(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Langkah TNI Angkatan Laut membawa kapal MV Mirna Rijeka yang mereka tangkap di Teluk Wondama, Papua pada Agustus lalu ke Surabaya menuai kontroversi dan kecurigaan. Kapal asal Kroasia bermuatan kayu curian itu di tangkap kapal perang KRI Sutanto 877, yang bermarkas di Surabaya. Padahal, sepelemparan batu dari Teluk Wondama ada pangkalan AL. Di sisi lain, Departemen Kehutanan selaku pihak yang berwenang mengurus kayu curian merasa di tinggalkan TNI AL. Bagaimana sebenarnya cerita soal penangkapan kapal MV Mirna ? Laksamana Pertama (Laksma) TNI Achmad Ichsan selaku Komandan Pangkalan Utama TNI AL III di Surabaya, Menteri Kehutanan M,S. Kaban, dan kapten kapal MV Mirna asal Kroasia, Saganic Milan, menjelaskan kepada tim investigasi Tempo. Berikut ini petikannya.
Mengapa kapal MV Mirna ditarik ke Surabaya, padahal di tangkap di Papua?
Jangan berpikir bahwa masalah penyidikan dan tindak pidana di laut (hanya berdasarkan) locus delicti:ditangkap disana, penyidikannya disana. Hukum laut tidak mengenal itu. Hukum laut mengenal rezim hukum laut. Jadi dimana penyelesaian penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana tertentu mampu di laksanakan, di situ akan di utamakan.
Bukankah ketentuannya harus di selidiki di tempat kejadian (locus delcti)?
Ketentuannya siapa? Jangan ngarang, dong (tampak marah). Kalau ada ketentuan (seperti) itu, siapa yang mengatakan? Diambil dari mana?
Apa Pelanggaran yang dilakukan oleh MV Mirna?
Izin berlayar tak sesuai, tidak asli, jalur yang ditempuh tidak benar, muatan kayu tidak di dukung dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Yang kami sita adalah dokumen pelayaran, surat-surat kapal, izin pelayaran navigasi.
Kenapa Departemen Kehutanan tak dilibatkan?
Dari awal, kami sudah mengajak kerja sama. Kalau sendiri-sendiri tidak bisa. Ada bagian-bagian yang harus ada di Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang Pelayaran, misalnya, bisa dilakukan oleh Dirjen Perhubungan laut atau Syahbandar; Mereka (Departemen Kehutanan) sudah kami undang untuk rembukan.
Kalau begitu, penyidik TNI AL, akan menunggu penyidikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak. Penyidikan tetap saya masukan ke Kejaksaan. Apakah Kejaksaan mengeluarkan P-21 (berkas sudah dinyatakan lengkap) atau menunggu, itu terserah Kejaksaan. Kewajiban kami mengajukan berita acara pemeriksaan (BAP) ke jaksa penuntut umum. Kami menggunakan Undang-undang Nomor 1/1975 tentang Pelayaran.
Desember silam, ada gelar perkara kasus Mirna di Jakarta. Hasilnya apa?
Semuanya mendukung sekali. (Akan) diupayakan sidang bersama. Akan lebih efisien jika mengunakan undang-undang berlapis seperti Undang-undang Pelayaran, Undang-undang Perdagangan dan Kepabeanan.
Kenapa barang sitaan kayu itu tidak diserahkan kepada Departemen Kehutanan?
Surat penetapan penyitaan sudah terbit dari Pengadilan Negeri. Untuk penyerahan dan lain-lain semuanya didasari penetapan. Siapa yang berhak menyita barang itu dasarnya adalah penetapan Pengadilan-jadi bukan serta merta Angkatan Laut menyita.
Bukankah menyita barang bukti illegal logging adalah kewenangan Departemen Kehutanan?
Kewenangan tergantung pada konteks berangkatnya. Kita berangkat dari konteks Undang-undang Pelayaran/Undang-Undang No.1 Tahun 1975, bahwa penyitaan berdasarkan penetapan oleh Pengadilan.
Berarti mengabaikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak! Yang punya kewenangan menerbitkan penyitaan oleh AL kan Pengadilan. Jadi jangan di dramatisir.
Benarkah pihak Lantamal Surabaya ingin menguasai barang sitaan?
Dari mana berita itu tak? Tak mungkin dari Dephut, wong saya bertemu dengan dirjennya langsung kok. Anda keliru (suara meninggi)!
Jadi, yang benar bagaimana?
Ini penyidikan bersama-sama. Masing-masing mengajukan permohonan . Bahwa Pengadilan mengeluarkan izin penyitaan, kepad AL, ya, tidak maslah, wong itu haknya Pengadilan.
Sudah ada kesepakatan siapa pemenang lelang kayu itu?
Belum ada. Kata siapa itu? Ada bukti enggak (dengan suara tinggi) Kita tidak usah berpolemik tanpa ada bukti.
Kapan kayu muatan MV Mirna akan dilelang?
Menunggu keputusan Dephut tentang surat keputusan kualitas barang bukti, surat keputusan pengukuran, dan surat keputusan limit harga. Kami tidak bisa (melelang) tanpa adanya limit harga.
Siapa yang sudah mendaftar ikut lelang?
Siapa-siapa yang yang mendaftar belum tahu dan belum masuk ke saya.
Dokumen-dokumen apa saja yang diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Surabaya?
Yang pasti ada SKSHH, daftar hasil hutan (DHH), dan dokumen-dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan masalah kayu.
Mengapa kapal MV Mirna ditarik ke Surabaya, padahal di tangkap di Papua?
Jangan berpikir bahwa masalah penyidikan dan tindak pidana di laut (hanya berdasarkan) locus delicti:ditangkap disana, penyidikannya disana. Hukum laut tidak mengenal itu. Hukum laut mengenal rezim hukum laut. Jadi dimana penyelesaian penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana tertentu mampu di laksanakan, di situ akan di utamakan.
Bukankah ketentuannya harus di selidiki di tempat kejadian (locus delcti)?
Ketentuannya siapa? Jangan ngarang, dong (tampak marah). Kalau ada ketentuan (seperti) itu, siapa yang mengatakan? Diambil dari mana?
Apa Pelanggaran yang dilakukan oleh MV Mirna?
Izin berlayar tak sesuai, tidak asli, jalur yang ditempuh tidak benar, muatan kayu tidak di dukung dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Yang kami sita adalah dokumen pelayaran, surat-surat kapal, izin pelayaran navigasi.
Kenapa Departemen Kehutanan tak dilibatkan?
Dari awal, kami sudah mengajak kerja sama. Kalau sendiri-sendiri tidak bisa. Ada bagian-bagian yang harus ada di Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang Pelayaran, misalnya, bisa dilakukan oleh Dirjen Perhubungan laut atau Syahbandar; Mereka (Departemen Kehutanan) sudah kami undang untuk rembukan.
Kalau begitu, penyidik TNI AL, akan menunggu penyidikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak. Penyidikan tetap saya masukan ke Kejaksaan. Apakah Kejaksaan mengeluarkan P-21 (berkas sudah dinyatakan lengkap) atau menunggu, itu terserah Kejaksaan. Kewajiban kami mengajukan berita acara pemeriksaan (BAP) ke jaksa penuntut umum. Kami menggunakan Undang-undang Nomor 1/1975 tentang Pelayaran.
Desember silam, ada gelar perkara kasus Mirna di Jakarta. Hasilnya apa?
Semuanya mendukung sekali. (Akan) diupayakan sidang bersama. Akan lebih efisien jika mengunakan undang-undang berlapis seperti Undang-undang Pelayaran, Undang-undang Perdagangan dan Kepabeanan.
Kenapa barang sitaan kayu itu tidak diserahkan kepada Departemen Kehutanan?
Surat penetapan penyitaan sudah terbit dari Pengadilan Negeri. Untuk penyerahan dan lain-lain semuanya didasari penetapan. Siapa yang berhak menyita barang itu dasarnya adalah penetapan Pengadilan-jadi bukan serta merta Angkatan Laut menyita.
Bukankah menyita barang bukti illegal logging adalah kewenangan Departemen Kehutanan?
Kewenangan tergantung pada konteks berangkatnya. Kita berangkat dari konteks Undang-undang Pelayaran/Undang-Undang No.1 Tahun 1975, bahwa penyitaan berdasarkan penetapan oleh Pengadilan.
Berarti mengabaikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak! Yang punya kewenangan menerbitkan penyitaan oleh AL kan Pengadilan. Jadi jangan di dramatisir.
Benarkah pihak Lantamal Surabaya ingin menguasai barang sitaan?
Dari mana berita itu tak? Tak mungkin dari Dephut, wong saya bertemu dengan dirjennya langsung kok. Anda keliru (suara meninggi)!
Jadi, yang benar bagaimana?
Ini penyidikan bersama-sama. Masing-masing mengajukan permohonan . Bahwa Pengadilan mengeluarkan izin penyitaan, kepad AL, ya, tidak maslah, wong itu haknya Pengadilan.
Sudah ada kesepakatan siapa pemenang lelang kayu itu?
Belum ada. Kata siapa itu? Ada bukti enggak (dengan suara tinggi) Kita tidak usah berpolemik tanpa ada bukti.
Kapan kayu muatan MV Mirna akan dilelang?
Menunggu keputusan Dephut tentang surat keputusan kualitas barang bukti, surat keputusan pengukuran, dan surat keputusan limit harga. Kami tidak bisa (melelang) tanpa adanya limit harga.
Siapa yang sudah mendaftar ikut lelang?
Siapa-siapa yang yang mendaftar belum tahu dan belum masuk ke saya.
Dokumen-dokumen apa saja yang diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Surabaya?
Yang pasti ada SKSHH, daftar hasil hutan (DHH), dan dokumen-dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan masalah kayu.