Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

31 January 2005

Jakarta : Menteri Kehutanan M.S. Kaban : “ Saya Sudah Kirim Surat Dua Kali “

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Bagaimana sikap Departemen Kehutanan atas kasus Kapal MV Mirna?
Saya sudah mengirim surat dua kali ke Kepala Staf Angkatan Laut agar masalah MV Mirna diserahkan kepada Dinas Kehutanan. Sebab,masalah itu termasuk agenda 100 hari pemerintah. Jadi harus selesai. Tapi, yang jadi soal, cukong-cukongnya licin dan jaringannya luas baik nasional maupun internasional.
Apa isi surat yang Anda kirim?
Saya meminta agar masalah kapal Mirna diserahkan ke Departemen Kehutanan untuk di proses. Beberapa lalu ada utusan (dari Lantamal) datang, hanya belum ketemu. Kita berharap ada serah terima.
Saya kirim surat kedua sudah dua minggu yang lalu (sebelum diwawancarai Tempo, 24 Desember 2004). Tapi belum ada balasan.

Anda tahu ada surat keterangan sahnya hasil hutan palsu dari Departemen Kehutanan ?
Tak ada istilah SKSHH terbang. Itu hanya bahasa-bahasa yang melegitimasi kejahatan. Kenapa kapal dari Papua harus dibawa ke Surabaya? Itu permainan juga. Menurut aturan, harus kembali ke pelabuhan awal, lalu dibongkar dan di hitung kembalil. Tapi mereka tak mau ke pelabuhan tujuan. Dikatakan tujuannya ke Surabaya, tetapi dilaut mereka bisa belok kemana suka. Sampai saat ini pemerintah selalu bilang tak ada ekspor gelondongan atau kayu olahan gergajian keluar. Tetapi tiap hari 500 truk masuk ke Malaysia. Itu juga ilegal. Jadi pada saat ditangkap, tidak ada surat, kemudian datang surat itu pun tetap ilegal. Kalau ada yang bisa membuatkan SKSHH, berarti orang itu layak diperiksa.

Adakah pejabat Departemen Kehutanan yang sudah di periksa ?
Belum, tetapi jika pihak Dephut yang terlibat masalah ini, dia sudah ditindak dan dipecat.

Apakah Kasus Mirna merupakan modus baru ?
Ini bukan pola baru. Modusnya amat bervariasi karena mereka sudah melakukannya berpuluh-puluhan tahun. Ini kejahatan yang luar biasa rapi terorganisasi dengan melibatkan banyak sekali pihak. Boleh dikatakan semua institusi pemerintahan, kenegaraan, itu dirusak mereka.

Bagaimana Anda melihat Langkah TNI AL yang proaktif dalam penyidikan kasus Mirna?
Nah, (justru) ada apa ini? Ini yang saya sayangkan. Semua perangkat hukum harus konsisten membangun sifat saling percaya. Jangan salah satu unsur pemerintah tidak percaya dengan unsur lain. Kepentingan kita hanya satu:pencurian kayu harus hilang. Cukong-cukong harus ditangkap,lalu kerugian di kembalikan kepada negara agar bisa digunakan msyarakat lagi. Kami juga berharap hukumannya berlapis.

Surabaya : Laksamana Pertama Achmad Ichsan : “ Dephut Sudah Kami Undang Rembukan “

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Langkah TNI Angkatan Laut membawa kapal MV Mirna Rijeka yang mereka tangkap di Teluk Wondama, Papua pada Agustus lalu ke Surabaya menuai kontroversi dan kecurigaan. Kapal asal Kroasia bermuatan kayu curian itu di tangkap kapal perang KRI Sutanto 877, yang bermarkas di Surabaya. Padahal, sepelemparan batu dari Teluk Wondama ada pangkalan AL. Di sisi lain, Departemen Kehutanan selaku pihak yang berwenang mengurus kayu curian merasa di tinggalkan TNI AL. Bagaimana sebenarnya cerita soal penangkapan kapal MV Mirna ? Laksamana Pertama (Laksma) TNI Achmad Ichsan selaku Komandan Pangkalan Utama TNI AL III di Surabaya, Menteri Kehutanan M,S. Kaban, dan kapten kapal MV Mirna asal Kroasia, Saganic Milan, menjelaskan kepada tim investigasi Tempo. Berikut ini petikannya.

Mengapa kapal MV Mirna ditarik ke Surabaya, padahal di tangkap di Papua?
Jangan berpikir bahwa masalah penyidikan dan tindak pidana di laut (hanya berdasarkan) locus delicti:ditangkap disana, penyidikannya disana. Hukum laut tidak mengenal itu. Hukum laut mengenal rezim hukum laut. Jadi dimana penyelesaian penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana tertentu mampu di laksanakan, di situ akan di utamakan.

Bukankah ketentuannya harus di selidiki di tempat kejadian (locus delcti)?
Ketentuannya siapa? Jangan ngarang, dong (tampak marah). Kalau ada ketentuan (seperti) itu, siapa yang mengatakan? Diambil dari mana?

Apa Pelanggaran yang dilakukan oleh MV Mirna?
Izin berlayar tak sesuai, tidak asli, jalur yang ditempuh tidak benar, muatan kayu tidak di dukung dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Yang kami sita adalah dokumen pelayaran, surat-surat kapal, izin pelayaran navigasi.

Kenapa Departemen Kehutanan tak dilibatkan?
Dari awal, kami sudah mengajak kerja sama. Kalau sendiri-sendiri tidak bisa. Ada bagian-bagian yang harus ada di Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang Pelayaran, misalnya, bisa dilakukan oleh Dirjen Perhubungan laut atau Syahbandar; Mereka (Departemen Kehutanan) sudah kami undang untuk rembukan.

Kalau begitu, penyidik TNI AL, akan menunggu penyidikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak. Penyidikan tetap saya masukan ke Kejaksaan. Apakah Kejaksaan mengeluarkan P-21 (berkas sudah dinyatakan lengkap) atau menunggu, itu terserah Kejaksaan. Kewajiban kami mengajukan berita acara pemeriksaan (BAP) ke jaksa penuntut umum. Kami menggunakan Undang-undang Nomor 1/1975 tentang Pelayaran.

Desember silam, ada gelar perkara kasus Mirna di Jakarta. Hasilnya apa?
Semuanya mendukung sekali. (Akan) diupayakan sidang bersama. Akan lebih efisien jika mengunakan undang-undang berlapis seperti Undang-undang Pelayaran, Undang-undang Perdagangan dan Kepabeanan.

Kenapa barang sitaan kayu itu tidak diserahkan kepada Departemen Kehutanan?
Surat penetapan penyitaan sudah terbit dari Pengadilan Negeri. Untuk penyerahan dan lain-lain semuanya didasari penetapan. Siapa yang berhak menyita barang itu dasarnya adalah penetapan Pengadilan-jadi bukan serta merta Angkatan Laut menyita.

Bukankah menyita barang bukti illegal logging adalah kewenangan Departemen Kehutanan?
Kewenangan tergantung pada konteks berangkatnya. Kita berangkat dari konteks Undang-undang Pelayaran/Undang-Undang No.1 Tahun 1975, bahwa penyitaan berdasarkan penetapan oleh Pengadilan.

Berarti mengabaikan Departemen Kehutanan?
Oh tidak! Yang punya kewenangan menerbitkan penyitaan oleh AL kan Pengadilan. Jadi jangan di dramatisir.

Benarkah pihak Lantamal Surabaya ingin menguasai barang sitaan?
Dari mana berita itu tak? Tak mungkin dari Dephut, wong saya bertemu dengan dirjennya langsung kok. Anda keliru (suara meninggi)!

Jadi, yang benar bagaimana?
Ini penyidikan bersama-sama. Masing-masing mengajukan permohonan . Bahwa Pengadilan mengeluarkan izin penyitaan, kepad AL, ya, tidak maslah, wong itu haknya Pengadilan.

Sudah ada kesepakatan siapa pemenang lelang kayu itu?
Belum ada. Kata siapa itu? Ada bukti enggak (dengan suara tinggi) Kita tidak usah berpolemik tanpa ada bukti.

Kapan kayu muatan MV Mirna akan dilelang?
Menunggu keputusan Dephut tentang surat keputusan kualitas barang bukti, surat keputusan pengukuran, dan surat keputusan limit harga. Kami tidak bisa (melelang) tanpa adanya limit harga.

Siapa yang sudah mendaftar ikut lelang?
Siapa-siapa yang yang mendaftar belum tahu dan belum masuk ke saya.

Dokumen-dokumen apa saja yang diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Surabaya?
Yang pasti ada SKSHH, daftar hasil hutan (DHH), dan dokumen-dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan masalah kayu.

Papua : Angkat Sauh dari Wondama

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Teluk Wondama menjadi saksi kayu-kayu Papua yang menggiurkan diangkut keluar dari perairan itu dengan cara sah maupun ilegal.

Tongkang kosong itu menepi ke penampungan kayu di salah satu sisi pelabuhan Wasior. Terletak di Teluk Wondama, pelabuhan itu riuh oleh truk-truk besar yang lalu lalang saban hari mengangkut kayu-kayu gelondongan (log). Dari truk, kayu diturunkan keatas tongkang kosong. Lalu tug boat (kapal penyeret) akan memandu tongkang ke perairan Wondama, tempat kapal-kapal ekspor telah siap mengangkut komoditas berharga itu menuju kota-kota atau negeri-negeri lain.

Decky Faidibin, bekas penebang kayu yang pernah bekerja di PT Sinar Waropa di Teluk Wondama, melukiskan aktivitas yang kerap ia saksikan itu kepada Cunding Levi, kontributor Tempo di Papua, dua pekan lalu. Semasa menjadi sensor alias penebang kayu, Decky mahir merobohkan pohon-pohon merbau berluas lingkar empat meter, setinggi tujuh kali tinggi badan orang Asia.

Setiap batang dipotongnya hingga 20-30 gelondongan. Bila sudah terkumpul 300 batang, truk-truk datang mengangkut.”Kayu itu dibawa ke log pond (tempat penimbunan kayu-Red) berjarak kira-kira 20 kilometer dari situ,”kata Decky. Jarak ini perlu waktu tempuh tiga jam karena melingkari pegunungan berbatu. Lokasi penebangan bisa berpindah-pindah. Dan usaha penebangan tempat Decky pernah bekerja adalah hasil kerja sama PT Sinar Waropa Indah dengan Koperasi Masyarakat (Kopermas) Kaunamba Wandiboi di Distrik Wasior Selatan.

Tempo menyaksikan, dari muara teluk, kapal penyeret akan menarik tongkang-tongkang kosong menuju log pond milik perusahan-perusahan kayu dan Kopermas di daerah hulu. Ketika kembali, tongkang-tongkang itu sudah penuh kayu. “Biasanya aktivitas itu mereka lakukan pada malam hari. Katanya untuk menghindari sorotan masyarakat maupun petugas,”tutur Herman. Dia warga setempat yang sering berpapasan dengan tongkang-tongkang sarat muatan itu bila ia tengah memancing di malam hari.

Kepala Kantor Peabuhan Kelas V Wasior, Markus Marei, mengatakan kapal-kapal penyeret dan tongkang tidak bersandar di Wasior. Aturannya, setiap kapal penyeret dan tongkang di perairan Wondama harus dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH), dan surat keputusan tiga menteri (Menteri Perhubungan, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup). Mereka juga harus melengkapi identitas keimigrasian penumpang. Jadi, mereka hanya meminta ijin untuk masuk ke berbagai log pond di wilayah hulu.

Ada empat log pond di Teluk Wondama, yakni Wandiboi dan Simiei milik PT Sinar Waropah Indah, Dusner milik PT Dusner Mandiri, serta, log pond Batewar kepunyaan PT Tung. Menurut Markus, ramainya lalu lintas tongkang dan kapal penyeret wajar-wajar saja karena perairan ini kerap disinggahi kapal-kapal asing berukuran besar yang tak bisa bersandar di dermaga. Alhasil, hutan Wondama banyak di incar pihak pengusaha kayu dari luar Papua, bahkan luar negeri.

Sayang, pengelolaan kayu dirasakan kurang menguntungkan penduduk asli lantaran mereka tak dilibatkan langsung. “Menemukan kayu merbau itu harus masuk hutan sampai jauh kedalam,”kata Arnold Moses Wafrak. Pemuda Wondama ini mengaku kalah bersaing dengan perusahan-perusahan penebangan kayu serta Kopermas.

Bupati Teluk Wondama, Alberth H. Torey, mengatakan kehadiran perusahan kayu dan Kopermas kerap ditanggapi warga dengan sikap kurang respek. Dia mengakui, hal itu di sebabkan ada pengelola Kopermas maupun perusahaan tidak jujur. Alberth menjanjikan sejak tahun 2005 ada kesepakatan sosialisasi Undang-Undang Kehutanan, 17 Desember 2004, di Wasior. Artinya ? Segala persoalan yang berkaitan dengan hutan di wilayah Kabupaten Teluk Wondama akan disesuaikan berdasarkan kesepakatan itu. Semoga saja demikian.

Surabaya : Mirna Berlayar di Meja Hijau

(Majalah Tempo, Edisi24-30 Januari 2005)
Penanganan-“Kasus Mirna” berlarut-larut dan tidak ada koordinasi antara pihak Lantamal Surabaya dan penyidik dari Departemen Kehutanan. Dari Kronologi kejadian, tim investigasi Tempo menemukan sejumlah kejanggalan.

Agustus 2004
Kapal MV Mirna Rijeka memuat kayu di Teluk Wondama; Mirna saat itu disewa Admiral Shipping SDNBHD, Malaysia.
Investigasi Tempo
· Pihak Admiral Shipping mensubsewakan kepada agen pelayaran Indonesia
· Dalam dokumen kapal yang disita, tertulis nama PT Alamanda Mitra Setia. Menurut Kadisoen Armada Timur, perusahaan itu fiktif.
· Nakhoda kapal Mirna, Saganic Milan, mengaku semua dokumen dan pemuatan kayu diurus oleh seseorang bernama Felix
· Sosok Felix dibenarkan oleh Elvis Andoy, petugas Dinas Kehutanan Teluk Wondama, sebagai pembeli kayu.

29 Agustus 2004
Mirna di tangkap kapal patroli TNI AL KRI Sutanto 877 dan diseret ke Lantamal III Surabaya.
Investigasi Tempo
· Saat di tangkap, Mirna tidak memiliki SKSHH (surat keterangan sahnya hasil hutan)

7 September 2004
Di Surabaya, Mirna di sidik oleh Satroltas (Satuan Patroli Terbatas) Lantamal II Surabaya, dan dilakukan penyitaan atas kayu dan kapalnya. Penyidik Lanyamal Surabaya menggunakan Undang-undang Pelayaran No. 21/1999 atas pelanggaran surat izin berlayar (SIB).
Investigasi Tempo
· Di Surabaya, nakhoda Saganic Milan menerima berkas-berkas dokumen terbang dari seseorang yang mengaku bernama Lucas. Mereka tidak menyerahkannya kepada penyidik TNI AL.
· Dalam surat izin berlayar, Mirna disebut berbendera Indonesia. Ini tidak sesuai dengan dokumen kapal sebagai kapal asing.

21 September 2004
Satroltas TNI AL, melimpahkan perkara kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Investigasi Tempo
· Pelimpahan perkara hanya berupa dokumen tanpa barang bukti berupa kayu dan kapalnya
· Diantara dokumen tersebut terdapat SKSHH berikut DHH (daftar hasil hutan), padahal saat ditangkap tidak ada SKSHH; darimana pihak AL mendapat SKSHH?
· Kapal Mirna ditangkap tanggal 29 Agustus, tapi SKSHH tertanggal 30 Agustus.
· Nomor seri SKSHH dan lampirannya, DHH, tidak sama.
· Volume dan jumlah batang kayu di SKSHH dengan hasil survei tidak sama.

23 September 2004
Penyidik Lantamal Surabaya meminta penetapan pengadilan atas penyitaan yang mereka lakukan
27 September 2004
BKSDA melakukan gelar perkar internal.Mereka berharap perkara kapal Mirna dapat disidik oleh mereka dengan UU No.41/1999.
Investigasi Tempo
· Penyidik BKSDA mengaku tidak bisa menyidik karena tak ada barang bukti

28 September 2004
Pengadilan Negeri Surabaya menyetujui penyitaan atas kapal Mirna dan kayu log sebanyak 10.884 kubik (nomor 3226/IXPEN.PID/2004/PN SBY)
Investigasi Tempo
· Pengacara Mirna mempraperadilankan TNI AL atas penyitaan yang sebelumnya, tanpa disertai penetapan pengadilan. Tapi ditolak.
· Volume kayu tak sesuai dengan hasil survei PT Sucofindo sebanyak 15.445 kubik

7 Oktober 2004
BKSDA meminta TNI AL menyerahkan semua barang bukti melalui surat dan berniat meminta penetapan sita pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Investigasi Tempo
· Pengadilan menolak penetapan sita BKSDA dengan alasan tak berani mengubah penetapan sita sebelumnya. Pengadilan juga meminta BKSDA berkoordinasi dengan TNI AL agar mencabut permohonan sita sebelumnya.
· Lantamal Surabaya bergeming, tak mau menyerahkan barang bukti.

Oktober 2004
Penyidik Lantamal Surabaya melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Tanjung Perak.
Investigasi Tempo
· Dua minggu kemudian Kejari Tanjung Perak menyerahkan kembali berkas dengan status p-18 alias belum lengkap.
· TNI AL diminta melengkapi dengan keterangan saksi yang menerbitkan SIB Mirna.

5 November 2004
Penyidik Lantamal Surabaya mendapat penetapan lelang kayu dari pengadilan negeri Surabaya ( nomor 3518/XI/PEN.PID/2004/PN Suarabaya)
Investigasi Tempo
· Ini di luar kelaziman karena belum ada penetapan hukum tetap.
· Penyidik Lantamal Surabaya mengatakan penetapan itu sesuai dengan KUHAP dengan alasan barang takut rusak .
· Harga dasar kayu hanya bisa dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, sementara Dephut sejak awal tidak dilibatkan.

30 Desember 2004
Di adakan gelar perkara di Departemen Kehutanan Jakarta. TNI AL akan melanjutkan penyidikan dengan menggunakan Undang-Undang Pelayaran.
Investigasi Tempo
· Penyidik Departemen Kehutanan tidak dilibatkan dalam gelar perkara ini.
· Dengan Undang-undang Pelayaran, perkara kapal Mirna hanya akan di kenai sanksi administrasi karena melanggar SIB. Barang bukti kayu akan dilelang sebagai kayu temuan.
· Komandan Lantamal dalam gelar perkara, diantaranya memohon agar Departemen Kehutanan mengeluarkan penetapan kulitas barang bukti kayu, pengukuran dengan penetapan harga dasar untuk pelelangan.

Surabaya : Muatan Mirna Siapa Yang Punya

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Penanganan kasus kapal MV Mirna Rijeka diwarnai sejumlah kejanggalan. Di Surabaya muncul dokumen “terbang”. Inilah hasil penelusuran tim investigasi Tempo.

Impian itu sejatinya tak sulit dicapai. Saganic Milan ingin pensiun pada usia 65 tahun, lalu leyeh-leyeh menyesap nikmatnya hari tua seorang pelaut nakhoda kapal. Siapa nyana, angan-angan itu remuk pada tahun ini justru disaat usianya genap 65 tahun. Ketika laporan ivestigasi ini di tulis, Saganic Milan telah menjadi tahanan diatas dek MV Mirna Rijeka, kapal berbendera Kroasia yang ia nakhodai sendiri. Pil pahit yang ditelan Saganic berawal ketika ia menerima tawaran mengangkut kayu-kayu gelondongan dari Papua.

Hari itu, 21 Agustus 2004, Mirna memasuki perairan Manokwari. Dari situ, dia lalu angkat sauh menuju perairan Teluk Wondama, menjalankan order dari Admiral Shipping SDA BHD-agen pelayaran di Kuala Lumpur yang mencarternya-untuk memuat gelendongan kayu merbau. Muatan ini akan dilayarkan ke lokasi tujuan yang ditetapkan si pengorder. Dimana ? Mengutip penjelasan Deddy Blucher, pengacara Saganic, lokasi tujuan Mirna baru akan diterima Saganic dari pengordernya setelah kapal memasuki lautan lepas.

Baru beberapa saat berlayar, Mirna di sergap oleh kapal patroli TNI AL, KRI Sutanto 877, Saganic Milan di tuduh melanggar Undang-Undang Pelayaran karena surat izin berlayar (SIB)-nya dianggap bodong. “Dalam SIB, Mirna ditulis berbendera Indonesia, tapi semua dokumen kapalnya menunjukan dia kapal Kroasia,” ujar Deddy Muhibah, asisten operasional Lantamal Surabaya.

Lebih parah lagi, saat ditangkap kayu yang diangkut Mirna tak memilki surat keterangan sahnya hasil hutan, lazim disebut SKSHH. Undang-Undang Kehutanan menetapkan, tanpa surat ini kayu yang diangkut adalah illegal. Alhasil, KRI Sutanto pun menyeret Mirna ke Lantamal Surabaya. Saganic sendiri mengaku tak tahu bahwa perlu dokumen itu untuk mengangkut kayu gelendongan dari Indonesia : “Saya mengira, ketika selesai mengangkut dan mau berlayar, semua dokumen kayu sudah lengkap,”ujarnya kepada Tempo.

Saganic mengaku semua dokumen diurus oleh agen pelayaran yang menyewanya. Dalam kopi perjanjian sewa (charter party) dengan Admiral Shipping SDN BHD yang dipegang Tempo, hal itu memang tak disebutkan. Perjanjiannya sewanya berdasarkan waktu (charter time) selama tiga bulanu untuk mengangkut kayu. Tertera dalam satu klausal perjanjian, segala urusan di pelabuhan pengangkutan diurus oleh agen pelayaran perwakilan Admiral. “Belakangan, ketika saya tanyakan, Admiral mengatakan mereka mensubcarterkannya ke agen pelayaran di Indonesia,” ujar Deddy Blucher.

Kepada Tempo, Saganic mengatakan Admiral memerintahkannya berlayar ke perairan Papua. “Melalui kontak radio, begitu berada disekitar perairan Teluk Wondama, Mirna akan diberi frekuensi lokal untuk berhubungan dengan agen pelayaran di pelabuhan setempat,”Deddy menjelaskan.

Siapa agen itu ? Markus Marei, Kepala Pelabuhan Kelas V Wasior, Wondama, mengakui kedatangan MV Mirna dilaporkan oleh agen dari PT Pelni cabang Manokwari. “Itu sesuai dengan aturan. Kapal asing swasta yang beroperasi di Indonesia harus diageni PT Pelni,”ujar Markus. Dia juga menekan surat-surat Mirna betul-betul dikeluarkan Direktoral Perhubungan Laut di Jakarta. Dan Semua surat serta dokumen tersebut masih berlaku.”Jadi, saya yakin Mirna masuk ke Teluk Wondama secara legal, “katanya kepada Cunding Levi dari Tempo.

Dalam dokumen kapal yang disita penyidik Lantamal Surabaya, lain lagi ceritanya. Disitu tertulis Mirna diageni PT Alamanda Mitra Setia dari Jayapura. “Setelah kami cek, ternyata PT Alamanda itu fiktif,” ujar Letkol Guntur Wahyudi, Kepala Dinas Penerangan Armada Timur TNI AL di Surabaya.

Kembali ke soal agen, Saganic hanya ingat seorang bernama Felix.”Dialah yang naik ke kapal mengurus semua dokumen sejak kapal saya datang hingga saat kayu dimuat.”ujar Saganic, Tempo berusaha menelusuri sosok ini, tapi pria ini raib bagai ditelan bumi. Bukan berarti dia fiktif. Petugas Dinas Kehutanan Kabupaten Teluk Wondama yang naik ke kapal Mirna saat kayu dimuat mengaku sempat berkenalan dengan Felix. “Dia pria Manado, tampangnya mirip keturunan Tionghoa dan mengaku tinggal di Kalimantan. Setahu saya, dialah yang membeli kayu (Mirna-Red),”ujar Elis Andoy, kepada Tempo.

Apakah dia pemilik kayunya, Andoy tidak yakin. “Baru sekali ini saya lihat dia beli kayu yang dimuat dihitung. Menurut Andoy, setelah kayu yang dimuat dihitung, baru dibuat dari daftar hasil hutan (DHH) setelah itu baru SKSHH keluar.”Tapi saya tak tahu (Dokumen-dokumen itu dibuat atau tidak_Red) karena tugas saya memriksa kayu yang dimuat,”

Dari siapa kayu dimuat? Markus punya jawabannya.Mneurut Markus selama beberapa hari diTeluk Wondama, Mirna memuat kayu dari tiga koperasi masyarakat, Kopermas, yaitu Kopermas Dusner Mandiri, Simei, dan Port Managar-Batewar: Markus juga menyaksikan Mirna yang lego jangkar dimulut teluk tak jauh dari log pond (penimbunan kayu) milik Kopermas Dusner. Tongkang-tongkang Dusner Mandiri memuat kayu dari penimbunan tersebut dan dengan ditarik kapal tunda (tug boat) kemudian membawa muatan itu ke kapal Mirna. “Dari dokumen yang masuk ke saya, Mirna akan berangkat ke Kalimantan, lalu ke China,”tutur Markus kepada Tempo.

Selesai memuat kayu, Saganic angkat jangar. Tapi baru beberapa saat meninggalkan Teluk Wondama KRI Sutanto menghada dan menyeretnya ke Surabaya. Mereka tiba di Suarabaya pada 4 September 2004. Tiga hari kemudian, penyidik Lantamal Surabaya menyita kapal Mirna beserta seisi muatannya. Saganic beserta 19 awak kapalnya ditahan sebagai tersangka.

Dalam surat sita dan berita acara penyitaan tidak di sebut perihal kayu illegal, “Kami menyidik sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran. Masalah Illegal Logging urusan Departemen Kehutanan,”ujar Deddy Muhibah. Kenyataannya, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) JawaTimur baru mendapat limpahan perkara dua minggu seusai penyitaan yakni pada 21 September, Haris Sujoko, penyidik Badan Konservasi Sumber Daya Alam Surabaya, menjelaskan penyidik Lantamal Surabaya hanya menyerahkan berkas dokumen perkara saja tanpa disertai barang bukti kayu dan kapalnya.

Nah, diantara limpahan perkara itu terlampir surat keterangan sahnya hasil hutan (SKHH)
dan daftar hasil hutan (DHH). Dimana TNI AL, mendapatkan dokumen itu? Sebab, dalam laporan penangkapan Mirna, kapal itu disebutkan tak memiliki SKSHH. Kepada Tempo, Saganic mengaku, saat baru sandar di dermaga Lantamal Surabaya, datang seorang yang mengaku bernaman Lucas. Dia di sebut-sebut sebagai dokter pribadi seorang petinggi partai. Menurut sang nakhoda Mirna, dia tiba bersama penyidik Satroltas Lantamal Surabaya.

Menurut Saganic, dari tangan orang yang mengaku bernama Lucas itu dia menerima sebuah map tertutup. Saganic lantas menyerahkan kepada pengacaranya, Deddy Blucher. Isinya? SKSHH dan dokumen kelaikan kapal dari Syahbandar Pelabuhan Ambon. “Kami tidak memprosesnya untuk penyidikan apalagi menyerahkannya kepada TNI AL,”ujar Deddy Blucher. Jadi, apakah TNI AL mendapat SKSHH itu diserahkan oleh seorang agen Mirna di Surabaya,”ujar Deddy Muhibah. Siapa ? Deddy Muhibah menolak menyebut nama.

Penyidik Lantamal Surabaya kemudian melampirkan SKSHH itu sebagai dokumen perkara.Tapi Haris Sujoko, penyidik BKSDA Jawa Timur yang memproses SKSHH itu, menemukan sejumlah kejanggalan. Tanggal yang tertera di SKSHH misalnya, 30 Agustus. Padahal kapal Mirna di tangkap pada 29 Agustus,”ujar Haris. Tujuan pengirimannya dibuat kedalam negeri, bukan ke China seperti yang diungkapkan Markus. Yang lebih janggal lagi, dalam SKSHH penerimanya adalah CV Rizky Hidawood di Bitung. Tempo mengecek perusahaan ini ke Bitung. Dan? “Rizky Hidawood telah lama tutup,:ujar Lukas Wetu Boham, mantan karyawan perusahaan tersebut, kepada Verianto Madjowa dari Tempo. Bahkan bekas kantornya kini ditempati perusahaan lain.

Kejanggalan lain bisa kita lihat pada nomor seri SKSHH dan lampiran DHH-nya. Di-SKSHH tertulis DD 1655111, sementara di DHH tertulis 1655112. “Itu saja sudah salah, karena DHH kan lampiran jadi nomornya harus sama,”ujar haris. Belum lagi soal volumenya kayu. Di SKSHH tercantum 1.478 batang kayu merbau yang setara dengan 7.121 meter kubik. Padahal dari survei Sucovindo di dalam lambung Mirna ada 2.332 batang kayu dengan volume 15.455,8 meter kubik.

BKSDA Jawa Timur sendiri sempat mengadakan gelar perkara internal pada 27 September 2004. Sesuai dengan Undang-undang No.41/1999, yang paling berwenang menyidik kasus kayu illegal adalah penyidik Departemen Kehutanan (PPNS, penyidik pegawai negeri sipil). “Pelanggaran pidananya jelas kayu itu diangkut tanpa SKSHH yang sah,”ujar Haris.

Di lain pihak TNI AL, menggunakan wewenangnya melalui Undang-undang pelayaran untuk menyidik kasus ini. Dengan Undang-Undang ini, hanya nakhoda yang dapat dikenal sanksi terberat dan kapal bisa di sita. Sementara dengan Undang-undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, semua pelaku dapat dikenakan sanksi terberat. Dari nakhoda hingga pemilik kayu dapat dikenak sanksi penjara. Kayu dan kapalnya dapat disita dan dilelang,” Haris menjelaskan.

Hal itu di benarkan para penyidik dari Departemen Kehutanan. Dwi Sutantohadi dan Andison Nur Yasin. Seharusnya pihak TNI AL berkoordinasi dengan Departemen Kehutanan sejak awal. Apalagi, sejak 19 Januari 2004, dalam rapat koordinasi di Departemen Kehutanan yang juga dihadiri oleh staf Mabes TNI AL, telah diputuskan, agar penanganan kasus Bravery Falcon (lihat, kisah Dokumen kayu illegal) dapat dijadikan model penanganan kasus kayu ilegal.

Komandan Lantamal Surabaya, Laksamana Pertama Achmad Ichsan, menolak tundingan bahwa pihak TNI AL, tak melibatkan Departemen Kehutanan. “Kami mengadakan gelar perkara di Departemen Kehutanan. Kita saling dukung. Mereka kita undang rembukan. Ayo kita sidik bersama-sama. Kamu sidik ini, kita sidik ini,”ujarnya kepada Tempo. Satu hal : gelar perkara itu baru diadakan empat bulan setelah Mirna ditangkap pada akhir Desember lalu.

Para penyidik Departemen Kehutanan di Jakarta malah merasa sama sekali tidak dilibatkan. “Kami tak di ikut sertakan dalam gelar perkara itu,”ujar Dwi Sutanto, yang dibenarkan oleh rekannya, Andison. Kepada tim investigasi mingguan ini, Menteri Kehutanan M.S Kaban mengaku sudah berkirim surat kepada Pihak TNI AL. “Lama mereka tak memberi jawaban surat saya soal Mirna,”ujar Kaban saat Tempo mewawancarainya pada 24 Desember 2004.

“Jadi bagaimana mau melanjutkan penyidikan tanpa barang bukti ? “Haris bertanya. Tanpa barang bukti mereka tidak bisa secara resmi mengajukan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) kepada kejaksaan. Mereka memang sempat mengirim surat permohonan penetapan sita barang bukti dari Pengadilan Negeri Surabaya. Tapi sampai sekarang tak ada balasan. Menurut Haris, Pengadilan tidak berani mengubah putusan sita yang sudah dikeluarkan untuk Satroltas Lantamal Surabaya.

Menurut sumber Tempo disebuah kantor kejaksaan di Surabaya, penyidik dari Departemen Kehutanan bisa saja melanjutkan penyidikan tanpa barang bukti berupa kayu, nantinya sebagai barang bukti,”ujar sumber ini. Hal itu dibenarkan oleh pakar hukum kelautan, Hussein Umar: “Kasus seperti ini selalu muncul, dan masalah utamanya adalah koordinasi antara aparat,”

Sumber ini malah mencurigai penyidik hanya berebut wewenang melelang. Penyidik Satrotas Lantamal Surabaya, misalnya telah meminta penetapan lelang kayu kepada pengadilan 5 November silam. Ini aneh karena, sesuai dengan kelaziman hukum, putusan berkekuatan hukum tetap belum ada. Alasan Deddy Muhibah karena takut kayu rusak:”Itu sesuai dengan ketentuan KUHAP,”ujarnya.

Secara hukum, hal itu memang bisa dibenarkan. Tapi untuk melelang kayu dibutuhkan harga (limit) dasar kayu yang hanya bisa dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Untuk itulah sumber diatas membisikkan kenapa pihak Lantamal Surabaya akhirnya merapat ke Departemen Kehutanan Jakarta.

Benarkah demikian? Achmad Ichsan menyangkal pendapat itu. Dia menjelaskan begini kepada Tempo: “Kita ke Jakarta untuk gelar perkara. Dan salah satu bahasan gelar perkara memohon segera diterbitkannya penetapan kualitas barang bukti kayu, pengukuran dan penetapan harga dasar untuk lelang,”.

Dan kini, sepertinya Lantamal Surabaya akan melanjutkan kasus ini dengan Undang-Undang Pelayaran. Mereka bahkan telah melimpahkan kasusnya sejak Oktober silam ke Kejaksaan Negeri Surabaya. “Tapi, karena tak ada keterangan saksi dari Syahbandar yang membuat SIB itu, statusnya masih p-18 (berkas belum lengkap),”ujar Didik Farkhan Alisahdi, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tanjung Perak.

Yang sudah jelas adalah : pekan ini pihak Mirna akan naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Mereka kembali mempraperadilankan TNI AL perihal kasus penyidikan kapal tersebut!

Papua : Yang Tertangkap Tangan

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Januari 2005)
Di perairan Indonesia yang luas, berlayarlah berbagai kapal asing dengan muatan kayu tanpa dokumen yang sah. Sebagian dari mereka dapat dibekuk oleh patroli TNI AL dan Kepolisian Ri, seperti contoh-contoh di bawah ini :

MV Mandarin Sea, MV Fonwa Star, dan MV Rong Cheng
Waktu dan Lokasi Penangkapan : Ketiganya ditangkap pada 9 November 2001 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Negara Asal : Republik Rakyat Cina
Muatan : Total sekitar 25 ribu meter kubik kayu seharga Rp 50 miliar.
Proses Hukum :Pihak Polri telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kayunya sendiri di lelang dengan harga hanya Rp 1,5 miliar.

MV Africa
Waktu dan Lokasi Penangkapan : 15 Januari 2002 oleh Satuan Polisi Airud, Polres Sorong
Negara Asal : Panama
Muatan : 14 ribu meter kubik kayu ramin tanpa dokumen
Proses Hukum : Bebas dengan muatan berharga Rp 32 miliar

MV Heng Li
Waktu dan Lokasi Penangkapan : 26 Januari 2004 di perairan Sorong Papua, oleh KRI Nuku.
Negara Asal : Republik Rakyat Cina
Muatan : Sekitar 9.000 meter kubik kayu illegal.
Proses Hukum : Meski proses penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil Sorong belum selesai, kayu sudah di lelang.

MV Kum Jin Gang
Waktu dan Lokasi Penangkapan : Maret 2002 di perairan Kalimantab Selatan Oleh KRI Hiu.
Negara Asal : Korea Utara
Muatan : 432 batang kayu gelondongan illegal senilai Rp 2 miliar
Proses Hukum : Nakhoda dovonis denda Rp 6 juta, subsider dua bulan kurungan. Kayu dikembalikan.

MV Qing Ann
Waktu dan Lokasi Penangkapan : Tahun 2002 di peraiaran Sinabang, Nanggroe Aceh Darussalam, oleh KRI Teluk Gilimanuk.
Negara Asal : Singapura
Muatan : 4.500 meter kubik kayu meranti tanpa dokumen.
Proses Hukum : Enam bulan penjara untuk nakhoda dan denda RP 15 juta. Kayu seharga Rp 500 juta juga di sita untuk negara.

MV Bravery Falcon
Waktu dan Lokasi Penangkapan : 9 Desember 2003 di perairan Sorong ,Papua, oleh KRI Tongkol
Negara Asal : Mongolia, Nakhoda Ngo Van Toan, berkebangsaan Vietnam
Muatan : 17.200 meter kubik kayu. Hanya 3.800 meter kubik diantaranya yang memiliki dokumen.
Proses Hukum : PN Jakarta Utara memvonis Ngo Van Toan, dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta, Barang bukti kayu seharga Rp 6,8 miliar serta kapal disita untuk negara.

Papua : Dokumen Aspal Kayu Ilegal

(Majalah TEMPO Edisi 24-30 Januari 2005)
Kapal itu tertambat didermaga.diatas geladaknya, empat prajurit TNI AL, bersiaga dengan senjata ditangan. Mata mereka menghujam nanar kearah dek tatkala melihat Tempo melangkah kesitu. Jangan salah tebak! ini bukan tentara-tentara yang tengah berjaga di kapal perang atau patrloli laut. Ini suasana diatas MV Mirna Rijeka- sebuah kapal berbendera Kroasia yang telah beberapa bulan ini merapat di Pelabuhan Zamrud Utara, Tanjung Perak, Surabaya. Keperkasaan kendaraan laut berukuran 13.544 GT (gross tonnage) itu, seolah meredup ditangan para tentara itu. Begitu pula Saganic Milan, 65 tahun.

Nakhoda kapal kelahiran Vidovici, Kroasia, itu seperti mulai padam semangat hidupnya. “Saya stress disini. Jenuh dan ingin segera pulang kampung, “katanya dalam bahasa Inggris terbata-bata kepada Kukuh S Wibowo, reporter tempo di Surabaya. Tertambatnya Mirna diSurabaya bukan tanpa sebab.

Kapal Perang KRI Sutanto 887 menangkapnya di perairan teluk Wondama, Papua, pada 29 Agustus 2004. Ketika itu MV Mirna baru saja membuang sauh, setelah memuat lebih dari 15 ribu meter kubik kayu gelondongan jenis merbau. Namun komoditas bernilai miliaran rupiah itu tidak dilengkapi dokumen yang sah. Surat Ijin Berlayar (SIB) kapal asing tersebut juga dianggap bodong. “Atas dasar itu kami menangkapnya,” kata Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Surabaya, Laksamana Pertama TNI Achmad Ichsan.

Kapal asal Kroasia itu lalu dibawa ke Tanjung Perak. Sejatinya, di Ambon, yang lebih dekat dari Papua ada pangkalan TNI AL, jadi mengapa mesti jauh-jauh ke Surabaya ? Achmad Ichsan punya penjelasan, “ Di Surabaya paling lengkap perangkat hukumnya, ada Kejaksaan Tinggi, ada Pengadilan Tinggi.”katanya (lihat wawancara dengan Achmad Ichsan : Dephut Sudah Kami Undang Untuk Rembukan). Sang Laksamana menambahkan, penyidikan tindak pidana tertentu tidak harus sesuai dengan tempat kejadian perkara (locus delicti), Maka meluncurlah Mirna dalam kawalan TNI AL ke Surabaya dan tiba disana pada 4 September 2004.

Apa daya penjelasan Achmad Ichsan tak bisa memuaskan semua orang, Deddy Blucher pengacara Saganic Milan antara lain, Deddy mengaku heran mengapa Mirna-kapal milik Istra Shipping Co. Ltd. Kingtown- harus dibawa ribuan kilometer dari tempat kejadian. Disekitar Papua kan juga ada juga pangkalan TNI AL,”katanya. Kejanggalan lain, menurut Deddy, Mirna ditangkap tak jauh dari tempat dia berlabuh. Jadi, kenapa tidak dicegah saat dipelabuhan itu (perairan teluk Wondama-red)?” dia melanjutkan.

Mirna Rijeka bukan satu-satunya kapal asing bermuatan kayu gelendongan yang ditangkap di Papua. Awal Desember 2003, KRI Tongkol menangkap MV Bravery Falcon di perairan Sorong. Seperti halnya Mirna –yang dilengkapi bendera Indonesia. Membawa 17,1 ribu meter kubik kayau merbau yang diduga hasil colongan. Kapal berukuran panjang 170 meter dan lebar 27 meter itu pun “diseret” ke Jakarta Utara. Nakhoda kapal Ngo Van Toan 45 tahun, dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Mirna Rijeka dan Bravery Falcon hanya contoh betapa kapal-kapal asing bebas merdeka mengangkut kayu curian. Lima tahun terakhir tercatat ada sejumlah kapal asing berbendera Indonesia yang ditangkap. Modusnya serupa : tak dibekali dokumen resmi yang sah (lihat yang tertangkap tangan). Sebagian yang ditangkap itu telah diadili, sebagian lagi dilepaskan kendati lambung kapalnya sarat oleh kayu tak berdokumen.

Lalu lintas perairan di beberapa daerah-daerah yang kaya kayu cukup ramai. Markus Marei, Kepala Kantor Pelabuhan Kelas V Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, mencatat dalam sebulan rata-rata 35 kapal keluar masuk pelabuhan. “Termasuk boat dan tongkang yang mengangkut kayu log,”katanya.

Penjarahan kayu itu menorehkan kerugian tidak hanya materi tetapi juga mempercepat ”lenyapnya” hutan Indonesia. Taruhlah rata-rata satu pohon volumenya 7 meter kubik dan rata-rata muatan kapal 15 ribu meter kubik. Maka ada 2.000 lebih pohon merbau yang ditebang dari hutan Papua sekali angkut. Dari nilainya, juga tidak kalah besar.”Harga ekspor kayu merbau itu US$ 450 (sekitar Rp 3,8 juta) per meter kubik,”kata Deddy.

Mengapa kapal asing itu begitu mudah berkeliaran di Indonesia ? Padahal berhelai-helai dokumen harus disiapkan untuk bisa dengan merdeka lalu lalang mengangkut kayu gelondongan. Dan semuanya perlu waktu. Diantaranya, surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH), surat kemudahan khusus keimigrasian (dahsuskim), dan surat izin berlayar (SIB). Prakteknya ? Saat ditangkap, MV Mirna tak dibekali SKSHH dan dahsuskim yang sah. Jadi mengapa Saganic Milan begitu berani membawa kayu log tanpa dokumen? “Semua persyaratan (berlayar-Red) sudah diurus oleh penyewa kami.

Kepada Tempo, Saganic menuturkan dia buang jangkar selama tiga hari di perairan Teluk Wondama untuk memuat kayu dari tempat penimbunan kayu setempat, sambil menanti kelarnya dokumen. Saganic sempat menelepon otoritas pelabuhan (Pelabuhan Wansior, Teluk Wondama-Red) agar segera menerbitkan dokumen pelayaran yang dia perlukan. Beberapa saat sebelum Mirna berlayar,”Ada kapal kecil membawa agen yang mengantarkan dokumen. Dan kami diperintahkan segera berlayar,”kata Saganic.

Baru saja berlayar menuju laut lepas, KRI Sutanto mencegatnya. Dokumen yang dibawa Saganic tidak valid alias bohong, dan Mirna pun segera di halau ke Tanjung Perak Surabaya. Deddy Blucher punya dugaan lebih jauh : dia curiga kapal Mirna Rijeka sengaja “diumpankan”. Lho, kok bisa ? Alasan Deddy, “bagaimana mungkin kapal itu dibiarkan berlayar tanpa diperiksa keabsahan surat-suratnya saat dia berlabuh? “Kecurigaan Deddy Blucher itu mengental karena saat saat MV Mirna hendak dicegat KRI Sutanto ada kiriman “dokumen susulan” dari pelabuhan. Istilahnya,”dokumen terbang”, yakni surat-surat yang sengaja disusulkan jika kapal menghadapi masalah perizinan.

Kisah dokumen terbang itu juga terjadi ketika MV Mirna merapat di Tanjung Perak. Menurut Saganic pihaknya didatangi orang yang mengaku bernama Lucas. Orang itu memberikan sejumlah dokumen dalam amplop tertutup. “Bawa ini, semua urusan akan beres,” Saganic menirukan kata-kata Lucas. Merasa bingung, Saganic mengontak Deddy. “Saya bilang ke klien saya jangan dibuka, biarkan dalam amplop tertutup,”kata Deddy.

Deddy Blucher kemudian menemui kliennya di Surabaya. Saat membuka amplop cokelat itu, betapa kaget pengacara yang biasa menangani kasus-kasus maritim ini. Salah satu dokukmen dalam amplop itu adalah SKSHH.

Dokumen SKSHH itu kemudian dilampirkan pihak penyidik Lantamal Surabaya sebagai dokumen perkara. Tapi Tempo menemukan sejumlah kejanggalan dalam ihwal tersebut (lihat Muatan Mirna Siapa yang Punya). Praktek pengiriman kayu tanpa dokumen- dan kemudian menyusulkan “dokumen terbang” jika muncul kesulitan-bukanlah hal baru.

Menteri Kehutanan M.S. Kaban dalam wawancara dengan Tempo menyebutkan praktek kejahatan penyelundupan kayu sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun dengan berbagai variasi. Kasus “dokumen terbang” seperti yang MV Mirna (si nakhoda asing diberi pegangan dokumen susulan oleh “agen” untuk menyelamatkan muatan kayu) hanyalah salah satu variasi modus untuk mengeruk kayu gelendongan yang amat berharga. Meminjam kata-kata Kaban : “Ini kejahatan yang luar biasa terorganisir dengan melibatkan banyak sekali pihak. Boleh dikatakan semua institusi pemerintahan, kenegaraan itu dirusak oleh mereka. Kaban benar MV Mirna memang bukan yang pertama. Tengoklah kasus MV Africa. Kapal berbendera Panama itu ditangkap Polisi Airud Polres Sorong awal Januari 2002. Kapal ini memuat 14 ribu meter kubik kayu ramin tanpa dokumen yang sah. Namun saat sebagian muatannya diturunkan, kapal itu dilepaskan. Padahal, proses bongkar muat dilakukan dalam pengawasan Polisi. Sumber Tempo membisikkan ketika proses bongkar muat berlangsung, bisa jadi ada agen lihai yang “menerbangkan” dokumen yang diperlukan. Maka selamatlah MV Africa.

Kisah lain terjadi awal November 2001, saat itu TNI AL menangkap MV Mandarin Sea, MV Fonwa Star, dan MV Rong Cheng. Ketiganya di sergap saat melego jangkar di perairan Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Gagal menunjukan dokumen muatan yang sah, ketiga kapal itu digiring ke Jakarta dengan pengawalan yang ketat TNI AL. Dilambung kapal-kapal tersebut menumpuk 25 ribu meter kubik kayu. Taksiran harga kala itu Rp 50 miliar.

Namun jerih lelah prajurit TNI AL yang menjaga kapal itu selama tujuh bulan akhirnya sia-sia. Polisi yang kemudian mengambil alih kasus ini, justru mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), meski sebelumnya telah menyita kayu itu. Kepala Subdirektorat Lingkungan Hidup Korps Reserse Mabes Polri (saat itu), Kombes Kamaluddin Lubis, yang meneken SP3 tersebut. Ketika Tempo mengkonfirmasi soal ini, dia menolak menjawabnya. Jawaban datang dari Kepala Humas Polri saat itu, Inspektur Jenderal Saleh Saaf. Kata Saleh,”Alasan teknis yuridis menyebutkan kapal itu belum bergerak, selain kapal itu tidak tahu muatannya illegal atau tidak,:kata Saleh. Maka lepaslah ketiga kapal tersebut.

Keputusan itu membuat banyak pihak kecewa. Bagaimana mungkin kapal yang telah memuat kayu curian tak berniat mengangkutnya? Pertanyaan itu anatara lain diajukan Andison Nur Yasin, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kehutanan.”Mungkin memang baru dalam taraf memuat, tapi untuk apa kayu itu di muat kalau tidak untuk diangkut?”katanya. Belakangan kayu itu akhirnya dilelang dengan harga jual Rp !,5 miliar.

Proses lelang kayu tampaknya juga bakal terjadi pada kasus MV Mirna. Mesti tak melibatkan Departemen Kehutanan, Pengadilan Negeri Surabaya menetapkan kayu milik Mirna itu bisa disita TNI AL. Anehnya dalam penetapan sita 28 september 2004 (bernomor 3226/IX/Pen.Pid/2004/PN SBY) disebutkan jumlah kayu log hanya 10,8 ribu meter kubik. Padahal, sehari sebelumnya, keluar hasil penilaian PT Sucofindo yang menyebut muatan kayu di MV Mirna bervolume 15,4 ribu meter kubik

Kasus Mirna telah diserahkan TNI AL ke Badan Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur pada 22 September 2004. Sayang, penyerahan perkara itu tak disertai penyerahan barang bukti kayu merbau ribuan meter kubik.”Tanpa barang bukti, kami tidak bisa melakukan penyidikan,”kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Jawa Timur, Haris Sujoko. Sesuai dengan Undang-undang nomor 41 tahun 1999, tentang kehutanan yang berhak menyidik urusan kayu adalah penyidik pegawai negeri, yaitu BKSDA. Adapun kayu sitaan MV Mirna kini dalam pengawasan TNI AL.

Sumber Tempo membisikkan kepada wartawan mingguan ini bahwa ada perihal “rebutan hak penyidikan” dibalik kisah si Mirna (lihat muatan Mirna siapa yang punya), Sebab menurut dia, sejatinya pihak Departemen Kehutanan tetap dapat melanjutkan tanpa barang bukti. “Nanti kan bisa memakai surat hasil lelang sebagai barang bukti,” sumber itu menjelaskan. Jadi ?

Berebut atau tidak, bagi aparat yang tipis iman, muatan kayu “tak bertuan” di MV Mirna dan kapal-kapal senasib adalah “lahan” yang amat menggoda. Coba kita buat hitungan kasar saja : permeter kubik kayu merbau itu bernilai U$$ 450 (sekitar Rp 3,8 juta). Volume muatan Mirna yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya adalah 10.884 meter kubik. Sedangkan dalam surveinya, Sucofindo mencatat 15.448 ribu. Artinya ? Ada selisih sekitar hampir 5.000 meter kubik yang setara dengan Rp 19 miliar.

Itu belum dihitung perbedaan harga lelang kayu hutan-dari kasus Bravery Falcon silam-hanya sekitar Rp 1 juta meter per kubik. Jika dilelang nanti, dan pemenangnya akan mengekspor, bisa dibayangkan besarnya selisih harga ekspor (Rp. 3,8 juta) dengan harga dasar. Coba tebak,siapa yang bakal menikmati uang limpahan itu bila kayu akhirnya dilelang.

30 January 2005

Surabaya : Nakhoda Saganic Milan : “ Kapal Kami Hanya di Carter “

(Majalah Tempo, Edisi 24-30 Juni 2005)
Siapa yang membawa kapal MV Mirna dan sejak kapan tiba di Wondama Papua?
Kami dicarter oleh perusahaan di Malaysia (Admiral Shipping SDNBHD). Kami tiba di Manokwari Papua, pada 21 Agustus 2004. Begitu tiba, kami langsung memasukkan kayu, sesuai dengan permintaan pihak pengorder yang mencarter kami. Kami bersandar tiga hari dan mempersiapkan dokumen-dokumen pelayaran yang diperlukan. Sebelum berangkat, kami masih harus menunggu surat izin terakhir. Namun surat izin ini tidak kunjung datang.

Lalu, apa yang Anda lakukan?
Kami menelepon ke otoritas pelabuhan untuk menanyakan dan mendesak agar surat izin dipercepat. Ketika sedang menunggu, datang satu kapal kecil yang mengantarkan seorang agen. Agen itu membawa dokumen dan menyerahkan kepada saya. Setelah menerima dokumen, turun perintah agar kapal segera berangkat. Kami pun berlayar meninggalkan pelabuhan. Tapi baru beberapa saat berjalan, kami di sergap kapal patroli KRI Sutanto.

Apa yang dilakukan KRI Sutanto?
KRI Sutanto memperingatkan kapal saya dan menyuruh berhenti untuk pemeriksaan surat-surat. Dua petugas dan di dampingi beberapa tentara (TNI AL) langsung naik ke kabin kapten. Mereka menanyakan dokumen muatan kapal dan surat izin berlayar (SIB). Semua surat dan dokumen saya serahkan. Tapi SIB tidak ada, karena kami hanya dicarter dan kapal ini bukan kapal Indonesia.

Bagaimana sikap KRI Sutanto terhadap penjelasan Anda?
Mereka berkeras bahwa kapal ini adalah ini adalah kapal Indonesia karena ada bendera Indonesia dan berlayar di perairan Indonesia. Tapi saya tetap membantah dan menjelaskan bahwa kami dari Kroasia dan disewa oleh sebuah perusahaan dari Malaysia. Saya menegaskan berulang kali bahwa kami diorder. Selama kurang lebih dua jam kami berdebat. Tapi mereka menyatakan menangkap kami dengan alasan tak bisa menunjukan dokumen secaralengkap. Kami lalu di bawa ke Surabaya dan tiba disana pad 4 September 2004.

Di Surabaya, Anda di periksa lagi?
Ya. Dan ditanyakan selalu saja soal SIB. Terhadap pertanyaan itu, saya selalu menjawab ini kapal carteran dan kami hanya menjalankan perintah.

Manokwari : Aneka Jenis Penyu Dibantai Di Manokwari

( Media Indonesia, 29 Januari 2005 )
Kegiatan pembantaian aneka jenis penyu diperairan pantai Manokwari, Irian Jaya Barat yang biasanya diburu dan ditangkap nelayan tradisional untuk dijual ke pasar dengan harga relatif tinggi, semakin marak.

Kendati ada larangan penangkapan satwa yang dilindungi itu, namun masyarakat dan nelayan tidak peduli. Kegiatan perburuan liar dari waktu ke waktu semakin meningkat, karena tidak diawasi instansi teknis terkait, di Manokwari upaya pengawasanterhadap jenis langka ini sangat minim sehingga kegiatan perburuan liarterus berlangsung.

Binatang ini banyak ditemukan pada pesisir pantai Mubrani dan Serai Distrik Amberbaken yang termasuk dalam kawasan cagar alam Mubrani-kaironi sepanjang 20 kilometer.

Demikian pula bentangan pantai Arui dan pinggiran sungai Boruapi daerah cagaralam Sidey, Wibain sepanjang 18 kilometer dan kawasan pantai Jonsoribo sebelah timur Distrik Manokwari.
Penyu yang dibantai itu yakni, Chelonis Mydas, Eretmochelys Imbricata, Dermochelys Corriecea dan Penyu Ikan.

Keempat jenis penyu ini berpotensi ekonomi tinggi sehingga menjadi sasaran nelayan dan masyarakat untuk diburu guna dikonsumsikan.


Menurut seorang pengamat lingkungan penyu tersebut apabila terjadiangin ribut dan gelombang besar dipesisir pantai memudahkan binatang ini untuk naik kedarat bertelur.

Selain perburuan liar terancam punah satwa tersebut juga akibat sarang telurnya dirusak mangasa predator seperti Tikus, Biawak dan Babi Hutan yang turun mencari makan dipinggiran pantai.
Menurut hasil penelitian, penyu ditanah Papua dan Irian Jaya Barat bahkan mungkin juga di Indonesia, selama ini perburuan liar terus meningkat, sedangkan usaha budidaya belum bisa diharapkan guna menjaga kelestariannya.

Hingga kini belum diketahui pasti berapa jumlah yang dibantai tapi yang jelas saat ini satwa tersebut dikategorikan sebagai spesies langka terancam punah jika faktor penyebab tidak diatasi.
Untuk itu pihak badan Suaka Alam Dunia (WWF) mengusulkan agar pemerintah dan instansi terkait secepatnya melakukan tindakan penyelamatan.

Oleh sebab itu upaya pengelolaannya berdasarkan prinsip pemanfaatan sumber daya secara lestari dimana kegiatan eksploitasi konservasi dan budidayanya harus serasi. (Ant/Ol-1)

29 January 2005

Jayapura : 128 Batang Kayu Ilegal Disita, Kini Diamankan di Mapolresta

( Cenderawasih Pos, 28 Januari 2005 )
Jajaran Polresta Jayapura berhasil menyita ratusan batang kayu yang tidak dilengkapi dokumen (ilegal) di Abepantai. Rabu (26/1). Kayu milik Andi Rizal itu rencananya akan dibawa ke jalan baru Abepura. Saat ini kayu bersama satu unit truck warna kuning dengan nomor polisi DS 0016 AD diamankan pihak polresta Jayapura.

Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Moch Son Ani melalui Kasat Reskrim AKP. Markus Bisinglasi kepada wartawan mengatakan penangkapan truck yang memuat kayu tanpa dokumen ini dilakukan oleh patroli dari Satuan Lantas Polresta Jayapura, Rabu (20/1) lalu sekitar 17.30. WIT.

Saat itu kayu yang diangkut dari Koya Koso mau dibawa ke jalan Baru Abepura. “Sopir truck disuruh pemilik kayu untuk mengantar kayu tersebut ke jalan Baru Abepura,”ungkapnya.

Kayu yang diamankan tersebut menurut Kasat Reskrim, berjumlah 128 batang yang terdiri dari beberapa jenis dan ukuran.”Paling banyak yang berukuran 5x20 kurang lebih 11 batang, kemudian ada yang berukuran 5x5, 5x10 dan10x10.”ungkapnya, tanpa menyebutkan secara rinci.

Karena tidak memiliki dokumen, maka pemilik kayu tersebut telah melanggar undang-undang Kehutanan No. 41 1999 sehingga akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Sopir truck yang membawa kayu tersebut menurut Kasat Reskrim telah diminta keterangnnya dan pihaknya juga telah melayangkan surat ke Dinas Kehutanan Kota Jayapura untuk menjadi saksi ahli sehingga dapat diketahui keabsahan dari kayu tersebut apabila tidak didukung oleh suatu surat,” Pemiliknya juga akan kita mintai keteranganya,”ujarnya. (nce)

28 January 2005

Merauke : Selundupkan Kura-Kura Moncong Babi, Tiga Resmi Tersangka

( Cenderawasih Pos, 27 Januari 2005 )
Akibat diduga selundupkan 450 ekor kura-kura moncong babi yang berhasil digagalkan diBandara Mopah Merauke beberapa waktu lalu, 3 orang yang diduga sebagai pelakunya ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini kemukakan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah Merauke Ir. Tanga Barang, ketika ditemui, kemarin.

Menurut dia, berkas ketiga tersangka tersebut masing-masing Porter OR (30), karyawan PT Angasa Gita Sarana, RL pelaku utama yang kini kabur kedaerah lain dan DL (34) sopir dari RL, telah diserahkan ke pihak kejaksaan Negeri Merauke untuk ditindak lanjuti. Dalam penyelidikan yang dilakukan langsung oleh PPNS KSDA, RI, ditetapkan sebagai tersangka karena mengetahui kejadian tersebut dimana sebagai sopir ia mengamankan langsung selundupan tersebut.

Bahkan, lanjut Tanga Barang, yang bersangkutan telah diusulkan kepihak kepolisian Polres Merauke untuk ditetapkan kedalam Daftar Pencarian Orang. “Beberapa waktu lalu, tersangka RI, kita mintakan ke Polres untuk ditetapkan kedalam DPO,”jelasnya.

Sekedar diketahui, upaya penyelundupan itu dilakukan pada awal November 2004 lalu di Bandara Mopah Merauke. Hewan yang masuk dalam perlindungan KSDA tersebut rencananya akan diselundupkan lewat pesawat menuju Jakarta. Hanya saja, barang tersebut belum kesampaian sudah berhasil di bongkar berkat informasi yang diterima petugas KSDA. (ulo)

26 January 2005

Jayapura : Masyarakat Harus Berperan Aktif, Untuk Mengatasi Kerusakan Lingkungan

( Cenderawasih Pos, 25 Januari 2005 )
Kepala Bapeldada Provinsi Papua Drs. F.D Dimara, MM menyatakan bahwa, pengendalian dampak kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini, disebabkan oleh kebijakan dan tindakan yang lalai dari pemerintah dan masyarakat sendiri.

Karena itu, untuk meminimalisasikan tingkat kerusakan lingkungan, perlu adanya kesadaran dari semua komponen, termasuk pengambilan kebijakan pembangunan yang harus mempertimbangkan dampak negatifnya.

“Kalau kita cermati, sebenarnya terjadinya dampak kerusakan lingkungan selama ini tidak bisa dipisahkan dari peran masyarakat juga untuk ikut menjaga lingkungan. Seperti halnya, pembuangan limbah industri ke kali (sungai) tanpa diproses lebih dahulu, pendirian bangunan yang tidak didahului oleh Amdal, dan kegiatan lainnya yang memberikan dampak negatif,” jelasnya kepada Cenderawasih Pos baru-baru ini.

Karena itu bagi dia, yang terpenting adalah dimanapun masyarakat berada dan tinggal, harus dapat menjaga kelestarian lingkungannya. Sebab penyebab kerusakan lingkungan itu adalah akibat dari kelalaian masyarakat, disamping adanya kebijakan pemerintah tentang pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan.

“Karena itu mulai tahun ini, kita akan memberikan perhatian khusus terhadap hal tersebut lewat berbagai kebijakan pembangunan yang dibuat Bapeldada. Salah satunya adalah melakukan kampanye dengan melibatkan semua komponen, mulai dari akademisi, LSM, tokoh Masyarakat dan tokoh adat,” tandasnya. (mud)

25 January 2005

Biak : Beberapa Jenis Burung Endemik Papua Berhasil Dikembangkan

( Cendrawasih Pos, 24 Januari 2005 )
Pengelola Taman Burung dan Tanaman Anggrek (TB/TA) Distrik Biak Numfor telah berhasil melakukan pengembangan terhadap beberapa jenis burung endemik Papua. Penanggung jawab Pengelola Taman Burung, Lukas Mansawan mengatakan ditengah keterbatasan yang dimiliki, para pengelola Taman Burung telah berhasil mengembangbiakkan beberapa jenis burung seperti Kasuari dan Mambruk.

Dikatakan selain jenis Kasuari dan Mambruk yang telah berhasil di kembangbiakkan di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak Timur, pihak pengelolaan juga sedang berupaya untuk mengembangbiakkan beberapa jenis burung Cenderawasih.

“Sebenarnya sudah ada beberapa jenis burung yang bertelur. Tetapi karena kita belum memiliki sangkar khusus untuk burung cendrawasih, yang bertelur, maka telur-telut mereka tidak dapat menetas. Seharusnya kita sudah memilkik sangkar khusus untuk memisahkan burung yang sedang bertelur,”ungkap Lukas Mansawan kepada Cenderawasih Pos sabtu kemarin.

Selain masalah keterbatasan sangkar khusus, droping dana untuk operasional dan pemeliharaan Taman Anggrek dan Taman Burung yang sering terlambat juga merupakan salah satu kendala. Akibat keterlambatan droping dana tersebut, penggadaan pakan burung dan honor karyawan TB/TA sering terlambat, “Karena dana untuk operasional taman burung dan taman anggrek oleh pemerintah provinsi dimasukkan kedalam anggaran proyek, maka dropingnya sering terlambat. Kita bersyukur rekanan kita untuk pakan burung siap mendroping pakan meskipun dana proyek belum cair,”kata Lukas Mansawan. (nat)

Biak : Pengembangan Tanaman Cengkeh di Biak Timur Belum Optimal

( Cenderawasih Pos, 24 Januari 2005 )
Upaya Pemerintah Kabupaten Biak Numfor melalui Dinas Perkebunan untuk mengembangkan tanaman cengkeh di distrik Biak Timur tampaknya belum optimal. Setelah sampai saat ini masyarakat yang memiliki pohon cengkeh disekitar kawasan hutan rimba jaya masih mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil cengkeh mereka.

Bahkan beberapa orang petani yang ditemui Cenderawasih Pos saat mengikuti kunjungan kerja Tim III DPRD di Distrik Biak Timur Sabtu kemarin mengaku mengalami kesulitan untuk memasarkan cengkeh mereka saat berbunga. Karena kesulitan mendapatkan pasar, petani terpaksa harus menjual cengkeh mereka kepada pengumpul Rp 50.000 perpohon.

“Terus terang kami tidak tahu mau dijual kemana cengkeh kita ini pada saat berbuah. Terpaksa kami jual Rp 50.000 perpohon saja dari pada bunga cengkehnya tidak dimanfaatkan,”ungkap salah seorang petani yang sempat ditemui di kebunnya.

Tidak adanya tindak lanjut pembinaan terhadap petani cengkeh yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan sangat disayangkan oleh Tim III DPRD yang diketuai Hengky R Pontonuwu saat melakukan peninjauan di kebun cengkeh di Distrik Biak Barat.

Tidak adanya pembinaan lanjut yang dilakukan oleh instansi teknis menurut Hengky mengakibatkan pihak petani mengalami kesulitan dalam melakukan pemeliharaan tanaman dan pemasaran hasil kebun.

“Seharusnya ada pembinaan kepada petani bagaimana cara merawat, memanen dan memasarkan hasil cengkeh mereka. Tetapi yang kami lihat instansi teknis justru terus melakukan penambahan bibt, tetapi tidak ada penanganan terhadap pohon yang sudah tumbuh dan menghasilkan bunga. Seharusnya ada kajian yang lebih mendalam sebelum proyek tersebut dikerjakan, sehingga masyarakat tidak hanya dijadikan obyek,” ujar Hengky. (nat)

23 January 2005

Sorong : Dua Saksi Beratkan AKBP Faisal AN, Felix dan Petrus mengaku Kayu yang disita Bukan dari MV Africa

( Cenderawasih Pos, 22 Januari 2005 )
Sidang lanjutan kasus illegal logging dengan terdakwa mantan Kapolres Sorong AKBP Drs Faisal AN di PN Sorong kamis (20/1) makin menariksaja.
Kalau sidang-sidang sebelumnya umumnya saksi meringankan para terdakwa maka sidang yang Ketua Majelis Hakim Marthen Thosuly SH, dibantu hakim anggota Hebbin Silalahi SH dan Andi Asmuruf SH, berbalik.

Dua saksi yang hadirkan jaksa penuntut umum (JPU) yakni Felix Wiliyanto dan Petrus Nipai justru memberatkan terdakwa Faisal AN dan mantan anak buahnya Bripka Aceng Danda
Dalam Keterangannya, Felix Wiliyanto dan Petrus Nipai Mengaku kalau kayu sebanyak 1.858 M3 yang disita sebagai barang bukti dan kemudian di police line Serse Polres Sorong saat itu bukan kayu yang dimuat MV Africa melainkan kayu milik Felix Wiliyanto.

Dimana menurut Felix, kayu gelondongan itu katanya dibeli dari masyarakat di beberapa desa yakni, Sumbai, dan Kais. Kemudian Ia mempercayakan kepada Petrus Nipai untuk menangani dan mengangkut kayu itu kedesa Yahadian.

Saya sudah beli 95 persen dan sudah bayarkan uangnya kepada masyarakat pak Hakim. Tetapi yang membuat saya terkejut adalah kenapa kayu milik saya dipolice line oleh polisi bahwa saya mencuri kayu milik sitaan yang diturunkan MV Africa di desa Yahadian, padahal kayu tersebut saya kumpulkan dari dua desa dan dipusatkan ke desa Yahadian dimana saya carter tongkang Sungguh,” kata saksi Felix kepada majelis hakim.

“Ditanya hakim beberapa kali dirinya diperiksa oleh Mabes Polri? Kemudian dijawab oleh saksi Felix, ada berapa kali, yakni diperiksa dua kali Propam Mabes Polri, dan satu kali di Bareskrim.

“Dan saya nyatakan bahwa kapal MV Africa tidak menurunkan kayu, tetapai kayu itu milik saya. Ya, saya memang tidak turun melihat ke Yahadian setelah kayu itu dipolice line, tetapi sebelumnya dipolice line, saya sempat beberapa kali melihat ke lapangan,”katanya.

Lebih lanjut Felix Wiliyanto yang dikenal sebagai pengusaha kayu itu juga mengatakan Bupati Sorong Jhon Piet Wanane pernah memangil dirinya, hal ini dikarenakan ada laporan dari Aceng Danda dan Anshar Djohar ( dua anak buah Faisal) Dimana persoalan police line kayu itu diselesaikan dengan baik.

Dimana Bupati juga menyampaikan bahwa kayu itu jika sudah dipolice line berarti dasar hukumnya sudah kuat, sehingga harus diproses, tetapi pernyataan bupati ini disanggah oleh Felix bahwa kayu itu adalah miliknya dan mempunyai dokumen lengkap kayu tersebut dibeli dari masyarkat kampung melalui Petrus Nipai.

Seperti diketahui Faisal AN dijerat dalam perkara ini salah satunya karena barang bukti yang disita untuk di proses itu dituduhkan bukan kayu yang dimuat MV Africa, melainkan kayu milik Felix Wiliyanto. Namun hal itu dibantah oleh Faisal AN. Ditemui saat-saat awal persidangan, Faisal mengatakan kalau perkara kayu Felix dan MV Africa itu harus dipilah-pilah. Dimana diakui kayu Felix itu kayu dari MV Africa, karena dianggap ilegal itulah kemudian diproses, namun ternyata tidak ditindak lanjuti oleh pihak kejaksaan justru kayu MV Africa yang diakui masih dalam proses penyelidikan diobok-obok hingga akhirnya mengantarkan mantan Kapolres Sorong itupun duduk sebagai terdakwa.

Dalam lanjutan persidangan pertama dengan terdakwa Faisal AN dan Aceng Danda yang dimulai sekitar pukul 10.20 WIT, dengan majelis hakim yang diketuai Marthen Thosuly, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) R Simon SH dan Andi Kurniawan SH. Para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya M Syukur SH, Umarb Renhoran SH, Alexy Sasube SH, Christoffel Tuarima SH dan Lodius Tomasoa SH. Dimana saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Faisal AN dan Aceng Danda adalah Anshar Djohar, Felix Wiliyanto dan Petrus Nipai.

Sementara itu saksi Anshar Djohar (juga jadi terdakwa dalam kasus ini), dibawah sumpah membeberkan bahwa dirinya tidak pernah diperiksa sebagai saksi, tetapi diperiksa sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Dimana yang memeriksanya adalah AKP Kuryanto dari Bareskrim Mabes Polri.

Anehnya mantan Kaur Serse Polres Sorong itu mengaku kalau dalam pemeriksaan terhadap dirinya itu Ia tidak membaca BAP (berita acara pemeriksaan) tetapi langsung ditanda tanganinya karena pada saat itu waktu sudah mendesak saat akan diberangkatkan dari Mabes Polri di Jakarta mau dibawa ke Sorong.
Dimana alasan AKP Kuryanto saat itu katanya berkas yang mesti di tanda tangani itu dengan tersangka Brigjen RazimanTarigan, namun ternyata mantan Wakapolda itu lolos.
Ditanya soal Ia mendatangi Dirut Vira Irja Pasifik (VIP) Jonias Thon untuk penyerahan kapal bersama David Tono? Anshar Djohar membeberkan bahwa dirinya bertemu Junias Thon hanya satu kali saat bersama Mr. David Tono kekantornya untuk menyerahkan MV Africa ke agennya.

Dimana kayu katanya diturunkan Ke desa Yahadian. Menurutnya kayu tersebut adalah Kayu Mv Africa yang memang diturunkan dalam waktu satu hari. “Kayu itu adalah kayu MV Africa, jadi bukannya kayu Felix, justru Felix yang mencuri kayu itu, sehingga saya sendiri yang turun ke desa Yahadian untuk mempolice line kayu itu, bahwa kayu itu adalah miliknya MV Africa yang diturunkan sebagai BB.”katanya.

Sedangkan saksi Petrus Nipai saat ditanya hakim bahwa kayu yang ada di desa Yahadian apakah kayu miliknya MV Africa atau milik masyarakat? Dijawab oleh Petrus Nipai yang merupakan anak angkat dari Felix Wiliyanto bahwa, Felix Wiliyanto adalah bapak angkatnya dalam usaha kayu log, dan kayu yang di police line itu adalah kayu milik Felix.

Saksi mengaku dirinya tidak pernah mendengarkan kabar bahwa MV Africa pernah menurunkan kayu didesa Yahadian.
“Itu kayunya masyarakat pak hakim, dan kayu ini dibeli di dua kampung yakni, desa Sumbe dan Kais yang kemudian diangkat secara estafet oleh tongkang dan dibawa ke Yahadian dan itu semua prakarsa Felix untuk dibawa ke Yahadian. Begitu kayu itu diangkat dan sisa 86 batang ternyata muncul polisi dan membuat police line terhadap kayu itu dan Felix ditahan,” katanya.

Ditanya hakim apakah ada pemaksaan, tekanan saat diperikasa penyidik? Dijawab Petrus bahwa malam itu lupa tanggalnya dan harinya dirinya sedang jalan dijalan raya tiba-tiba diangkat oleh petugas dan dibawa ke Polres untuk diperiksa secara tiba-tiba.
“Hal itu yang membuat saya takut, ternyata yang ditanyakan adalah seputar kayu, jadi saya jawab lancar. Dan saya tanda tangani BAP itu tidak ada paksaan maupun tekanan pak hakim, saya tanda tangani sendiri,”katanya.

Seusai sidang dengan terdakwa Faisal AN dan Aceng Danda, maka sidang kedua dilanjutkan dengan terdakwa I Putu Mahasena, Anshar Djohar dan Widodo, saksi yang dihadirkan ada dua saksi yakni, Felix Wiliyanto dan Petrus Nipai.

Materi pertanyaan dan jawaban dari kedua saksi sama dengan persidangan sebelumnya. Dimana saksi Felix Wiliyanto tetap bersikukuh bahwa kayu yang ada di Desa Yahadian adalah kayu miliknya, sedangkan MV Africa tidak pernah menurunkan kayu sama sekali di desa tersebut. Alasan Felix bahwa, muara desa Yahadian sangat sempit, sehingga sulit untuk Kapal MV Africa bisa masuk dan menurunkan kayu. Ternyata pernyataan ini dibantah oleh Ansar Djohar. Setelah memeriksa semua saksi, hakim ketua Marthen Thosuly SH menunda sidang hingga Kamis (27/1) dengan materi sidang pemeriksaan saksi-saksi lainnya termasuk Brigjen Raziman Tarigan. (mul)

21 January 2005

Tips & Trik : Wortel, Turunkan Risiko Serangan Stroke

(sumber : www.suarakarya-online.com)
Wortel, sayuran berwarna oranye yang pertama kali ditemukan di Afghanistan sekitar abad ke-7 ini sudah lama dikenal sebagai sayuran yang memiliki khasiat untuk menjaga kesehatan mata. Dalam tubuh, betakaroten yang ada dalam wortel diubah menjadi vitamin A yang sangat penting dalam menjaga fungsi retina mata.

Kadar betakaroten dalam wortel terdapat sekira 754 ug, hampir dua kali lipat lebih banyak dibandingkan pada kangkung yang hanya 380 ug dan juga bayam yang hanya 404 ug. Semakin oranye warnanya, maka semakin tinggi pula kandungan betakarotennya.
Namun, satu hal yang harus diperhatikan adalah proses pemasakan wortel agar kandungan zat yang ada didalamnya tidak terbuang percuma. Wortel yang direbus dan ditambah sejumlah minyak/lemak (biasanya dalam membuat tumis), ternyata kadarnya akan meningkat kira-kira sepertiga apabila dibandingkan dengan wortel mentah. Kebaikan lainnya, wortel yang dimasak akan lebih mudah diserap tubuh.
Keistimewaan wortel, selain kaya akan betakaroten, sayuran itu juga mengandung zat antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari kemungkinan serangan kanker.

Kandungan lainnya yang dominan dalam sayuran ini adalah asam fenolat.
Para peneliti juga mengungkapkan, kadar antioksidan ini akan terus meningkat selama satu minggu penyimpanan dalam suhu tinggi dan sesudah itu, baru kadarnya akan menurun, namun tidak akan lebih rendah dari wortel mentah.
Sebuah riset yang dilakukan oleh Robertson, peneliti dari Amerika memperlihatkan bahwa dengan mengonsumsi wortel sebanyak 200 gr/hari dan selama 3 minggu berturut-turut, bisa mengurangi kadar kolesterol darah sampai 11 persen. Hal ini cukup bermakna karena penurunan 1 persen saja kolesterol, dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung sampai 2 persen. Jadi dengan kata lain, dengan mengonsumsi wortel selama 3 minggu, bisa mengurangi risiko terkena serangan jantung sampai 22 persen.
Peneliti lain Immanuel Griffith dari Universitas Missouri di Amerika Serikat juga menyuguhkan penelitian serupa. Para relawan yang rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun yang pernah terkena serangan jantung, diharuskan mengonsumsi wortel selama 1 bulan penuh dengan jumlah 250 gr/hari. Ternyata, hasil pemeriksaan kolesterolnya bisa menurun rata-rata 27 persen.
Kaitan terdekat bagi mereka yang berkolesterol tinggi, selain risiko serangan jantung, juga risiko terkena stroke. Jika rajin mengonsumsi wortel paling sedikit 5 kali dalam seminggu, riset menunjukkan makanan itu bisa menekan risiko terkena stroke sampai 68 persen apabila dibandingkan dengan mereka yang hanya satu kali, atau bahkan tidak pernah mengonsumsi wortel dalam setiap bulannya.
Penelitian di atas cukup representatif karena melibatkan puluhan ribu perawat selama hampir 8 tahun di Universitas Harvard.
Hasil ini juga melengkapi penelitian sebelumnya yang mengatakan dengan mengonsumsi satu setengah batang wortel ukuran sedang setiap hari, bisa mengurangi stroke sampai 40 persen.

Aktivitas antistroke dari wortel ini diduga karena aktivitas beta karoten yang akan mencegah terjadinya plak atau timbunan kolesterol dalam pembuluh darah. Beta karoten merupakan pigmen paling aktif apabila dibandingkan dengan alpha dan gamma karoten. Biasanya betakaroten lebih dikenal sebagai pro vitamin A yang akan menjadi vitamin A pada dinding usus halus.

Bagi mereka yang sudah terkena stroke, vitamin A dapat mencegah kematian atau cacat setelah stroke. Hal ini merupakan hasil penelitian dari para ahli di Universitas Brussel, Belgia yang menganalisis sekira 80 persen pasien selama 24 jam setelah mereka terserang stroke.

Ternyata para peneliti menemukan kadar vitamin A yang berlebih atau di atas rata-rata pada pasien-pasien itu, menjaga daya tahannya lebih baik dan lebih sedikit mengalami kerusakan neurologisnya. Hal ini menyimpulkan, bahwa vitamin A bisa meredam kerusakan oksidatif tatkala otak kekurangan oksigen selagi terkena serangan stroke.
Jadi bagi mereka yang kini sudah berusia di atas 40 tahun dan biasanya cukup rawan dengan berbagai penyakit degeneratif karena kolesterolnya yang selalu meninggi, maka tunggu apalagi, makanlah wortel dengan teratur. Bukankah upaya mencegah itu lebih baik dari pada mengobati?

Pilihlah wortel yang masih segar, halus kulitnya, dan warnanya yang masih menyala. Untuk mempertahankan kadar betakarotennya agar tidak menurun, maka wortel jangan dikupas, tapi cukup digosok atau disikat sedikit saja, kecuali kalau memang kulitnya sudah rusak atau mengeras. (T-1)

Jayapura : Potensi DAS Harus Dikaji Melalui Forum

( Cenderawasih Pos, 20 Januari 2005 )
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Ir. Marthen Kayoi mengatakan potensi ekosistem DAS (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) maupun Dinas Kehutanan pada 2005 ini harus dikaji lewat sutau forum resmi.

Dan menurutnya, forum DAS yang akan dibentuk itu harus bersifat independen dan tidak terikat pada suatu lembaga tertentu. “Selain itu orang-orang yang akan masuk dalam forum tersebut harus mengetahui apa itu DAS apakah potensi ekonomis, potensi sosial maupun potensi lingkungan,”ujarnya kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di hotel Relat Jayapura, kemarin.

Diungkapkan, forum ini juga akan merancang pikiran-pikiran alternatif yang bisa disumbangkan kepada birokrasi untuk mengambil kebijakan sesuai karakteristik DAS. Lanjutnya, perlu dibangun mekanisme-mekanisme yang lebih baik untuk menata kinerja forum kedepan dengan koordinasi-koordinasi yang harus dilakukan dengan semua kelembagaan yang mempunyai kepedulian terhadap DAS.

“Orang-orang yang harus berada dalam forum ini harus independen supaya tidak dipengaruhi seperti orang-orang peneliti dan perguruan tinggi yang harus memberikan pikiran yang murni tanpa ada yang mempengaruhi,’katanya.lanjut alumni faperta Uncen (UNIPA saat ini), masalah DAS akan terkait dengan semua komponen ekosistem.(yub)

20 January 2005

Jakarta : Kembalikan Lorentz ke Masyarakat Koteka

( Kompas ,19 Januari 2005)
Masyarakat adat Koteka yang sejak 1998 direlokasi ke wilayah adat Kamora, Kabupaten Mimika, mendesak pemerintah agar mengembalikan mereka ke tempat asalnya di wilayah pegunungan tengah Papua. Mereka juga menuntut hak pengelolaan Taman Nasional Lorentz yang merupakan hak ulayat masyarakat adat Koteka.


Hal itu dikemukakan Kepala Suku Koteka, Yalini Kobogau, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/1).Bagi masyarakat adat Koteka, tanah dan sumber daya alamnya bukan sekadar barang ekonomi, namun juga bermuatan spiritual dan sakral. "Karena itu pengelolaan dan pengawasannya harus diserahkan kepada kami dengan sistem dan hukum yang kami jalankan turun- temurun," kata Kobogau.

Menurut Kobogau, sebanyak 1.500 keluarga (sekitar 5.000 jiwa) dipindahkan karena alasan wilayah yang mereka tempati ditetapkan sebagai taman nasional. Tanpa konsultasi dengan masyarakat adat Koteka sebagai pemegang hak ulayat, pemerintah secara sepihak menetapkan kawasan itu sebagai Taman Nasional Lorentz, 1997. Bahkan telah ditetapkan oleh Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai situs warisan alam dunia.

Perjuangan masyarakat adat Koteka untuk merebut kembali hak ulayatnya digerakkan oleh Yayasan Pendidikan Pelestarian dan Perlindungan Alam Budaya Papua (YP3ABP). Yayasan ini didirikan oleh masyarakat adat Koteka sendiri.

Sekretaris YP3ABP Jimmy Erelak mengemukakan bahwa kawasan TN Lorentz harus dilepaskan oleh pemerintah atau lembaga swasta yang selama ini mengelola atas nama hutan negara dan dikembalikan kepada masyarakat adat Koteka sebagai pemegang hak ulayat.

Masalah sosial
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah mengungkapkan bahwa penggusuran terhadap masyarakat adat terjadi akibat operasi perusahaan pertambangan di wilayah itu. Kondisinya semakin parah setelah kawasan itu ditetapkan sebagai TN Lorentz, sebab pemerintah masih mengacu pada paradigma lama, bahwa taman nasional tak boleh dihuni manusia.Sementara itu, di tempat yang baru di pesisir selatan Kabupaten Mimika, masyarakat adat Koteka menghadapi berbagai persoalan sosial. Menurut Kobogau, orang Koteka yang hidupnya di gunung tidak mampu beradaptasi dengan daerah pesisir. "Banyak warga kami yang meninggal karena malaria," ucapnya.

Selain itu, masyarakat adat Koteka sebagai warga pendatang kerap terlibat konflik dengan masyarakat adat Kamora sebagai pemilik wilayah. "Kami benar-benar terpinggirkan," ujar Kobogau. (LAM)

Jayapura : Tangani Kehutanan Perlu Konsep Yang Sama

( Cenderawasih Pos, 19 Januari 2005 )
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir. Marthen Kayoi, MM mengatakan dari data yang ada, lahan kritis di Papua mencapai 3,6 juta hektar dan ini harus ada forum dan lembaga DAS untuk mengatasinya dengan konsep yang sama dari berbagai elemen.

Hal itu dikatakan saat tampil sebagai pemateri pada lokakarya pengembangan kesepahaman dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan berbasis ekosistem DAS di Hotel Relat, selasa kemarin.

Dikatakan lokakarya ini adalah wadah atau sarana untuk menyatuka konsep dari semua lembaga yang terkait untuk membangun Kehutanan kedepan. Didepan 42 peserta lokakarya tersebut, Kadis Kehutanan menjelaskan, persoalan yang harus dilihat dalam kegiatan ini adalah seberapa jauh degradasi hutan di Papua dan seberapa jauh upaya yang sudah dilakukan, sehingga bisa mencari kesepahaman yang berdasar konkret.

Selain itu dia juga menambahkan, saat ini pemerintah pusat telah memberikan beberapa kesempatan untuk memperoleh dana melalui dokumenanggaran satuan kerja (DASK) dan gerakan nasional rehabilitasi lahan (GNRH). “Kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk membuat suatu konsep kesepahaman dalam membangun aturan dan kerja dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan yang berbasis pada ekosistem DAS,” ujarnya.

Untuk saat ini Papua sudah memiliki 72 ekosistem DAS yang berhasil diketahui dan dibutuhkan berbagai pelaksana kerja yang membawa satu konsep pemahaman dari berbagai komponen yang mempunyai kepedulian Hutan di Papua.

“Pertemuan ini juga diharapkan tidak hanya membangun konsep kesepahaman tetapi juga bisa membentuk suatu forum DAS yang didalamnya akan ada pihak pemerintah LSM yang bergerak dibidang kehutanan serta swasta,”imbuhnya. (yub)

19 January 2005

Sorong : I Putu M, Akui Buat Sprint Turunkan Kayu MV Afrika

(Papua Pos 18 Januari 2005)
Sidang pemeriksaan saksi-saksi dibalik kasus kaburnya MV Afrika yang melibatkan terdakwa mantan Kapolres Sorong, Faisal cs masih berlanjut di ruang pengadilan Negeri Sorong, Senin (17/1) kemarin.
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Martehn Thosuly, SH didampingi hakim anggota masing-masing Hebbin Silalahi, SH dan Andy Asmuruf, SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi, masing-masing Jonias Thon dari perusahaan pelayaran PT. Irja Pasifik sebagai agen atau jasa yang mengurus MV. Afrika selama berada di Sorong. Selain itu, dua saksi lain adalah I Putu Mahasena (mantan Wakapolres Sorong) dan Widodo (mantan anggota kaur serse Polres Sorong) yang juga sebagai terdakwa dalam kasus kaburnya MV Africa tersebut. Jonias Thon yang dipanggil JPU sebagai saksi pertama dihadapan sidang mengakui sebalum datangnya MV. Afrika pihaknya pernah didatangi Ansar Djohar dan David Tono untuk koordinasi menjadi agen MV. Afrika selama di Sorong. Penunjukan itu mendapat izin principal dari luar negeri (admiral lines) untuk mengurus kapal tersebut. Begitu kapal tiba pihaknya langsung koordinasi dengan instansi terkait. Ia juga mengakui bahwa kapal tersebut dicarter David Tono untuk memuat kayu dan dua hari setelah kapal tiba langsung muat kayu.

Menjawab pertanyaan hakim, JPU dan Penasehat hukum terdakwa, Jonias mengakui saat kapal ditangkap pihaknya tidak berada ditempat bahkan saat kapal kabur juga tidak diketahuinya. Namun setelah kapal kabur ia diminta Ansar Johar untuk menanda tangani berita acara penyerahan kapal di polres Sorong. Saksi sempat menolak namum Ansar Johar berdalih berita acara tersebut hanya untuk arsip di Polres Sorong. Karena diminta pihak penyidik saat itu akhirnya ia tanda tangan berita acara tersebut walaupun berita acara itu diakuinya nihil.

Saksi juga pernah ditelepon dan menelpon mantan kapolres Sorong, Faisal AN yang isi soal keberadaan kapal di Sorong. Pertelepon kapolres menyerahkan bahwa soal datan dan segala sesuatu tentang kapal koordinasi dengan Ansar Johar. Sebab, saat itu terdakwa Faisal AN sedang naik haji di Mekkah. Hal ini juga dibenarkan Faisal AN sebagai terdakwa I dalam sidang tersebut. Memasuki materi pemeriksaan saksi kedua dan ketiga, suasana ruangan sedikit tegang. Pengunjung sidang begitu serius mendengarkan keterangan I Putu Mahasena yang saat itus ebagai Wakapolres Sorong, demikian halnya juga kesaksian Widodo (anggota kaur serse saat itu) mengundang minat pengunjung untuk mendengarkan dengan serius.

I Putu Mahasena dalam kesaksiannya mengakui dari awalnya ia tidak mengetahui kasus tersebut. Ia mengetahui kasus tersebut sekembalinya dari Jayapura tanggal 23 Januari 2004. Begitu tiba usai mengikuti ujian skripsi di Uncen, ia langsung diserahi surat perintah tugas untuk menjalani tugas sebagai pelaksana harian sebab dua hari kemudian (25 Januari 2002, red) kapolres berangkat naik haji. Namun sehari setelah kaoplres berangkat (26 Januari 2002, red) ada gelar perkara di polres Sorong oleh Kaur Serse Polda Papua terkait berkaitan dengan kapal tersebut. Hasilnya, barang bukti berupa kayu, kapal dan tersangka David Tono ditahan. Berdasarkan itu maka I Putu Mahasena yang sat itu sebagai PJS Kapolres Sorong mengeluarkan dua surat perintah yaitu surat perintah No. 27 dan 28 tahun 2002 tentang perintah penyelidikan dan surat perintah penurunan barang bukti.

Surat perintah diserahkan kepada Ansar Johar. Dalam perkembangan selanjutnya Ansar Johar memberikan laporan kalau kapald an barang bukti sudah diturunkan yang diperkuat dengan foro-foto yang walaupun saat itu saksi mengakui tidak turun langsung ke lapangan guna mengecek kebenaran laporan tersebut. Saat kapolres kembali dari naik haji laporan yang ama disampaikan kepada kapolres pada tanggal 5 Maret 2002. saksi yang juga sebagai terdakwa dalam kasus ini saat penyelidikan pernah dimintai kapolda untuk teruskan penyelidikan namun Wakapolda memintanya untuk lepaslan kapal tersebut. Atas laporan Ansar Johar, dihadapan dan atas desakan JPU saksi mengakui perjan juga membuat laporan lisan dan tertulis kepada kapolda kalau barang bukti sudah diturunkan yang akhitnya laporan itu palsu sebab kayu tidak diturunkan.

Sidang semakin menarik ketika Widodo ditampilkan sebagai saksi ketiga dalam sidang tersebut. Dimana saksi yang juga sebagai terdakwa tersebut memberikan keterangan dihadapan sidang dengan lantang dan memberikan keterangan secara runut mengenai kaburnya MV. Afrika dan barang buktinya tersebut. Ia mengakui tanggal 17 Januari 2002 dirinya mendapat surat tugas dari kapolres untuk menjadi penyidik pembantu dalam aksus tersebut yang ditindak lanjuti dengan permeriksaan saksi MV. Afrika. Tanggal 18 Januari 2002, polres Sorong didatangi tim dari mabes Polri guna melihat kebenaran MV. Afrika dan tanggal 21 Januari 2002 datang tim dari Polda Papua dan tanggal 25 Januari 2002 datang Kanit serse dari Polda Papua untuk gelar perkara kasus MV. Afrika. Hasil gelar perkara itu, bahwa MV. Afrika melanggal pasal 50 ayat 3 huruf h UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Tindak lanjutnya adalah barang bukti berupa kayu dan kapal ditahan dan ditarik ke kolam Bandar Sorong.

Dilanjutkan, minggu 27 Januari 2002, dirinya bersama sutrisno dimintakan Ansar Johar untuk membuat surat pelepasan kapal, penurunan kayu dan beebrapa surat lainnya. Dituturkannya, bahwa hasil itu tudak sesuai dengan hasil dalam gelar perkara sebelumnya (26/2/2002). Sementara dirinya dan sutrisno di Polres, Ansar Johar bolak-balik ke hotel untuk temui kanit serse Polda Papua yang saat itu belum berangkat. Usai mengetik surat tersebut Ansar Johar perintahkan untuk ditandagangani Wakapolres I Putu Mahasena. Saat tanda tangan itu ada telpon dari kanit Polair Iptu Pol Herlambang yang isinya diminta loyal kepada pimpinan untuk lepaskan kapal dan turunkan kayu.

Usai surat itu ditanda tangani, dirinya bersama Ansar Johar bersama David Tono dan tiga orang Malaysia menuju MV. Afrika yang ada diantara pulau buaya dan sop waktu itu. Saat naik diatas, Ansar Johr menyerahkan dokumen tersebut seperti pelepasan kapal dan surat perintah penurunan kayu serta peta kepada nahkoda kapal. Lalu tidak beberapa lama, Ansar perintahka nahkoda kapal untuk bergerak ke arah Seget. Setelah berlayar kurang lebih 2 jam, tibalah kapal pada suatu tempat yang tidak diketahui saksi. Sebelum Ansar Johar memerintahkan yang ada dalam kapal turun muncul dua tongkang yang mendekati ke arah MV. Afrika. Saksi sempat menanyai Ansar soal tongkang tersebut dan mengakui kalau kedua tongkang tersebut untuk memuat kayu dari MV. Afrika. Namun sebelum merapat ke MV. Afrika, saksi, Ansar Johar, David Tono dan orang Malaysia lainnya kembali ke Sorong, tidak diketahui persis kegiatan MV. Afrika selanjutnya. (FP/edo)
Kembali ke menu

Sorong : Saksi Ngaku Diperintah Brigjen Raziman Tarigan, Untuk Menurunkan Kayu Log dan Melepaskan Tersangka David Tono
(Cenderawasih Pos, 18 Januari 2005)
Seperti diagendakan semula, Direktur PT Vira Irja Pasifik (VIP) Junias Thon Senin kemarin dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus ilegal logging dengan terdakwa AKBP Faisal AN dan Bripka Aceng Danda. Dalam keterangannya kepada mejelis hakim yang dipimpin Martehn Thosuly SH didampingi hakim anggota Hebbin Silalahi SH dan Andi Asmuruf SH serta dibantu Panitera Pengganti (PP) Edwin Tapilattu S.Sos, sebagai agen kapal, saksi Junias Thon mengaku tidak tahu MV Africa yang memuat 2524 picis kayu log jenis merbau itu kabur dari perairan Sorong. Saat itu Junias Thon mengaku dihubungi Kaur Serse Polres Sorong Iptu Ansar Djohar-yang jadi terdakwa dalam berkas terpisah-, agar dirinya menandatangani berita acara penyerahan kapal MV Africa, beserta muatnnya dari penyidik Polres Sorong kepada agennya, kendati kapal tersebut sudah pergi entah dimana.
“Saya juga tidak tahu kapal itu pergi kemana. Dan tidak tahu sama sekali tujuan kapal itu. Saya hanya mengageni saja. Dimana kapal itu memang dicarter oleh David Tono untuk mengangkut kayu log jenis merbau di Kampung Kalobo dan Kampung Kais,” aku Junias Thon.
Selanjutnya Junias mengaku kalau MV Africa tersebut memiliki dokumen yang lengkap, hanya saja yang tidak ada dokumennya adalah pemuatan kayunya. Sehingga pada tanggal 14 Januari 2002 lalu kapal itupun ditangkap Polair Sorong yang sedang melakukan patroli. Selanjutnya esok harinya 15 Januari 2002 Polair menggiring MV Africa ke Sorong dan berlabuh di ujung Pulau Buaya. “Saya sudah naik ke atas kapal bersama tim Polda. Dan saya sampaikan bahwa saya sempat disuruh tanda tangani berita acara penyerahan kapal, tapisaya sampaikans ama Ansar Johar buat apa saya tanda tangani lagi. Kan kapal itu sudah kalian bawa kabur, tapi dijawab oleh Ansar Johar, tidak apa-apa. Sebab, berita acara ini hanya untuk arsip kantor saja, katanya kepada hakim. Saat ditanya hakim berapa kali dihubungi terdakwa Faisal AN saat menjabat Kapolres? Dijawab oleh saksi bahwa dirinya dihubungi Kapolres dua kali. Yang pertama sebelum kapal MV Africa tiba di Sorong, bahwa akan datang kapal MV Africa dan dimana ia minta koordinasi dengan Kaur Serse Ansar Johar. Sedangkan telepon ke dua, ia pun koordinasi dengan Ansar, karena Kapolres mau naik haji. Selain itu, saksi Junias juga menjelaskan bahwa sebelum kapal datang saksi didatangi David Tono, pemilik kapal dan Ansar Djohar. Dimana ada perkataan: “Pak Junias dalam waktu dekat kapal sudah tiba, jadi Pak Junias yang mengageni kapal itu,”katanya.

Sementara Ansar Djohar meminta kepada saksi untuk membuat dokumen nihil pemuatan. Dan saat pemuatan barulah dipasang jumlah muatannya. Saat ditanya PH terdakwa, apakah saksi memberikan keterangan BAP di bawah tekanan? Dijawab seenaknya oleh saksi bahwa tekanan apa, dan bentuk tekanan bagaimana yang dimaksudkan. Hal itu membuat pengunjung sidang tertawa hingga membuat suasana persidangan sempat riuh. Kemudian hakim ketua pun menegur pengunjung sidang untuk tenang. Setelah pemeriksaan Junias, JPU menghadirkan saksi I Putu Mahasena (Wakapolres). Dimana, dalam pemeriksaan saksi I Putu Mahasena bahwa, sejak penangkapan kapal MV Africa oleh Polair, dirinya sedang ikut ujian skripsi di Uncen Jayapura. Dan kembali lagi ke Sorong saat Kapolres akan naik haji ke Mekkah. Dan pada tanggal 26 Januari 2002, ada gelar perkara dari tim Serse Polda Papua.
Dimana kesimpulan dalam gelar perkara itu, bahwa tersangka dan BB ditahan. Sehingga dibuatkan surat perintah tertanggal 26 Januari itu juga. Supaya dilakukan penyidikan terhadap kapal MV Africa dan tersangka David Tono, yang memang tidak sempat ditahan. Selang beberapa jam kemudian ada telepon dari Wakapolda (Mantan) Brigjen Raziman Tarigan yang memerintahkan supaya BB dikembalikan ke agen kapal, BB kayu log diturunkan dan tersangka David Tono dilepaskan, sebab David Tono harus menjalani pengobatan di Singapura. Selanjutnya dibuatkan surat perintah penurunan kayu yang diikuti dengan dibebaskannya tersangka David Tono. Kemudian Kapolres datang dari tanah suci Mekkah, semua tugas-tugas sudah diambil alih olehnya. Sedangkan dirinya sudah mengikuti pendidikan Sespim di Jawa. Setelah saksi I Putu Mahasena, dalam persidangan kemarin, JPU R Simon, SH dan Andri Kurniawan SH juga menghadirkan saksi Widodo-yang juga terdakwa dalam berkas terpisah.

Dimana dalam kesaksiannya, Widodo menjelaskan bahwa dirinya sebagai anggota Serse hanya menjalankan perintah Kaur Serse Iptu Ansar Djohar untuk melakukan pengamanan terhadap MV Africa beserta isi kayunya. “Saya hanya menjalankan perintah saja dari Ansar Djohar dan memang saya termasuk dalam tim penyidikan kasus MV Africa dibawah komando langsung Ansar Djohar,”katanya. Ternyata pemeriksaan saksi Widodo tidak berlangsung lama,s ebab tidak ada yang perlu ditanyakan oleh hakim, JPU dan P.

Sedangkan dalam persidangan kedua dengan terdakwa I Putu Mahasena, Ansar Djohar dan Widodo, dengan majelis hakim yang sama, sedang JPU Nicolaus Kondomo SH dan terdakwa didampingi PH-nya, M. Syukur SH dkk. Dimana saksi yang dihadirkan juga adalah, saksi Dirut VIP Junias Thon. Selanjutnya, persidangan dengan terdakwa I Putu Mahasena ini berjalan cukup singkat, sebab hakim Marthen Thosuly SH hanya mempertegaskan saja, mengenai keterlibatan Ansar Djohar yang datang dan menyuruh tanda tangani berita acara. Yang ternyata dalam berita acara tersebut justru dijadikan berkas dalam persidangan ini. “Pak hakim, saya perlu jelaskan bahwa dari keterangan David Tono bahwa pemuatan kayu itu adalah Kalobo dan Muara Kais,” katanya.

Ditanya PH, apakah saksi ke Jayapura bertemu dengan seseorang di Polda atau orang lain yang ada memberikan sesuatu. Dijawab oleh Junias bahwa dirinya ke Jayapura untuk urusan pribadi, bukan menemui siapa-siapa. “Itu urusan pribadi saya dan saya tidak menemui orang di Polda. Maaf pak hakim, itu urusan pribadi saya, dan tidak ada kaitannya dengan ini,”katanya.
Mengenai pertemuan dengan Ansar Djohar yang disuruh koordinasi oleh Kapolres? Junias Thon menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dikarenakan ada perintah langsung dari Kapolres untuk saling koordinasi mengenai penyerahan kapal MV Africa. Sedangkan jawaban Ansar Djohar bahwa selain perintah Kapolres juga ada perintah lisan dari Wakapolda Brigjen Raziman Tarigan. “Saya hanya menjalankan perintah, karena saya yang disuruh maka sayapun sebagai bawahan hanya menjalankan perintah komandan,”katanya. Dari pantauan Radar Sorong (Grup Cenderawasih Pos) persidangan yang dimulai pukul 10.35 WIT masih dipadati pengunjung. Di bawah komando Kasat Samapta Polresta AKP Robert Reja, proses persidangan pun tetap dikawal ketat oleh sejumlah anggota polisi. Sidang akan dilanjutkan Rabu besok guna mendengarkan keterangan Brigjen Pol Raziman Tarigan. (mul)

15 January 2005

Jakarta : Proses Lelang Kayu Rugikan Negara Ratusan Miliar

( Tempo Interaktif, 14 Januari 2005 )
Kepala Pusat Informasi Departemen Kehutanan, Transtoto Handadharai mengungkapkan, proses lelang kayu temuan maupun sitaan yang dilakukan selama ini diduga penuh dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.


Kerugian negara itu akibat hilangnya pendapatan negara dari hasil lelang, potensi pungutan rente ekonomi yang hilang, serta makin melancarkan penebangan liar di hutan alam.

Menurut dia, salah satu indikasi penyelewengan dalam praktek lelang kayu adalah tercapainya harga lelang yang sangat rendah. Lelang kayu sitaan sebanyak 5.460.7 meter kubik milik PT Dasa Intiga di Kalimantan Tengah misalnya hanya dinilai sebesar Rp 217 juta atau sekitar Rp 39 ribu per meter kubik. “Padahal, nilai sebenarnya ditaksir mencapai Rp 4,3 miliar,” kata Transtoto dalam siaran persnya di Jakarta hari ini.

Hampir semua kayu sitaan jenis merbau asal Papua juga hanya dilelang seharga sekitar Rp 300 ribu per meter kubik. Padahal, harga pasar di wilayah Jawa sekitar Rp 1,5 sampai Rp 2 juta per meter kubik. Karena itu, menurut Transtoto, Departemen Kehutanan membentuk tim antisipasi lelang hasil operasi. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan mengetuai tim ini.

Tim bertugas mengkaji dan menyusun kembali konsep peraturan yang berkaitan dengan lelang kayu maupun hasil hutan non-kayu. Tim juga akan memfasilitasi pelaksanaan proses lelang kayu temuan, sitaan, maupun rampasan.

Departemen Kehutanan saat ini telah menyelesaikan konsep peraturan dan surat keputusan Menteri Kehutanan tentang petunjuk pelaksanaan pelelangan terhadap hasil hutan temuan, sitaan, dan rampasan, surat keputusan tentang penetapan besarnya biaya pengganti proses lelang hasil hutan kayu temuan, sitaan, dan rampasan, serta surat keputusan tentang penetapan harga dasar lelang hasil hutan kayu dan bukan kayu.(Asep Yogi Junaedi – Tempo)

14 January 2005

Merauke : Dua Kapal Asing Asal China Didenda Rp 1,5 M , Terbukti Melakukan Pelanggaran Penangkapan Ikan dengan Cara Fail Trawl

( Cenderawasih Pos, 13 Januari 2005 )
Setelah sebelumnya 6 kapal penangkap ikan yang berhasil ditangkap dan terbukti melakukan penangkapan ikan didenda, maka kini giliran dua kapal asing asal China yakni Shou NV Yu 697 dan NV Shou Yu 688 yang juga berhasil ditangkap Patroli KM Hiu 005 beberapa waktu lalu, mengalami nasib yang sama.

Dua kapal milik PT. Anugra Mitra Luhur Sejati itu didenda Pemerintah Kabupaten Merauke sebesar Rp 1,5 miliar. Kedua kapal yang didenda itu, karena terbukti telah melakukan pelanggaran saat menangkap ikan di perairan Merauke berupa fail trawl (satu jaring ditarik dengan dua kapal ). Besarnya denda tersebut diputuskan secara bersama antara Pemerintah Kabupaten Merauke dengan pihak perusahaan, selasa (11/1), kemarin, Rapat tersebut selain dihadiri Bupait Merauke Drs Johanes Gluba Gebze, juga dihadiri Muspida plus, kepala instansi terkait dan pimpinan perusahaan yang bersangkutan.

Kasubdin Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke, Suparman Hamidketika ditemui kemarin membenarkan hal tersebut. Menurut dia pada prinsipnya atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Merauke dengan pihak perusahaan sudah setuju untuk memberikan sumbangan berupa sumbangan pihak ketiga kepada Pemerintah Kabupaten Merauke sebagai partisipasinya dalam pembangunan didaerah ini. Dana sebesar itu, kata Hamid akan diberikan perusahaan dalam bentuk fresh money ( uang segar ) sebesar Rp 1,4 miliar. Sedangkan sisanya Rp 100 juta akan diberikan dalam bentuk barang berupa alat-alat pertanian.

Ditanya, apakah kedua kapal itu sudah dilepaskan, menurut Hamid, keduanya baru akan dilepaskan setelah pihak perusahaan telah menyelesaikan administrasinya berupa pembayaran denda yang dimaksudkan. “ Sampai hari ini, kedua kapal tersebut masih kita tahan, karena administrasinya belum diselesaikan,” jelasnya.

Sementara 3 kapal lainnya yang ditangkap bersamaan dengan kedua kapal tersebut beberapa waktu lalu yakni NV Cakra 07 NV Ravi Kiran III dan Surya Teja diketahui telah dilepaskan beberapa hari lalu, karena setelah diselidikioleh pihak penyidik PPNS Perikanan ternyata ketiga kapal tersebut dinyatakan tidak melakukan pelanggaran. (ulo)

Jayapura : Agustus 2005, Papua Tuan Rumah Simposium Internasional Sagu

( Cendrawasih Pos, 13 Januari 2005 )
Pada 2005 ini, Provinsi Papua bakal dipercaya oleh dunia internasionaluntuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan simposium internasional sagu. Rencananya kegiatan tersebut, akan dihadiri seluruh negara-negara asia pasifik yang bakal menanamkan investasinya di Provinsi Papua.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Papua Ir Leonardo Rumbarar saat di konfirmasi, Cenderawasih Pos membenarkan rencana Provinsi Papua menjadi tuan rumah penyelenggara simposium internasional sagu.

Menurut Leonardo, yang menjadi latar belakang Provinsi Papua menjadi tuan rumah penyelenggara internasional sagu adalah, karena untuk wilayah seluruh Indonesia, Papua adalah daerah yang memiliki areal sagu paling banyak.

“Sehingga atas pertimbangan itu, maka dunia internasional menganggap dan merasa perlu untuk diselenggarakan kegiatan simposium mengenai sagu dan sebagai tuan rumah penyelenggarannya adalah Pemerintah Provinsi Papua,”katanya.

Dengan adanya kegiatan simposium pertama ini lanjut dia, tentu saja akan melahirkan harapan-harapan positif, yakni barangkali ada negara-negara yang hadir dalam simposium itu berminat dalam pengelolaan sagu dan berinvestasi kedalam negeri.

“Jadi harapan saya kedepan dengan kegiatan simposium itu, ada investor-investor yang tertarik dan mempunyai minat menanamkan modalnya kedalam negeri, khususnya dalam pengelolaan dan eksploitasi sagu untuk orientasi sektor agrobisnis sagu. Dengan demikian, maka masyarakat kitra yang mempunyai lahan-lahan sagu diharapkan bisa memacu untuk meningkatkan lahan sagunya,”harapnya.

Menurut dia, selama ini tanaman sagu masih sebatas pengelolaan secara tradisional. Sehingga dengan adanya investor asing ini maupun dalam negeri, diharpakan bisa membantu segi pemasaran maupun modal pengembangan usaha. Dengan begitu maka masyarakat penanam sagu menjadi komunitas yang mempunyai nilai tambah bagi masyarakat, khususnya di Papua.

“Dari data sementara yang sudah ada, negara-negara yang berminat untuk menghadiri simposium itu diantaranya, Jepang, Belanda, negara Asean dan Negara asia Pasifik lainnya. Direncanakan, simposium itu akan dilaksanakan pada Agustus mendatang,” katanya. (mud)

11 January 2005

Spesies : Kangguru Pohon Doria (Dendrolagus Dorianus)

Mengenal Jenis Kanguru Pohon di dunia
Diseluruh dunia ada 10 jenis kangguru pohon (Dendrolagus spp.) yang ditemukan dihutan pegunungan tinggi tropik di Papua (dulu Irian Jaya), Papua Nugini dan Queensland, Australia. Kangguru pohon biasanya ditemukan di tajuk pohon di hutan bagian dalam, tetapi 2 jenis diantaranya sering mencari pakan dibawah pepohonan, di padang rumput di pegunungan tinggi.

Pada waktu istirahat dan tidur, kanguru berada di atas pohon. Ekornya yang panjang sangat berguna bagi sebagai penyeimbang sewaktu berjalan diatas tajuk pohon. Hampir semua jenis kanguru pohon terancam hidupnya terutama oleh karena perburuan, perusakan habitat, dan mungkin 2 jenis diantaranya sudah menuju kepunahan. Sebagai mamalia terbesar dihtan hujan tropika Australia dan sekitarnya, kangguru pohon merupakan contoh untik biota daerah Pasifik – merka merupakan asset berharga dan usaha konservasi perlu digalakkan.
Berikut pembahasan singkat 10 jenis kanguru pohon tersebut.

Kangguru Pohon Doria (Dendrolagus Dorianus) Doria’s Tee-Kangaroo
(Nama lokal : “Dipolo”,”D’bol”,”Ugwa”,”Yu”,”Ifola”)
Kangguru Pohon Doria ditemukan di ketinggian sampai 4.000 meter disepanjang rantai pegunungan dari Papua Nugini sampai Papua (Irian Jaya).

Merupakan Marsupial terbesar di hutan pegunungan Papua. Yang jantan dapat mencapai berat 18 kg dan cukup kuat untuk membunuh anjing pemburu. Makanannya berupa dedaunan dan kemungkinan buah-buahan.

Ancaman dan pelestarian : kanguru merupakan salah satu sumber protein/ bahan makanan bagi masyarakat, sehingga satwa tersebut banyak diburu, dan mengakibatkan kepunahan pada daerah tertentu/ Kanguru mempunyai tingkat reproduksi yang rendah sehingga perburuan yang tinggi akan mempercepat kepunahannya.