahan Binjai Estate, Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara.
- Kelompok Masyarakat Kutasari, penerima Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan tahun 2002, beralamat Dusun Kuta RT 04 RW 02 Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
- Dr. Charles Saerang, penerima Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan tahun 2002, beralamat Jalan Raden Patah No. 191, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
- Endang Maryatun, penerima Kalpataru Kategori Pengabdi Lingkungan tahun 2002, beralamat Dusun Kembang Putihan Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
- Mada Hendrikus, penerima Kalpataru Kategori Pengabdi Lingkungan tahun 2002 beralamat Jl. Ogi RT 02 RW 01, Dusun A, Kelurahan Faobata, Kecamatan Ngadabawa, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT.
Komitmen dalam mewujudkan pembangunan
yang berwawasan lingkungan hidup membutuhkan mekanisme pemantauan dan
evaluasi agar kinerja yang terbangun sesuai dengan kenyataan di
lapangan. Program Menuju Indonesia Hijau
yang dicanangkan oleh Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada
Tahun 2006, memiliki tujuan agar pemerintah daerah dapat
mempertahankan atau menambah tutupan vegetasi, yang didukung oleh aspek
manajemen pemerintah daerah dan peran serta masyarakat. Pada tahun
2013 dan seterusnya akan dilakukan evaluasi kinerja pemerintah provinsi
dalam mengkoordinasikan kebijakan dengan pemerintah kabupaten/kota di
wilayahnya.
Program ini juga diarahkan untuk mengetahui simpanan karbon (carbon stock)
dari tutupan lahan guna mendukung kebijakan Presiden RI penurunan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 26% pada tahun 2020 dari kondisi business as usual.
Program ini juga untuk mendukung pelaksanaan Inpres No. 10 Tahun 2011
tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola
hutan alam primer dan lahan gambut. Pada Tahun 2012 ini dilakukan
evaluasi kinerja terhadap 95 kabupaten, dimana terdapat 29 kabupaten
nominator yang dapat mempertahankan tutupan vegetasi berhutan pada
kawasan berfungsi lindung. Dengan memperhatikan usulan Dewan
Pertimbangan Penilaian, Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan 5
(lima) kabupaten penerima Trophy Raksaniyata 2012 sebagai berikut:
- Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara;
- Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara;
- Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tengara;
- Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara;
- Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Sedangkan Piagam Raksaniyata diberikan kepada 4 (empat) kabupaten berikut yaitu:
- Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta;
- Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah;
- Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan
- Kabupaten Jombang, JawaTimur.
Mengingat tingginya keragaman daerah di
kawasan Indonesia, kerentanan suatu daerah dan kemampuan beradaptasi
terhadap dampak perubahan iklim akan bergantung pada struktur
sosial-ekonomi, infrastruktur, danteknologi yang tersedia. Program Kampung Iklim (Proklim)
merupakan upaya pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup untuk
terus mendorong seluruh pihak dalam melaksanakan aksi nyata menghadapi
Perubahan Iklim. ProKlim merupakan salah satu program nasional yang
diluncurkan oleh Menteri Lingkungan Hidup pada tanggal 24 Oktober 2011
dalam acara National Summit on Climate Change di Denpasar-Bali.
Pada hari ini akan diberikan penghargaan
kepada masyarakat setingkat RW atau Dusun dan Kelurahan atau Desa yang
telah melaksanakan aksi lokal yang dapat meningkatkan kapasitas
adaptasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim dan memberikan
kontribusi terhadap upaya mitigasi perubahan iklim nasional. Pada tahun
2012, Kementerian Lingkungan Hidup telah menerima pengusulan 71 calon
lokasi Proklim yang tersebar di 15 Provinsi yaitu Riau, Bangka
Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Lokasi-lokasi tersebut diusulkan oleh BLHD Provinsi/Kab/Kota, Dunia
Usaha yang melakukan program CSR, serta LSM atau lembaga non-pemerintah
yang melaksanakan kegiatan pendampingan masyarakat.Trophy Proklim diberikan kepada:
- Dusun Sukunan, Kabupaten Sleman, DIYogyakarta
- Desa Jetis Lor, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
- Desa Pakraman Sambangan, Buleleng, Provinsi Bali
- Dukuh Gatak II, Desa Tamantirto, Kabupaten Bantul, DIYogyakarta
- Dukuh Serut, Kabupaten Bantul, DIYogyakarta
- Desa Mukti Jaya, Kabupaten Rokan Hilir, Riau
- Desa Nglegi, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta
Selain itu penghargaan berupa sertifikat Pengembangan Proklim diberikan kepada:
- Desa Kerta, Kabupaten Gianyar, Bali
- Desa Kembang, Kabupaten Pacitan, JawaTimur
- Kelurahan Jomblang, Kota Semarang, Jawa Tengah
- Desa Mekarjaya, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Pelaksanaan Proklim mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2012 tentang
Program Kampung Iklim. Kampung yang mendapat penghargaan Proklim
menunjukkan bahwa perubahan pola hidup yang lebih memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan rendah emisi karbon dapat memberikan manfaat
tidak saja bagi lingkungan tetapi juga manfaat ekonomi dan sosial serta
menurunkan risiko bencana terkait iklim. Dengan dukungan seluruh pihak
diharapkan target 1.000 kampung iklim dapat tercapai.
Untuk Informasi Lebih Lanjut:
Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Tlp/Fax: 85904923, email: humas@menlh.go.id
Ir. Antung Deddy Radiansyah, MP. Asdep
Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan, Kementerian
Lingkungan Hidup, Telp/Fax. 021-85905770, email: humas@menlh.go.id
Catatan:
- Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, dan merupakan negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari tiga belas ribu pulau. Pulau yang satu dan yang lain dipisahkan oleh lautan sehingga memiliki sekitar 90 tipe ekosistem, 40.000 species tumbuhan dan 300.000 spesies hewan. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berdasarkan Status Keanekaragaman Hayati Indonesia yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2011, keragaman spesies yang dimiliki Indonesia, terdiri atas:
- 707 (tujuh ratus tujuh) spesies mamalia;
- 1.602 (seribu enam ratus dua) spesies burung;
- 1.112 (seribu seratus dua belas) spesies amfibi dan reptil;
- 2.800 (dua ribu delapan ratus) spesies invertebrata;
- 1.400 (seribu empat ratus) spesies ikan;
- 35 (tiga puluh lima) spesies primata; dan
- 120 (seratus dua puluh) spesies kupu-kupu.
- Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 450 (empat ratus lima puluh) spesies terumbu karang dari 700 (tujuh ratus) spesies dunia.