(www.cenderawasihpos.com, 19-07-2008)
JAKARTA - Pelaku illegal fishing di Indonesia tidak juga jera. Meski berkali-kali dipergoki aparat keamanan Indonesia, kapal-kapal asing tanpa izin itu tetap nekat mencuri ikan di laut RI. Kapal pengawas Departemen Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal Vietnam dan tujuh kapal Thailand tanpa dokumen di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) perairan Laut China Selatan.
"Dengan beroperasinya kesembilan kapal asing yang mencuri ikan itu, negara diperkirakan rugi Rp 21,5 miliar,'' kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Aji Sularso kepada wartawan di Jakarta kemarin (18/07).
Kini awak kapal kesembilan kapal asing itu disidangkan di peradilan ad hock perikanan di Pelabuhan Sabang Mawang, Ranai, Kepulauan Riau, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ''Prosesnya akan dipercepat supaya kerugian negara segera kembali. Misalnya, kalau lama, ikan akan membusuk,'' katanya.
Menurut Aji, ada beberapa modus operandi yang dilakukan para pelaku illegal fishing . Misalnya, memalsukan dokumen izin, menggunakan alat tangkap di luar peraturan yang ditetapkan, dan melanggar batas fishing area yang diperbolehkan.
Awak kapal asing itu juga memanipulasi persyaratan (DC, bill of sale), berpidah dari kapal ke kapal lain (transshipment) di tengah laut, tidak pernah melapor ke pelabuhan perikanan setempat, dan menggunakan dua bendera (double flagging). ''Kalau tim patroli datang, mereka segera mengganti bendera dengan Merah Putih, seakan-akan itu kapal kita,'' kata mantan kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) DKP itu.
Ada beberapa perairan favorit yang selama ini dijadikan tempat illegal fishing nelayan asing. Misalnya, kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE), laut teritorial, Laut Natuna, Laut Arafura, dan utara Sulawesi Utara. Illegal fishing di Laut Natuna umumnya dilakukan kapal-kapal Taiwan, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Di utara Sulawesi Utara oleh kapal-kapal Philipina. Sedangkan di Laut Arafura oleh kapal Thailand, RRC, dan Taiwan.
''Mereka melakukan illegal fishing agar industri pengolahan di negara yang bersangkutan dapat bertahan. Wilayah tangkapan mereka juga makin habis. Di sisi lain, ada faktor terbukanya laut Indonesia, pengawasan yang lemah, dan terjadinya perbedaan harga ikan memotivasi pelanggaran,'' papar Aji.
Pria berkacamata itu memaparkan, berdasarkan estimasi perhitungan organisasi pangan dan pertanian (FAO), negara dirugikan sekitar Rp 30 triliun per tahun. Selain itu, terjadi over fishing dan overcapacity, rusaknya kelestarian sumber daya ikan, stok ikan menurun, dan melemahnya daya saing perusahaan Indonesia. ''Nelayan Indonesia juga semakin termarginalkan. Tangkapan per unit usaha nelayan dan perusahaan nasional juga menurun. Bahkan, usaha perikanan Indonesia menjadi sangat tidak kondusif," katanya.
Hingga pertengahan Juli 2008, sejak dilakukan operasi sapu bersih awal Desember 2007, kini DKP berhasil menangkap 167 kapal yang melakukan illegal fishing. Itu berarti hampir mendekati jumlah tangkapan pada 2007 yang mencapai 184 kapal. ''Total potensi kerugian negara yang terselamatkan Rp 398,829 miliar,'' jelasnya.(rdl/iro)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP