( Gatra, Rabu 03 Januari 2007 )
Semula Maximillian J. Ammer hanya ingin menikmati keindahan alam bawah laut Indonesia. Berbekal duit hasil berdagang sepeda motor di tanah kelahiran, Belanda, ia pun menjelajahi lautan di wilayah barat hingga timur Indonesia. "Saya hobi menyelam," kata Ammer.Ia ingin mencari pesawat dan kapal yang karam dari Perang Dunia II, sambil menikmati keindahan karang dan kemolekan ikan di perairan Nusantara. Ketertarikannya pada Indonesia bermulanya dari masa lalu leluhurnya. "Kakek saya lahir di Indonesia. Saya ingin melihat keindahan negeri ini," katanya.Ammer kali pertama datang ke Indonesia pada 1989. Sebulan lamanya ia menyalurkan hobi menyelam. Tahun berikutnya, hatinya mulai tertambat.
"Saya menghabiskan waktu empat bulan di Indonesia," ia menambahkan.Sejak itu, setiap tahun Ammer menyambangi perairan Indonesia. "Dari semua yang saya kunjungi, di Raja Ampat inilah saya menemukan kepuasan," ujarnya. Kepulauan Raja Ampat berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat. Letaknya di daerah kepala burung Papua.Melihat kemolekan alam bawah laut di Kepulauan Raja Ampat, insting bisnisnya muncul. Usaha berjualan sepeda motor di Belanda ia tinggalkan. Pada 1994, Ammer memutuskan membuka usaha ekowisata bahari di Kepulauan Raja Ampat. Ia mendirikan perusahaan penanaman modal asing berjuluk Papua Diving."Masih kecil-kecilan ketika itu," katanya. Ammer menyewa lahan di pinggir pantai Pulau Mansuar, sepanjang 400 meter, selebar 30 meter. Ia membangun resor di pinggir pantai yang diberi nama Kri Eco Resort.Ada delapan rumah panggung sebagai tempat menginap yang ia dirikan, plus sebuah pondok restoran. Setiap pondok bisa menampung delapan pelancong. Semua bahan baku untuk membuat pondok dari alam. Atap maupun dindingnya berasal dari anyaman daun nyiur.Tiang dan kerangka rumah panggung dari kayu gatal. "Kayu gatal lebih tahan terhadap air laut dibandingkan dengan kayu besi," kata Ammer pula.
Jangan harap bisa menonton TV di Kri Eco Resort. Tarif menginapnya 75 euro per malam. Kalau mau menyelam, mesti bayar lagi 30 euro.Ammer membidik wisatawan kaya dari Eropa dan belahan dunia lain yang hobi menyelam. "Tapi tak mudah menarik mereka ke sini," kata pria yang menikahi gadis asal Sangihe Talaud, Sulawesi Utara, ini. Toh, Ammer tak putus asa.Berbagai upaya mengenalkan objek jualannya dilakukan dengan memasang iklan di majalah yang terbit di Eropa. "Tapi ongkosnya mahal, tak sesuai dengan pendapatan yang diterima," ayah tiga anak itu menambahkan. Ia pun mengubah cara mempromosikan resor.Fotografer dari berbagai majalah di Eropa dan Amerika diundang ke Raja Ampat. "Seluruh biaya saya tanggung," tuturnya. Hasil jepretan dan tulisan fotografer itu kemudian dimuat di majalah dan dibaca publik. Sejak itu, perlahan tapi pasti, arus kunjungan wisatawan dari Eropa dan belahan dunia lain mengalir ke Raja Ampat.Tak puas dengan sebuah resor yang ia miliki, Ammer membangun resor baru yang lebih modern dan mewah, tiga tahun lalu. Namanya, Soredo Resort. Lokasinya sekitar dua kilometer dari Kri Eco Resort, di pantai bagian lain Pulau Mansuar. Ia menyewa lahan 400 x 30 meter."Yang di sini, mau mengakses internet atau nonton CNN bisa," katanya. Makanya, tarif menginapnya lebih mahal, yakni 225 euro atau sekitar Rp 2,7 juta per malam. Setiap tahun, pelancong yang datang ke resor ini mencapai 600 orang. Bila satu wisatawan rata-rata menginap tiga minggu atawa 21 hari, sedikitnya Ammer bisa meraup duit 1 juta euro atau sekitar Rp 12 milyar jika semua turis itu menginap di Kri Eco Resort, dan maksimal 2,835 juta euro atau sekitar Rp 34 milyar bila menginap di Soredo.
Belum lagi dari bisnis penyelaman, yang nilainya juga milyaran rupiah. Wuih, gurih bener! Sayang, gurihnya bisnis ekowisata di Kepulauan Raja Ampat belum dimanfaatkan pemerintah daerah setempat. "Baru tiga tahun Raja Ampat jadi kabupaten," kata Max Wanma, Bupati Raja Ampat. Sebelumnya, Kepulauan Raja Ampat hanya berupa kecamatan di Provinsi Irian Jaya Barat, istilahnya distrik di bawah Kabupaten Sorong.Max Wanma mengakui, potensi wisata di wilayahnya memang belum digali. Pendapatan daerah dari sektor pariwisata juga sangat kecil. Berdasar laporan pendapatan asli daerah (PAD) Raja Ampat tahun 2005, sektor pariwisata hanya menyumbang Rp 45,6 juta dari total PAD Rp 21 milyar. Kebanyakan penerimaan berasal dari usaha perikanan dan pertambangan.Untuk menjalankan roda pemerintahan, Max Wanma mengandalkan dana dari pemerintah pusat. Dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang Rp 300 milyar, sebesar Rp 279 milyar berasal dari Jakarta. Masing-masing dana alokasi umum Rp 216 milyar, dana alokasi khusus Rp 31 milyar, dan dana otonomi khusus Rp 32 milyar.
Kini Raja Ampat lagi punya gawe gede untuk menggenjot PAD. Sektor pariwisata yang belum digarap akan dijadikan lumbung duit. Antara lain dengan mengundang investor untuk menanamkan modal. Proyek besar itu diusung dengan mencanangkan Raja Ampat sebagai kabupaten wisata bahari pada pertengahan Desember ini.Selanjutnya Raja Ampat akan menjadi kabupaten wisata bahari kedua setelah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Yang tak kalah penting adalah membuat peraturan yang jelas dalam hal pajak daerah, sewa lahan, dan pungutan lainnya. "Sehingga pembagian hasil yang diperoleh pemilik usaha wisata mengalir juga ke kami," katanya. Tak hanya Rp 45,6 juta setahun, sementara yang masuk ke kantong pemodal asing seperti Max J. Ammer bisa puluhan milyar rupiah.
Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua
Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP