(www.cenderawasihpos.com, 14-10-2008)
KEEROM - Permasalahan para petani kakao di Kabupaten Keerom yang hingga kini belum terselesaikan secara optimal, akhirnya membuat Staf ahli Bupati Keerom Bidang Pembangunan Anton Sumayanto, SH, M.Si menyampaikan telaah (Kajian) ke Bupati Keerom, Drs. Celsius Watae.
Menurutnya, permasalahan mendasar yang menyebabkan dirinya menyampaikan telaah ke bupati tidak lain atas pokok permasalahan bahwa penanganan pembangaunan komoditas kakao selama ini (Sebelum pemerintahan defenitif hingga kini) dalam pelaksanaan belum tertata, terkonsep dan terukur hasilnya.
Hal itu disebabkan oleh, pertama, aparatur yang menangani bidang perkebunan terkesan belum sungguh-sungguh dalam menangani bidang tugasnya itu, alias apa yang dikerjakannya itu hanya sekedar saja belum berorientasi pada pencapaian hasil dari suatu pelayanan publik. Artinya para aparatur masih berpikir bahwa keuntungan apa yang didapatkan dari kegiatan pelayanan kepada masyarakat pada bidang perkebunan itu.
Kedua, peran petugas penyuluh pertanian (PPL) masih pada orientasi kepentingan pribadi, belum pada pelayanan profesi sebagai seorang penyuluh, sehingga dalam kinerjanya tidak bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan atau tidak bekerja dengana baik dalam mendampingi petani dalam aktivitas perkebunannya itu.
“Selama ini PPL kurang turun lapangan. Padahal tugas PPL harus menjabarkan program dinas yang termuat di dalam program yang dijabarkan ke para petani . petugas PPL juga tidak berkordiansi dengan instansi teknis,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos, di ruang kerjanya, Senin, (13/10).
Dengan adanya kondisi nyata yang ada di bidang perkebunan, dirinya melihat kesejahteraan petani masih rendah, lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani yang berakibat pada panjangnaya tata aniaga dan belum adilnya system pemasaran, lahan pertanian belum dikelola secara optimal sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan.
Ditambahkannya, sesuai dengan data yang dimilikinya, di Keerom ditengarai (Indikasi) ada bibit-bibit kakao yang ditanaman pada lahan-lahan perkebunan, selama ini berasal dari bibit yang kurang berkualitas seperti bibit turunan dari F-2, F-3. bukan bibit yang direkomendasikan pemerintah dari Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Jember Jawa Timur.
“Disini juga pemahaman petani lokal akan perkebunan kakao yang bermutu belum optimal, hal ini bisa dapat dilihat proses penanaman kakao, pembibitan, pemanenan dan sampai pada penanganan pasca panen kakao oleh petani yang sangat sederhana, sehingga jelas mutunya kalah bersaing di pasaran. Dan produksi kakao yang tidak berkesinambungan,” jelasnya.
Atas usulan telaah itu, dirinya mengharapkan agar bupati dapat memerintahkan pimpinan instansi teknis dan kepala badan penyuluhan pertanian dan jajarannya supaya dalam menyusun rencana kerja harus menunjukan indicator keberhasilannya, dan harus hindari manajemen tukang cukur.(nls)