(www.cenderawasihpos.com, 15-11-2008)
JAYAPURA-Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Papua, Ir Noak Kapisa, M.Sc mengungkapkan, kegiatan pemanfaatan kawasan hutan hendaknya tidak diikuti mengubah peruntukan/status fungsi kawasan hutan itu sendiri.
Upaya itu perlu dilakukan untuk menjaga kesatuan ekosistem hutan agar fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan tidak terganggu. Dikatakan, di era otonomi daerah/khusus sekarang ini, trend perubahan fungsi kawasan hutan menjadi modus operandi pengalihan fungsi kawasan hutan karena umumnya dilakukan tidak menghindahkan hirarki penyusunan tata ruang wilayah (RTRW-RTRW).
" Yang terjadi selama ini pengalihan fungsi kawasan hutan memperhatikan konsep tata ruang wilayah hampir dilakukan semua provinsi/kabupaten/kota akibat pemekaran wilayah pemerintah baru. Sesuai pasal 57 UU No 26 Tahun 2007 setiap penyimpangan penyelenggaraan penataan ruang dapat dikenakan sanksi. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai rencana tata ruang bisa pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda sebesar Rp 500 juta,"ujarnya.
Selain itu, kata Noak, berdasarkan pasal 7 ayat 2 UU no 26 Tahun 2007, penyimpangan penataat ruang wilayah juga mendapat pidana tambahan berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya.
Permasalahan perubahan fungsi kawasa hutan Papua yang terjadi selama ini adalah masih menyangkut usulan permohonan tidak didukung persyaratan yang lengkap, belum ada kesiapan dana dari pemohon dan perubahan fungsi hutan yang terkait dengan alih fungsi kawasan hutan belum didukung penyediaan tanah ganti yang clear dan clean.
" Perubahan fungsi yang terkait dengan alih fungsi hutan memerlukan tahapan persetujuan dari DPR. Karena itu peran BPKH di sini adalah membantu pemerintah daerah dalam kegiatan identifikasi kawasan hutan yang akan diusulkan untuk perubahan fungsi kawasan hutan dan hasilnya dilaporkan ke Badan Planologi Kehutanan," imbuhnya. (mud)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP