Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

28 June 2009

Nasional : Jangan Sampai Bambu Punah

(www.kompas.com, 27-06-2009)
BANDUNG, KOMPAS.com - Diperkirakan sekitar 15 tahun hingga 20 tahu ke deapan orang Indonesia tidak akan melihat lagi pohon bambu akibat akibat eksplorasi besar-besaran tanpa disertai budidaya. Kenyataan ini, jika dibiarkan akan berpangaruh terhadap keseimbangan lingkungan. 
   
Penelitu Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, mengatakan itu kepada wartawan di Bandung, Sabtu (27/6). Menurutnya, pemerintah Indonesia hingga kini belum menunjukkan kepeduliannya.
   
"Buktinya, hingga saat ini pemerintah Indonesia belum memasukkan bambu ke dalam jenis tanaman yang dilindungi," kata Elizabeth seusai bicara dalam Seminar sehari Bambu untuk Kehidupan Modern (Bamboo for Modern Life) di Saung Angklung Udjo Bandung itu.
   
Untuk melindungi pohon bambu dari kepunahan, menurut Elizabeth, salah satunya tidak mengeksplorasi secara besar-besaran dan ada upaya pengendalian atau kuota dalam mengeksplorasinya. "Selain itu, juga harus ada upaya budidaya, sehingga habitatnya tetap seimbang," kata Elizabeth, seraya menambahkan pohon ini sangat baik untuk konservasi air.
   
Selain upaya tersebut, lanjut perempuan yang selama 33 tahun hingga sekarang eksis dalam penelitian bambu itu, harus ada kemauan pemerintah Indonesia membuat regulasi perlindungan bambu. "Bisa saja pemerintah memasukkan bambu ke dalam jenis tanaman lain yang dilindungi, lengkap dengan sanksi, sebagaimana regulasi lainnya," katanya.
   
Ancaman lain terhadap kepunahan bambu, sebagai pohon penahan erosi tersebut karena semakin sempitnya lahan kebun bambu akibat berubah fungsi, antara lain jadi perumahan atau industri.
   
Ia menyebutkan, di Indonesia terdapat 160 jenis bambu, dan 88 jenis di antaranya, merupakan bambu endmik atau jenis bambu khas yang terdapat di suatu daerah.
   
Semua jenis bambu itu memiliki barbagai nilai yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, selain untuk kebutuhan perumahan dan perkakas rumah tangga atau tanaman hias, bambu merupakan salah satu jenis pohon yang sangat baik untuk kelestarian lingkungan. "Sebagai fungsi pelestari lingkungan yang paling baik, bisa kita buktikan setiap ada rumpun bambu di sana sudah pasti ada sumber air," katanya.
 XVD, Sumber : Ant

21 June 2009

Manca Negara : Ekuador : Katak Kaca dari Ekuador

(www.kompas.com, 20-06-2009)
JAKARTA, KOMPAS.com — Para ilmuwan dari organisasi lingkungan hidup Conservation International (CI) dalam penelitian keragaman hayati di Hutan Lindung Nangaritza Ekuador dekat perbatasan Peru menemukan katak kaca atau kristal yang disebut Hyalinobatrachium pellucidum.

Jenis amfibi ini berukuran lebih kecil dari kuku jari dan berkulit transparan sehingga organ dalamnya tampak dari luar. Satwa ini tergolong terancam punah.

Di lokasi yang sama, peneliti dari CI juga menemukan paling tidak 15 fauna dan flora yang tergolong baru bagi khazanah ilmiah.

Di dunia diperkirakan terdapat 14 juta flora-fauna, yang telah teridentifikasi manusia hanya sekitar 1,8 juta.

19 June 2009

Manca Negara : Kamboja : Lumba-lumba Irawadi di Ambang Kepunahan

(www.kompas.com, 18-06-2009)
KRATIE, KOMPAS.com — Para aktivis pelestarian lingkungan memperingatkan bahwa lumba-lumba Irawadi, salah satu mamalia langka dunia, di ambang kepunahan.

Lumba-lumba Irawadi Sungai Mekong hanya ditemukan di Kamboja dan Laos.

Badan konservasi alam dunia (WWF) mengatakan, hanya sekitar 70 lumba-lumba jenis itu yang tersisa dan binatang ini akan punah jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkannya. Populasi lumba-lumba ini semakin turun dalam beberapa tahun dan laporan WWF ini adalah peringatan nyata bahwa kelangsungan hidup mereka sangat terancam.

Saat ini hanya beberapa lusin lumba-lumba yang tersisa, kebanyakan berkumpul di perputaran Sungai Mekong di kota Kratie, Kamboja. Namun, populasi lumba-lumba di kawasan ini juga dalam keadaan kritis. Yang paling mengkhawatirkan dua pertiga kematian dalam beberapa tahun belakangan melanda bayi lumba-lumba. Jika yang muda tidak selamat maka spesies ini tidak memiliki masa depan.

Namun juga terdapat kemajuan. Untuk pertama kalinya, para pegiat pelestarian alam berhasil mengetahui penyebab kematian lumba-lumba. Hasil otopsi mengungkapkan keberadaan bahan kimia racun termasuk PCB, merkuri, dan pestisida DDT. WWF menyatakan, bahan kimia berbahaya itu telah menekan sistem kekebalan lumba-lumba dan melemahkan pertahanan mereka melawan infeksi yang tidak biasanya berakibat fatal.

Sepertinya lumba-lumba yang masih bertahan bergantung pada kebersihan habitatnya. Namun para pegiat mengumumkan hal itu sangat sulit sehingga mereka merekomendasikan program pembiakan penangkaran dan pembiakan silang dengan jenis lumba-lumba air tawar lain untuk memperkuat gen spesies ini.
ONO , Sumber : BBC

Nasional : Sekitar 30 Persen Terumbu Karang Kaltim Hancur

(www.kompas.com, 18-06-2009)
SAMARINDA, KOMPAS.com — Penangkapan ikan memakai bom, racun, dan pukat harimau telah menghancurkan 30 persen terumbu karang di Kalimantan Timur.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Khaerani Saleh mengatakan hal itu saat dihubungi dari Kota Samarinda. Terumbu karang di Bontang dan Balikpapan sampai 1990 cukup bagus, tetapi kini hancur akibat penangkapan ikan dan batu-batu karangnya diambili untuk bahan bangunan. Hal itu dikatakan Saleh yang sedang berada di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Khaerani mengatakan, luas terumbu karang Kaltim 29.500 hektar berasal dari Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan, dan Kota Bontang. "Kami belum memiliki data luas terumbu karang di Kaltim yang akurat berikut kerusakannya," katanya.

Yang dapat dipastikan, lanjut Khaerani, separuh dari 6.532 hektar terumbu karang di Bontang dilaporkan telah rusak akibat penangkapan ikan dengan bom dan racun serta pemanfaatan berlebihan.

Terumbu karang yang jauh lebih luas terdapat di Kabupaten Berau. Diperkirakan 480.000 hektar dari 1,27 juta hektar atau 40 persen Kawasan Konservasi Laut Berau berupa terumbu karang dan padang lamun. Kabupaten Nunukan juga punya terumbu karang di kawasan Karang Unarang atau lebih dikenal dengan blok ambalat yang diributkan itu.

Khaerani mengatakan, pemerintah daerah melaksanakan program transplantasi terumbu dan terumbu karang buatan guna menyelamatkan ekosistem laut yang rusak. "Untuk membangun terumbu karang perlu sekitar 12 bulan dengan tingkat keberhasilan 80 persen, tetapi luas tidaknya bergantung dana yang ada," katanya.

Nasional : Elang Jawa dan Tikukur Botol Selangkah Lagi Punah


(www.kompas.com, 18-06-2009)

LEBAK, KOMPAS.com — Populasi elang jawa dan burung tikukur botol di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) kian terancam punah akibat pemburuan juga kerusakan hutan lindung yang dilakukan masyarakat.

"Diperkirakan populasi elang jawa sekitar 19 ekor dan tikukur botol hingga kini belum terdeteksi keberadaannya," kata Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Lebak, Nurli, Kamis (18/6).

Nurli mengatakan, berkurangnya satwa yang dilindungi pemerintah itu karena tanaman yang dijadikan sumber makanan kian menipis, bahkan beberapa titik sudah menghilang akibat adanya penebangan liar tersebut. Selain itu, juga akibat pemburuan yang dilakukan orang yang tidak bertanggung jawab.

Bahkan, populasi burung tikukur botol menghilang dan saat ini belum ditemukan kembali. Sedangkan populasi elang jawa masih berkeliaran di sekitar Cikaniki, Blok Wates, dan Gunung Endut sekitar kawasan hutan lindung TNGHS.

"Saya sendiri hingga kini belum mengetahui bentuk burung tikukur botol itu," ujar Nurli. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pemantauan dan monitoring untuk menyelamatkan burung yang kategori langka itu supaya tidak terancam punah.

Dia mengatakan, berdasarkan hasil monitoring di lapangan diperkirakan 19 ekor burung elang jawa yang masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TNGHS. Namun, hingga saat ini burung elang jawa sulit berkembang biak karena adanya kerusakan kawasan hutan taman nasional itu.

Untuk mencegah kepunahan elang jawa dan tikukur botol di kawasan hutan Gunung Halimun-Salak, pihaknya berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Sukabumi. Kawasan hutan lindung TNGHS yang meliputi tiga kabupaten, yakni Lebak, Bogor, dan Sukabumi, banyak satwa spesies yang dilindungi pemerintah, misalnya elang jawa, owa abu-abu, dan macan tutul.
WAH, Sumber : Antara

18 June 2009

Nasional : 2.000 Jenis Anggrek di Indonesia Terancam Hilang


(www.kompas.com, 18-06-2009)
JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 2.000 dari 5.000 jenis anggrek di Indonesia terancam punah akibat pembabatan hutan dan penyelundupan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kata peneliti dari LIPI Dwi Murti Puspitaningtyas, di Jakarta, Kamis (18/6).

"Sebanyak 30 hingga 40 persen jenis anggrek Indonesia harus segera dilakukan penyelamatan melalui pembudidayaan dan konservasi, karena jenisnya semakin langka," kata dia. Bila konservasi dan upaya penyelamatan ribuan jenis anggrek tersebut tidak dilakukan, dandikhawatirkan Indonesia akan banyak kehilangan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya.

Beberapa jenis anggrek yang kini langka di antaranya, yaitu Phalaenopsis javanica dari Jawa Barat, Cymbidium hartinahianum dari Sumatera Utara, dan Paraphalaenopsis denevii dari Kalimantan. Selain itu, seluruh jenis anggrek Paphiliopedium masuk appendix CITES sebagai jenis anggrek yang tidak boleh diperdagangkan di dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut dia, beberapa anggrek langka tersebut dinilai memiliki keunikan sehingga kini terus dilakukan perburuan. Fungsinya adalah untuk dijadikan sebagai induk silangan guna menghasilkan hibrida baru, sehingga yang terjadi adalah semakin langka jenis anggrek tersebut akan semakin diburu. Murti mengatakan, eksploitasi anggrek secara besar-besaran yang dilakukan di beberapa daerah seperti di Kalimantan harus segera dibatasi.
WAH, Sumber : Antara

16 June 2009

Jayapura : 1.650 Hektar Lahan Kritis Direhabilitasi

(www.cenderawasihpos.com, 15-06-2009)
SENTANI- Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura Ir Lambert K Tokan mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Jayapura serius untuk merehabilitasi sejumlah lahan kritis yang ada. Dikatakan bahwa sebagai bentuk komitmen tersebut, pada tahun ini Dinas Kehutanan telah melakukan rehabilitasi lahan kritsis seluas 1.650 hektar dengan menggunakan sumber dana dari Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan).

“Ya saat ini sebanyak 1.650 hektar lahan kritis yang kami sudah rehabilitasi,” ungkap Lambert K. Tokan kepada Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, Jumat, (12/6).
Untuk menindaklanjuti penanangan persoalan lahan kritis ini, sekarang Tim Gerhan Tingkat Kabupaten Jayapura telah dibentuk. Yang mana tugasnya adalah turut menangani persoalan lahan kritis yang masih cukup luas.

Diakui bahwa hingga kini sejumlah lahan kritis tersebut belum tertangani secara keseluruhan akibatnya terbatasnya anggaran pada setiap tahun berjalan. Disamping itu rendahnya partisipasi masyarakat secara langsung dalam rehabilitasi hutan dan lahan kritis tersebut, masih perlu ditingkatkan.

“Kesadaran masyarakat tentang dampak pengrusakan hutan juga masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas masyarakat dalam melakukan perambahan hutan yang cukup tinggi tanpa melalui perijinan hukumnya.”ungkapnya.

Di satu sisi, rendahnya intensitas penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh lapangan ke masyarakat, juga menjadi penyebab kurangnya kesadaran warga. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena jumlah tenaga penyuluh masih sangat kurang yaitu 6 penyuluh dalam melayani 19 distrik. “Seharusnya ke depan masing-masing distrik harus ditempatkan 1 tenaga penyuluh.”ujarnya. 

Untuk itu perlu dilakukan perekrutan tenaga penyuluh baru yang profesional dalam bidangnya. Dan juga kedepannya perlu meningkatkan intensitas kegiatan penyuluhan sesuai kebutuhan dalam masyarakat. Untuk penyediaan bibit pohon, juga perlu dilakukan persemaian pemanen untuk menyediakan bibit.(nls)

12 June 2009

Biak : Pelanggaran di Laut Masih Terjadi

(www.cenderawasihpos.com, 11-06-2009)
BIAK-Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Biak Numfor, Drs Daniel Bonsapia mengatakan, pelanggaran yang dilakukan nelayan di laut dengan menggunakan bom ikan masih sering terjadi. 

"Dari pantauan kami di lapangan masih banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran-pelanggaran. Memang pelanggaran itu tidak terlalu besar, namun jika dilakukan berulang-ulang maka tentu akan merusak ekosistem di laut," ujarnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin. 

Diakui, pengawasan yang dilakukan pihaknya selama ini memang masih perlu ditingkatkan. "Meski personil kami sangat terbatas namun pengawasan tetap kami optimalkan untuk menjangkau semua wilayah yang ada," tandasnya. 
Terkait dengan itu, dirinya meminta kepada masyarakat supaya tidak menggunakan bom ikan dan melakukan tindakan-tindakan yang dilarang dalam menangkap ikan. Pasalnya, tindakan itu selain diancam kurungan penjara, juga mengancam kelangsungan hidup generasi akan datang.

"Saya berharap agar masyarakat ikut menjaga kelestarian ikan dan berbagai kekayaan ekosistem alam di laut dengan tidak menggunakan bom ikan,"imbuhnya.(ito)

Biak : Perusahaan Kayu Olahan Terbesar Segera Dibuka

(www.cenderawasihpos.com, 11-06-2009)
BIAK-Salah satu perusahaan kayu olahan terbesar segera dibuka di Biak Numfor. Berbagai persiapan telah dilakukan insvestor dari Taiwan yang akan mengelola pabrik kayu olahan tersebut. Bahkan puluhan truk, alat berat, besi baja dan berbagai bahan pembangunan pabriknya telah didrop di Kampung Adibay, Distrik Biak Timur. 

Perusahaan kayu yang akan memproduksi kayu olahan itu dikelola langsung PT Thongseng. Kayu olahan yang diproduksi itu akan digunakan sebagai papan yang digunakan sebagai lantai. "Saya belum tahu kapan mulai beroperasi, namun berbagai persiapan telah dilakukan di Adibay,"kata Bupati Biak Numfor Yusuf Melianus Maryen, S.Sos, MM saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, kemarin.
 
Bupati menyatakan, perizinan pengoperasian perusahaan tersebut merupakan wewenang Pemerintah Provinsi Papua dan juga telah diurus di Jakarta. Sementara hal-hal yang terkait dengan penggunaan lahan milik masyarakat di Kabupaten Biak Numfor akan menggunakan sistem kontrak. 

"Perusahaan ini tidak datang begitu saja di Biak, oleh karena itu diharapkan masyarakat ikut mendukung keberadaan perusahaan ini,"tandasnya. Pembukaan perusahaan kayu olahan ini akan membuka peluang kerja bagi masyarakat Kabupaten Biak Numfor. (ito)

10 June 2009

Nasional : Penelitian Ikan Purba Coelacanth Dilanjutkan

(www.kompas.com, 09-06-2009)
JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian ikan fosil purba coelacanth di perairan Manado, Sulawesi Utara, tahun 2009 ini direncanakan dilaksanakan pada bulan Juli. Tim dari Fukushima Aquamarine Jepang, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Universitas Sam Ratulangi, Manado, akan bergabung.

”Kami sedang mengurus kedatangan peralatan, termasuk wahana bawah laut tanpa awak,” kata Direktur Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Augy Syahailatua di Jakarta, Senin (8/6). Rencananya, penelitian itu akan difokuskan di kawasan perairan Manado tua, lokasi penemuan coelacanth oleh nelayan dua tahun lalu.

Penelitian bersama tersebut merupakan penelitian rutin tahunan. Tahun 2008, dari puluhan jam penyelaman selama dua pekan, tak satu pun ikan purba tertangkap gambar melalui wahana khusus.

Tahun 2007, dari 92 kali pengoperasian wahana bawah laut tanpa awak (remotely operated vehicle) selama 52 jam 55 menit, hanya sekali perjumpaan di perairan Malalayang, Manado, selama 32 menit di kedalaman hampir 200 meter.

Pihak Aquamarine Fukushima, Jepang, mengakui, mereka sangat berminat mengetahui seluk-beluk ikan fosil purba, mulai dari karakter habitat hingga perilakunya. Karena itu, mereka rutin mengadakan ekspedisi selam dalam atau seminar mengenai coelacanth.

Peneliti ikan Pusat Penelitian Biologi LIPI, Agus H Tjakrawidaja, mengatakan, Jepang sangat berminat mengoleksi ikan fosil purba yang hanya hidup di perairan Sulawesi Utara, Indonesia, dan pesisir barat Afrika itu.

Bahkan, pernah ada upaya dari Jepang untuk memiliki spesimen basah ikan purba, yang kini dikoleksi di Puslit Biologi, LIPI. Namun, upaya itu gagal karena ada keberatan dari peneliti.

Tabir evolusi
Ketertarikan dunia terhadap coelacanth di antaranya karena misteri evolusinya. Para ahli yakin coelacanth tidak berevolusi selama ratusan juta tahun.

Hal itu pula yang membuat Aquamarine Fukushima tertarik mengoleksinya, baik hidup maupun mati. Agus mengakui, banyak hal yang belum diketahui mengenai ikan tersebut.

Popularitas ikan fosil purba itu melonjak tahun 1998 ketika pasangan peneliti dari AS menjumpai coelacanth di pasar ikan Manado. Informasi itu segera menyebar ke seluruh dunia.

Menurut Augy, karakteristik bawah laut Sulawesi Tengah (Tolitoli) hingga Biak sangat cocok dengan coelacanth. Namun, data ilmiah masih minim.
GSA

05 June 2009

Manca Negara : Inggris : Cari Jejak dari Kotoran Penguin

(www.kompas.com, 04-06-2009)
LONDON,KOMPAS.com-Para ilmuwan berhasil menemukan 38 koloni penguin raja di Antartika dengan mempergunakan satelit yang mencari kotoran binatang itu.

Sangat sulit menemukan penguin jika mempergunakan gambar standar satelit karena binatang ini terlalu kecil. Akan tetapi, penguin berkumpul hingga delapan bulan di laut yang membeku, dan kotoran mereka yang menumpuk tampak seperti tanda coklat kemerah-merahan di atas laut beku sehingga mudah ditemukan.

Penelitian koloni ini diterbitkan oleh majalah Global Ecology and Biogeography. "Kami sedang memetakan salah satu markas kami di atas laut beku, dan kami tahu ada koloni pengyin di dekatnya," ujar Peter Fretwell, seorang pakar geografi dari British Antartic Survey kepada BBC.

"Saya mempergunakan gambar satelit sebagai latar belakang peta itu dan terlihat ada noktah coklat kemerah-merahan di salah satu danau yan g kemungkinan lokasi koloni penguin raja." "Ini penemuan kebetulan karena beberapa bulan sebelumnya kami membuat mosaik dari gambar-gambar satelit Antartika, jadi kami bisa melihat kembali dan menemukan seluruh koloni yang ada."

Dengan membandingkan gambar satelit yang memiliki noktah itu dengan lokasi koloni yang memang sudah diketahui, tim ini berhasil menemukan 10 koloni penguin yang sebelumnya tidak diketahui, dan enam koloni yang sudah diketahui tetapi baru pindah agak jauh. 

Enam koloni penguin yang telah diketahui sebelumnya kini benar-benar hilang. "Kami tahu bahwa penguin raja sangat bergantung pada laut beku untuk berkembang biak - seperti beruang kutub yang tergantung pada air laut es untuk berburu. Meski laut beku saat ini cukup stabil, kami sadar bahwa dalam beberapa dekade memandang laut yang membeku akan berkurang. Kami perlu tahu lokasi dan jumlahnya sebelum bisa menyimpulkan seberapa jauh mereka terancam oleh perubahan iklim," ujar Fretwell. 
ONO, Sumber : BBC