(www.tempointeraktif.com, 10-07-2008)
TEMPO Interaktif, Jakarta:
- “Bisa dibilang saya menang gara-gara osmosis.” Kalimat itu meluncur dari mulut Rakhmat Fauzi, 30 tahun. Guru IPA di Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Depok, Jawa Barat, ini menang dalam Lomba Kreativitas Ilmiah Guru Tingkat SMP atau Sederajat tahun lalu berkat inovasi media praktikum osmosis dari buah terong.
Selasa malam lalu, namanya kembali diumumkan sebagai pemenang, lagi-lagi berkat pendalamannya terhadap media praktikum osmosis. Tahun ini ia menawarkan membran telur ayam kepada siswa untuk bisa memahami konsep perpindahan air dari yang konsentrasinya tinggi (encer) ke yang konsentrasinya lebih rendah (lebih pekat) menembus lapisan membran yang semipermiabel itu dengan lebih baik.
Fenomena osmosis, Rakhmat menerangkan, banyak terjadi dalam kehidupan. Mulai dari pengangkutan air dan garam mineral dari tanah ke daun di pucuk pohon tinggi sampai kulit yang berkerut-kerut setelah kita mandi-mandi di laut.
Rakhmat menjelaskan, selama ini praktikum osmosis di sekolah hanya mengenal kentang sebagai medianya. Masalahnya, dia menambahkan, banyak kekurangan pada jenis buah sayur yang satu itu, di antaranya waktu pengamatan yang terlalu lama (buku keluaran Departemen Pendidikan Nasional ada yang menetapkannya sampai 24 jam).
“Datanya juga sangat subyektif karena berdasarkan kekuatan kentang,” kata Rakhmat. Kentang yang jadi lebih lunak ketika direndam dalam air biasa atau mengerut dalam larutan air garam memang memastikan terjadinya osmosis, “Tapi kan tiap orang punya kekuatan yang berbeda untuk bisa merasakannya.”
Sarjana magister tamatan Program Studi Biologi Universitas Indonesia itu lalu menemukan media membran putih yang biasa menempel di bagian dalam cangkang telur ketika sedang menyantap sebutir telur asin. Saat itu ia berpikir bahwa pembuatan telur itu juga melibatkan proses osmosis. “Saya mencari jawaban apa yang menyebabkannya dan mendapati membran itu,” katanya.
Temuannya itu ditularkan ke murid-muridnya di kelas VIII SMPN 14 Depok lewat praktikum tandingan terhadap yang menggunakan media kentang. Membran telur diikatkannya sebagai penutup tabung reaksi berisi satu di antara dua jenis larutan: encer atau lebih pekat. Tabung lalu direndam dalam larutan lawannya.
Sifat eksperimen tandingan itu yang jauh lebih singkat, hanya 12-15 menit, dan mampu mengukur proses osmosis yang terjadi lewat kenaikan atau penurunan kolom air dalam tabung reaksi, terbukti secara statistik bisa memperbaiki nilai praktikum dan pemahaman anak muridnya. “Yang ini (membran telur) memang lebih spektakuler,” kata Rakhmat membandingkannya dengan inovasi menggunakan terong.
Jadilah kata osmosis ibarat mantra mujarab untuk ayah seorang anak balita itu. Atas prestasinya dalam lomba tahun ini, Rakhmat berhak atas hadiah uang tunai Rp 8 juta dan asuransi senilai Rp 10 juta dari AJB Bumiputera 1912. Ia berhasil mengalahkan empat guru finalis lainnya dari Banjarnegara, Jawa Tengah; Gowa, Sulawesi Selatan; Ciracas, Jakarta Timur; dan Jombang, Jawa Timur.
Yayuk Rahayuningsih, peneliti senior di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, anggota dewan juri, menilai kreasi membran telur ayam sebagai media praktikum osmosis untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang diajukan Rakhmat unggul dalam hal orisinalitas. “Bahan-bahan yang digunakan juga mudah didapat, murah, dan yang juga penting data-datanya terukur,” katanya.
Tambahan data statistik peningkatan hasil belajar siswa berkat inovasinya itu juga berhasil memikat Yayuk dan juri lainnya. “Mungkin karena ia satu-satunya peserta yang memiliki latar belakang (pendidikan) master sehingga laporannya lengkap dan sistematis,” Yayuk berkomentar.
l wuragil
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP