Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org
Showing posts with label Publikasi. Show all posts
Showing posts with label Publikasi. Show all posts

20 December 2008

Siaran Pers : Universitas Negeri Papua dan WWF-Indonesia Sepakati Kerjasama Penelitian dan Pengembangan

Foto Dokumentasi WWF


SIARAN PERS 15 Desember 2008
____________________________________________________________________

Manokwari, 15 Desember 2008 – Universitas Negeri Papua dan WWF-Indonesia akhir pekan lalu (Jumat, 12/11) menandatangani kesepakatan bersama kerjasama penelitian dan pengembangan. Penandatanganan tersebut mempertemukan visi WWF-Indonesia yakni konservasi keanekaragaman hayati bagi kesejahteraan generasi mendatang dan upaya UNIPA mengembangkan penelitian dan pengembangan sebagai bagian penting dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Nota kesepahaman ditandatangani oleh Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Dr. Mubariq Ahmad dan Rektor Universitas Negeri Papua Ir. Yan Pieter Karafir, MEc mewakili masing masing lembaga. Acara penandatanganan nota kesepahaman ini bertempat di Kampus Universitas Negeri Papua di Manokwari dan dihadiri oleh Kepala-kepala dinas terkait di Propinsi Papua Barat, Kepala Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih, para Pembantu Rektor dan Dekan Universitas Negeri Papua serta Direktur WWF-Indonesia Region Sahul.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Negeri Papua Ir. Yan Pieter Karafir, MEc
menekankan pentingnya harmonisasi konservasi dan pertanian agar sumberdaya alam dan fungsi ekosistem yang ada tetap lestari menopang kehidupan manusia. “Terimakasih kepada WWF untuk kerjasama yang akan dibangun ke depan. Ilmu pengetahuan sangat penting sehingga kita tidak selalu saling menyalahkan atas ketertinggalan maupun kemiskinan yang terjadi. Dengan kerjasama ini saya berharap dapat menjawab keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumber daya alam kita, dimana cara-cara ini hanya dapat dilakukan dengan penelitian yang terus menerus.”

Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Dr. Mubariq Ahmad dalam sambutannya menyatakan kesepahaman kerjasama ini sangat penting, “Kami merasa bahwa ini adalah dukungan yang luar biasa bagi WWF-Indonesia dan kami sangat berterimakasih atas kerjasama ini. Melalui kerjasama dengan Universitas Negeri Papua kita dapat bersama-sama belajar dan mengaplikasikan ilmu yang di dapatkan di kampus. Kita berharap agar kedepan kerjasama ini berjalan dengan efektif dan dapat diperluas terutama terkait dengan konservasi sumberdaya alam dan pengembangan ekonomi lingkungan,” ujarnya.

Tujuan kerjasama antara WWF-Indonesia dan Universitas Negeri Papua adalah dalam rangka pengembangan program penelitian dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian sehingga tercapai keseimbangan antara tingkat pemanfaatan dan daya dukung (carrying capacity) sumberdaya alam tersebut. Keseimbangan tersebut diharapkan akan menjamin ketersediaan sumberdaya alam serta pemanfaatannya bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan secara berkelanjutan.

Nota kesepahaman ini akan menjadi dasar kerangka kerjasama antara WWF-Indonesia dan Universitas Negeri Papua dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Lingkup kerjasama tersebut antara lain mencakup pengembangan kegiatan penelitian terkait dengan potensi dan pengelolaan sumberdaya alam, pertukaran informasi, pengembangan sumberdaya manusia, penyediaan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, serta dukungan tenaga ahli.

Untuk informasi selanjutnya silakan hubungi :
1. Drs. Benja V. Mambai, Msi, Direktur WWF-Indonesia Region Sahul
Telepon : 0967 574204, Email : bmambai@wwf.or.id
2. Dr. Ir. Fenny Ismoyo, MSc, Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Papua
Telepon : 0986 214245, 081344623551, Email : fennyismoyo@yahoo.com

Catatan untuk Redaksi:
1. Tentang WWF-Indonesia
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta supporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara dan di Indonesia bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakkan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini di http://www.panda.org/; situs lokal di http://www.wwf.or.id/ dan situs keanggotaan WWF-Indonesia di http://www.supporterwwf.org/.

2. Tentang Universitas Negeri Papua
Universitas Negeri Papua adalah pengembangan dari Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih yang disahkan pada 03 Nopember 2000 dengan keputusan Presiden RI No. 153 Tahun 2000 dan diresmikan oleh DirJen Pendidikan Tinggi pada 28 Juli 2001. Kampus Utama Universitas Papua terletak di Manokwari dan lokasi lainnya terletak di Sorong dan Paniai. Universitas Negeri Papua adalah universitas negeri kedua di Tanah Papua dan memiliki 6 fakutas, 4 pusat studi dan lembaga pengabdian pada masyarakat.
Misi Universitas Papua adalah :
- Menyelenggarakan program pendidikan tinggi dengan prinsip manajemen terpadu.
- Menghasilkan tenaga pemikir dan peneliti yang mampu memuktahirkan IPTEKS
- Menjadi pusat kepakaran dan memberi layanan pemikiran strategis.
- Berorientasi pada produktivitas, kualitas, efisiensi, relevansi dan profesional.

29 October 2008

Publikasi : Pandangan dan Prinsip Pengelolaan Alam Masyarakat Adat Kampung Haya, Mamberamo - Papua


Telah terbit sebuah Publikasi dari Kantor CII Mamberamo Program
Judul : Pandangan dan Prinsip Pengelolaan Alam Masyarakat Adat Kampung Haya
Penulis : Yoseph Watopa
Halaman : 41 lembar
Tim Peneliti : Yoseph Watopa, Jance Bemei, Hugo Yoteni, Yafet Watori, Untung Ginting, Aca Sokoy, Riyadi, Michael Korwa, Yosep Boseren

Kata Pengantar
Kembali lagi kami melaksanakan suatu survei mengenai persepsi masyarakat tentang alam dan konservasi di Mamberamo. Survei ini dilakukan oleh team Multidisciplinary Landscape Assessment (MLA ) di Papua. Team ini telah mengikuti proses pelatihan teori, praktek lapangan dan analisis data pada tahun 2004. Pada studi MLA tahap ke II yang dilaksanakan pada tahun 2006, telah dilakukan adaptasi metode di Mamberamo pada desa Kwerba, Papasena dan Kay, jug diikuti oleh anggota team MLA Papua. Berdasarkan hasil adaptasi metode yang telah dilakukan maka, kami melaksanakan survei ini di Kampung Haya.

Walaupun kampung-kampung yang telah dilakukan kegiatana MLA terletak dalam suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sama yaitu DAS Mamberamo, belum tentu pemahaman dan prioritas tentang alam dari tiap kampung sama. Tiap kampung di Mamberamo memiliki karakteristik alam, budaya dan manusia yang berbeda. Pemahaman tentang alam dilihat sebagai suatu pintu masuk yang baik bagi pengembangan program konservasi di Mamberamo dalam upaya untuk melindungi dan melestarikan kawasan Mamberamo.

Dengan melihat prioritas lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam, kita dapat lebih spesifik menyusun suatu rencana pengelolaan kawasan yang baik untuk konservasi maupun untuk pembangunan. Pembangunan yang dimaksudkan adalah pembangunan yang mengangkat dan melindungi hak masyarakat atas sumber daya alam yang dapat dikelola secara berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip alamiah pelestarian alam berbasis masyarakat adat.

Laporan ini berisi tentang proses kegiatan di kampung Haya, mulai dari tahap persiapan hingga pelaksanaan survei serta hasil analisis LUVI tentang kepentigan lahan, hutan dan spesies.

Proses kegiatan ini dilaksanakan oleh Conservation Internatioan Indonesia Program Papua di Mamberamo, dengan mengikut sertakan staff Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Papua sebagai anggota team MLA Papua. Selain itu, masyarakat lokal juga turut berperan aktif selama proses kegiatan berlangsung, diantaranya beberapa orang dipilih sebagai informan lokal; serta dipilihnya beberapa kelompok masyarakat dalam pembuatan peta sumber daya alam dan kelompok diskusi skoring Pebble Distribution Methode (PDM) di kampung, dimana mereka juga telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membantu proses diskusi-diskusi kelompok maupun kegiatan wawancara.

Kegiatan ini terlaksana atas bantuan dana dari Moore Foundation. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada pihak donor yang telah membantu kami membiayai kegiatan ini. Selain itu kami juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat kampung Haya yang telah bekerja sama dalam melakukan kegiatan survey ini serta berpartisipasi dan mendukung kegiatan ini di kampung . Kami juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Papua, team MLA dari CIFOR di Bogor yang memberikan assistensi , Dewan Adat Mamberamo Raya (DAMR), Kepala Distrik Roufaer, Kepala Kampung Haya dan para kepala suku keret di Kampung Haya. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Tommy Wakum yang telah membantu proses surat menyurat kepada beberapa pihak terkait untuk mendukung terlaksananya kegiatan ini. Kiranya Tuhan pencipta alam semesta akan membalas budi baik Bapak dan Ibu semua.

Peter Kamarea
Mamberamo Program Manager
CII Papua Program

13 September 2007

Jakarta : Ecology of Papua , Buku Terakhir Seri Ekologi Indonesia

(www.kompas.com, 12 September 2007)

JAKARTA, SELASA - Setelah sekitar 10 tahun disusun, buku "Ecology of Papua" yang merupakan seri keenam dan buku terakhir dari seri ekologi Indonesia akhirnya diterbitkan. Buku yang merupakan kumpulan tulisan puluhan pakar ekologi dari seluruh dunia dan diedit Andrew J. Marshall dan Bruce M. Beehler diluncurkan di Ritz Carlton Hotel, Jakarta, Senin (10/9) malam.

Seluruh kontributor buku berasal dari 14 negara dan 59 insitusi. Mereka adalah para peneliti yang berpengalaman selama bertahun-tahun bekerja di lapangan dan tinggal di Papua. Sayang tak banyak peneliti lokal yang muncul, dari sekian banyak, tak kurang dari 10 peneliti asli Indonesia.
"Dalam proses penyusunan buku ini, kami mencoba menemukan pakar di Papua, yang jarang dan sangat spesifik, sehingga kami butuh 86 orang pakar dan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan buku ini daripada buku lainnya dalam seri ekologi," ujar Bruce Beehler, yang saat ini menjabat sebagai Vice President of Conservation International’s Melanesia and the Pacific Islands Center for Biodiversity Conservation.

Sementara itu editor lainnya Andrew J. Marshall, berharap buku tersebut dapat menjadi acuan dan bermanfaat bagi para peneliti Indonesia dan internasional, serta para pelaku konservasi dan pejabat pemerintah di Papua dan Papua Barat. Marshall adalah lulusan Harvard University yang telah meneliti di Indonesia sejak tahun 1996. Ia mengatakan tujuan utama penyusunan buku ini adalah memberikan informasi bagi para perencana pembangnan di Papua.

"Kami berharap dengan informasi dari buku ini bisa berlanjut penelitian dan eksplorasi yang bertaggung jawab," ujarnya. Karena itu, lanjutnya, kami sedang mencari mitra untuk menerbitkannya dalam edisi berbahasa Indonesia.

Buku "Ecology of Papua" terdiri dari 69 bab dan 7 bagian yang terdiri atas Sekilas tentang Papua, Lingkungan Fisik, Flora, Fauna, Ekosistem Alam, Interaksi antara Manusia dan Alam, dan Konservasi Alam Papua. Buku tersebut juga menyajikan informasi mengenai proses evolusi dan biogeografi pembentukan Papua, penelitian biologi, dan eksplorasi serta mendiskusikan dampak lingkungan maupun ekonomi akibat aktivitas manusia saat ini dan di masa depan di sana.

"Ecology of Papua" dibagi dalam dua volume masing-masing setebal 1467 halaman. Buku ini merupakan hasil kerja sama natar Conservation International dengan Universitas Cendrewasih dan Arnold Arbetum of Harvard University dan didukung Grdon and Betty Moore Foundation, BP, dan Tangguh Partners. Buku yang diterbitkan Periplus Internasional ini telah tersedia dengan harga masing-masing sekitar Rp 450.000.

Hadir dalam peluncuran tersebut Jatna Supriatna, Regional Vice President Conservaton International Indonesia, Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi, Presiden Direktur BP Indonesia John C. Minge, Endang Sukara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan, Kementrian Negara Lingkungan Hidup, serta Rektor Universitas Cendrawasih dan Universitas Negeri Papua.

Buku seri Ekologi Indonesia lainnya:
1. The Ecology of the Indonesian Seas
2. The Ecology of Java and Bali
3. The Ecology of Kalimantan
4. The Ecology of Sulawesi
5. The Ecology of Sumatra
6. The Ecology of Papua
Penulis: Wah

13 July 2007

Publikasi : Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat

Judul: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat
Penyusun: Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat
Penerbit: Conservation International Indonesia, 2006
Halaman: xiv + 139 hlm
Uraian Sekilas :
Peta merupakan suatu media yang paling efektif untuk menggambarkan kondisi geografis suatu wilayah. Dalam suatu wilayah pemerintahan misalnya, keberadaan peta sangat penting untuk menentukan pengelolaan yang paling tepat. Peta terpenting yang harus di miliki oleh suatu wilayah pemerintahan adalah peta sumberdaya daerah.

Sebagai kabupaten baru, Raja Ampat memiliki potensi sumberdaya yang luar biasa. Oleh karenanya, peta sumberdaya sangat dibutuhkan untuk membuat pilihan pembangunan di wilayah Raja Ampat. Menjawab kebutuhan tersebut, dibentuklah suatu konsorsium untuk membuat atlas sumberdaya wilayah pesisir di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat. Dengan bantuan berbagai pihak mulai dari pemerintah, kalangan akademis, maupun organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan, atlas ini dibuat untuk kepentingan pengelolaan Kabupaten Raja Ampat baik oleh pemerintah dan seluruh pihak yang terkait.

Atlas ini merupakan terobosan dalam bidang penyajian informasi yang berbasiskan kewilayahan di Kabupaten Raja Ampat. Tak kurang dari 40 peta dapat ditemukan dalam atlas ini. Informasi yang disajikanpun beragam mulai dari kondisi geologis, tipe ekosistem, kawasan konservasi, industri, kependudukan, pariwisata sampai dengan budaya dan bahasa yang ada di Kepulauan Raja Ampat. Di samping itu, atlas ini juga membahas mengenai rencana program pembangunan, pengelolaan kolaboratif, dan rekomendasi pengelolaan wilayah.
*)Fitriah Usman, Research Associate Pusat Studi Biodiversitas dan Konservasi (PSBK) Universitas Indonesia

02 July 2007

Publikasi : Enewsletter WWF-Indonesia Program Region Sahul Papua - Edisi I / 2007 Bahasa Indonesia

Topik Bahasan
- Pilot Project CBSFM di Jayapura : Sediaan Kayu Merbau dan Perdagangannya di Tanah Papua
- TransFly landscape : Kantor Sekretariat untuk Forum DAS BIKUMA di Merauke
- Taman Nasional Lorentz : “Perwakilan terlengkap dari ekosistem di New Guinea”
- Leatherback conservation : Mencari Jejak Penyu Belimbing di Sepanjang Pantai Utara Papua
- Taman Nasional Teluk Cenderawasih : Dukungan Masyarakat bagi Zonasi Taman Nasional
- Jayapura : Hijaukan Kembali Penyangga Cagar Alam Cyclops
- Merauke : Hijaukan Merauke dimulai dari Kampus UNIMER

Untuk informasi lebih lanjut atau untuk mendapatkan elektronik newsletter ini silahkan menghubungi : Lie Tangkepayung (
njtangkepayung@wwf.or.id ) atau Mardiana Warnares (mwarnares@wwf.or.id )
© 2007 WWF- Indonesia Region Sahul

Kantor Program WWF-Indonesia Region Sahul Papua
Jl. Raya Waena-Sentani No.1 Jayapura Papua Indonesia.
Telepon +62 967 574205 Faximile +62 967 574204
Website
http://www.wwf.or.id/

02 March 2007

Publikasi : Tropika Musim Tanam (Januari-Maret Vol 11 No 1,2007)


ISI EDISI INI
LAPORAN UTAMA
Jalan Berliku, Membangun Aceh Tanpa Merusak Hutan.
Tsunami memberikan pelajaran agar alam dipelihara untuk melindungi kehidupan manusia. Conservation International dan WWF menggagas Timber for Aceh (TFA) agar kayu yang digunakan berasal dari hutan yang ramah lingkungan.

Ir.H.Affan Hanifah, MM Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NAD
“Kami Ingin Bekerja Optimal”
Perdebatan mengenai kayu legal dan illegal yang digunakan untuk Rekontruksi Aceh membuat banyak pihak ‘serba salah’. Karena banyaknya sumber-sumber kayu yang berdatangan untuk rekontruksi Aceh, Dinas Kehutanan Ir. Affan Hanifah, mengakui kesulitan untuk mengontrol.

Nana Firman, WWF Aceh Program Coordinator.
Kayu untuk Aceh, Legal dan Ramah Lingkungan
Tsunami, 24 Desember 2004 tidak hanya menyasakan penderitaan, tetapi juga ancaman bahaya lanjutan apabila rekontruksi tidak dilakukan secara hati-hati. Sekitar hampir 500 ribu orang yang terkena tsunami di Aceh kehilangan tempat tinggal. Mereka hidup di barak dan tenda penampungan karena kehilangan rumah tempat tinggal. Artinya untuk membangun kembali Aceh diperlukan kayu-kayu segar dan menjadi pertanyaan darimana kayu tersebut dapat diperoleh sementara hutan yang ada di Aceh pasti tidak cukup?

Kekayaan Alam Terakhir di Taman Nasional Gunung Leuser
Taman nasional Gunung Leuser berlokasi di dua propinsi, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Luasnya kawasan taman nasional ini menjadikannya sebagai suaka alam tropis terbesar dan terkaya di dunia.

LAPORAN KHUSUS
Keanekaragaman Hayati Dalam Proses Pembangunan Aceh
Implementasi pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan terhambat disebabkan implementasi egosektoral dan memprioritaskan pembangunan sektor ekonomi saja.

Pendekatan Analisis Multi Kriteria (MCA) untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Koridor Sumatra Bagian Utara (Northern Sumatra Corridor-NSC) meliputi wilayah seluas kurang lebih 4,5 juta hektar yang berada dalam wilayah administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara.
Kawasan‘Key Biodiversity Area’di Sumatera
Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Conservation International (CI) mempergunakan “sasaran-sasaran konservasi” sebagai dasar ilmiah dalam memfokuskan investasi konservasi secara geografis maupun tematik

WAWANCARA :
Common Agenda Untuk Taman Nasional Gunung Leuser
Ketika terjadi banjir dan tanah longsor yang terjadi di Aceh, ada yang mengkaitkan keberadaan TNGL dengan praktik illegal logging karena diambil untuk keperluan rekontruksi Aceh. Benarkah demikian, ikuti wawancara dengan Ir.Wiratno, Msc Kepala Taman Nasional Gunung Leuser.

DARI LAPANGAN
Perlindungan Orangutan Bersama Masyarakat.
CI di Batang Toru membentuk OPU- Orangutan Protection Unit dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat.
Radio Komunitas Berkembang Pesat
CI Indonesia juga akan terus memfasilitasi Pendirian Radio Komunitas di Ayau, Teluk Mayalibit, dan Meos Mansar.
Ada “Senat” di Raja Ampat.
Bukan senat yang menghasilkan senator sebagai penyambung lidah rakyat di Parlemen ala Amerika. Tapi senat disini bermakna sebuah alas atau tikar yang terbuat dari pohon sagu.
ARTIKEL
Potensi Hutan Aceh dan Upaya Mencegah Bencana Berkelanjutan. Azhar
Menghitung Sumber Daya Alam Melalui Valuasi Ekonomi. Didy Wurjanto
Perubahan Pengetahuan Siswa Tentang Konservasi Melalui Program Mobil Unit “ Moli& Telsi”. Anton Ario

SPESIES
Harimau Dimata Orang Mandailing. Ikror Amin Lubis
Mengenal Banteng ( Bos Javanicus) di Taman Nasional Baluran. M.Yusuf Sabarno
Spesies Baru, Katak Hijau
Untuk mendapatkan Majalah Tropika Edisi ini silahkan menghubungi Sdr. Fahrudin Mangunjaya : f.mangunjaya@conservation.org

20 December 2006

Publikasi : Enewsletter WWF-Indonesia Program Region Sahul Papua - Edisi IV / 2006 Bahasa Indonesia

Topik Bahasan
  • TransFly Ecoregion : Wilayah penting suku besar Malind Anim dalam tata ruang di Selatan Papua
  • Inisiatif penyediaan data dan informasi spatial New Guinea
  • Pilot Project CBSFM di Jayapura : Pengalaman Pengelolaan Hutan oleh Kopermas di Tanah Papua
  • Pilot Project CBSFM di Jayapura : 3 kampung belajar bersama untuk memetakan wilayah adat dan sumber daya alamnya
  • Pemetaan Partisipatif di Asmat : Penuh Tantangan dan Kesungguhan Hati
  • Konservasi Penyu Belimbing : 115 Ha wilayah Pantai Saubeba dan Warmandi area bebas peneluran Penyu Belimbing
  • Taman Nasional Teluk Cenderawasih : Melibatkan Masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam
  • Taman Nasional Teluk Cenderawasih : Speed boat untuk Menunjang aktifitas Konservasi di Teluk Cenderawasih
Untuk informasi lebih lanjut atau untuk mendapatkan elektronik newsletter ini silahkan menghubungi : Lie Tangkepayung (njtangkepayung@wwf.or.id ) atau Mardiana Warnares (mwarnares@wwf.or.id )
© 2007 WWF- Indonesia Region Sahul
Kantor Program WWF-Indonesia Region Sahul Papua
Jl. Raya Waena-Sentani No.1 Jayapura Papua Indonesia.
Telepon +62 967 574205 Faximile +62 967 574204

17 May 2006

Laporan : Perencanaan Pemilihan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan (SUOP) di Mamberamo

(CII Mamberamo Program, 05 Oktober 2006)

Telah terbit sebuah Publikasi dari Kantor CII Mamberamo Program :
Judul : Perencanaan Pemilihan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan (SUOP) di Mamberamo
Penulis : Yoseph Watopa
Halaman : 33 lembar

Kata Pengantar
Kami mengucap syukur ke hadirat Tuhan pencipta alam semesta, karena atas perkenaanNya kami telah melaksanakan kegiatan Sustainable Use Option Plan (SUOP) atau Perencanaan Pilihan Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan di Mamberamo. Maksud dari penulisan laporan ini yaitu guna menyampaikan proses kegiatan dan hasil survey yang dilakukan serta analisa mengenai ancaman dan peluang pemanfaatan sumber daya alam di Mamberamo

Kekayaan sumber daya alam yang melimpah belum tentu berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Wilayah Mamberamo dengan kekayaan alammnya belum dapat menjamin kesejahteraan hidup masyarakatnya. Hal ini terkait dengan perencanaan dan pemanfaatan yang baik atas pilihan sumber daya alam yang bernilai ekonomi dalam jangka panjang.

Ketergantungan yang tinggi akan sumber daya alam mengharuskan perencanaan yang baik akan pengelolaannya. Secara tradisional, masyarakat memiliki pola perencanaan dan pemanfaatan wilayah yang dapat dipakai sebagai strategi perencanaan jangka panjang. Diversifikasi pengolahan hasil alam dapat dilakukan guna peningkatan kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama Conservation International Indonesia-Mamberamo Program dengan Universitas Cenderawasih dan BKSDA I Papua. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada pihak Universitas Cenderawasih dan BKSDA I Papua atas bantuan dan kerjasamanya. Terima kasih kami sampaikan kepada masyarakat desa Dabra, Papasena, Kwerba dan Kasonaweja. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sarmi melalui Kepala Distrik Mamberamo Hulu dan Mamberamo tengah yang mengijinkan kami melakukan survey di Mamberamo. Juga terima kasih, kami sampaikan kepada Dewan Adat Mamberamo Raya atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Sarmi dalam pengelolaan hasil alam di Mamberamo.

Neville J Kemp
Manajer Mamberamo Program

01 March 2006

Publikasi : TROPIKA Edisi Musim Tanam (Januari-Maret 2006/ Vol 10 (1)

ISI EDISI INI :

Menggali Kekayaan Keanekaragaman Hayati Kawasan Mamberamo
Spesies baru terus dijumpai di Mamberamo. Apabila kekayaan hayati ini tidak diteliti, bisa saja mereka punah sebelum diketahui ilmu pengetahuan.

Keanekaragaman Hayati Menurut Masyarakat Mamberamo
CI bekerjasama dengan CIFOR dan LIPI untuk mengadakan pelatihan Multidisciplinary Landscape Assessment (MLA) guna memetakan informasi keanekaragaman hayati serta membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat lokal untuk kegiatan konservasi.

Tantangan di Bentang Alam Mamberamo Raya
Sebagai salah satu wilayah yang memiliki sisa kawasan hutan tropis terbesar di dunia, Papua memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan endemik serta keragaman bahasa dan budaya.

Dari Lapangan
Adakah Orangutan di Tapanuli Selatan
CI Indonesia melakukan survei populasi orangutan Sumatera di kawasan Tapanuli Selatan. Dijumpai beberapa bekas sarang orangutan yang menunjukkan hewan langka tersebut ini ada di kawasan ini.

Dari Safari Ramadhan TNBG di Mandailing Natal

Agroforestri di Pak pak Bharat

Menemukan Kembali Galapagos Asia , Russell A. Mittermeier

Pendidikan
Uji Nyali Melatih SDM di Taman Nasional Tanjung Puting

Pelatihan Konservasi untuk ‘Umar Bakrie’

Perjalanan
Cerita Kangguru Pohon Menipu Anjing
Aksamina Yoanita
Penelitian RAP di Mamberamo membawa kisah kisah lucu. Ada kangguru pohon yang ‘pintar’ membawa anjing pemburu ke daerah tanaman ‘bulu babi’ yang tidak disukai anjing.

Artikel
Penentuan Daerah-daerah utama Konservasi Keanekaragaman Hayati: Pelaksanaannya di Mamberamo. Hendrite Loisa Ohee

Tradisi Dayak Tomon di Rimba Belantikan Eddy Santoso

Kehidupan di Balik Tandus Pantai Berpasir Ma’ruf Kasim

Ekowisata
Rahasia 90 Tahun Cagar Alam Sibolangit
CA Sibolangit merupakan salah satu kawasan konservasi tertua di Indonesia. Layak dikunjungi dan jaraknya hanya 38 km dari Kota Medan.
Andi Siswanda

Spesies
Macan Tutul:Kucing Besar Terakhir di Pulau Jawa Anton Ario

Sosok
Aliya Rohali Mantan Puteri Indonesia ini prihatin dengan pemanasan global.

07 October 2005

Artikel : Pemetaan berbasis masyarakat di desa Papasena I dan desa Kwerba Mamberamo

Salah satu metode dalam kegiatan Multidisciplinary Landscape Assessment atau MLA
(CII Papua Program, 05 Oktober 2005)
Penulis, Yoseph Watopa, Mamberamo Field Coordinator CII Papua Program

Pengertian
Pemetaan partisipatif atau pemetaan berbasis masyarakat pada intinya adalah sama. Masyarakat kampung membuat peta untuk menggambarkan tempat dimana mereka hidup. Orang-orang yang hidup dan bekerja ditempat tersebutlah yang m
emiliki pengetahun mendalam mengenai wilayahnya. Merekalah yang mampu membuat peta secara detail dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pandangan hidup atau harapan untuk masa depan. Dengan kata lain pemetaan masyarakat merupakan cara yang praktis untuk mengumpulkan informasi tentang persepsi masyarakat local terhadap sumberdaya alam dan tempat-tempat khusus yang terdapat di sekitar wilayah desa dalam suatu model geografis.
Dengan demikian pemetaan berbasis masyarakat memberikan suatu penjelasan mengenai tata ruang secara tradisional yang dimiliki oleh komunitas masyarakat adat diwilayah tertentu.

Pemetaan dalam kegiatan MLA
MLA merupakan metode penelitian multidisi
plin yang dikembangkan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk melakukan survei persepsi masyarakat lokal tentang bentang alam (lansekap) hutan dan keaneka ragaman hayati yang terdapat di dalamnya dan hubungannya dengan kebutuhan, pemilihan dan sistem nilai masyarakat. Kegiatan tersebut merupakan penelitian multidisiplin karena melibatkan ahli sosial ekonomi, anthropologi, biologi hutan, botani, tanah dan etnobiologi dalam satu tim peneliti dengan melibatkan masyarakat secara aktif pada proses penyusunan metodologi dan pelaksanaan penelitian. Langkah awal yang dilakukan dalam MLA adalah menggambar bersama dengan penduduk desa, suatu peta lanskap dengan mencantumkan nama lokal dari sungai-sungai dan tempat-tempat, serta lokasi di mana sumber-sumber utama ditemukan menurut masyarakat setempat. Tujuan pembuatan peta ini adalah untuk membangun suatu pemahaman bersama tentang wilayah yang akan diteliti, dan digunakan sebagai pendukung bagi semua aktivitas lain dari MLA. Ini sebabnya mengapa peta digambar pada hari-hari pertama. Peta tersebut akan menjadi penunjuk kepada lokasi-lokasi berdasarkan tipe lahan seperti sungai, gunung, rawa, telaga, sungai kecil, kebun, bekas kebun, bekas kampung dan hutan untuk melakukan survey petak. Seperti dijelaskan diatas peta tersebut berisi sebaran sumber daya alam (seperti tempat kasuari bermain pada musim tertentu, dammar, rawa sagu, sagu tanam dll), daerah sacral, lokasi berburu atau dearah mencari, Manfaat lain yang diperoleh dari kegiatan pemetaan ini adalah sebagai alat komunikasi diantara masyarakat yang terlibat untuk mengingat lokasi-lokasi tertentu yang menjadi milik mereka dan alat komunikasi kepada pihak luar serta menjadi bukti yang dapat berbicara tentang sebaran sumber daya alam yang mereka miliki.

Proses Pemetaan
Pemetaan dilakukan oleh masyarakat di atas sebuah peta dasar hasil foto citra satelit. Peta dasar tersebut berisi sungai besar Mamberamo, beberapa sungai yang bermuara ke sungai Mamberamo, dan beberapa telaga besar. Peta dasar tersebut dibuatkan copian ke dalam kertas kalkir menjadi beberapa lembar peta yang akan diberikan kepada masyarakat. Penggambaran peta diawali dengan menentukan orientasi peta oleh masyarakat dan dilanjutkan dengan pemberian nama sungai-sungai besar dan arah aliran sungai. Kemudian dilanjutkan dengan sungai-sungai kecil yang berair dan telaga-telaga disekitar sungai. Kegiatan ini memerlukan waktu yang lama karena masyarakat akan mengenali sungi-sungai tersebut satu demi satu. Selanjutnya mereka diminta untuk menggambarkan lokasi-lokasi khusus (seperti lokasi bekas kampung, bekas kebun, dll).

Setelah semua digambarkan kegiatan pemetaan dilanjutkan dengan menggambarkan lokasi-lokasi sumberdaya tertentu atau lokasi-lokasi yang menjadi tempat masyarakat melakukan kegiatannya sehari-hari (berkebun, berladang, berburu, mencari gaharu atau dammar dll). Selain itu tempat-tempat tertentu yang bersifat khusus atau sacral juga digambarkan didalam peta dtersebut. Keseluruhan proses pembuatan peta tersebut tidak diselesaikan dalam satu kali pertemuan namun beberapa kali pertemuan, kemudian peta tersebut akan digabungkan terlebih dahulu menjadi satu peta dan kemudian ditempelkan di tempat-tempat terbuka sehingga mudah untuk dilihat oleh masyarakat dan mendapat masukan untuk perbaikan oleh anggota masyarakat lainnya.
Penggambaran obyek di peta dilakukan dengan memberikan tanda atau warna tertentu untuk masing-masing obyek atau legenda yang digambarkan.

Keterlibatan masyarakat
Masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang bentangan alam atau landscape (Ijdoprelaurli dalam bahasa Papasena) yang mereka tempati sehingga mereka sangat antusias dan berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan peta. Pemetaan sumber daya alam wilayah desa dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan berpatokan pada copian peta dasar hasil pemotretan citra satelit dan mereka mengisi bagian yang kosong pada peta dasar. Ada empat kelompok yang dibentuk untuk membuat peta tersebut yaitu kelompok laki-laki tua, laki-laki muda, perempuan tua dan perempuan muda. Masing-masing kelompok mengeluarkan peta yang hampir sama.

Keempat peta awal tersebut kemudian digabungkan menjadi satu. Kegiatan ini merupakan suatu proses yang rumit karena peta-peta dasar hanya memiliki sedikit titik-titik referensi (sungai Mamberamo, sungai Tariku dan sungai Taritatu; serta beberapa danau/ telaga), sedangkan setiap kelompok kemudian menambahkan sungai-sungai kecil yang berlainan di wilayah mereka bersama dengan tempat-tempat dan sumber-sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Proses penggabungan semua informasi tersebut melibatkan banyak anggota masyarakat untuk beberapa hari dan kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan pengecekan silang dan memperbaiki informasi. Kegiatan ini telah menunjukkan pengetahuan mereka yang mendalam tentang wilayah mereka.

Selanjutnya, beberapa pemuda desa menawarkan diri untuk menyempurnakan gambar peta terakhir. Hal ini merupakan aspek baru dari proses pemetaan. Peta tersebut memuat banyak simbol berwarna-warni yang mewakili berbagai sumber daya alam yang ada, dari dataran rendah berawa dekat desa hingga ke puncak gunung yang membutuhkan waktu beberapa hari untuk mencapainya. Masyarakat sangat bangga dengan produk tersebut, dan dipertimbangkan sebagai hasil yang penting dan berguna.

Peta hasil kerja masyarakat ini oleh mereka akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menilai kebijakan pembangunan yang akan berdampak bagi lokasi-lokasi sumber daya alam mereka. Karena selain memuat sumber daya alam dan lokasi pencaharian mereka sehari-hari, peta ini juga memuat daerah-daerah yang menurut mereka adalah sacral dan khusus bagi kehidupan religius dan masa depan generasi mereka.

06 October 2005

Salah satu metode dalam kegiatan Multidisciplinary Landscape Assessment atau MLA
(CII Papua Program, 05 Oktober 2005)
Penulis, Yoseph Watopa, Mamberamo Field Coordinator CII Papua Program

Pengertian
Pemetaan partisipatif atau pemetaan berbasis masyarakat pada intinya adalah sama. Masyarakat kampung membuat peta untuk menggambarkan tempat dimana mereka hidup. Orang-orang yang hidup dan bekerja ditempat tersebutlah yang memiliki pengetahun mendalam mengenai wilayahnya. Merekalah yang mampu membuat peta secara detail dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pandangan hidup atau harapan untuk masa depan. Dengan kata lain pemetaan masyarakat merupakan cara yang praktis untuk mengumpulkan informasi tentang persepsi masyarakat local terhadap sumberdaya alam dan tempat-tempat khusus yang terdapat di sekitar wilayah desa dalam suatu model geografis.
Dengan demikian pemetaan berbasis masyarakat memberikan suatu penjelasan mengenai tata ruang secara tradisional yang dimiliki oleh komunitas masyarakat adat diwilayah tertentu.

Pemetaan dalam kegiatan MLA
MLA merupakan metode penelitian multidisiplin yang dikembangkan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk melakukan survei persepsi masyarakat lokal tentang bentang alam (lansekap) hutan dan keaneka ragaman hayati yang terdapat di dalamnya dan hubungannya dengan kebutuhan, pemilihan dan sistem nilai masyarakat. Kegiatan tersebut merupakan penelitian multidisiplin karena melibatkan ahli sosial ekonomi, anthropologi, biologi hutan, botani, tanah dan etnobiologi dalam satu tim peneliti dengan melibatkan masyarakat secara aktif pada proses penyusunan metodologi dan pelaksanaan penelitian.

Langkah awal yang dilakukan dalam MLA adalah menggambar bersama dengan penduduk desa, suatu peta lanskap dengan mencantumkan nama lokal dari sungai-sungai dan tempat-tempat, serta lokasi di mana sumber-sumber utama ditemukan menurut masyarakat setempat. Tujuan pembuatan peta ini adalah untuk membangun suatu pemahaman bersama tentang wilayah yang akan diteliti, dan digunakan sebagai pendukung bagi semua aktivitas lain dari MLA. Ini sebabnya mengapa peta digambar pada hari-hari pertama. Peta tersebut akan menjadi penunjuk kepada lokasi-lokasi berdasarkan tipe lahan seperti sungai, gunung, rawa, telaga, sungai kecil, kebun, bekas kebun, bekas kampung dan hutan untuk melakukan survey petak. Seperti dijelaskan diatas peta tersebut berisi sebaran sumber daya alam (seperti tempat kasuari bermain pada musim tertentu, dammar, rawa sagu, sagu tanam dll), daerah sacral, lokasi berburu atau dearah mencari, Manfaat lain yang diperoleh dari kegiatan pemetaan ini adalah sebagai alat komunikasi diantara masyarakat yang terlibat untuk mengingat lokasi-lokasi tertentu yang menjadi milik mereka dan alat komunikasi kepada pihak luar serta menjadi bukti yang dapat berbicara tentang sebaran sumber daya alam yang mereka miliki.

Proses Pemetaan
Pemetaan dilakukan oleh masyarakat di atas sebuah peta dasar hasil foto citra satelit. Peta dasar tersebut berisi sungai besar Mamberamo, beberapa sungai yang bermuara ke sungai Mamberamo, dan beberapa telaga besar. Peta dasar tersebut dibuatkan copian ke dalam kertas kalkir menjadi beberapa lembar peta yang akan diberikan kepada masyarakat. Penggambaran peta diawali dengan menentukan orientasi peta oleh masyarakat dan dilanjutkan dengan pemberian nama sungai-sungai besar dan arah aliran sungai. Kemudian dilanjutkan dengan sungai-sungai kecil yang berair dan telaga-telaga disekitar sungai. Kegiatan ini memerlukan waktu yang lama karena masyarakat akan mengenali sungi-sungai tersebut satu demi satu. Selanjutnya mereka diminta untuk menggambarkan lokasi-lokasi khusus (seperti lokasi bekas kampung, bekas kebun, dll).

Setelah semua digambarkan kegiatan pemetaan dilanjutkan dengan menggambarkan lokasi-lokasi sumberdaya tertentu atau lokasi-lokasi yang menjadi tempat masyarakat melakukan kegiatannya sehari-hari (berkebun, berladang, berburu, mencari gaharu atau dammar dll). Selain itu tempat-tempat tertentu yang bersifat khusus atau sacral juga digambarkan didalam peta dtersebut. Keseluruhan proses pembuatan peta tersebut tidak diselesaikan dalam satu kali pertemuan namun beberapa kali pertemuan, kemudian peta tersebut akan digabungkan terlebih dahulu menjadi satu peta dan kemudian ditempelkan di tempat-tempat terbuka sehingga mudah untuk dilihat oleh masyarakat dan mendapat masukan untuk perbaikan oleh anggota masyarakat lainnya.
Penggambaran obyek di peta dilakukan dengan memberikan tanda atau warna tertentu untuk masing-masing obyek atau legenda yang digambarkan.

Keterlibatan masyarakat
Masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang bentangan alam atau landscape (Ijdoprelaurli dalam bahasa Papasena) yang mereka tempati sehingga mereka sangat antusias dan berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan peta. Pemetaan sumber daya alam wilayah desa dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan berpatokan pada copian peta dasar hasil pemotretan citra satelit dan mereka mengisi bagian yang kosong pada peta dasar. Ada empat kelompok yang dibentuk untuk membuat peta tersebut yaitu kelompok laki-laki tua, laki-laki muda, perempuan tua dan perempuan muda. Masing-masing kelompok mengeluarkan peta yang hampir sama.

Keempat peta awal tersebut kemudian digabungkan menjadi satu. Kegiatan ini merupakan suatu proses yang rumit karena peta-peta dasar hanya memiliki sedikit titik-titik referensi (sungai Mamberamo, sungai Tariku dan sungai Taritatu; serta beberapa danau/ telaga), sedangkan setiap kelompok kemudian menambahkan sungai-sungai kecil yang berlainan di wilayah mereka bersama dengan tempat-tempat dan sumber-sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Proses penggabungan semua informasi tersebut melibatkan banyak anggota masyarakat untuk beberapa hari dan kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan pengecekan silang dan memperbaiki informasi. Kegiatan ini telah menunjukkan pengetahuan mereka yang mendalam tentang wilayah mereka.

Selanjutnya, beberapa pemuda desa menawarkan diri untuk menyempurnakan gambar peta terakhir. Hal ini merupakan aspek baru dari proses pemetaan. Peta tersebut memuat banyak simbol berwarna-warni yang mewakili berbagai sumber daya alam yang ada, dari dataran rendah berawa dekat desa hingga ke puncak gunung yang membutuhkan waktu beberapa hari untuk mencapainya. Masyarakat sangat bangga dengan produk tersebut, dan dipertimbangkan sebagai hasil yang penting dan berguna.

Peta hasil kerja masyarakat ini oleh mereka akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menilai kebijakan pembangunan yang akan berdampak bagi lokasi-lokasi sumber daya alam mereka. Karena selain memuat sumber daya alam dan lokasi pencaharian mereka sehari-hari, peta ini juga memuat daerah-daerah yang menurut mereka adalah sacral dan khusus bagi kehidupan religius dan masa depan generasi mereka.

23 March 2005

Artikel : Identifikasi Peluang Pengembangan Usaha Ekonomi Berbasis Masyarakat Di Desa Papasena I Dan Kwerba Mamberamo

(CII Papua Program, 22 Maret 2005)
Penulis, Yoseph Watopa, Mamberamo Field Coordinator CII Papua Program

Disadari bahwa pemenuhan kebutuhan dasar manusia sangat penting guna menunjang aktivitas manusia termasuk aktivitas konservasi. Tiap-tiap wilayah yang masuk dalam areal konservasi tentunya berbeda karakteristiknya termasuk perbedaan karakteristik ekonomi, social, budaya. Itu sebabnya perlu pendekatan yang berbeda pada tiap wilayah sehingga paling tidak akan memberikan dampak yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat diwilayah tersebut.

Tulisan ini mencoba untuk melihat lebih
dekat peluang-peluang kegiatan ekonomi produktif di tingkat local pada desa Papasena I dan desa Kwerba. Data-data yang digunakan adalah data hasil kegiatan Sosial Feasibility Study dan Kegiatan Multidisciplinary Landscape Assessment, yang telah dilakukan di dua desa tersebut dan juga data hasil observasi melalui kunjungan beberapa kali pada desa-desa tersebut.

Peningkatan pendapatan masyarakat akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan akan aktivitas lainnya, oleh kaena itu perlu dicari cara pengelolaan yang sustainable sehingga tidak mengurangi populasi dan merusak ekosistem, tetapi juga dapat memberikan penghasilan langsung kepada masyarakat.

Pada kedua desa ini terda
pat pasar tradisional dan beberapa warga yang memiliki kios sederhana dirumah-rumah mereka. Hal ini menunjukan adanya perputaran uang telah berlaku di desa-desa ini. Selain itu adanya ada beberapa warga yang berdagang keluar wilayah desa dengan membawa hasil tangkapan mereka ke pasar kecamatan dan bahkan ke Jayapura. Hasil alam yang dijual keluar biayasanya adalah kulit buaya dengan ukuran yang telah disepakati oleh FAO dan pelampung ikan sembilang. Pendapatan yang diperoleh dari hasil jualan kulit buaya dan pelampung ikan cukup tinggi.

1. Kondisi Desa
A. Desa Papasena I

Desa Papasena I menjadi desa administrative tahun 1971 dengan jumlah penduduk 377 jiwa atau 80 KK. Desa Papasena I termasuk dalam Distrik Mamberamo Hulu Kabupaten Sarmi. Ada lima (5) Suku yang mendiami wilayah desa Papasena ini yaitu : Suku Wardargo dengan marga utamanya adalah Dude I, Suku Kwaketai dengan marga utamanya adalah Dude II, Suku Batero dengan marga utamanya adalah Kawena, Suku Kawita dengan marga utamanya adalah Khu dan Suku Pokhourta dengan marga utamanya adalah Ewey sebagai pemilik utama hak ulayat di Desa Papasena. Mata pencaharian utama adalah bercocok tanam, berburu dan meramu secara tradisional.

Suku-suku yang mendiami wilayah Papasena umumnya mempunyai sejarah dan asal-usul yang berbeda, namun setelah lama
tinggal bersama-sama maka merekapun kini telah menggunakan satu bahasa saja yaitu bahasa Papasena untuk berkomunikasi. Masyarakat masih memegang adat istiadat mereka, hal ini dapat terlihat dari sistim perkawinan yaitu sistim perkawinan tukar dan sistim kepercayaan tradisional mereka tentang penguasa alam sekitar mereka. Sebagian besar penduduk desa Papasena I bekerja sebagai petani dan berburu buaya dan menjual pelampung ikan. Dari hasil kuisionier dan wawancara diketahui bahwa penghasilan atau pendapatan masyarakat diperoleh dari mencari ikan dan pelampung ikan, menjual hasil kebun dan menjual kulit buaya. Dicatat pula ada 3 keluarga yang membuka kios dengan menjual beberapa barang kebutuhan sehari hari seperti garam, gula, rokok dan alat pancing seperti nilon dan kail.

Jumlah KK keseluruhan adalah 80 KK namun dalam pembagian menurut mata pencahariannya, ada yang bekerja lebih dari satu. Dalam proses ini hanya didata jumlah KK yang fokus pada salah satu mata pencaharian utama, sehingga totalnya 63 KK. Selain itu saat pengambilan data beberapa penduduk sedang berada di tempat mencari.

B. Desa Kwerba
Desa Kwerba merupakan desa
terakhir dari Kecamatan Mamberamo Tengah yang berbatasan dengan Desa Sikari di kecamatan Mamberamo Hulu. Secara administratif Desa Kwerba belum menjadi Desa dan masih termasuk dalam administrasi desa Burumeso Distrik Mamberamo Tengah.

Desa Kwerba berada pada kaki Pengunungan Foja dan merupakan satu-satunya desa terdekat dengan Pegunungan Foja. Tepat didepan desa Kwerba terbentang aliran sungai Mamberamo yang penuh dengan jeram, daerah ini dinamakan ”Batavia”. Selama musim hujan, perahu motor dapat mencapai pusat desa, namun ketika musim kemarau, dari Juni hingga Oktober, perahu semacam itu tidak dapat masuk melebihi mulut sungai Wiri. Dari sana dibutuhkan 45 menit sampai satu jam untuk berjalan kaki melewati beberapa bukit dan sungai kecil untuk mencapai areal pemukiman di pusat desa.

Penduduk desa Kwerba berjumlah 354 jiwa dengan 54 KK, semuanya telah tinggal dan menetap hidup sebagai masyarakat Kwerba. Dalam tatanan marga Kwerba terdapat 8 Marga yang berbeda dengan penggunaan lahan secara bersama-sama, dengan tidak melihat siapa sebagai pemilik tepat utama. Lokasi yang sekarang dijadikan desa adalah milik suku Maner yang datang dari gunung Foja. Suku besar lainnya adalah suku Tawane, Haciwa dan Meob.

Sama seperti desa lainnya di Mamberamo, masyarakat Kwerba mengenal budaya system perkawinan tukar. agama Kristen dominan di
anut oleh mereka walaupun ada beberapa warga yang masih menganut kepercayaan terhadap alam semeseta.
Beda dengan daerah Papasena, masyarakat Kwerba yang bermukim di daerah pegunungan lebih sering melakukan aktivitas berburu. Wa
lalupun mereka ada juga yang berkebun namun dalam skala kecil.

Penghasilan mereka berasal dari berburu, berkebun dan mencari ikan. Hasil buruan berupa daging babi, kasuari, laolao. Hasil kebun berupa ubi, pisang dan sayur. Ada juga beberapa warga yang bekerja sebagai mantri dan guru bantu serta pedagang kios. Pendapatan tunai penduduk lebih sering diperoleh dari hasil buruan dengan menjual burung cenderawasih, kakak tua dan kulit buaya.

2. Identifikasi Kegiatan Ekonomi Mas
yarakat
Untuk memperoleh pendapatan tunai, ada beberapa kegiatan pemanfaatan sumber alam yang dilakukan oleh masyar
akat. Dari hasil identifikasi melalui kegiatan MLA pengamatan langsung dan observasi yang dilakukan di kedua desa ini, dapat ditunjukkan beberapa kegiatan pemanfaatan hasil alam yang jika dikelola dengan baik akan menjadi kegiatan ekonomi produktif yang bersifat komunal bagi masyarakat guna peningkatan kesejahteraan.




3. Pemasaran
Pemasaran kulit buaya dan pelampung ikan dilakukan dengan cara :

  • Dari masyarakat ke pedagang pengumpul di Mamberamo yang berlokasi di Kecamatan dan pos-pos mencari. Di Mamberamo harga jual untuk pelampung ikan 1 kg Rp. 45.000 sedangkan di Jayapura 1 kg seharga Rp.90.000. Harga Jual kulit buaya di Mamberamo dan di Jayapura tidak mengalami perbedaan yaitu 1 inchi seharga Rp. 16.000.
  • Masyarakat menjual langsung ke Jayapura. Untuk menjual langsung ke Jayapura perlu biaya transportasi dan perhitungan jumlah hasil jualan yang matang dari masyarakat untuk mengembalikan biaya transportasi.
4. Kendala dan Potensi
Transportasi merupakan faktor penghambat dalam proses pemasaran hasil alam yang dilakukan oleh masyarakat pada kedua desa, baik dari segi jumlah alat transportasi maupun biaya sangat mempengaruhi.

Kedua desa masing-masing telah memiliki perahu motor milik desa, namun harga bensin yang cukup tinggi (1 liter Rp. 10.000, sampai Rp. 20.000) membuat mereka harus menunggu sampai beberapa orang untuk dapat menggunakan perahu bersama sehingga dapat menanggulangi harga bensin. Selain itu transportasi dengan menggunakan pesawat Cessna hanya dapat dilakukan jika pesawat sedang mengantar penumpang yang turun di desa dan itupun jarang dan hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang saja.

Kendala lainnya adalah jiwa usaha yang masih rendah. Perlu dibina bagaimana memutar hasil jualan untuk memperoleh kembali modal usaha dan laba. Hal ini perlu bagi mereka sehingga sedikitnya dapat merubah pola hidup dari subsisten ke pola hidup yang sedikit maju.

Tersedianya sumber alam yang melimpah merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Dengan melakukan diversivikasi usaha seperti pelampung/perut ikan yang diambil, dagingnya dapat dibuat ikan asin, abon ikan atau pakan ternak. Juga kulit buaya yang diambil, dagingnya bisa dibuatkan dendeng. Selain itu upaya untuk membentuk kelompok usaha dapat dilakukan dengan pembinaan beberapa warga masyarakat yang dilihat telah memiliki jiwa usaha. Potensi yang tak kalah penting adalah peluang untuk membangun mitra usaha antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan pengusaha yang ada disekitar wilayah Mamberamo dengan system pendampingan usaha pada kelompok-kelompok usaha di masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kompensasi moral kepada masyarakat yang sumber daya alamnya telah dimanfaatkan lembaga-lembaga yang bergerak di Mamberamo.

5. Kesimpulan
Penduduk desa Papasena I dan desa Kwerba memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Kulit buaya dan pelamung ikan sembilang adalah sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai model usaha bersama dalam bentuk kelompok-kelompok usaha. Pendapatan tunai yang diperoleh cukup besar tergantung dari volume penjualan per bulan. Hal ini dilihat sebagai peluang yang dapat dikembangkan dan kelola secara baik bagi kelompok usaha masyarakat. Diperlukan pendampingan-pendampingan usaha kepada masyarakat, perlu dipikirkan proses pemasaran yang lancar untuk memudahkan masyarakat menjual hasil usaha mereka.

21 October 2004

Publikasi : Penilaian Kondisi Biologi Di Yongsu-Pegunungan Cyclops dan Selatan Sungai Mamberamo Papua

Buletin RAP No.25
Judul dalam Bahasa Inggris : A Biodiversity Assessment of Yongsu - Cyclops Mountains and the Southern Mamberamo Basin, Papua, Indonesia
Editor : Stephen J. Richards and Suer Suryadi
Bahasa : Inggris dan Indonesia
Halaman : 184
Tipe File : PDF

Laporan Ringkasan :

Tanggal Ekspedisi
Pelatihan RAP di Yongsu: 19–30 Agustus 2000
Ekspedisi RAP Mamberamo: 1–15 September 2000

Deskripsi Lokasi
Pelatihan RAP dilaksanakan di sekitar Yongsu Dosoyo, sebelah utara Cagar Alam Pegunungan Cyclops, Propinsi Papua, Indonesia. Kawasan ini memiliki kontur topografi yang tinggi dengan punggung gunung yang berlekuk-lekuk dengan ketinggian lebih dari 1000 m hingga tepi laut dengan jarak kurang dari 5 km. Tidak terdapat dataran pesisir dan pelatihan dilakukan pada hutan yang terletak antara ujung utara lereng Pegunungan Cyclops dan laut.

Ekspedisi RAP mengeksplore berbagai habitat darat dan air di dua lokasi sekitar kampung Dabra, sebelah selatan daerah aliran Sungai Mamberamo. Aliran sungai ini mendukung hutan hujan dataran rendah asli yang luas di sebelah utara dari Cordillera tengah. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air yang terluas, menampung semua aliran sungai-sungai kecil ke utara yang turun mulai dari pegunungan tengah antara perbatasan Papua New Guinea dan sekitar 137° bujur barat. Batas permukaan air di sungai utama sangat berfluktuasi sepanjang tahun, menciptakan berbagai habitat termasuk rawa-rawa dan hutan terendam, rawa berumput, sungai mati, dan danau kecil. Terdapat daerah peralihan dari dataran rendah ke hutan di kaki bukit di sebelah selatan Mamberamo dimana Cordillera tengah menjulang tajam dari dataran rendah berawa. Survey kami dilakukan pada musim kering ketika permukaan air di sungai utama dan aliran sungai kecil dari cordillera tengah secara relatif sedang rendah.

Alasan Pelaksanaan Pelatihan dan Survei RAP
Pelatihan RAP dilakukan karena di Papua belum banyak ilmuwan yang memiliki kemampuan untuk secara cepat mengumpulkan, menganalisa, dan menyebarluaskan informasi keanekaragaman hayati yang sangat penting untuk membuat rekomendasi konservasi yang memadai. Pelatihan ini juga memberikan kesempatan untuk melakukan survei flora dan fauna di pesisir utara Pegunungan Cyclops. Daerah aliran Sungai Mamberamo menjadi fokus ekspedisi RAP karena luasnya daerah yang masih alami, hutan yang jarang penduduknya dan belum banyak didokumentasi serta menghadapi ancaman yangmeningkat. Rencana Megaproyek Mamberamo termasuk peleburan aluminium dan perluasan industri pertanian yang listriknya disuplai dari dam pembangkit listrik tenaga air, akan merendam sejumlah besar areal hutan. Dam juga akan mengubah pola aliran air di hilir dengan dampak serius pada dinamika ekologi di ekosistem hutan dan perairan. Migrasi manusia yang berhubungan dengan proyek tersebut tidak diragukan lagi akan memberi dampak budaya yang serius bagi masyarakat adat yang tinggal di daerah aliran Sungai Mamberamo. Jika proyek ini dilaksanakan maka akan menimbulkan bencana besar yang saat ini sudah memperoleh tekanan dari aktivitas penebangan hutan. Pada kondisi tersebut, kajian mengenai kondisi dan nilai keragaman hayati dari eksositem hutan rimba yang luas ini sangat diperlukan untuk membantu pengembangan strategi konservasi dan pembangunan yang tepat.

Hasil-hasil Utama
Dua puluh tiga ilmuwan lokal dari Universitas Cenderawasih Papua, LSM, dan lembaga-lembaga di bawah Departemen Kehutanan dilatih oleh 10 ilmuwan dalam dan luar negeri yang ahli untuk flora atau fauna di kawasan ini. Hutan di Yongsu merupakan sumberdaya penting bagi penduduk setempat tetapi tingkat pemanfaatan tumbuhan dan hewan tampak berkelanjutan dan masih terdapat hutan luas tak terganggu di sekitar kampung. Hal ini berbeda dengan daerah di sebelah timur-laut Pegunungan Cyclops yang hutannya
sudah terdegradasi berat. Masyarakat Yongsu mendukung kegiatan konservasi di daerah ini sehingga untuk jangka panjang, kondisi hutan yang bagus di dearah Yongsu dapat dipertahankan. Survei di Mamberamo bukti membuktikan bahwa hutan, ekosistem perairan, dan tanah di sungai pada kondisi yang bagus. Tingkat populasi penduduk masih tergolong sangat rendah dan total areal yang telah dikonversi menjadi kebun
masih kecil.

Namun, pengamatan udara tampak jelas adanya perluasan jalan logging ke arah dari sungai dari utara menuju Mamberamo. Berdasarkan jumlah spesies yang berhasil ditemukan selama survei, proporsi ikan introduksi ada pada tingkat yang mengkhawatirkan (17,1%), dan dampaknya pada ekosistem perairan serta spesies ikan asli sangat perlu untuk dikaji. Terlepas dari posisinya yang berdekatan, kedua lokasi utama survei (Furu dan Tiri) memiliki flora dan fauna yang agak berbeda. Terdapat lebih banyak vegetasi sekunder di Furu daripada di Tiri, akibat dari besarnya dampak kegiatan manusia di lokasi tersebut. Selain itu, adanya hutan bukit di Furu memungkinkan diperolehnya berbagai tumbuhan dan satwa yang berbeda. Diperlukan survey tambahan di kawasan ini pada beberapa rentang ketinggian untuk memperoleh kajian lengkap mengenai nilai keanekaragaman hayatinya.

Rekomendasi dan Aktivitas Konservasi
Hutan di sekitar Yongsu tampaknya relatif terlindungi karena penduduk setempat mendukung inisiatif konservasi di daerah ini. Untuk memastikan berlanjutnya perlindungan hutan di Yongsu diperlukan kerjasama lebih lanjut dengan masyarakat di Yongsu. Karena letaknya yang dekat dari Jayapura dan hutannya yang sangat bagus, Yongsu merupakan tempat yang cocok untuk melanjutkan program pelatihan
bagi ilmuwan Papua. Hal ini akan memungkinkan masyarakat lokal dapat terus memperoleh manfaat dari perlindungan hutan mereka.

Ekspedisi RAP ke Daerah Aliran Sungai Mamberamo memastikan bahwa flora dan fauna di rimba belantara ini adalah luar biasa beragam tetapi dokumentasinya masih sedikit. Diperlukan beberapa survei tambahan pada sejumlah ketinggian untuk menentukan status dan distribusi spesies yang terancam dan langka untuk melengkapi informasi mengenai pola keragaman spesies dan endemisitas di Mamberamo. Proyek-proyek besar seperti Proyek Mega Mamberamo yang akan mengubah dan merusak eksosistem hutan dan
perairan harus ditolak dan masyarakat lokal perlu didorong untuk mengembangkan proyek-proyek pembangunan yang memperhatikan aspek ekologi. Kepadatan penduduk yang rendah dan hutan yang luas membuat Daerah Aliran Sungai Mamberamo menjadi tempat ideal untuk konservasi keanekaragaman hayati. Mamberamo merupakan salah satu hutan hujan asli terluas yang tersisa di dunia. Hasil RAP ini dapat digunakan oleh CI-Papua, masyarakat lokal, dan lembaga lainnya untuk merevisi dan memperkuat sistem kawasan lindung yang telah ada; dan menentukan daerah kunci di Mamberamo untuk konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan sumberdayanya oleh masyarakat.

Untuk mendapatkan File Laporannya secara lengkap dalam format PDF silahkan menghubungi Kantor Conservation International Indonesia – Papua Program (Mamberamo Program) di email :
ci-papua@conservation.or.id

Download File Per BAB
Table of Content , Ringkasan Eksekutif , Laporan Ringkas

Bab 2:Plant diversity in lowland forests of the Yongsu area, Papua, Indonesia Yance de Fretes, Conny Kameubun, Ismail A. Rachman, Julius D. Nugroho, Elisa Wally, Herman Remetwa, Marthen Kabiay, Ketut G. Suartana, and Basa T. Rumahorbo

Bab 3:Vegetation of the Dabra area, Mamberamo River Basin, Papua, IndonesiaYance de Fretes, Ismail A. Rachman, and Elisa Wally

Bab 4:Aquatic Insects of the Dabra area, Mamberamo River Basin, Papua, Indonesia Dan A. Polhemus

Bab 5:Butterflies of the Yongsu area, Papua, Indonesia Edy Rosariyanto, Henk van Mastrigt, Henry Silka Innah, and Hugo Yoteni

Bab 6:Butterfles and Moths of the Dabra area, Mamberamo River Basin, Papua, Indonesia Henk van Mastrigt and Edy Rosariyanto

Bab 7:Fishes of the Yongsu and Dabra areas, Papua, Indonesia Gerald R. Allen, Henni Ohee, Paulus Boli, Roni Bawole, and Maklon Warpur

Bab 8:Amphibians and Reptiles of the Yongsu area, Papua, Indonesia Stephen Richards, Djoko T. Iskandar, Burhan Tjaturadi, and Aditya Krishar

Bab 9:Amphibians and Reptiles of the Dabra area, Papua, Indonesia Stephen Richards, Djoko T. Iskandar, Burhan Tjaturadi, and Aditya Krishar

Bab 10:Birds of the Yongsu area, Northern Cyclops Mountains, Papua, Indonesia Pujo Setio, Paul Johan Kawatu, David Kalo, Daud womsiwor, and Bruce M. Beehler

Bab 11:Birds of the Dabra area, Papua, Indonesia Bas van Balen, Suer Suryadi, and David Kalo

Bab 12:Small mammals of the Dabra area, Papua, Indonesia Rose Singadan and Freddy Patiselanno

Peta