(Cenderawasih Pos, 4 Desember 2004)
Meski barang bukti kapal dan muatannya dipisahkan, namun penyidikan atas dugaan pelanggaran UU Kelautan dan UU eksplotiasi hutan yang dilakukan menggunakan sebuah kapal asing bernama Godri Dua masih terus dilakukan. Termasuk pemeriksaan terhadap nahkoda, mualim I dan para ABK kapal. Menariknya, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, kapal tersebut terancam dicabut izin berlayarnya jika terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Bahkan sesuai rencana, hari ini, Sabtu (4/12), penyidik Direktorat Polair Polda Papua akan melayangkan surat kepada Syahbandar Sarmi sebagai saksi untuk dimintai keterangan pada Kamis (9/12) mendatang. Sejauh ini sudah 5 saksi yang dimintai keterangan, masing-masingNahkoda Kapal Ferdinand Tauran, Mualim I Kallo, saksi pelapor Jhon Banua, pimpinan PT. Anugerah Bina Sukses (ABS) Felix Sriyanto dan saksi ahli dari Adpel Jayapura Umuri.
Walaupun hampir sebulan sejak kapal itu ditangkap, hingga kini penyidik belum satupun menyatakan status tersangka. Nampaknya penyidika tidak mau gegabah dan berencana akan melibatkan instansi terkait termasuk kejaksaan guna membahas kasusnya. “Untuk penanganan kasus ini memang cukup rumit, sehingga penyidikannya dibentuk tim. Rencananya Senin (6/12) nanti kita akan adakan gelar kasus untuk membahas perkembangan penyidikan ini, sebagai bentuk transparansi sekaligus dibahas penetapan tersangkanya,” ungkap Kepala Direktorat Polair Polda Papua Kombes. Pol. Dwi Marsanto melalui kasi Gakkum AKP Robert Suweni, Sh kepada Cenderawasih Pos, Jumat (3/12) kemarin.
Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam gelar kasus itu adalahs elain penyidik Polair Polda Papua juga Direktorat Reskrim Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Imigrasi Jayapura dan pihak Syahbandar. Lebih lanjut, dijelaskan, dalam penyidikan pihaknya bakal menjerat sejumlah pasal kepada calon tersangka secara berlapis. Yaitu sesuai Kepmen Perhubungan No. 332001 pasal 5 ayat 3 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Serta susider pasal 29 Kepmen No. 33 2003. dalam pasal 5 ayat (3) mengisyaratkan bahwa terhadap penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri yang tidak melaporkan penggunaan kapal asing di dalam negeri kepada Dirjen sebagaimana dijelaskan dalam ayat (2), maka tidak akan diberikan pelayanan di belabuhan dan dilarang beroperasi di wilayah perairan Indonesia. “Secara teknis kita memang melakukan penyidikan tentang kapal tersebut, namun untuk muatannya berupa alat berat terkait dengan dugaan pelanggaran UU Kehutanan, menjadi wewenang penyidik Direktorat Reskrim Polda Papua, “ucapnya.(sh)
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP