(www.antaranews.com, 17-01-2012)
Jakarta (ANTARA News) - Perdagangan karbon antara negara yang memiliki potensi menyerap karbon dengan negara penghasil emisi karbon seperti Amerika Serikat rekaan belaka, kata Pakar Lingkungan dari Universitas Indonesia, Mohammad Hasroel Thayib.
"Amerika membakar minyak dan menghasilkan karbon dioksida (CO2) banyak. Bagaimana logikanya itu (karbondioksida) bisa melewati laut ribuan mil?" kata Hasroel kepada Antara News, Selasa.
Perdagang karbon adalah salah satu cara untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global.
Hasroel menilai perdagangan karbon hanya skenario negara-negara penghasil emisi karbon untuk menghambat industri di Indonesia.
"Dalam ilmu kimia dasar disebutkan kalau karbondioksida itu lebih berat dibanding oksigen. Bagaimana karbondioksida yang dihasilkan itu bisa naik ke udara?" kata Hasroel.
Dia berpandangan, keberadaan karbondioksida di atmosfer terjadi karena sinar kosmik yang memecah nitrogen. bukan buangan dari bawah atmosfer.
"Sinar kosmik itu proton dan neutron. Begitu terkena nitrogen yang ringan, kena intinya, berubah dia (nitrogen)!" kata mantan peneliti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) itu.
Karbondioksida di atmosfer besifat alami dan mendukung kehidupan Bumi dari suhu dingin (minus 18 derajat celcius). "Tidak usah takut dengan karbondioksida karena akan larut ketika hujan," kata Hasroel.
Hasroel menandaskan satu pernyataan ilmiah harus konsisten dengan pernyataan ilmiah sebelumnya.
"Pernyataan ilmiah sebelumnya (bilangan avogadro) mengatakan kalau CO2 itu berat, SO2 itu berat. Tidak mungkin dia penyebab efek rumah kaca," tegasnya Hasroel.
Jakarta (ANTARA News) - Perdagangan karbon antara negara yang memiliki potensi menyerap karbon dengan negara penghasil emisi karbon seperti Amerika Serikat rekaan belaka, kata Pakar Lingkungan dari Universitas Indonesia, Mohammad Hasroel Thayib.
"Amerika membakar minyak dan menghasilkan karbon dioksida (CO2) banyak. Bagaimana logikanya itu (karbondioksida) bisa melewati laut ribuan mil?" kata Hasroel kepada Antara News, Selasa.
Perdagang karbon adalah salah satu cara untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global.
Hasroel menilai perdagangan karbon hanya skenario negara-negara penghasil emisi karbon untuk menghambat industri di Indonesia.
"Dalam ilmu kimia dasar disebutkan kalau karbondioksida itu lebih berat dibanding oksigen. Bagaimana karbondioksida yang dihasilkan itu bisa naik ke udara?" kata Hasroel.
Dia berpandangan, keberadaan karbondioksida di atmosfer terjadi karena sinar kosmik yang memecah nitrogen. bukan buangan dari bawah atmosfer.
"Sinar kosmik itu proton dan neutron. Begitu terkena nitrogen yang ringan, kena intinya, berubah dia (nitrogen)!" kata mantan peneliti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) itu.
Karbondioksida di atmosfer besifat alami dan mendukung kehidupan Bumi dari suhu dingin (minus 18 derajat celcius). "Tidak usah takut dengan karbondioksida karena akan larut ketika hujan," kata Hasroel.
Hasroel menandaskan satu pernyataan ilmiah harus konsisten dengan pernyataan ilmiah sebelumnya.
"Pernyataan ilmiah sebelumnya (bilangan avogadro) mengatakan kalau CO2 itu berat, SO2 itu berat. Tidak mungkin dia penyebab efek rumah kaca," tegasnya Hasroel.