Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

31 December 2004

Jayapura : UU Kehutanan dinilai tidak akurat, karena isinya hanya menyangkut perizinan

(Cenderawasih Pos, 30 Desember 2004)
Wakil Gubernur Provinsi Papua, drh Constant Karma menilai UU Kehutanan No.41, 2000 tidak akurat atau tidak tegas. “UU Kehutanan No 41, 2000 tidak akurat dan tidak cocok digunakan di Papua, isinya saya sudah baca dan hamper semua menyangkut izin yang dibicarakan dalam UU tersebut,” katanya usai membuka seminar akhir implementasi pengembangan sistem pemantauan peredaran hasil hutan di Hotel Relat Jayapura.

Dikatakan UU tersebut mengatur semua proses pelaksanaan tugas kehutanan padahal masih banyak kasus illegal logging. “Kalau UU itu bagus maka kita bias cegah penyelundupan kayu, bukan dan membiarkan kasus terus berlanjut,” tandasnya.

Selain itu kata dia, seharusnya dengan adanya UU No 41 tersebut, maka pencurian kayu secara besar-besaran diseluruh wilayah Indonesia bisa teratasi dengan baik.

Menurutnya, bukan hanya itu, hingga saat ini PP (Peraturan Pemerintah) juga belum dikeluarkan terkait UU No 41 dan ini terlihat ada kelemahan, seharusnya dengan adanya UU tersebut itu sudah ada pencegahan bukan membiarkan membiarkan terus berlanjut.

“Kasus illegal logging adalah kegiatan penyelundupan dan saya sarankan agar Dinas Kehutanan harus menata aturan itu dengan baik,” tambahnya.

Ditambahkan dengan kelemahan UU tersebut memberikan kesempatan kepada oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Untuk itu, kata dia semua aparat Dinas Kehutanan harus memberanikan diri untuk membuat hal yang bisa mencegah proses illegal logging atau penyelundupan kayu di Papua. (yub)

Jayapura : Peredaran hasil hutan gunakan sistem pemantau

(Cenderawasih Pos, 30 Desember 2004)
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir. Marthen Kayoi, MM mengatakan, pihaknya akan menertibkan peredaran hasil hutan melalui system pemantau. “Sistem ini menggunakan komputerisasi sebagai sarana yang tentunya didukung dengan tenaga yang siap mengoperasikan sistem ini, sehingga pencegahan pemanfaatan hasil hutan secara illegal bias diatasi,” katanya kepada Cenderawasih Pos saat menghadiri acara seminar akhir implementasi pengembangan sistem pemantauan dan peredaran hasil hutan di Hotel Relat, kemarin

Dikatakan, langkah itu dilakukan guna mengatur tahapan-tahapan sistem tata usaha kayu di Papua., sehingga jika ada pengembangan disatu lokasi saat itu juga langsung akan diketahui di Jayapura.

“Yang jelas hal ini sebagai langkah awal untuk pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran hasil hutan ,” katanya.

Alumni Faparet Uncen (Saat ini UNIPA) mengatakan, meskipun hal ini tidak bias untuk memberantas kasus illegal logging secara keseluruhan, tetapi paling tidak dengan sistem ini bisa menekan angka kasus illegal logging yang saat ini cukup marak di Papua.

“Upaya ini harus dikembangkan terus sebab salah satu kawasan hutan di Indonesia yang saat ini masih baik adalah Papua dan harus terus dipelihara, dimanfaatkan dengan baik, sehingga sasaran yang ingin dicapai bias terwujud,” ujar pria asal Serui tersebut. (yub).

24 December 2004

Jakarta : Masyarakat Papua Tuntut Pengelolaan Hutan Satu Atap

(www.infopapua.com, Kamis, 23 Desember 2004 - 08:03 WIB)
Masyarakat Papua menuntut pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan yang tidak bertentangan dengan kebijakan di daerah dalam hal pengelolaan hutan."Kalau bisa pemerintah membuat aturan khusus satu atap yang memberi kesempatan kepada masyarakat adat untuk ikut menikmati kekayaan hutannya," kata Amos Amei, Kepala Suku Imekko di Manggala Wanabhakti, Jakarta.


Sekitar 20 orang perwakilan masyarakat Papua yang terdiri kepala suku, tokoh adat, dan LSM yang hari ini mendatangi Menteri Kehutanan. Mereka menuntut pemerintah untuk melakukan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.Menurut Amos, tidak adanya koordinasi yang baik antara pihak pemerintah mengakibatkan masyarakat sering ditangkap oleh pihak kepolisian setempat. Izin yang sudah dikeluarkan bupati dan gubernur tidak diindahkan oleh aparat kepolisian. "Mereka (polisi) asal main tangkap saja," kecamnya.

Bahkan, kata Amos, saat ini masyarakat adat dituduh melakukan praktek-praktek penebangan liar. "Padahal ada kebijakan gubernur setempat (Papua) yang memberikan hak kelola hutan seluas 100 hektar kepada masyarakat," kata Amos. Payung hukum hak ulayat ini tertuang dalam SK Gubernur tertanggal 22 Agustus 2002 no.522.2/33.86/Set. "Sekarang kebijakan gubernur inipun tidak diakui oleh Menteri Kehutanan," lanjutnya. (sumber: tempo)

18 December 2004

Siaran Pers : Pemerintah Benahi Laut Arafura


Laut Arafura yang selama ini dikenaf sebagai salah satu primadona wilayah penangkapan ikan, khususnya untuk penangkapan ikan demersal, ikan pelagis serta udang. Potensi ini telah lama diminati oleh banyak investor, karena terdapat beberapa komoditas ekonomis penting antara lain udang, kakap, cumicumi, sirip ikan hiu, manyung, dan lain-lain. Disamping itu, terdapat pula komoditas ikan pelagis seperti tuna, cakalang, kembung, tenggiri dan lainnya. Namun demikian, kenyataan di lapangan saat ini, cenderung menunjukkan bahwa pemanfaatannya telah terjadi penangkapan berlebih (over fishing).

Apabila pengelolaannya tidak segera dibenahi akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat memicu konflik pemanfaatan yang akan semakin sulit ditangani. Dengan demikian, langkah-langkah antisipatif untuk membenahi pengelolaan Laut Arafura harus segera dilakukan dengan baik. Hal inilah salah satu alasan Departemen Kelautan dan Perikanan mengadakan Workshop "Evaluasi dan Prospek Pengelolaan Sumberdaya Ikan Secara Efisien di Laut Arafura" di Hotel Raddin, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta pada tanggal 17 Desember 2004.

Paradigma lama tentang pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI) yang memandang bahwa sumber daya ikan adalah kekayaan milik bersama (common property) dan dapat dimanfaatkan tanpa batas (open access) secara perlahan harus mulai ditinggalkan. Transformasi paradigma tersebut perlu mengedepankan pemanfaatan secara optimal dengan memperhatikan keadilan distribusi pemanfaatan. Perlu kita ketahui bersama, penerapan prinsip-prinsip pengelolaan yang bertanggungjawab ini secara operasional di lapangan memang seringkali mengalami banyak kendala.

Dari pemantauan dengan menggunakan radar satelit dan patroli udara oleh TNI AU menunjukkan bahwa telah terjadi kegiatan penangkapan yang sangat intensif di Laut Arafura dengan tingkat IUU (Illegal, Unregulated, Unreported) fishing yang sangat tinggi. Seiring semakin kompleksnya modus pelanggaran, sehingga fungsi pengawasan dan pengendalian dinilai penting. Fenomena pelanggaran tersebut meliputi, penangkapan yang tidak memiliki dokumen izin sama sekali, memiliki dokumen tetapi tidak melapor, pelanggaran fishing ground, penggunaan alat tangkap yang dilarang, dan transhipment di laut. Kondisi demikian tentunya sangat mengganggu kelestarian sumber daya ikan, karena kegiatan IUU Fishing berdampak terhadap terganggunya kegiatan yang legal dan terjadinya kesalahan estimasi hasil tangkapan sehingga estimasi stok sumber daya ikan pun menjadi sulit.

Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Ditjen Perikanan Tangkap pada tahun ini melakukan beberapa studi di wilayah Laut Arafura, yaitu melaksanakan upaya meninjau kembali perijinan dan metode pengelolaan perikanan dengan melakukan re-evaluasi stok sumber daya ikan dan produktivitas tangkapan, inventarisasi IUU Fishing dan metode penangkapan. Sedangkan konsep pengelolaan SDI di Laut Arafura, memungkinkan untuk dikembangkan PSC (Production Sharing Contract) atau kontrak bagi hasil, yang merupakan kombinasi antara input control dan output control. Selain itu, dikembangkan pengelolaan bersama atau co mahajement yang melibatkan Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Kelompok Nelayan atau Koperasi dalam rangka; menjamin terjalinnya tanggungjawab dan hak berimbang. Kajian-kajjan ilmiah seperti ini, diharapkan dapat menunjukkan bukti serta memberikan solusi kebijakan sehingga ke depan pengelolaan Laut Arafura dapat dilaksanakan secara terpadu serta didasari oleh bukti-bukti ilmiah terbaik.

Jakarta, 17 Desember 2004
Kepala Pusat Informasi dan Pelayanan Masyarakat

Aji Sularso

16 December 2004

Merauke : Ditemukan 360 jenis burung di Taman Nasional Wasur

(www.infopapua.com, Rabu, 15 Desember 2004 - 06:04 WIB)
Para peneliti WWF menemukan sekitar 360 jenis burung di Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merauke.Peneliti WWF berkebangsaan Inggris, Michele Bowe dalam laporannya kepada Pemprov Papua di Jayapura, Selasa mengatakan di taman nasional itu hidup pula sekitar 80 jenis mamalia 20 jenis di antaranya endemik (berdiam pada suatu tempat tertentu).Ia mengatakan, dengan memiliki sekitar 360 jenis burung, maka taman Nasional Wasur merupakan wilayah yang paling kaya akan jenis burung di Tanah Papua.


Menurutnya, hasil penelitian menyebutkan dihabitat basah juga berkembang biak puluhan jenis bangau, pelikan, bebek rawa dan burung pantai.Sementara dihabitat kering (sabana) berkembang biak puluhan jenis pipit, maleo, nuri, kakatua, cenderawasih, dengan demkian sudah saatnya taman ini tertutup untuk kegiatan masyarakat umum yang tidak sesuai dengan aspek konservasi, katanya.Pembangunan taman nasional sejak tahun 1991 dibiayai, pemerintah Belanda tapi kini tidak lagi berlanjut tanpa alasan yang tepat selama jangka waktu tersebut para ahli WWF melakukan survey sosial dan penelitian guna mengumpulkan data mengenai kondisi kekayaan flora dan fauna yang hidup bebas ditaman nasional tersebut.

Salah satu mamalia yang populasinya sangat besar di Wasur adalah rusa dan kanguru, namun selalu diburu secara tidak terkendali sehingga dikhawatir satwa tersebut akan punah jika faktor penyebab tidak segera diatasi, ungkapnya.Selain rusa, pembantaian terhadap aneka jenis burung cenderawasih kasuari untuk dijual secara ilegal juga terus meningkat.Bowe menambahkan, dengan penetapan Wasur sebagai taman nasional maka daerah tersebut harus tertutup dari kegiatan yang tidak sesuai dengan undang-undang konservasi nomor 5 tahun 1990. (sumber: media Indonesia)

Sorong : Kasus Illegal Logging di Sorong banyak yang misterius

(www.infopapua.com, Rabu, 15 Desember 2004 - 06:11 WIB)
Kasus illegal logging (pembalakan liar) yang terjadi di jasirah kepala burung Tanah Papua, kini sudah masuk di Pengadilan Negeri Sorong, dan mulai Kamis (16/12) siap disidangkan.Lima tersangka yang diduga terlibat adalah AKBP FAN, mantan Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Sorong; AKBP IPM, mantan Wakapolres Sorong, serta tiga jajaran reserse yaitu Iptu AJ, Ipda W dan Bripka AG.Setibanya di Kota Sorong, Rabu (8/12), mereka dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kota Sorong dengan status tahanan Pengadilan Negeri (PN) Sorong.


Mereka telah menjalani serangkaian pemeriksaan oleh tim penyidik di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), kemudian berkas perkara mereka dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua di Jayapua, Senin (6/12). Penyerahan berkas perkara dan tersangka dilakukan oleh tiga penyidik dari Mabes Polri dipimpin Kombes Pol K Lubis yang didampingi Direktur Reskrim Polda Papua, Mangisi Situmorang dan diterima oleh Wakil Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Papua, Djohani Silalahi, didampingi Aspidum, Mangiring Siahaan.

Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) telah dinyatakan lengkap (P-21) dan siap dilimpahkan ke PN Sorong untuk disidangkan.Keesokan harinya, kelima tersangka itu dengan didampingi Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Papua, Mangiring Siahaan, diterbangkan ke Sorong untuk selanjutnya diproses ke pengadilan, melalui Kejaksaan Negeri Sorong. Kasus pembalakan liar yang menghebohkan itu berawal dari ditangkapnya kapal asing MV Afrika berbendera Panama dengan 25 anak buah kapal (ABK) termasuk nakhoda kapal di wilayah perairan Teminabuan dengan Inawatan di Kabupaten Sorong, pada 15 Desember 2001 oleh Satpol Airud Polda Papua dengan hanya 6 anggota. Kapal itu dipergoki sedang memuat kayu dan ketika diperiksa ternyata sama sekali tidak memiliki dokumen yang sah. Kemudian MV Afrika diseret ke Sorong dan dilabuhkan di muka pelabuhan Sorong, berjarak sekitar satu mil dari dermaga.

Atas perintah pimpinan Polda Papua, kapal dan muatannya diserahkan kepada Polres Sorong untuk diperiksa dan disidik.Muatan kayu ramin curian sekitar 14 ribu meter kubik dengan nilai sekitar Rp32 milyar tersebut milik David Tono de-ngan perusahaannya PT Tabuan. Ketika dilakukan penangkapan, David Tono juga berada di Sorong. Namun 27 Januari 2002, kapal, muatan kayu dan David Tono dilepaskan. Kemudian kasus ini disidik kembali oleh Mabes Polri, setelah banyak protes dari masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Sorong, karena ada kekuatiran kasus ini akan dipetieskan. Sejumlah KejanggalanDari data yang dihimpun SH di lapangan, terdapat keanehan dalam proses penanganan kasus ini. Ada kecenderungan menggeser dari substansi yang sebenarnya.

Proses penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak menyentuh inti permasalahannya, yaitu mengusut dan menyidik sampai tuntas terhadap kasus yang merugikan negara puluhan miliar rupiah akibat dilepasnya MV Afika dengan muatannya dan David Tono dari jerat hukum karena telah melanggar undang-undang dan peraturan. Juga tidak diusut tuntas aktor intelektual oknum di Polda Papua yang menyebabkan dihentikannya pemeriksaan dan penyidikan terhadap kasus itu.Bahkan terkesan jajaran Polres Sorong dikorbankan menjadi tersangka, sementara oknum-oknum pimpinan di Polda Papua yang diduga kuat terlibat karena memerintahkan melepaskan MV Afrika, muatan kayu dan pemiliknya, diselamatkan dari jerat hukum karena saat ini telah menjabat posisi penting di Mabes Polri.Seharusnya pengusutan dan penyidikannya tidak pandang bulu. Tidak ada yang diselamatkan dan tidak ada yang dikorbankan. Apalagi dalam penegakan supremasi hukum yang berkeadilan di negara ini, siapa pun orangnya, sama. Tidak pandang pangkat dan jabatan, tidak pandang atasan dan bawaorong untuk menghentikan penyidikan dan melepaskan barang bukti.

Menurut Syukur, kliennya, FAN punya alibi, ketika pelepasan kapal dan pemiliknya, dia sedang mengambil cuti untuk ibadah haji. Penerima perintah adalah Wakapolres waktu itu, IPM, yang menjadi tersangka. Namun karena ada perintah atasan dalam struktural institusi baik lisan maupun tulisan, maka bawahan mematuhi dan melaksanakan.Ia juga mengungkapkan adanya aliran dana yang ditransfer ke Jayapura oleh David Tono untuk oknum tertentu dengan menunjukkan bukti transfernya kepada wartawan. Pertama dikirim Rp 500 juta dan kedua Rp 700 juta. Maka tentunya pihak penyidik harus menelusuri, karena para saksinya juga masih ada. Juga adanya permintaan upeti mobil Jepang kepada David Tono, itu pun sudah dipenuhi dan bisa dicek, karena barangnya masih ada di tangan oknum yang bersangkutan.Ketua Dewan Adat Papua Kabupaten Sorong, Yakomina Isir, menegaskan pihaknya apatis akan hasil sidang pengadilan kasus ini. Dia sangat yakin bahwa hasil sidang nanti tidak akan memuaskan masyarakat. Dia bahkan mengatakan, kasus ini sebagai suanggi tipu suanggi (dedemit-red) Menurut Yakomina, dalam masalah kayu selama ini, masyarakat adat ulayat sebagai pemilik kayu, selalu dirugikan. *** (sumber: sinar harapan).

Jakarta : DPR Ungkap ketakberesan Pengusutan “ Illegal logging ” di Papua

(www.infopapua.com, Rabu, 15 Desember 2004 - 06:03 WIB)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Dasrul Djabar mendesak Mabes Polri melakukan pengusutan atas lenyapnya barang bukti dalam kasus illegal logging sebanyak 14 ribu meter kubik (m3) yang diangkut dengan kapal MV Africa di Propinsi Papua pada 15 Januari 2002."Kami mendesak Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar mengusut tuntas kasus ini secara transparan karena kayu-kayu dalam kapal ini jumlahnya tidak sedikit dan nilainya besar. Namun semua barang bukti, baik kapal maupun kayu lenyap. Begitu juga pengusutan kasusnya seolah diendapkan," katanya kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.


Dia mengungkapkan, berdasarkan data yang dimilikinya, kasus ini telah diambilalih dari Polres Sorong ke Polda Papua. Namun setelah diambilalih, justru kapal dilepas dan kayu-kayu yang akan dijual secara illegal ke Malaysia juga lenyap."Yang juga kami pertanyakan, lima penyidik kasus ini dari Kepolisian yang merupakan perwira-perwira muda ditahan dengan tuduhan membuat laporan palsu. Padahal kasus ini telah ditangani Polda Papua," katanya.

Komisi III akan memperhatikan serius persoalan ini. "Ada lima perwira muda di Papua yang ditahan, padahal kasus ini ditangani Polda Papua dan perwira muda itu hanya melaksanakan perintah atasannya. Yang lebih memprihatinkan, pengusutan kasus illegal logging ini justru terhenti, sebaliknya yang menonjol justru penindakan kepada perwira muda polisi yang dituduh membuat laporan tidak benar," kata Dasrul Djabar.Dia mengatakan, lima polisi muda itu ditahan karena melepas kapal dan barang bukti, namun mereka melakukan hal itu atas perintah atasannya di Polda Papua. "Semestinya atasan yang memerintahkan tugas itu yang harus ditindak," katanya.Dasrul Djabar mengatakan, pihaknya akan segera menyurati presiden berkaitan dengan kasus ini terutama mengenai pengusutan kasusnya yang tindak dilanjutnya.

"Pengusutan kasus ini justru bergeser dari kasus illegal logging ke persoalan internal Polri," katanya.Salah satu penyidik yang ditahan, Iptu Anshar Johar pada 8 Mopember 2004 telah melaporkan kasus ini kepada Kapolri, Wakapolri, Irwasum Mabes Polri, Kaba Intel Polri, Kadiv propam dan Kadivkum Mabes Polri serta pengacara Maiyasak Johan. Surat itu juga disampaikan kepada anggota Komisi II DPR.Dalam suratnya, Anshar Johar mengungkapkan, sejak diberi tugas melakukan pengusutan atas kasus ini, Polres Sorong mengalami banyak kendala terutama intervensi dari satuan di atasnya terutama Wakapolda Papua.

Diungkapkan bahwa pada 21 Januari 2002 tim dari Polda Papua pernah diperlihatkan bukti pengiriman uang melalui BNI senilai Rp1,2 miliar dari pemilik kapal MV Africa, David Tono, kepada seorang pejabat di Polda Papua.Setelah pertemuan itu, Kapolres Sorong diperintahkan bahwa pengusutan kasus ini tetap dilanjutkan, namun David Tono diminta tidak ditahan. Ada perintah kepada Anshar Johar mengenai pembelian mobil buatan Jepang dengan uang panjar Rp50 juta. Namun sisa pembayaran tidak dilakukan David Tono, sehingga Polres harus melunasi dan membiayai pengiriman mobil itu ke Jakarta.

Dia juga mengatakan, sebagian barang bukti telah diturunkan pada 30 Januari 2002 dari kapal MV Afrika dan kapal ini diperintahkan meninggalkan pelabuhan.Anshar Johar yang kemudian dimutasi ke Polda Jawa Barat, pada 22 Januari 2003 berangkat ke Polda Papua atas perintah dalam kaitan kasus ini. "Sesampainya di Polda Papua, kami dijemput Provost langsung dimasukkan ke tahanan," katanya.Sedangkan Hj Witri ENS, istri AKBP Faisal AN juga melaporkan kasus ini ke presiden, Wapres, Menhankam, Panglima TNI, Menhut, Kabakin, Menteri Kelautan, jaksa agung, Ketua DPR, men-PAN, Menkeh, ketua KPK dan Ketua komnas HAM.Kedua pengaduan ini berisi ketidakberdayaan anggota polisi yang bertugas di tingkat daerah menghadapi intervensi dari petinggi Polda Papua dan pejabat di Mabes Polri dalam kasus ini.Witri ENS mengungkapkan ketika kasus ini mulai muncul dimedia pada 15 Januari 2002, dirinya bersama suaminya, AKBP Faisal AN berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji pada 25 Januari 2002. Setelah pulang ke Tanah Air pada awal Maret 2002, suaminya menangani kembali kasus ini dan memperoleh laporan bahwa kapal berikut barang bukti kayu telah dilepas atas perintah Wakaplda Papua.Dalam surat pengaduannya, Witri ENS juga meminta presiden memperhatikan kasus ini mengingat pemerintah pnya program 100 hari terutama dalam kaitan pengusutan kasus-kasus illegal logging. (sumber: media indonesia)

12 December 2004

Merauke : Ratusan Batang Kayu Ilegal Disita, Dua Pelaku Langsung Diamankan Petugas

(Cenderawasih Pos, 11 Desember 2004)
Ratusan batang kayu ilegal, Kamis (9/12) berhasil disita oleh pihak kepolisian dalam operasi Wanalaga, di Kota Merauke. Penyitaan tersebut terjadi di Jl. Tujuh Wali-Wali tepatnya di sekitar Jembatan Kali Maro. Akibatnya 2 orang pelaku yakni MN (28) dan GM (41) langsung diamankan. Ratusan kayu ilegal yang berhasil disita tersebut terdiri dari 354 papan, 132 batang balok ukuran 5x10 dan 120 batang balok unurang 10x10. Ratusan batang balok dan papan tersebut berhasil disita dari 3 truk yang membawa kayu-kayu itu yakni Colt Diesel Kuning DS 9186 GA, Toyota Ryno Biru 9387 GA dan Toyota Ryno warna merah DS 9429. ketiga truk bersama barang bukti tersebut langsung digelandang ke Mapolres Merauke sebagai barang bukti. Kapolres Merauke AKBP Drs. Hendrian Muntanzar didampingi Kasat Reskrim Iptu Raden Brotoseno ketika dikonformasi membenarkan penangkapan dan penyitaan ratusan batang balok dan lembar papan kayu ilegal tersebut. Menurut Kapolres, penangkapan ini dilakukan karena kayu olahan jenis kayu bus tersebut tidak dilengkapi dokumen keterangan sahnya hasil hutan.

Menurut Kapolres, pada Rabu (8/12) sekitar pukul 21.00 WIT pihaknya menangkap 2 truk yakni DS 9186 GA dan DS 9387 GA yang sarat dengan muatan kayu-kayu tersebut. Kemudian pada Kamis malam pihaknya berhasil menangkap satu truk yang mambawa kayu olahan yakni truk DS 9429 GA dengan tempat yang sama yakni Jl. Tujuh Wali-Wali Merauke. Kedua pelaku yang diamankan tersebut disangkakan dengan Psl 78 ayat (7) Jo Psl 5 ayat (3) huruf h UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Dari pantauan Cenderawasih Pos di bagian Reskrim kemarin para saksi dan pelaku yang diamankan itu mulai menjalani pemeriksaan dari pihak penyidik. (ulo).

Sorong : Faisal Ngaku Hanya Tumbal, Sebut Dua Mantan Petinggi Polda Papua

(Cenderawasih Pos, 11 Desember 2004)
Merasa disudutkan dengan pemberitaan-pemberitaan terkait dengan tuduhan bahwa dirinya bersama empat mantan anak buahnya terlibat illegal logging, Jumat (10/12) kemarin mantan Kapolres Sorong AKBP Faisal Abdul Nasir melalui pengacaranya mengadakan jumpa pers. Dalam jumpa pers itu, pengacaranya mengaku bahwa AKBP Faisal dalam kasus ini, sebagai tumbal. "Begini ya seluruh wartawan, perlu kami tegaskan dan nyata dan ini tolong ditulis besar-besar bahwa klien kami Drs H Faisal AN itu, ditumbalkan. Lebih dari pada itu klien kami itu dikambinghitamkan oleh atasannya di Polda Papua demi kepentingan pribadi mereka yang sudah meraup milyaran rupiah dari tindak pidana illegal logging MV Africa yang telah kabur beserta ribuan kayu log itu,"kata salah satu pengacara AKBP Faisal AN, M Syukur SH dalam jumpa pres di Hotel Mariat, Sorong, Jumat kemarin. Bahkan dengan tegas dalam jumpa pers yang juga dihadiri pengacara lainnya seperti Umar Renhoran, SH, Christofel Tutuharima, SH, Alexy Sasube, SH dan Lodius Tomasoa, SH, Syukur mengaku kalau kliennya menjadi tumbal atau korban atas ulah kepentingan oknum-oknum jenderal serta kepentingan lainnya.

Dalam jumpa pers yang dimulai pukul 14.00 WIT itu, para pengacara tersebut terlihat berapi-api memberikan penjelasan. Mereka menjelaskan, selain kliennya (Faisal AN) ditumbalkan, sebenarnya pasal KUHP yang dijeratkan kepada kliennya, tidak cocok. Dimana menurutnya, Faisal AN dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 sub 2e junto Pasal 22 ayat 1 sub 2c junto Pasal 55 ayat 1 sub 1e KUHP tentang membuat surat-surat palsu dan atau menghilangkan, menyembunyikan benda-benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan yang terjadi di Sorong. Pada hal semua tuduhan itu tidak ada relevansinya. "Itu tidak cocok sekali. Saya perlu tegaskan bahwa itu tidak cocok dan tidak pas. Sebab saat itu selaku Kapolres, Faisal AN berhak memberikan perintah dan mengeluarkan perintah kepada bawahannya. Saat itu, Faisal selaku bawahan Wakapolda Brigjen Raziman Tarigan dan Irpolda Kombes Pol Syarifudin Wani hanya bisa menurut saja dan siap mengikuti perintah atasan baik secara lisan maupun tertulis,"tuturnya.

Tapi yang membuat pengacara Faisal ini heran, kenapa kliennya kemudian dituduh memalsukan surat-surat, sementara surat-surat yang dipalsukan juga tidak jelas. "Kenapa harus dikenakan pembuatan membuat surat-surat palsu. Surat apa yang dipalsukan oleh klien kami. Jadi surat yang dipalsukan itu tidak jelas,"tandas Syukur serius. Menurutnya, atas kasus illegal logging ini, seharusnya tak perlu saling gigit dan memberikan penjelasan yang tidak benar. Masih menurut Syukur, seharusnya yang melakukan tindak pidana illegal logging ini seperti DT dan HM. Disebutnya HM, karena menurutnya, dia yang menerima transfer uang dari DT yang dari PT Tabuan yang pada saat itu akan diberikan kepada Wakapolda Papua Rp. 1,2 M. "Harusnya mereka diseret juga, tapi justru Faisal yang diseret. Padahal saat peristiwa itu terjadi Faisal sedang naik haji. Masa orang naik haji terfokus dengan kasus illegal logging juga, inikan sudah tidak benar. Dan kenapa harus ditutup-tutupi terhadap orang-orang yang terlibat illegal logging MV Africa. Untuk itu, ini terlihat sekali, selain Faisal dikambinghitamkan juga ada musang berbulu domba,"lanjutnya.(mul)

11 December 2004

Jayapura : Upaya Aparat Menjaring Pelaku

(Mimbar Rakyat Vol. 1 No. 2, 10 Desember 2004)
Polda Papua pun gencar menangkap pelaku-pelaku illegal logging dan pencurian kayu di wilayahnya. Selama empat tahun, 2000-2004, tercatat 51 kasus berhasil diproses polisi. Kasus-kasus ini ditemukan diberbagai daerah di Papua seperti dari : Sorong, Manokwari, Jayapura, Nabire, Merauke, Bintuni, Fakfak dan Wamena. Dan kayu yang banyak diperjualbelikan secara ilegal cukup beragam. Ada jenis Merbau, Matoa, dan kayu campuran.


Data yang berhasil direkam Mimbar Rakyat, menunjukkan Polda Papua dari tahun ke tahun selalu ada saja kasus illegal logging yang ditangani. Misalnya, pada tahun 2000, terdapat 40 kasus di sebagian besar wilayah Papua, dengan total volume 62.427 M3 dan 5.583 batang. Sepanjang tahun 2003 hungga pertengahan 2004, terdapat 11 (sebelas) kasus yang diproses, dengan volume kayu illegal sebanyak 19.150 M3 dan 11.257 batang. Namun kemungkinannya bisa lebih banyak dari jumlah tersebut. Dari status hukum, nampak bahwa dari 51 kasus yang masuk ke pengadilan sebanyak 12 kasus, 9 kasus diantaranya divonis bersalah, sedangkan 2 kasus lepas dan 1 kasus bebas. Sementara itu sisanya (39 kasus), ada yang sedang di proses, SP3 dan tidak diproses/tanpa data. Rata-rata hukuman badan antara 8-12 bulan, sedangkan denda antara Rp. 500.000,- s/d Rp. 30.000.000,-. Lebih rincinya, kasus illegal logging yang diproses di Polda Papua antara lain :

1.) Tanggal 5 Januari 2001, bertempat di Jayapura, tersangkanya Aris Turmaji, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 119 batang.
2.) Tanggal 7 Januari 2001, bertempat di Jayapura, tersangka Kasmuin, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 145 batang.
3.) Tanggal 7 Januari 2004, bertempat di Jayapura, tersangka M. Jaman, barang bukti kayu olahan jenis lingua, volume barang bukti 59 batang.
4.) Tanggal 7 Januari 2004, bertempat di Jayapura, tersangka M. Sipayung, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 75 batang.
5.) Tanggal 10 januari 2001, bertempat di Jayapura tersangka Roy Itar, barang bukti kayu olahan jenis merbau, volume barang bukti 113 batang.
6.) Tanggal 10 Januari 2001, bertempat di Jayapura, tersangka Yacob Back barang bukti kayu olahan jenis merbau, volume barang bukti 156 batang.
7.) Tanggal 13 Januari 2001, ebrtempat di jayapura, tersangka I. Deda, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 60 batang.
8.) Tanggal 3 Januari 2001, bertempat di Merauke, tersangka Frederikus, barang bukti kayu olahan jenis Bus 395 batang dan kayu Rahai 1143 M3.
9.) Tanggal 9 September 2002, bertempat di Sorong, tersangka Hartanto Kurniawan, barang bukti kayu log jenis Merbau dan alat berat, volume barang bukti 819 batang, 17 alat berat.
10.) Tanggal 5 Oktober 2002, bertempat di Sorong, tersangka Hardiman, barang bukti kayu log jenis Merbau dan alat berat, volume barang bukti 30 batang, 12 unit alat berat, sain saw.
11.) Tanggal 8 April 2002, bertempat di Manokwari, tersangka Rudi Wijaya, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 971 batang.
12.) Tanggal 21 Agustus 2002, bertempat di Fakfak, tersangka Dirut CV. Asia Bangkit, Ketua Kopermas, barang bukti kayu log jenis Merbau, volume barang bukti 325 batang.
13.) Tanggal 6 Januari 2003, bertempat di Desa Mayado Kec. Merdey Manokwari, tersangka Ny. Renata Gunadi, volume barang bukti 55 unit alat berat, 4 unit tongkang, 4 unit tug boat, 40 batang.
14.) Tanggal 21 Agustus 2002, ebrtempat di Jayapura, tersangka Suliyanto, barang bukti kayu olahan jenis Merbau, volume barang bukti 33,6551 m kubik.
15.) Tanggal 26 Agustus 2002, bertempat di Jayapura, tersangka Ir. Kenan Sipayung, barang bukti kayu log jenis Merbau, volume barang bukti 600,34 m kubik.
16.) Tanggal 17 Agustus 2002, bertempat di Res Jayapura, tersangka Dodo Suhanda, barang bukti kayu log jenis Merbau, volume barang bukti 700 batang.
17.) Tanggal 28 Januari 2003, bertempat di Desa Barma Kec. Merdey Manokwari, tersangka Mr. Lau Ween, barang bukti Penebangan, Pemasukan dan Penggunaan alat berat Pengusahan Hutan, volume barang bukti 800 batang, 22 unit alat berat.
18.) Tanggal 20 Janari 2004, bertempat di Distrik Bintuni Kab. Teluk Bintuni, tersangka Mr. Mong Sie Tung, barang bukti Penebangan dan Pemasukan alat berat dan Pengusahaan Hutan, volume barang bukti 10.000 batang, 117 unit alat berat, 3 unit tongkang, 4 unit tug boat, 3 unit crane.

Sementara, data dari Kejaksaan Negeri jayapura, yang berhasil dihimpun, terdapat sejumlah kasus illegal logging yang diproses antara lain :

Kenan Sipayung, seorang pengusaha kayu ini terpaksa harus diperiksa berkasnya 1.111 bundel dengan barang bukti kayu olahan, dan dilimpahkan kasus ini ke pengadilan negeri Jayapura pada tanggal 7 Desember 2002.

Suliyanto, pemilik kayu olahan sebanyak 7.208 M3, diproses di Kejari Jayapura tanggal 27 September 2002 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura [ada tanggal 10 Maret 2003.

H. Syarifudin alias H. Manan, pengusaha kayu ini di proses di Kejari Jayapura pada tanggal 27 Agustus 2003, dengan barang bukti kayu olahan jenis Merbau ukuran 10x10x400 cm sebanyak 40 M3, kayu papan jenis Matoa ukuran 4x20x400 cmsebanyak 20 M3, kayu olahan jenis Merbau ukuran 2x20x400 cm sejumlah 15 M3, kayu olahan jenis Matoa ukuran5x10x400 cm sejumlah 40 M3, buku stok kayu, Surat Ijin Industri An. CV. Fadli Sinar Papua, Akte pendirian CV. Fadli Sinar Papua, kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri pada tanggal10 Desember 2003.

Bakri Takalar, pengusaha kayu ini diproses di Kejari Jayapura pada tanggtal 11 Pebruari 2004, barang bukti berupa kayu Merbau ukuran 10x10x400 cm sebanyak 82 batang dan kayu merbau ukuran 5x10x400 cm. Berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri pada tanggal 16 April 2004. (erwin tambunan/dari berbagai sumber)

Jayapura : Oknum Pejabat Dibalik penyelundupan Merbau ?

(Mimbar Rakyat Vol. 1 No. 2, 10 Desember 2004)
Kayu log jenis Merbau merupakan primadona pasar dunia saat ini, diselundupkan keluar Papua sekitar 150.000 meter kubik setiap bulannya. Kayu sebanyak itu diangkut menggunakan kapal-kapal tongkang. Jadi tindakan penyelundupan ini, bukanlah tindakan yang tak terlihat oleh kasat mata. Daya angkut untuk satu buah kapal tongkang antara 3.000 hingga 5.000 meter kubik. Tentunya kita dapat menghitung, berapa buah kapal tongkang yang beroperasi. Kayu-kayu tersebut berasal dari beberapa tempat yang tersebar dibeberapa daerah di Papua. Nah, aksi ini terus menerus berlangsung, tanpa ada upaya berarti untuk mengurangi (kalaupun tidak dapat mencegah). Sepertinya, upaya penanganan masih kalang dengan keuntungna yang menggiurkan. Aksi penyelundupan berbagai jenis kayu dari Papua, tak menutup kemungkinan melibatkan oknum pejabat pemerintah daerah. Merekalah yang selama ini berasa dibalik layar aksi ini. Mereka siap menjadi tameng bagi pengusaha kayu, agar kayu asal Papua dapat dijual ke pasar internasional yang menawarkan nilai beli yang sangat tinggi.

Disinyalir, komponen yang berada dibalik aski penyelundupan kayu di Papua, yaitu komponen Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Tiga komponen inilah yang berperan dalam penyelundupan kayu Papua. Selain itu perdagangan kayu antar pulau, juga dituding sebagai jalan untuk memuluskan aksi penyelundupan kayu di Papua. Modusnya seperti ini : ada pengusaha yang menggunakan nama perusahaan yang gulung tikar, mengirimkan kayu asal Papua sebut saja ke Kalimantan. Tetapi di tengah lautan yang jauh dari pengawasan, kapal tersebut memutar arah ke negara lain, seperti Cina, Hongkong dan Jepang. Selama ini, pemerintah dianggap belum memihak kepada dunia usaha, khususnya pengusaha kayu yang berkecimpung dalam usaha kerajinan kayu. Sehingga pengusaha kayu kesulitan mencari bahan baku. Ibarat peribahasa “anak ayam mati di lumbung padi”. Papua memiliki bahan baku kayu yang sangat ebrlimpah, tetapi pengusaha kesulitan memperoleh bahan baku tersebut. Harapan ke depan, pemerintah dapat mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dilibatkan langsung mulai dari penebangan kayu di lokasi pengiriman dan pengolahan. Dengan demikian sektor industri riil dapat berkembang, dan masyarakat dapat menikmati hasilnya serta menambah inkam perkapita. Hal tersebut hanya dapat dilakukan apabila pemerintah dapat bersama-sama melakukan pembinaan kepada dunia usaha (pengusaha kayu) dan masyarakat selaku pemilik hak ulayat. (natan/azum)

Jayapura : Mafia dan Cukong Pengerat Hutan Papua

(Mimbar Rakyat, Vol. 1 No. 2, 10 Desember 2004)
Hutan Papua yang salah satu yang diincar mafia kayu atau para cukong dalam memburu rupiah dan dollar. Selain hutan Kalimantan dan Sumatera. Papua memang kaya hutannya. Tercatat, dari luas daratan Papua 42,2 juta hektar, potensi hutannya mencapai 41 juta hektar. Artinya 98,8 persen bumi Papua, adalah hutan. Jadi tidaklah heran bila bandit kayu berlomba menjadi “pengerat” hutan Papua dengan berbagai cara.

Si pengerat yang rakus. Julukan ini barangkali pantas buat mereka. Selain doyang mencuri , memanipulasi juga menyelundupkan kayu ke luar negeri, sehingga pemasukan negara pun minim karena dikantongi mafia. Sementara, masyarakat pemilik hak ulayat adat kehilangan tempat berburu, terperosok dalam kemiskinan karena hutannya dihantam buldozer dan excavator. Ribuan tonase kayu rubuh ditengah belantara. Hutan pun semakin gundul, rakyat makin miskin. Pendapatan negara nihil akibat dikantongi mafia, yang berlindung dibalik sejumlah aturan formal. Dulu, para mafia kayu ini suka mencatut nama Pejabat Tinggi Negara, kini berlindung dibalik kopermas dan pengusaha HPH lokal.

Pelaksana Harian Badan Perhutani Indonesia Daerah Papua, Ir. Bani Susilo, kepada Mimbar Rakyat, dua pekan lalu, menyebutnya penyelundup kayu. Sebab, persoalan serius hutan Papua bukan illegal logging, tetapi praktik eksploitasi hutan, pencurian hutan untuk diselundupkan ke luar negari. Modusnya cukup beragam, mulai saat penabangan kemudian penangkutan, lalu dijual ke Mapia kayu untuk dibawa ke luar negari. “Pengawasan ketat, dan koordinasi antar pelabuhan yang ada solusinya, “usul Bani. Pasalnya, kata dia, setiap kayu dari hutan (darat) yang mau dibawa keluar Papua pasti melalui pelabuhan yang ada. Nah, dimana petugas pelabuhan? Menurut dia, maraknya penyelundupan kayu, atau pihak lain menyebutnya soal illegal logging dari Papua, itu tidak terlepas dari kerjasama oknum-oknum kopermas, perusahaan HPH dengan pemilik modal dari luar negeri. Bani Susilo menyebutkan, peta penyelundupan kayu ke luar negeri, melalui dari Sarmi, ke PNG, kemudian ke Malaysia, Cina, Hongkong, dan ke India.

Betul apa kata Bani Susilo. Terbukti, sebuah kapal asal Malaysia tetapi menggunakan bendera Indonesia memasuki wilayah perairan Papua, di Kabupaten Sarmi tanpa memiliki izin PPKA (Pemberitahuan Pengoperasian Kapal Asing) serta RIB. Kapal jenis LCT itu bernama Godri II dengan 9 ABK, diantaranya 3 warga Indonesia, 5 warga Malaysia, 1 warga Philipina. Akhirnya kepergok oleh jajaran Polres Sarmi. Mereka masuk ke Perairan jayapura 1 November 2004 lalu dari PNG, tujuan ke Pelabuhan Sarmi. Nah, tujuan kapal yang disewa oleh Lai Rue Tang warga Malaysia ini, untuk memuat alat-alat berat yang digunakan PT. Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah, guna menebangi kayu di areal Kopermas (Koperasi Masyarakat) mawaif di Takar, Sarmi. Alat-alat berat ini sudah beroperasi sejak 2003 lalu, namun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak memiliki izin operasi dari Dirjen PHPA, hanya memiliki rekomendasi dari Kantor Cabang Dinas Kehutanan Sarmi yang berlaku sampai Februari 2004. Kapolres Kabupten Jayapura AKBP Robert Djoensoe menceritakan, semula ada laporan masyarakat yang kayunya diambil PT Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah. Namun, kedua perusahaan tersebut belum membayar kompensasi sesuai perjanjian, padahal sudah beberapa kali mengapalkan kayu. Kekecewaan masyarakat memuncak ketika sebuah kapal asal Malaysia tiba di Sarmi dan memuat alat-alat berat untuk menebang kayu di Takar. Kini, kapal itu diserahkan ke Polda Papua untuk mempermudah penyidikan lebih lanjut.

Dari kasus inilah diketahui, bahwa PT Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah menggunakan 19 alat berat untuk membabat kayu di Takar, Sarmi. Sebanyak 18 unit alat berat itu disita bersama kapalnya, sementara satu unit masih ada dilokasi penebangan kayu. Pengakuan para ABK, kayu-kayu asal Papua ini akan di bawa ke Pulau Solomon di pasifik. Berdasarkan hasil investigasi LBH Jayapura dan ELSHAM Papua, jika melihat realitas permasalahan illegal logging di papua, tak sedikit kasus yang terjadi di Propinsi Papua dan ditangani oleh kepolisian daerah dari tahun 2001-2004. rinciannya begini : tahun 2001 teredapat 8 kasus illegal logging denga 8 tersangka yang semuanya WNI, kayu yang disita sebanyak 7000 M3 kayu olahan jenis Merbau. Pada tahun 2002 terdapat 7 kasus illegal logging dengan 10 orang tersangka WNI, kayu yang berhasil disita sebanyak 13000 M3 kayu log jenis merbau, 34 unit alat berat serta 1000 M3 kayu olahan jenis Merbau. Pada tahun 2003 teredapat 2 kasus di desa Mayado dan desa barma Kecamatan Merdey Kabupaten manokwari, yang dilakukan oleh WNA asal Malaysia dan tiga orang WNI, serta menggunakan 77 unit alat berat dan 5000 M3 kayu log jenis Merbau. Pada tanggal 6 Januari 2004 pihak TNI AL menangkap kapal asing berbendera Vietnam yang mengangkut ribuan kayu dari Sorong, ditaksir kerugian negara sekitar 17 milyar, namun kasus ini tidak jelas penyelesaiannya.

Pada bulan Januari 2004 terdapat kasus di distrik Bintuni Kab. Teluk Bintuni yang dilakukan oleh PT Marindo Jaya Utami yang berkedudukan di Jakarta, dengan Direktur M. Yudi Firmansyah. Juga melibatkan 15 WNA asal Malaysia dengan menggunakan 117 unit alat berat, 3 tongkang dan 4 unit tog boat dan 3 unit crane serta menghasilkan 10.000 batang kayu log. Namun, penanganan kasus-kasus itu baru 10 kasus (kebanyakan pengusaha kayu lokal). Prosesnya sampai ke kejaksaan, sementara 9 kasus (berskala pengelolaan hutan yang melibatkan jaringan WNA) hingga kini masih dalam proses pemeriksaan di tingkat kepolisian. Barang-barang sitaan yang disita selama ini oleh pihak kepolisian tercatat sebagai berikut : kayu log jenis Merbau sebanyak 150.000 M3, kayu olahan jenis Merbau sebanyak 90.000 M3, alat berat sebanyaj 224 unit, 5 sainchau, tongkang 7 unit, tugboat 8 unit dan crane 3 unit. Berdasarkan fakta-fakta itulah, LBH papua dan ELSHAM Papua, berkesimpulan bahwa praktek illegal logging di Papua sejak tahun 2001-2004 yang bisa diidentifikasikan telah manghabiskan kayu log sebanyak 14.122 batang, kayu olahan 1000 M3, 224 alat berat, 5 chain saw, 7 buah tongkang dan 8 unit tugboat dan 3 crane. Praktek illegal logging yang terjadi di Papua merupakan indikasi adanya Mafia internasional yang melibatkan warga negara asing (Malaysia), begitu pula alat berat yang digunakan, berasal dari Malaysia. (erwin tambunan).

Bentuk Tim Buat Pencuri Hutan
Sulit terbantahkan, Provinsi Papua dengan luas daratan sebesar 42,2 juta hektar sangatlah kaya, salah satunya potensi hutan. Sudah sepatutnya potensi alam yang besar itu dapat memakmurkan rakyat, tetapi apa jadinya bila kekayaan hutan Papua terus digerogoti. Praktek illegal logging dan pencurian kayu serta penyelundupan kayu ke luar negari semakin marak.

Sementara Tim Terpadu yang sudah terbentuk untuk mengendalikan dan mengawasinya, tak mampu berbuat banyak. Menurut, Ir. Husein Duwila utusan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua, dalam sebuah pertemuan tim terpadu 2004 beberapa waktu yang lalu, potensi hutan selalu jadi polemik. Disatu sisi menambah pendapatan negara, tetapi disisi lain menimbulkan ekses. Karena kualitas sumberdaya hutan yang nota bene milik hak ulayat masyarakat adat untuk mencari nafkah, dan juga hutan di Papua sebagai paru-paru dunia, terus duberangus. Bahkan praktek illegal logging dan penyelundupan kayu Papua ke luar daerah dan luar negeri jalan terus.

Padahal, Tim terpadu Pengendali dan Pengawas Hutan Papua boleh dibilang lengkap, ada melibatkan unsur Instansi Tehnis Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan/polisi hutan, instutusi Polri, LSM dan Kodam XVII Trikira sendiri turut berpartisipasi. Apalagi yang kurang? Faktanya praktek illegal logging dan penyelundupan kayu dari Papua tak terbendung. Data yang diperoleh Mimbar Rakyat dari hasil pertemuan Konsultasi Tim terpadu 2004, terdapat bebrapa persoalan serius, antara lain belum adanya kejelasan tentang batasan wewenang anggota tim terpadu. Karena itu, kata Husein, pengelolaan dan perusakan hutansecara terus menerus perlu ditangani denan serius, dan pentingnya Tim Terpadu untuk mengendalikan dan memberantas praktek illegal logging di Papua. Kepala TU Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Benny Mayor, tak menampik bahwa praktik pencurian kayu di Papua memang marak. Diantaranya kayu-kayu yang bermasalah itu. Tetapi ia enggan merincinya. Begitupun kebijakan pemerintah daerah, tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, selama ini berbagai instansi tehnis terkait yang bertugas mengawasi hasil hutan, bekerja sendiri-sendiri. Sekarang, kata dia, sedang digodok berbagai kebijakan untuk menyatukan instansi tehnis terkait tersebut, diantaranya : kepolisian, kejaksaan, Kodam XVII Trikora, TNI-AL, dan instansi tehnis lainnya.

Disatu pihak Dinas Kehutanan pun memberikan Ijin Penebangan Kayu Masyarakat, dengan batasan-batasan tertentu. Tetapi dalam praktiknya, pemilik IPKM ini sulit dikontrol dibanding pemilik ijin HPH yang melakukan penebangan sistim block. Persoalan lain, para pemilik ijin HPH, meski mudah dikontrol, toh, kewajiban reboisasi penanaman kembali tak dijalankan dengan baik. Awalnya, ada kewajiban tebang 1 taman 2, kemudian tebang 1 tanam 10, dan sekarang tebang 1 tanam 20. Semua itu tak bisa berjalan. Tim terpadu untuk melindungi hutan Papua dari para pencuri dan penyelundup kayu memang harus dibentuk. Instrumen hukumnya sudah ada, merujuk Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 50 Tahun 2003 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pengendalian dan Pemberantasan Illegal Logging di Provinsi Papua. Sehingga koordinasi antara aparat instansi terkait, terutama soal pengamanan atau penanganan illegal logging di Provinsi Papua sama persepsi tentang tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Baru-baru ini sudah dibahas, Kata Agustinus Widjayanto (Conservation International Indonesia- Papua Program), kepada Mimbar Rakyat. Tetapi ada permasalahan dan kendala didalam mengimplementasikan Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 50 tahun 2003 itu. Diantaranya : belum ada kejelasan tentang batasan kewenangan masing-masing pihak, batasan tentang pelanggaran ekploitasi atau illegal logging, serta cara penanggulangan illegal logging di Provinsi Papua.
Termasuk kejelasan tentang anggaran dan belum adanya pembahasan dan kesepakatan tentang tugas pokok, fungsi dan kewenangan Tim Terpadu. Selama ini, penanganan illegal logging tak terkoordinasi baik. Penanganan tindak pidana kehutanan lemah, dan tidak konsisten. Di satu sisi, kebijakan yang ada lebih menguntungkan perusahaan komersial skala besar, dari pada kehutanan yang berbasis masyarakat. Serta kapasitas terpasang industri pengolahan kayu yang terlalu tinggi. Untuk itu perlu adanya persamaan persepsi antara semua pihak tentang batasan-batasan, penyebab, dan cara penanganan kegiatan illegal logging dimaksid. (erwin tambunan)

Sorong : AKBP Faisal Cs Diadili Kamis Depan, Kemarin BAP-nya Dilimpahkan ke Pengadilan Sorong

(Cenderawasih Pos, 10 Desember 2004)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus illegal logging dengan tersangka lima oknum polisi AKBP Drs H Faisal Abdul Nasser (mantan Kapolres Sorong), AKBP I Putu Mahasena (Mantan Wakapolres), Iptu Ansar Djohar (Mantan Kaur Serse), Ipda Widodo dan Bripka Atjeng Danda (Ketiganya Mantan Anggota Serse Polres Sorong), bekerja cepat. Buktinya setelah 5 jam mempelajari berkasnya, Kamis kemarin JPU langsung melimbahkan berkasnya itu ke Pengadilan Negeri Sorong.

Aspidum Kejaksaan Tinggi Provinsi Papua, Mangiring Siahaan SH dan Kajari Sorong Hendrik Pattipeilohy SH MH juga membenarkan bahwa berkas Faisal Cs telah dilimpahkan ke PN Sorong.

Untuk JPU yang menangani kasus illegal logging ini sesuai berkas yang displit jadi dua, untuk tersangka Faisal AN ditangani JPU R Simon SH, Mahfudiyanto SH, Andri Kurniawan SH. Sedangkan tersangka I Putu Mahasena, JPU-nya Nicolaus Kondomo SH, Dadang, John Rayar SH.

''Kalau untuk perkara lainnya juga dalam kasus Faisal AN ini, kami tidak abaikan, tetapi dilihat dari substansinya dimana tersangka Faisal AN telah menyalahgunakan kewenangan sebagai seorang pejabat, sehingga kapal asing MV Africa bermuatan 12 ribu meter kubik kayu log telah hilang,'' kata Aspidum dan Kajari.
Kerugian negara dalam kasus ini tidak terhitung, sebab BB kayu log jenis merbau belum terdata, tetapi sudah kabur terlebih dahulu sebelum dilihat kualitas dan mutu kayunya.

Pelimpahan berkas berikut 5 tersangka oleh tim JPU itu diterima Panitera Muda Pidana George Sapulette dan selanjutnya diteruskan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sorong Marthen P Thosuly SH.

Bahkan begitu berkasnya sampai di meja Ketua Pengadilan Negeri, langsung dibentuk tim majelis hakimnya. Tim majelis hakim tersebut diketuai langsung
Oleh Ketua PN Marthen Thosuly SH dengan hakim anggota Hebbin Silalahi SH dan Andi Asmuruf SH.

''Perkara ini akan kami sidangkan Kamis pekan depan (16/12). Dalam perkara ini untuk majelis hakim hanya satu. Karena dua hakim yang sebelumnya ditunjuk yakni hakim Agung Putrantono SH sedang cuti dan Wakil Ketua PN AH Pattiradja SH mau pindah. Jadi tinggal satu majelis hakim saja,''jelas Marthen Thosuly kepada Radar Sorong di ruang kerjanya kemarin. Sesuai jadwal, perkara illegal logging ini akan mulai disidangkan Kamis depan (16/12) pukul 10.00 WIT di ruang sidang Pengadilan Negeri Sorong.

Lebih lanjut Thosuly-panggilan akrab Ketua PN Sorong, menuturkan agar proses hukumnya berjalan lancar, maka para tersangka hingga kemarin masih ditahan di LP Sorong. ''Penahanan terhadap para tersangka tetap kami teruskan,''ujarnya. Meski demikian, juga akan dilihat perkembangannya.

Sementara itu dari pantauan Radar Sorong di LP Sorong, tersangka AKBP Faisal menghuni ruang karantina nomor A1 LP Sorong. Ruangan tersebut berukuran 5x4 meter yang dilengkapi dengan dua jendela dan dua pintu besi.

Sayangnya sejumlah wartawan tidak diperkenankan oleh Kalapas Andi Djemma untuk menemui tersangka Faisal. Alasannya, masih dalam karantina atau pengenalan terhadap lingkungan LP dan pengenalan dengan para tahanan dan Napi lainnya. Meski demikian, wartawan Radar Sorong sempat melihat Ansar Djohar yang mengenakan kaos putih dan celana batik.

Meski berstatus tersangka, kehadiran Faisal di Sorong memang masih banyak mengundang simpatik dari orang-orang dekatnya. Keterangan yang dihimpun Radar Sorong di LP kemarin, disebutkan pada hari pertama, Faisal dikunjungi beberapa mitra kerja serta para sahabat dari tersangka lainya.

Kalapas Sorong, Andi Djemma, dalam jumpa persnya menuturkan bahwa para tahanan yang baru masuk di Lapas memang harus dikarantinakan terlebih dahulu. Setelah itu barulah bisa masuk ke dalam sel lainnya. Dia juga mengatakan bahwa
penahanan terhadap Faisal tidak ada yang spesial, dimana kasurnya tetap ada, hanya saja kasur tersebut katanya beralaskan papan.

''Tidak ada yang istimewa seperti harus dihadirkan televisi, maupun yang lainnya. Kami samakan semua tahanan di sini. Jadi memang tidak ada yang diprioritaskan,''katanya.
Bahkan dicontohkan, sejak dimasukkan ke dalam kamar karantina Lapas, ada tamu yang datang sekitar pukul 23.00 WIT kepada Faisal, tetap ditolak oleh petugas Lapas. (mul)

10 December 2004

Manokwari : Ditemukan Spesies Mamalia Baru di Papua

(Media Indonesia, Kamis, 09 Desember 2004 03:54 WIB)
Tim peneliti zoologi dari Museum Australia Sydney, menemukan jenis mamalia baru di hutan belantara Papua jenis panda primitif. Peneliti berkebangsaan Australia, Timothy Flannery, dalam laporannya di Manokwari, Rabu menyebutkan bahwa spesies mamalia berkantong perut seperti kanguru pohon, lebih mirip panda primitif.

Satwa tersebut ditemukan di pegunungan Jayawijaya dekat permukiman suku Moni, tapi bukan pemanjat terampil walaupun sudah beradaptasi dengan cara hidup dipohon,
Flannery menambahkan, spesies ini mirip kanguru Australia, dan berat hewan jantan dewasa sekitar 15 kilogram, panjang tubuhnya dari hidung hingga ujung ekor sekitar 120 sentimeter.

Wajahnya kasar bergaris- garis putih hitam, moncongnya, dahinya bertitik-titik putih, berbulu lebat, lunak dan panjang-panjang, corak bulunya binatang berkantong perut ini hitam dan putih mirip panda China.
Binatang ini sulit ditemukan dan belum sama sekali diidentifikasikan, namun satwa ini merupakan mamalia menyusui.

"Setelah dideskripsikan kami akan mempublikasikannya sehingga diketahui masyarakat luas dan para ilmuwan, karena sulit dijumpai pada kawasan padat penduduk," katanya.

Saat ini tiga jenis satwa serupa sedang dideskripsikan di Australia dan sesuai perjanjian satwa ini kelak akan dikembalikan ke Indonesia, ujar Flannery.

Dikatakannya bumi Tanah Papua ternyata masih menyimpan satwa mamalia yang belum diidentifikasikan, termasuk aneka jenis flora langka yang tidak ditemukan pada tempat lain di dunia. (Ant/O-2)

Sorong : Kejari Sorong Tahan Lima Anggota Polri

(Media Indonesia, 9 Desember 2004)
SORONG (Media): Lima anggota Polri yang diduga menghilangkan barang bukti dan pemalsuan laporan kasus penyelundupan 12.000 meter kubik, dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sorong, Papua, kemarin. Mereka dimasukkan ke LP Sorong dalam status tahanan kejaksaan.

Kedatangan lima anggota Polri di antaranya mantan Kapolres Sorong, Ajun Komisaris Besar (AKB) Faizal AN, dan mantan Wakil Kapolres Sorong, AKB I Putu Mahesa di Kota Sorong, disambut demonstrasi massa.
Penyerahan kelima tersangka kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong dilakukan oleh Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, M Siahaan.

"Mereka langsung kami masukan ke ruang tahanan agar tidak mempersulit proses hukumnya, apalagi para tersangka itu bukan lagi warga kota Sorong," kata Siahaan kepada Media dalam penerbangan dari Jayapura ke Sorong, kemarin.


Pada kesempatan terpisah, Kejati Papua, Soehartoyo kepada Media, mengatakan dirinya telah memerintahkan Kajari Sorong agar berkas perkara Faizal dan keempat anggota Polri itu langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Sorong, agar secepatnya dapat disidangkan.

Kelima anggota Polri yang menjadi tahanan Kejari Sorong itu adalah AKB Faizal AN, AKB I Putu Mahesa, Iptu Ansar Johar, Ipda Widodo dan Bripka Aceng Ganda.
Sementara itu, Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) III Surabaya akan melelang seluruh kayu hasil tangkapan TNI-AL, setelah mendapat keputusan dari Pengadilan Negeri.

"Tim lelang sudah terbentuk tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melelang. Bahkan, sekarang sudah didata satu per satu jumlah kayu dan jenisnya," kata Komandan Lantamal III, Laksamana Pertama M. Ikhsan kepada wartawan di Surabaya, kemarin.
Menurut Ikhsan, tim lelang terdiri dari Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Balai Lelang dan pihak TNI Angkatan Laut. Tim ini yang akan melakukan lelang terhadap kayu-kayu tersebut.
Belum diketahui berapa jumlah kayu yang bakal dilelang, sebab tim masih terus menghitung. Namun, kayu-kayu tersebut merupakan hasil tangkapan TNI-AL yang sudah diputuskan oleh pengadilan.

Salah satu kayu yang akan dilelang itu adalah yang disita dari kapal kargo berbendara China, MV Heng Li, yang memuat kayu jenis merbau sebanyak 737 batang tanpa dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) dari instansi terkait.
Kapal yang dinakhodai Li Qingqi ditangkap KRI Nuku-873 yang dipimpin Mayor Laut Suryono Hadi. Saat ditangkap kapal tersebut membawa 24 anak buah kapal (ABK), seluruhnya warga negara China.

Anehnya, kapal tersebut diageni perusahaan dari Indonesia, PT Alamanda Mitra Setia, yang berkantor di Jayapura. "Tapi ABK dan nakhoda orang China.
Dari hasil pemeriksaan di atas kapal ditemukan 737 batang atau sekitar 3.500 m3 kayu jenis merbau. Kayu-kayu tersebut tidak memiliki daftar hasil hutan (DHH) dan SKSHH. Selain itu, kapal MV Heng Li juga tidak memiliki dokumen seperti surat izin gerak khusus dari syahbandar setempat. Seluruh anak buah kapal maupun nakhodanya juga tidak dilengkapi paspor dan izin kerja tenaga asing. (MY/FL/N-1)

Sorong : AKBP Faisal Langsung Disel, Sebelumnya Sempat Didemo Masyarakat di Dermaga Karembo

(Cenderawasih Pos, 9 Desember 2004)
Tampaknya tak ada ampun bagi mantan Kapolres Sorong AKBP Faisal Abdul Nasir yang dijadikan tersangka dalam kasus dugaan penggelapan barang bukti berupa 12 ribu ton meter kubik kayu Ramin itu. Setelah berhasil diboyong ke Sorong bersama empat mantan anak buahnya, ternyata Faisal dan mantan anak buahnya itu langsung dijebloskan ke penjara (ditahan) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sorong.

Seperti dilaporkan wartawan Radar Sorong (Grup Cenderawasih Pos), begitu AKBP Faisal Cs tiba di Sorong, langsung dibawa ke Kantor Kejari Sorong untuk diperiksa. Pemeriksaan terhadap Faisal berlangsung 4 jam 15 menit (Pukul 15.00 WIT--19.15 WIT).

Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, Hendrik Pattipeilohy SH, MH belum mau menjelaskan secara rinci soal hasil pemeriksaannya. Ia hanya mengatakan kalau dalam kasus ini dijadikan dua berkas.

Untuk berkas pertama dengan tersangka AKBP Drs H Faisal Abdul Nazir, AKP Taswin dan Bripka Atjeng Danda yang dijerat pasal 263 ayat 1 sub 2e junto pasal 221 ayat 1 sub 2c junto pasal 55 ayat 1 sub 1e KUHP. Para tersangka dijerat dengan membuat surat-surat palsu dan atau menghilangkan, menyembunyikan benda-benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan yang terjadi di Sorong.
Sedangkan untuk berkas satunya lagi, dengan tersangka AKBP I Putu Masena, Iptu Ansar Djohar dan Ipda Widodo dijerat Pasal 221 ayat 1 sub 2e junto pasal 263 ayat 1 sub 2e junto pasal 55 ayat 1 sub 1e KUHP. Dimana para tersangka telah melakukan tindak pidana dengan menghilangkan atau menyembunyikan benda-benda yang dipakai untuk melakukan tindak kejahatan dan atau membuat surat palsu yang terjadi di Sorong.


Dalam pemeriksaan tersebut, tersangka AKBP Faisal AN didampingi pengacaranya masing-masing Umar Renhoran SH, Christofel Tutuarima SH, Alexy Sasebu SH, M Syukur SH dan Lodius Tomasoa SH.

Usai pemeriksaan, para tersangka yakni AKBP Drs Faisal Abdul Nasir dkk dibawa oleh Kajari Sorong dan Aspidum Kejati Papua ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sorong untuk ditahan. Sayangnya saat rombongan kejaksaan menggiring para tersangka illegal logging itu ke LP, wartawan tidak diperkenankan ikut.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sorong, Andi Djemma, yang dikonfirmasi wartawan juga membenarkan tentang ditahannya AKBP Faisal dkk. ''Sudah. Kami sudah terima tersangka Faisal AN, dimana yang mengantar dari Kejati Papua dan polisi. Rombongan cukup banyak, untuk tempat tidur Faisal AN, sudah kita siapkan semuanya,''kata Kalapas Andi Djemma.
Bahkan sebelum para tersangka ini dibawa ke LP, pihak LP sudah menyiapkan tempat atau ruangan untuk mereka. ''Untuk ruangannya, sama saja, tidak akan diistimewakan,'' katanya singkat.

Suasana Kedatangan
Sekadar diketahui, dengan menumpangi pesawat reguler Merpati Nusantara Airlines (MNA) PK-MJC Fokker 100, lima tersangka tindak pidana illegal logging masing-masing mantan Kapolres Sorong AKBP Drs H Faisal Abdul Nazir, Mantan Wakapolres Sorong AKBP I Putu Masena, Iptu Ansar Djohar, Bripka Atjeng Danda dan Ipda Widodo, siang kemarin sekitar pukul 13.15 WIT tiba di Bandara Jeffman, Sorong.
Dibawah guyuran hujan lebat, (8/12) kedatangan tersangka AKBP Faisal dkk dari Jayapura yang dikawal oleh tim Mabes Polri dan Aspidum Kejati Mangiring Siahaan SH MH, dijemput Kajari Sorong Hendrik Pattipeilohy SH, MH, Kapolresta AKBP Drs Achmat Juri, Wakapolresta Kompol Hadi Herpaus dan sejumlah pegawai Kejari dan perwira Polresta.

Meski berstatus tersangka, AKBP Faisal AN tidak memudarkan senyumnya yang khas. Hal ini terlihat dimana setelah turun dari tangga pesawat, Faisal yang kemarin mengenakan kemeja lengan pendek biru kotak-kotak dan celana biru tua menyalami orang-orang yang menjemputnya dengan berucap, "Terima kasih, terima kasih, mohon maaf ya''. Wajahnya pun tampak sumringah.
Selain Faisal juga tampak tersangka lainnya mantan Wakapolres, AKBP I Putu Masena yang kemarin mengenakan kaos putih kuning dan celana jeans, tersangka Ansar Djohar (Mantan Kaur Serse), dua mantan anggota Serse lainnya Ipda Widodo dan Bripka Atjeng Danda.

Setelah turun dari tangga pesawat, para tersangka diboyong oleh Kajari Hendrik Pattipeilohy SH, MH ke ruang VIP, tetapi dipisahkan dari rombongan Pangdam XVII/Trikora yang kebetulan juga berkunjung ke Sorong dengan menumpangi pesawat yang sama.

Setelah masuk di ruang VIP yang termasuk sangat kecil, tersangka AKBP Faisal terlihat duduk tenang, seraya menegur para mantan bawahannya sewaktu masih menjabat.
Saat ditemui Radar Sorong, hanya beberapa kalimat yang diucapkan AKBD Faisal. ''Saya siap, tidak ada masalah. Pasti di persidangan akan saya buka semuanya. Dalam menghadapi proses hukum ini, saya didampingi pengacara saya,'' katanya tenang.
Selang 30 menit kemudian, AKBP Faisal melepaskan kaos kaki dan sepatu untuk menunaikan Sholat Dhuhur. Sedangkan rombongan Mabes Polri, Kejati dan Kejari maupun Kapolresta sudah menuju ke dermaga untuk bertolak ke Sorong, kemudian disusul oleh tersangka Faisal. Dengan menempuh waktu sekitar 30 menit, para tersangka yang menumpangi satu speed meningalkan Bandara Jeffman menuju pelabuhan Karembo Sorong.

Tiba di Pelabuhan Karembo sekitar pukul 14.00 WIT, Faisal lagi-lagi dengan senyumnya menyapa orang yang menjemputnya. Cukup menarik, meski dalam status tersangka, orang-orang dekat Faisal tetap menyambutnya seperti layaknya ketika bapak dua anak itu masih menjabat sebagai Kapolres Sorong.
Sekadar mengingatkan, AKBP Faisal merupakan Kapolres terlama yang menjabat di Sorong, yakni hampir 3 tahun (September 2000 Hingga 2003).

Disambut Demo
Setelah speed boad sandar di Dermaga Karembo sejumlah anggota Polresta yang menjemputnya tetap menunduk hormat sebagaimana layaknya sikap seorang bawahan terhadap komandannya. Selain sejumlah anggota Polresta, juga tampak Ketua MUI, Abdul Mutalib Silehu BA dan kerabat lainnya. Saat speed ditumpangi Faisal sandar di jembatan, mantan Kapolres Sorong ini turun sambil tersenyum kemudian berjabat tangan sambil saling berangkulan dengan orang-orang dekatnya.

Sayangnya suasana penuh akrab di Dermaga Karembo itu dinodai dengan adanya aksi demo massa dari masyarakat Imeko. Dari pantauan Radar Sorong, ratusan massa dari masyarakat Imeko di bawah koordinator Amos Masehi, sejak awal telah menunggu kedatangan tersangka AKBP Faisal di Pelabuhan Karembo. Setelah melihat rombongan AKBP Faisal tiba, mereka pun langsung berdiri berjejer dengan membuat pagar betis untuk menghalang mobil yang ditumpangi tersangka AKBP Faisal.

Saat mobil kijang warna biru itu akan beranjak dari Karembo menuju kantor Kejaksaan, massa bersikukuh untuk tak mengijinkan mobil itu keluar dari pelabuhan Karembo.
Bahkan massa juga membawa empat spanduk yang panjangnya sekitar 4 meter dan pamflet berisi tuntutan kepada AKBP Faisal untuk membayar hak-hak ulayat masyarakat sebesar Rp 1,8 miliar atas kaburnya MV Africa yang memuat 12 ribu M3 kayu log.

"Kerugian negara akibat kaburnya MV Afrika Rp 27 miliar. Pak jaksa jangan lupa usut kasus perkara korupsi supaya Faisal AN dan Ansar Djohar kembalikan uang negara" "Kenapa Cuma MV Afrika. MV Sukaria yang dibawa lari dari Urbinasopeng tidak diproses hukum? Faisal dan Ansar Johar kamorang (kalian) dua bayar hak-hak ulayat masyarakat Urbinasopeng".

Demikian tulisan yang terbaca dari beberapa pamflet dan spanduk yang dibawa massa. Selain itu juga ada yang bertuliskan "Kami masyarakat Imeko menuntut Faizal AN dan Ansar Johar bayar hak-hak ulayat kami atas kayu yang dibawa kabur MV Afrika sebesar Rp 1.800.000.000"!. "Pak SBY, kalau ada lowongan menteri urusan rekayasa, kami usulkan Faizal AN, karena dia jagonya. Ansar Johar otak pemerasan di Sorong. Pak Kapolri kalau ada lima orang anggota polisi seperti Faisal AN dan Ansar Johar, nama Polri bisa rusak, harus dipecat saja"!.

Dalam aksinya, massa tidak memperbolehkan mobil yang ditumpangi Faisal AN lewat sebelum menandatangani pernyataan tuntutan masyarakat itu. Meski dihalangi massa, namun mobil yang dikemudikan anggota Sat Lantas Polresta itu berhasil menerobos keluar dari Pelabuhan Karembo. Desakan massa, agar Faizal AN menandatangani pernyataan ganti rugi hak ulayat senilai Rp 1,8 M yang sudah dipegang koordinator lapangan, Amos Masehi, tidak berhasil ditandatangani, karena dijaga ketat anggota polisi. Setelah itu, massa pun bubar dengan tertib.(mul)

09 December 2004

Manokwari : Ditemukan Lima Jenis Kerapu di Perairan Pulau Rumberpon

(Media Indonesia, Rabu, 08 Desember 2004 05:22 WIB)
Nelayan tradisional menemukan lima jenis ikan kerapu (epinephelus sp) yang hidup bebas dengan tingkat populasi tinggi di perairan pantai pulau Rumberpon, Kabupaten Teluk Wondama, Irian Jaya Barat.

Kepala Kampung Yembekiri Fredy, John Marani mengatakan di Manokwari, Selasa, penangkapan ikan jenis itu kini semakin marak karena harganya cukup mahal di pasaran dalam maupun luar negeri.

Menurut dia selain Epinophelus sp ditemukan juga ikan napoleon dan mulut tikus yang menjadi sasaran penangkapan gelap nelayan asal Buton dan Makassar untuk diekspor.
Sudah berkali-kali kasus pencurian ikan mahal itu dilaporkan kepada instansi terkait, tapi sayangnya tidak ditanggapi sehingga menimbulkan keresahan di kalangan nelayan dan penduduk setempat, katanya.

Kawasan Pantai pulau Rumberpon yang terletak dalam areal konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih merupakan tempat berkembang biaknya habitat utama lima jenis kerapu, napoleon, dan aneka jenis ikan komersial yang jarang ditemukan di luar Maluku, Papua maupun Irian Jaya Barat.

Karena itu masyarakat minta perhatian serius pemerintah dan instansi terkait terutama dalam mencegah penangkapan aneka jenis biota laut secara tak terkendali di kawasan tersebut.

Marani menjelaskan, laut di perairan Rumberpon jernih sehingga para penyelam dengan mudah menemukan kerapu dan napoleon yang bersarang di sela terumbu karang. (Ant/O-1)

Manokwari : Ditemukan Anggrek Terindah di Dunia

(Media Indonesia, Rabu, 08 Desember 2004 06:24 WIB)
Para Peneliti dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menemukan salah satu anggrek terindah di dunia di Cagar Alam Pegunungan Arfak, Kabupaten Manokwari, Irian Jaya Barat.

Peneliti FAO berkebangsaan Belanda Millar dalam laporannya kepada Pemkab Manokwari, Selasa menyebutkan dikawasan arfak ditemukan 2.770 jenis anggrek hutan berkualitas tinggi yang dapat dikomersialkan.
Jenis yang indah dan menarik diantaranya yakni flame of Irian (Mucuna Novaeguinea) berwarna khas merah merona dan hitam.

Menurut Millar jenis itu merupakan yang paling langka di dunia dan tidak dijumpai pada tempat lain diluar Cagar Alam pegunungan Arfak.

Bunga tersebut selama ini banyak diperjual belikan sebagai cineramata maupun dijadikan hiasan taman sehingga terancam punah jika tidak dilindungi, katanya.
Sedangkan tanaman yang paling aneh di pegunungan Arfak adalah Cendawan menyala (mycena) yang tumbuh di dasar hutan dan mengeluarkan cahaya pendar dari buahnya dalam kegelapan malam. (Ant/O-1)

Jayapura : 5 Tersangka Pemalsuan dan Penghilangan BB Diserahkan Ke Kejati Papua

(Papua Pos, 8 Desember 2004)
Setelah menjalani proses yang panjang mulai dari penyelidikan dan penyidikan, akhirnya kasus penghilangan barang bukti dan pemalsuan laporan kasus illegal logging mulai rampung dengan diserahkannya Barang Bukti (BB) dan lima tersangka oleh mabes polri kepada Kejaksaan Tinggi Papua. Kasus panjang yang melibatkan perwira menengah Polda Papua itu merupakan imbas dari kasus hilangnya kapal MV Afrika pada tahun 2002 lalu. Meski demikian, kasus illegal logging belum tuntas, namun pemalsuan dan penghilangan barang buktinya sudah akan segera dilimpahkan ke pengadilan. “Mereka besok (hari ini-Red) akan langsung kita bawa ke Sorong untuk diserahkan ke Kejari Sorong selanjutnya didaftarkan ke Pengadilan Sorong untuk persidangan”, jelas Aspidum Mangiring Siahaan, saat menerima keima tersangka yang diantar langsung oleh tiga utusan dari Mabes Polri.

Dirinya juga mengatakan bahwa dalam kasus ini harus dipisahkan, karena kasus ini bukanlah kasus illegal logging, tetapi ditemukan unsur tindakan pidana penyidikan kasus illegal logging. “jadi harus dibedakan, jangan dicampur adukkan”, ujar Mangiring di Kejaksaan Tinggi saat menunggu kedatangan lima tersangka tersebut.

Dalam kasus menurutnya para tersangka di jerat dengan pasal 263 KUHP tentang pembuatan laporan palsu dan pasal 221 KUHP tentang penghilangan barang bukti. Dimana untuk pasal 263 diancam hukuman kurungan 6 tahun dan pasal 221 diancam hukuman kurungan 9 bulan. Ketika ditanya barang bukti dalam kasus ini yang diserahkan kepada kejaksaan, dirinya mengatakan bahwa barang buktinya adalah dokumen yang dipalsukan.

Diantar
Setelah menunggu beberapa jam di kantor kejaksaan tinggi Papua, akhirnya lima tersangka dalam kasus tersebut tiba di Kejati Papua dan diterima langsung oleh Wakajati Papua, J. Silalahi, SH. barang bukti dan kelima tersangka tersebut diserahkan langsung oleh tiga utusan dari Mabes Polri.

Dalam acara penyerahan barang bukti dan tesangka itu, pihak jaksa pertama melakukan pemeriksaan terhadap kelima tersangkanya dan selanjutnya resmi menjadi tahanan jaksa, dan rencananya kelimannya hari ini langsung diberangkatkan ke Sorong. Dalam pemeriksaan FAN yang merupakan salah satu perwira menengah yang menjadi tersangka ketika diperiksa ketika diperiksa oleh jaksa pada saat penyerahan mengatakan bahwa kasus itu terjadi sekitar tahun 2002, hal ini terjadi akibat adanya tekanan dari atasannya sehingga proses pemeriksaan waktu itu jadi terganggu. Namun ketika dirinya sedang memberikan keterangan para wartawan yang menyaksikan jalannya pemeriksaan, diminta untuk meninggalkan ruangan dan diminta menunggu di luar.

Dari pantauan wartawan media ini pemeriksaan tersebut berjalan dengan lancar dan aman, hanya saja tertutup dan memakan waktu cukup lama. Dan ketika para wartawan meminta kepada anggota dari Mabes untuk memberikan jumpa pers terkait dengan kasus dan penyerahan tahap ke dua yaitu barang bukti dan tersangka, mereka menolak. (RP-01)

Jayapura : Melihat Kondisi 18 Alat Berat Muatan KM Godri Dua yang Telah Dipindahkan ke Entrop, Belum Jelas Nasibnya, Dibiarkan Kena Hujan dan Panas

(Cenderawasih Pos, 8 Desember 2004)
Sejak dipindahkan dari KM Godri Dua, Kamis (2/12) lalu, kini 18 alat berat yang disita aparat lantaran diduga tak memiliki dokumen dan telah digunakan untuk kegiatan illegal logging, kini teronggok di kawasan Entrop. Bagaimana kondisinya saat ini?

Laporan : Seno Hermawan
Jika melihat sekilas, kondisinya tak lebih dari besi tua yang sebagian telah berkarat. Itulah pemandangan yang terlihat dari 18 alat berat yang kini diamankan dan dititpkan ke penampungan kawasan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, tepatnya di sebuah penampungan milik pengusaha bernama Rudi Dom. Alat berat yang diketahui telah hampir satu tahun melakukan kegiatan eksploitasi hutan di kawasan Desa Nengke, Distrik Pantai Timur, Kabupaten Sarmi itu masih layak operasi, seluruh perangkat baik mesin maupun komponennya masih lengkap. Hanya saja terlihat berkarat karena lama beroperasi di hutan. Memang sebagaiman keterangan Kepala Direktorat Reskrim Polda Papua Kombers Pol. Drs. M. Situmorang sebelumnya, permindahan alat berat itu dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan. Sebab dari kasus tersebut ditemukan 2 jenis pelanggaran yakni tindak pidana kehutanan dan kelautan. Ke-18 alat berat tersebut diparkir di lapangan terbuka dan dibiarkan terkena hujan dan panas matahari.

Nasibnyapun kini masih tidak jelas. Pasalnya kasusnya sendiri belum tuntas dan masih berstatus barang sitaan sebagai barang bukti. Sementara kapal Godri Dua juga masih diamankan di Pelabuhan Porasko Jayapura. Untuk penyelidikannya sendiri Polda Papua telah membentuk tim guna menangani kasus itu. Jajaran Reskrim dipercaya menangani masalah tindak pidana kehutanan sedangkan penyidik Direktorat Polair menangani masalah pelanggaran UU kelautannya. Bahkan pihak Reskrim Polda Papua telah menetapkan 2 tersangka yaitu SS (Direktur) dan DS (Manager personalia/Kepala Cabang) PT. Jhuta Daya Perkasa.

Keduanya dianggap paling bertanggung jawab atas kegiatan eksploitasi hutan terutama pengoprasian 18 unit alat berat tersebut. Masing-masing terdiri dari 8 unit Tractor Komatzu tipe D 70LE, 3 unit Whell Loader tipe 966 E, 1 unit Exavator, 1 unit Truk Nissan TZA 52 dan 4 unit Logging Trailer Volvo. Alat-alat berat itu sendiri ditangkap aparat di Perairan Sarmii Senin (15/11) lalu bersama sembilan ABK kapal Godri Dua yang kini diamankan pihak Polda Papua masing-masing 3 warga negara Indonesia yaitu Ferdinand Tauran (master), Kallo (officer) dan Marthen Luther (ENG). Sedangkan orang lainnya berkewarganegaraan Malaysia masing-masing Sahari bin Gandak (Officer), Voon Noom Ngok (ENG), Janah Sahri (ENG), Jim Lurs (AB), Abdul Manan Tinggal (AB) dan seoran WNA Philipina bernama Marlon Empreleo.


Untuk kedua tersangka SS dan DS oleh penyidik kini dijerat pasal 70 ayat 5, 7, 9 dan 14 jo pasal 50 ayat (3) huruf e, h, j UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 55 dan 56 KUHP. Sedangkan untuk pelanggaran ketentuan hukum kelautan, meski belum ada tersangkanya, namun penyidik Polair telah menetapkan sejumlah pasal pidana untuk menjerat para calon tersangka yaitu Kepmen Perhubungan No. 33 2001 pasal 5 ayat 3 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut serta subsider pasal 29 Kepmen No. 33 2003. “Rencananya Senin (6/12) nanti kita akan adakan gelar kasus untuk membahas perkembangan penyidikan kasus ini, sebagai bentuk transparansi sekaligus nanti akan dibahas penetapan tersangkanya,”ungkap Kepala Direktorat Polair Polda Papua Komber Pol. Dwi Marsanto melalui Kasi Gakkum AKP Robert Suweni, SH kepada Cenderawasih Pos, baru-baru ini. (*)

08 December 2004

Merauke : Penyelundup Kura-Kura Moncong Babi Sudah Diketahui Diduga Pelaku Melarikan Diri ke Ambon

(Cenderawasih Pos, 7 Desember 2004)
Pelaku penyelundupan 450 ekor Kura-Kura Moncong Babi yang berhasildigagalkan oleh petugas KSDA di Bandara Mopah Merauke belum lama ini, kini sudah diketahui alisas sudah terdeteksi. Diduga pelakunya berinisial RK. Hanya saja pelakunya berhasil kabur dari Merauke sebelum ditangkap. Hal itu ditegaskan Kepala Seksi KSDA Wilayah I Merauke Drs. Tangabarang ketika ditemui, Senin (6/12) kemarin. Menurut Tangabarang, adanya indikasi yang mengarah ke RK tersebut, setelah pihaknya dibantu dengan penyidik kepolisian mendapat informasi dari Porter bandara, kalau pada pagi itu barang tersebut diantar oleh RK. Selain informasi itu, menurutnya, pihaknya juga telah meminta keterangan sopirnya dan diperoleh keterangan kalau pagi itu mengantarkan barang tersebut. Atas informasi dan keterangan yang diperoleh tersebut, menurut Tangabarang, pihaknya melakukan pengintaian sejak Minggu malam hingga Senin (6/12) kemarin di rumahnya, namun orang yang dimaksud tidak ditemukan.

“Hari ini rencananya kita mau tangkap, tapi orangnya sudah tidak dan melarikan diri,”terangnya. Kepastian bahwa yang bersangkutan telah keluar dari Merauke setelah pihaknya melakukan pengecekan di bandara, ternyata manifest yang bersangkutan sudah keluar dari Merauke sejak Kamis (2/12) pekan kemarin. “Dari manifest tercatat yang bersangkutan sudah keluar sejak Kamis dengan tujuan Ambon,”terangnya. Terkait dengan itu, menurut dia, pihaknya akan menyurat ke pihak Kepolisian untuk memasukkan yang bersangkutan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).(ulo)

Jayapura : Hari ini, AKBP Faisal Diserahkan ke Kejati (Dari Kasus Illegal Logging di Sorong)

(Cenderawasih Pos, 7 Desember 2004)
Mantan Kapolres Sorong, AKBP Faisal Abdul Nasir, yang diduga terlibat kasus illegal logging (Penebangan Liar) di Sorong, hari ini Selasa (7 Desember) akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Papua. Untuk kepentingan proses hukum tersebut, kemarin siang (Senin, 6 Desember ) AKBP Faisal sudah tiba di Jayapura. Dari pantauan Cenderawasih Pos di Polda Papua, AKBP Faisal yang tersandung kasus dugaan penggelapan barang bukti kayu Ramin senilai Rp. 20 M itu, tiba di Polda Senin (6/12) kemarin sekitar pukul 11.30 WIT. Ia didampingi 3 petugas dari Mabes Polri. Kedatangannya di Jayapura untuk kepentingan penyerahan ke Kejaksaan Tinggi Papua. Sesampainya di Mapolda Papua, AKBP Faisal langsung menemui Direktorat Reskrim Polda Papua Kombes Pol. Drs. M. Situmorang. Pertemuan secara tertutup itu berlangsung singkat. Setelah itu, Faisal langsung pamitan.

“Ya, dia datang ke sini dalam rangka silaturahmi. Tak ada yang lain. Cuma memang tadi dia didampingi tim dari Mabes Polri, terkait kasusnya. Rencananya besok (hari ini) akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi,”kata Kepala Direktorat Reskrim Polda Papua Kombes Pol. Drs. M. Situmorang, yang ditemua Cenderawasih Pos, kemarin. Sayangnya Kombes Situmorang tak menyebutkan siapa saja anggota tim Mabes Polri yang mendampingi Faisal ke Jayapura dan apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. “Namanya saya lupa, yang jelas ada tadi ada 3 orang,”tambahnya singkat. Secara terpisah, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Papua, Mangiring Siahaan, SH yang dihubungi wartawan koran ini kemarin sian, mengakui rencana proses penyerahan kasus tersebut. Tapi dia sendiri tidak mau banyak mengomentari soal status Faesal nanti setelah diserahkan kepada pihaknya. “Memang besok mau diserahkan, datang saja besok ke sini. Mungkin pagi sekitar pukul 09.00 WIT, itu kalau tidak ada halangan,”ucapnya singkat. Seperti yang telah diberitakan di beberapa media termasuk koran ini, kasus yang melibatkan AKBP Faisal Abdul Nasir terjadi sekitar 2 tahun lalu. Kronologisnya, saat itu sebuah kapal asing bernama MV Afrika ditangkap lantaran membawa 12 ribu ton meter kubik kayu Ramin yang diduga hasil illegal logging. Selanjutnya kapal tersebut oleh satuan Polisi Air dan Udara diamankan di perairan Sorong, sementara kasusnya dilimpahkan untuk ditangani oleh Polres Sorong. Namun entah bagaimana, kapal berbendera Panama itu tiba-tiba menghilang alias keluar dan lepas dari pengawasan pihak Polres Sorong. Tak pelak, AKBP Faisal selaku Kapolres, dianggap paling bertanggung jawab atas kaburnya kapal bersama muatannya itu.

Dalam sidang Disiplin, Faisal juga telah dinyatakan bersalah menyalahgunakan kewenangannya menggelapkan barang bukti kayu yang nilai rupiahnya mencapai Rp. 20 M itu. Terkait kasus itu pula, Faisal kemudian dicopot dari jabatannya selaku Kapolres Sorong dan dimutasikan ke Mabes Polri. Atas kasus ini pula, beberapa waktu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merekomendasikan dibukanya lagi proses hukum illegal logging itu. Atas rekomendasi SBY tersebut, maka Mabes Polri juga merelakan AKBP Faisal untuk menjalani hukum lagi. (sh)

05 December 2004

Jayapura : Izin Berlayar KM Godri Dua Terancam Dicabut, Jika Terbukti Melanggar Ketentuan Kelautan RI

(Cenderawasih Pos, 4 Desember 2004)
Meski barang bukti kapal dan muatannya dipisahkan, namun penyidikan atas dugaan pelanggaran UU Kelautan dan UU eksplotiasi hutan yang dilakukan menggunakan sebuah kapal asing bernama Godri Dua masih terus dilakukan. Termasuk pemeriksaan terhadap nahkoda, mualim I dan para ABK kapal. Menariknya, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, kapal tersebut terancam dicabut izin berlayarnya jika terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Bahkan sesuai rencana, hari ini, Sabtu (4/12), penyidik Direktorat Polair Polda Papua akan melayangkan surat kepada Syahbandar Sarmi sebagai saksi untuk dimintai keterangan pada Kamis (9/12) mendatang. Sejauh ini sudah 5 saksi yang dimintai keterangan, masing-masingNahkoda Kapal Ferdinand Tauran, Mualim I Kallo, saksi pelapor Jhon Banua, pimpinan PT. Anugerah Bina Sukses (ABS) Felix Sriyanto dan saksi ahli dari Adpel Jayapura Umuri.

Walaupun hampir sebulan sejak kapal itu ditangkap, hingga kini penyidik belum satupun menyatakan status tersangka. Nampaknya penyidika tidak mau gegabah dan berencana akan melibatkan instansi terkait termasuk kejaksaan guna membahas kasusnya. “Untuk penanganan kasus ini memang cukup rumit, sehingga penyidikannya dibentuk tim. Rencananya Senin (6/12) nanti kita akan adakan gelar kasus untuk membahas perkembangan penyidikan ini, sebagai bentuk transparansi sekaligus dibahas penetapan tersangkanya,” ungkap Kepala Direktorat Polair Polda Papua Kombes. Pol. Dwi Marsanto melalui kasi Gakkum AKP Robert Suweni, Sh kepada Cenderawasih Pos, Jumat (3/12) kemarin.

Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam gelar kasus itu adalahs elain penyidik Polair Polda Papua juga Direktorat Reskrim Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Imigrasi Jayapura dan pihak Syahbandar. Lebih lanjut, dijelaskan, dalam penyidikan pihaknya bakal menjerat sejumlah pasal kepada calon tersangka secara berlapis. Yaitu sesuai Kepmen Perhubungan No. 332001 pasal 5 ayat 3 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Serta susider pasal 29 Kepmen No. 33 2003. dalam pasal 5 ayat (3) mengisyaratkan bahwa terhadap penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri yang tidak melaporkan penggunaan kapal asing di dalam negeri kepada Dirjen sebagaimana dijelaskan dalam ayat (2), maka tidak akan diberikan pelayanan di belabuhan dan dilarang beroperasi di wilayah perairan Indonesia. “Secara teknis kita memang melakukan penyidikan tentang kapal tersebut, namun untuk muatannya berupa alat berat terkait dengan dugaan pelanggaran UU Kehutanan, menjadi wewenang penyidik Direktorat Reskrim Polda Papua, “ucapnya.(sh)

Jakarta : Masalah illegal Logging Tanggung Jawab Bersama

(Papua Pos, 4 Desember 2004)
Masalah illegal logging adalah salah satu problem besar yang harus kita atasi. Sebab, masalah ini dari waktu ke waktu semakin besar dan meluas. Menhut MS Kaban Sabtu (20/11) memperkirakan akibat illegal logging hutan dirambah sudah mencapai 20 juta Ha, dan merugikan negara hingga 2,7 – 3 triliun/tahun. Karena itu mengatasi problem illegal logging harus menjadi tanggung jawab bersama. Tanggung jawab pemerintah, kalangan swasta, serta komponen masyarakat lainnya. Sebab, dengan adanya kerusakan hutan, cepat atau lambat akan menggangu kepentingan bersama. Salah satu potret dampak dari illegal logging tersebut adalah tragedi atau musibah yang terjadi di kabupaten Langkat beberapa waktu lalu atau sering disebut dengan tragedi (banjir) Bandang Bahorok. Karena besarnya dampak yang ditimbulkan tragedi ini, maka layak disebut sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terbesar di tanah air sapanjang tahun 2003 yang lalu.

Hal ini bisa terlihat dari banyaknya korban yang terkena musibah, baik korban harta benda (materil), nyawa manusia, maupun korban sosial. Korban hilangnya nyawa manusia diperkirakan ratusan orang dan kemudian diikuti oleh korban materil yang juga tak terhitung nilainya. Sementara korban sosial, juga sesuatu yang tidak jauh berbeda. Misalnya, banyaknya petani yang kehilangan mata pencaharian, banyak fasilitas publik yang lenyap ditelan banjir. Karena itu, sekali lagi musibah ini layak disebut tragedi nasional. Sudah menjadi rahasia unum, fungsi hutan sesuai dengan hakikatnya dirasakan semakin penting. Penipisan lapisan ozon, terjadinya pemanasan global, serta pergantian musim yang tidak teratur seperti terjadi di beberapa negara, di dalam perbaiknannya menuntut adanya ekosistem hutan yang terus terpelihara. Lalu timbul pertanyaan, mengapa aksi-aksi perusakan hutan berupa illegal logging masih terus terjadi?

Kita memang membutuhkan pengembangan yang luas akan kawasan hutan termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Isu kesejahteraan masyarakat memang sangat penting, tetapi apakah eksploitasi sumber daya hutan secara luas dan meminggirkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan yang berkelanjutan adalah jawabnya? Dalam konteks inilah perlu ada kesadaran bersama, sehingga akan melahirkan sikap kritis, khususnya dikalangan masyarakt pengelola hutan tentang bagaiman hubungan antara pembangunan dan konservasi hutan.

Ketika kerusakan ekosistem hutan terus terjadi dengan laju yang semakin cepat, termasuk dengan semakin maraknya praktik over cutting, illegal logging. Praktik-praktik tersebut sesungguhnya berawal dari mentalitas sekelompok manusia yang tidak lagi menghiraukan aspek kelestarian lingkungan. Dan pada saat yang sama penegakan hukum masih lemah dan organisasi pengendalian hutan pun belum profesional. Karena itu, kita dihadapkan pada dua pilihan : kita dan anak cucu kita hancur atau kita lakukan perubahan sekarang ini juga. Jika pilihan kita adalah ingin melakukan perubahan sekarang juga, maka strategi baru untuk mengatasi masalah haruslah segera dicari. Dalam pencarian solusi inilah, utamanya peran pemerintah sangat diharapkan. Ketika pemerintah sudah menunjukkan kesungguhannya, maka besar kemungkinan masyarakat luas akan mengikutinya. Kombinasi antara tanggung jawab pemerintah dan peran sertam masyarakat akan menjadi kekuatan yang besar dalam mengatasi masalah ini. (***)

Jayapura : Lagi, 509 Kayu Tak Tercantum di SKSHH, Muatan Kayu Dari MV Fitria Perdana masih Dibongkar

(Cenderawasih Pos, Sabtu 4 Desember 2004)
Upaya aparat untuk melakukan pembongkaran terhadap ribuan kubik kayu yang masih berada di kapal MV Fitria Perdana yang kini diamankan di Pelabuhan Demta masih terus dilanjutkan. Bahkan kini 509 batang kayu jenis Merbau dari total sekitar 860 batang katu sebagaimana tercantum dalam SKSHH telah diturunkan dan dilakukan pemeriksaan fisik. Hasilnya, sejumlah kayu diketahui tak tercantum dalam SKSHH dan terjadi penyimpangan baik volume maupun kubikasinya.

Dari 509 batang kayu tersebut, diketahui sekitar 231 batang kayu tidak tercantum dalam SKSHH (DHH) dengan volume sekitar 906,53 meter kubik. Sedangkan 278 batang lainnya terdapat dalam SKSDHH namun volumenya berbeda dari hasil pengukuran fisik volume 1.088,25 meter kubik sedangkan dalam SKSHH hanya sekitar 856, 05 meter kubik.

" Pembongkaran masih berlangsung, namun karena terhambat hujam sehingga agak tertunda sehingga diperkirakan proses ini baru tuntas 5-10 hari lagi," Ungkap Kepala Direktora Polair Polda papua Kombes Pol. Dwi Marsanto melalui kasi Gakkum AKP Robert Suweni, SH kepada Cenderawasih Pos, Jumat (3/12) kemarin.


Di samping itu, kendala lainnya yang kini dihadapi adalah pemberhentian untuk sementara proses pembongkaran lantaran dermaga saat ini sedang dipakai kegiatan pemuatan kayu Log oleh PT. Gisand Putra Abadi yang diperkirakan berlangsung sekitar 5 hari baru selesai. " Rencananya setelah proses pembongkaran dan pemeriksaan selesai, baik yang termasuk atau tidak dalam dokumen baik nomor batang maupun kelebihan volume, kita akan lakukan penyitaan," tambahnya.

Selain itu, Robert mengungkapkan guna koordinasi dan transparansi penyidikan, pihaknya akan melakukan gelar kasus secara intern melibatkan sejumlah instansi terkait diantaranya Dinas Kehutanan, Direktorat Reskrim Polda Papua dan Kejaksaan Tinggi Papua. Gelar kasus itu akan dilaksanakan Senin (6/12) mendatang di Kantor Direktorat Polair Polda Papua.(sh)

04 December 2004

Jayapura : 18 Alat Berat Muatan KM Godri Dua, Dipindahkan

(Cenderawasih Pos, 3 Desember 2004)
Masih ingat dengan kapal asing bernama Godri Dua yang ditangkap aparat di perairan Sarmi Senin (15/11) lantaran diduga melanggar ketentuan pelayaran dan membawa sekitar 18 unit alat berat tanpa izin dan diduga akan melakukan illegal logging di wilayah Takar, Distrik Batav Kabupaten Sarmi? Kapal yang kini telah diamankan di pelabuhan Porasko Jayapura itu masih disita polisi. Bahkan untuk memudahkan penyidikannya, muatan berupa 18 unit alat berat itu terpaksa diturunkan dan dipindahkan ke Entrop. Pemindahan 18 alat berat itu berlangsung Kamis (2/12) kemarin sekitar pukul 15.30 WIT. Dikawal petugas patwal Lantas Polda Papua, alat berat berupa 8 unit Tractor Komatzu tipe D 70 LE, 3 unit Whell Loader tipe 966 E, 1 unit motor reader Kom, 1 unit Exavator, 1 unit Truk Nissan TZA 52 dan 4 unit Logging Trailer Volvo satu persatu ditempatkan di kawasan Entrop.

Kepala Direktorat Reskrim Polda Papua Kombes pol. Drs. M. Situmorang yang dihubungi Cenderawasih Pos, semalam membenarkan pemindahan alat berat tersebut. Menurutnya, sesuai pengembangan penyidikan, maka kasus itu kini dibagi 2 sub kasus berdasarkan jenis pelanggarannya. Untuk kapal Godri Dua diproses atas dugaan pelanggaran UU Kelautan sedangkan muatan berisi alat berat itu diproses dalam kaitan dengan UU Kehutanan, lantaran alat berat tersebut diduga telah digunakan untuk eksploitasi hutan alias ilegal logging. “Semuanya masih kita sita sebagai barang bukti, baik kapal maupun muatannya, termasuk awak kapal, hanya saja untuk memudahkan penyidikan, kita pisahkan,”ucapnya. Dalam penyidikan kasus itu sendiri kata Situmorang, telah dibentuk tim khusus yang melibatkan penyidik dari Direktorat Polair maupun Reskrim Polda Papua. “Memang ada tim yang sudah dibentuk namun secara teknis penyidikan sudah ditangani oleh Polair menyangkut kelautan,”tambahnya.


Sementara 9 ABK yang dikini diamankan pihak Polda Papua masing-masing 3 warga negara Indonesia yaitu Ferdinan Tauran (master), Kallo (officer) dan Marthen Luther (ENG). Sedangkan 5 orang lainnya berkewarganegaraan Malaysia masing-masing Sahari Bin Gandak (Officer), Voon Noom Ngok (ENG), Janah Sahari (ENG), Jum Lurs (AB), Abdul Manan Tinggal (AB) dan seorang WNA Philipina bernama Marlon Empreleo. Khusus untuk warga negara asing mereka masih berada di kapal dan tidak diperbolehkan turun lantaran tak punya izin keimigrasian. (sh)

03 December 2004

Jayapura : 18 Alat Berat Muatan KM Godri Dua, Dipindahkan

(Cenderawasih Pos, 3 Desember 2004)
Masih ingat dengan kapal asing bernama Godri Dua yang ditangkap aparat di perairan Sarmi Senin (15/11) lantaran diduga melanggar ketentuan pelayaran dan membawa sekitar 18 unit alat berat tanpa izin dan diduga akan melakukan illegal logging di wilayah Takar, Distrik Batav Kabupaten Sarmi? Kapal yang kini telah diamankan di pelabuhan Porasko Jayapura itu masih disita polisi. Bahkan untuk memudahkan penyidikannya, muatan berupa 18 unit alat berat itu terpaksa diturunkan dan dipindahkan ke Entrop. Pemindahan 18 alat berat itu berlangsung Kamis (2/12) kemarin sekitar pukul 15.30 WIT. Dikawal petugas patwal Lantas Polda Papua, alat berat berupa 8 unit Tractor Komatzu tipe D 70 LE, 3 unit Whell Loader tipe 966 E, 1 unit motor reader Kom, 1 unit Exavator, 1 unit Truk Nissan TZA 52 dan 4 unit Logging Trailer Volvo satu persatu ditempatkan di kawasan Entrop.

Kepala Direktorat Reskrim Polda Papua Kombes pol. Drs. M. Situmorang yang dihubungi Cenderawasih Pos, semalam membenarkan pemindahan alat berat tersebut. Menurutnya, sesuai pengembangan penyidikan, maka kasus itu kini dibagi 2 sub kasus berdasarkan jenis pelanggarannya. Untuk kapal Godri Dua diproses atas dugaan pelanggaran UU Kelautan sedangkan muatan berisi alat berat itu diproses dalam kaitan dengan UU Kehutanan, lantaran alat berat tersebut diduga telah digunakan untuk eksploitasi hutan alias ilegal logging. “Semuanya masih kita sita sebagai barang bukti, baik kapal maupun muatannya, termasuk awak kapal, hanya saja untuk memudahkan penyidikan, kita pisahkan,”ucapnya. Dalam penyidikan kasus itu sendiri kata Situmorang, telah dibentuk tim khusus yang melibatkan penyidik dari Direktorat Polair maupun Reskrim Polda Papua. “Memang ada tim yang sudah dibentuk namun secara teknis penyidikan sudah ditangani oleh Polair menyangkut kelautan,”tambahnya.


Sementara 9 ABK yang dikini diamankan pihak Polda Papua masing-masing 3 warga negara Indonesia yaitu Ferdinan Tauran (master), Kallo (officer) dan Marthen Luther (ENG). Sedangkan 5 orang lainnya berkewarganegaraan Malaysia masing-masing Sahari Bin Gandak (Officer), Voon Noom Ngok (ENG), Janah Sahari (ENG), Jum Lurs (AB), Abdul Manan Tinggal (AB) dan seorang WNA Philipina bernama Marlon Empreleo. Khusus untuk warga negara asing mereka masih berada di kapal dan tidak diperbolehkan turun lantaran tak punya izin keimigrasian. (sh)

02 December 2004

Jayapura : Polda Papua Periksa Saksi Ahli dari Departemen Kehutanan

(Papua Pos, 1 Desember 2004)
Kapal Godrilabuan milik warga Malaysia yang baru-baru ini ditangkap di pelabuhan Sarmi, hingga kini masih berlabuh di APO Jayapura menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Polda Papua. Kapal Godrilabuan diindikasikan kepada illegal loging. Sebagaimana sebelumnya kapal, ditangkap di Sarmi ketika memasuki perairan Indonesia, Papua tanpa dokumen pelayaran yang lengkap.


Demikian juga alat-alat berat didalamnya tidak disertai dengan dokumen-dokumen yang lengkap. Untuk mempermudahkan pemeriksaan akhirnya kapal beserta muatannya, termasuk nahkoda dan 9 ABK dibawa dari Sarmi menuju Jayapura, Minggu (20/11). Sampai sejauh ini pihak Polda terus mengembangkan kasus ini, bahkan tim sudah dibentuk dan kini sedang berada di Jakarta. Kapolda Papua Brigjen Pol D Sumantyawan HS, SH ketika ditemui Papua Pos pada kunjungan kerjanya di Wutung, Selasa (30/11) mengungkapkan untuk mengembangkan kasus ini, pihaknya telah membentuk tim dan saat ini masih berada di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan, karena menyangkut kewenangan pusat dalam hal memberi ijin, maka Polda telah memeriksa saksi ahli dari Departemen Kehutanan di Jakarta.

Lebih lanjut Kapolda mengatakan Kapal Godrilabuan diduga illegal logging. Hal itu bisa dilihat dengan ditemukannya beribu-ribu kubik kayu hasil tebangan illegal, yang berada di lokasi kejadian, juga ditemunkan alat yang digunakan untuk penebangan, lengkap dengan manajer operasional dan pelaksana lapangan hingga kini sudah ada 2 tersangka yang ditahan yaitu pelaksana di lapangan dari 4 orang yang diduga tersangka utama dalam kasus Illegal Logging. Sementara nahkoda kapal dan ABK-nya menurut Kapolda, bukan merupakan tersangka dalam kasus illegal logging, mereka hanya dituduh melanggar undang-undang pelayaran, dan mereka hanya dikenai sanksi administratif, namun tidak menutup kemungkinan nantinya jika terbukti mereka membawa barang itu secara illegal berarti mereka turut membantu dan bisa dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Kehutanan. (Cr-07)

Kura-kura Moncong Babi (Carettochelys insculpta)

Hewan air yang satu ini merupakan hewan asli Indonesia. Kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta), disebut juga fly river turtle, terdapat disungai-sungai di Papua, yaitu di daerah Danau Jamur hingga daerah Merauke, dan daerah utara Australia. Kura-kura ini merupakan kura-kura yang ‘Full Aquatic’, dimana hampir seluruh hidupnya dihabiskan di air, mereka baru akan pergi ke daratan hanya untuk bertelur.

Hal yang unik dari kura-kura ini adalah bahwa mereka memiliki kaki-kaki yang lebih menyerupai sirip renang, seperti pada penyu air laut, satu hal yang mendukung bahwa mereka lebih beradaptasi untuk kehidupan dalam air.

Kura-kura ini mendapat julukan ‘Kepala Babi’ atau ‘Moncong Babi’ karena memiliki moncong yang menyerupai hidung babi. Tempurung (karapas) kura-kura ini lebih menyerupai kulit tebal dibandingkan dengan tempurung kura-kura lainnya, karena kura-kura ini memang lebih dekat dengan keluarga kura-kura yang bertempurung lunak (soft-shell), seperti labi-labi.

Pada kura-kura ini, bagian tubuh sebelah atas, karapas (tempurung) dan kaki-kaki berwarna abu-abu gelap, sedangkan bagian tubuh sebelah bawah berwarna terang, hal tersebut merupakan kamuflase agar pemangsa sulit menemukan mereka. Kura-kura Moncong Babi dapat tubuh besar, mereka bisa mencapai berat 22,5 kg, dan panjang 56 cm. Walaupun demikian, sebagai hewan peliharaan biasanya sulit mencapai ukuran tersebut.

Status
Pada saat ini Kura-kura Moncong Babi termasuk dalam status dilindungi alias terlarang untuk diperjualbelikan. Sejak tahun 1987, mereka telah dipayungi oleh Keputusan Menteri Pertanian No. 327 Kpts/Ums/5/1987. Lalu diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999. Dan CITES pun memasukannya ke dalam Appendix I. Artinya, segala bentuk pedagangannya, dengan mengambil dari habitatnya, akan ditolak di dunia international.
(Johannes S, sumber : http://o-fish.com)

01 December 2004

Jayapura : Polda Papua Periksa Saksi Ahli dari Departemen Kehutanan

(Papua Pos, 1 Desember 2004)
Kapal Godrilabuan milik warga Malaysia yang baru-baru ini ditangkap di pelabuhan Sarmi, hingga kini masih berlabuh di APO Jayapura menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Polda Papua. Kapal Godrilabuan diindikasikan kepada illegal loging. Sebagaimana sebelumnya kapal, ditangkap di Sarmi ketika memasuki perairan Indonesia, Papua tanpa dokumen pelayaran yang lengkap. Demikian juga alat-alat berat didalamnya tidak disertai dengan dokumen-dokumen yang lengkap. Untuk mempermudahkan pemeriksaan akhirnya kapal beserta muatannya, termasuk nahkoda dan 9 ABK dibawa dari Sarmi menuju Jayapura, Minggu (20/11). Sampai sejauh ini pihak Polda terus mengembangkan kasus ini, bahkan tim sudah dibentuk dan kini sedang berada di Jakarta. Kapolda Papua Brigjen Pol D Sumantyawan HS, SH ketika ditemui Papua Pos pada kunjungan kerjanya di Wutung, Selasa (30/11) mengungkapkan untuk mengembangkan kasus ini, pihaknya telah membentuk tim dan saat ini masih berada di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan, karena menyangkut kewenangan pusat dalam hal memberi ijin, maka Polda telah memeriksa saksi ahli dari Departemen Kehutanan di Jakarta.

Lebih lanjut Kapolda mengatakan Kapal Godrilabuan diduga illegal logging. Hal itu bisa dilihat dengan ditemukannya beribu-ribu kubik kayu hasil tebangan illegal, yang berada di lokasi kejadian, juga ditemunkan alat yang digunakan untuk penebangan, lengkap dengan manajer operasional dan pelaksana lapangan hingga kini sudah ada 2 tersangka yang ditahan yaitu pelaksana di lapangan dari 4 orang yang diduga tersangka utama dalam kasus Illegal Logging. Sementara nahkoda kapal dan ABK-nya menurut Kapolda, bukan merupakan tersangka dalam kasus illegal logging, mereka hanya dituduh melanggar undang-undang pelayaran, dan mereka hanya dikenai sanksi administratif, namun tidak menutup kemungkinan nantinya jika terbukti mereka membawa barang itu secara illegal berarti mereka turut membantu dan bisa dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Kehutanan. (Cr-07)