KAIMANA-Sejumlah pengusaha kayu olahan di Kabupaten Kaimana saat ini melangkahi surat ijin yang ditetapkan instansi teknis. Pasalnya surat ijin yang dikeluarkan untuk usaha perdagangan kayu disalahgunakan untuk penebangan liar di sepanjang wilayah Batu Putih hingga Tanggaromi.
Kepada Kaimana Pos La Tongku yang dikonfirmasi belum lama ini mengaku, pihaknya telah menebang kayu di sepanjang jalan arah Tanggaromi, tapi tidak masuk batas wilayah hutan lindung. Pihaknya punya beberapa operator chain saw yang saya tempatkan di sana (arah Tanggaromi,red). “Produksi kayu yang saya hasilkan setelah berbicara dengan pemilik hak ulayat. Harga konpensasi kepada pemilik hak ulayat bervariasi yakni antara Rp 200.000 hingga Rp 250.000,” terangnya kepada wartawan.
Dia juga mengaku, produksi hasil tebangan tersebut setiap bulannya sekitar 20 hingga 30 kubik kayu merbau dan 40 kubik campuran. Tidak ada aparat di dalam hutan. “Saya kerja sendiri selama ini,” terang La Tongku ketika disinggung terkait dengan ada isu aparat yang berada di belakang usaha bisnis penebangan kayu ini.
Namun ketika disinggung soal pembayaran retribusi terhadap pemanfaatan hasil hutan tersebut, kata dia, hingga saat ini belum ada retribusi terkait usaha yang saat ini dijalankannya. Bahkan, dia juga mengaku, jika selama ini pihaknya hanya melaporkan hasil produksi setiap bulan ke Dinas Kehutanan dan Perkebunan setempat.
Mesin chain saw miliknya yang saat ini ditahan Polsek Teluk Arguni karena melakukan penebangan liar di wilayah tersebut, dirinya membantah. Alat potong tersebut bukan miliknya. “Jangan sampai ada orang yang mengatasnamakan saya untuk melakukan penebangan di sana,” tegas La Tongku singkat.
Senada dengan La Tongku, salah satu pengusaha kayu gemilang saat ini di Kaimana, Bos meubel Somaly Anang Undang Soleh yang dikonfirmasi Sabtu (17/5) lalu juga mengakui pihaknya selain menjual kayu balok dan papan, juga menebang kayu. Anang juga mengakui pihaknya menebang di hak ulayat masyarakat di Km 0 pertigaan jalan Batu Putih jurusan Kompi-Coa.
“Saya memang hanya punya dua buah mesin chain saw dengan tiga orang operatornya. Selama ini kami hanya menebang kayu campuran saja, dengan hasil produksi berkisar 25 hingga 30 meter kubik,” aku Anang sambil mengatakan dirinya baru melakukan usaha jual kayu tersebut sejak Bulan Februari 2007 lalu.
Dia juga mengakui, dirinya pernah ditegur Dinas Kehutanan dan Perkebunan. “Saya memang sempat ditegur oleh Dinas Kehutanan, namun selanjutnya kami dimintai untuk bekerja hati-hati. Yang penting pintar-pintarlah dalam operasi,” aku Anang meniru ucapan staf Dinas Kehutanan.
Hingga berita ini diturunkan, Perda terkait dengan pemanfaatan hasil hutan tersebut belum ditetapkan pemerintah setempat. Padahal sudah sebanyak ribuan kubik kayu olahan yang dikeluarkan dari hutan.(ani)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP