(www.tabloidjubi.com, 29-11-2012)
Jayapura (28/11)—Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) merupakan rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa Prinsip–Prinsip
Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan kebijakan, rencana dan program, seperti
yang dinyatakan dalam pasal 1 poin 10 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Secara umum KLHS berfungsi untuk menelaah efek atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong tujuan–tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan,” kata Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Constant Karma dalam sambutannya yang dibacakan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Elieser Renmaur saat membuka kegiatan Konsultasi Publik Integrasi KLHS Ke Dalam Rancangan Peraturan Daerah RTRW Provinsi Papua, di Sasana Karya Kantor Gubernur Provinsi Papua Dok II Jayapura, Rabu (28/11).
Dia menjelaskan, kaidah terpenting dari KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP Tata Ruang (self assessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif.
“Saya menyampaikan secara formal, landasan implementasi KLHS tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menegaskan, yakni Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana maupun program,” tandasnya.
Menurut Gubernur, asas–asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan. Jadi pada prinsipnya, proses KLHS harus dilakukan terintegrasi dengan proses perencanaan tata ruang.
“Beragamnya kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan tata ruang menyebabkan integrasi tersebut dilakukan dalam dua cara, yakni penyusunan KLHS untuk menjadi masukan bagi RTRW atau KRP Tata Ruang dan melebur proses KLHS dengan proses penyusunan RTRW atau KRP Tata Ruang,” ujarnya.
Menilik KLHS yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Papua, berdasarkan kaidah–kaidah keberlanjutan yang mendasari KLHS terhadap rancangan Perda RTRW Provinsi Papua dengan memperhatikan perkembangan terkini pasca dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 458/Menhut-II/2012, maka hasil KLHS yang direkomendasikan kepada gubernur , yakni rekomendasi penyempurnaan kebijakan penataan ruang, rekomendasi alternatif perencanaan, berupa arahan penyempurnaan kebijakan struktur dan pola ruang.
Rekomendasi arahan perbaikan kebijakan pemanfaatan ruang dan rekomendasi penataan kelembagaan yang melingkupi SDM dan organisasi, regulasi, pembagian peran, dukungan anggaran dan infrastruktur. “Untuk itu, demi memperkaya juga menyempurnakan proses integrasi muatan KLHS ke dalam Raperda RTRW Provinsi Papua, maka saya mengharapkan peran aktif stakeholder dalam pemberian saran dan masukan juga pertimbangan– pertimbangan kritis yang bersifat ilmiah guna menjadi arahan dalam penyelenggara kebijakan, rencana dan program tata ruang di Provinsi Papua,” katanya. (Jubi/Alex)
Penjabat Gubernur Papua, drh. Constan Karma |
“Secara umum KLHS berfungsi untuk menelaah efek atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong tujuan–tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan,” kata Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Constant Karma dalam sambutannya yang dibacakan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Elieser Renmaur saat membuka kegiatan Konsultasi Publik Integrasi KLHS Ke Dalam Rancangan Peraturan Daerah RTRW Provinsi Papua, di Sasana Karya Kantor Gubernur Provinsi Papua Dok II Jayapura, Rabu (28/11).
Dia menjelaskan, kaidah terpenting dari KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP Tata Ruang (self assessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif.
“Saya menyampaikan secara formal, landasan implementasi KLHS tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menegaskan, yakni Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana maupun program,” tandasnya.
Menurut Gubernur, asas–asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan. Jadi pada prinsipnya, proses KLHS harus dilakukan terintegrasi dengan proses perencanaan tata ruang.
“Beragamnya kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan tata ruang menyebabkan integrasi tersebut dilakukan dalam dua cara, yakni penyusunan KLHS untuk menjadi masukan bagi RTRW atau KRP Tata Ruang dan melebur proses KLHS dengan proses penyusunan RTRW atau KRP Tata Ruang,” ujarnya.
Menilik KLHS yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Papua, berdasarkan kaidah–kaidah keberlanjutan yang mendasari KLHS terhadap rancangan Perda RTRW Provinsi Papua dengan memperhatikan perkembangan terkini pasca dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 458/Menhut-II/2012, maka hasil KLHS yang direkomendasikan kepada gubernur , yakni rekomendasi penyempurnaan kebijakan penataan ruang, rekomendasi alternatif perencanaan, berupa arahan penyempurnaan kebijakan struktur dan pola ruang.
Rekomendasi arahan perbaikan kebijakan pemanfaatan ruang dan rekomendasi penataan kelembagaan yang melingkupi SDM dan organisasi, regulasi, pembagian peran, dukungan anggaran dan infrastruktur. “Untuk itu, demi memperkaya juga menyempurnakan proses integrasi muatan KLHS ke dalam Raperda RTRW Provinsi Papua, maka saya mengharapkan peran aktif stakeholder dalam pemberian saran dan masukan juga pertimbangan– pertimbangan kritis yang bersifat ilmiah guna menjadi arahan dalam penyelenggara kebijakan, rencana dan program tata ruang di Provinsi Papua,” katanya. (Jubi/Alex)